BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia (lansia) disamping usia yang semakin bertambah tua terjadi pula penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang satu sama lain saling berinteraksi dan cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus. Jumlah lansia yang semakin meningkat menjadi permasalahan tersendiri jika tidak disertai penanganan dengan tepat. Banyak masalah kesehatan yang harus dihadapi oleh kaum lansia baik fisik maupun mental. Harapan agar masa lansia dapat dijalani dengan tenang, nyaman dan jauh dari penyakit dapat saja tidak terwujud karena beberapa masalah justru baru muncul pada masa ini. Tidur enak dan nyaman setiap hari merupakan indikator kebahagiaan dan derajat kualitas hidup bagi lansia namun, semakin usia bertambah, semakin sulit pula untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas tidur yang efektif. Tidur merupakan salah satu kebutuhan fisiologis bagi manusia disamping kebutuhan fisiologis lain seperti kebutuhan akan makanan, minuman, seks, dan oksigen. Tidur yang tidak cukup dan berkualitas buruk dapat menyebabkan gangguan keseimbangan fisiologis dan psikologis. Dampak yang muncul akibat buruknya kualitas tidur meliputi penurunan aktivitas sehari-hari, kelelahan, respon motorik terganggu, penurunan daya tahan tubuh, stres, depresi dan cemas (Surilena, 2004).
Selama proses penuaan, lansia mengalami perubahan pola tidur yang khas, berbeda dari orang yang lebih muda. Perubahan tersebut mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, peningkatan jumlah tidur siang dan waktu yang dibutuhkan untuk tidur dalam juga menurun sehingga lansia cenderung lebih mudah terbangun. Perubahan pola tidur yang terjadi pada lansia adalah umum dan merupakan bagian alami dari proses penuaan. Umumnya dengan bertambahnya usia terjadi penurunan periode tidur dan berkurangnya kebutuhan tidur (Stanley & Beare, 2006). Pada usia 65 tahun, lansia yang tinggal di rumah diperkirakan setengahnya mengalami gangguan tidur sedangkan yang tinggal di tempat perawatan lansia dua pertiga mengalami gangguan tidur. Banyak faktor yang bisa menyebabkan terjadinya gangguan tidur pada lansia, baik faktor dari dalam yaitu; hormonal, kecemasan, motivasi dan proses penuaan, maupun faktor dari luar yaitu gaya hidup, penggunaan obat–obatan, gangguan medis umum dan lingkungan (Siregar, 2011) Selain gangguan tidur, gangguan mood (depresi) juga sering terjadi pada lansia. Kelompok lansia dipandang sebagai kelompok masyarakat yang beresiko mengalami gangguan kesehatan, termasuk masalah kesehatan jiwa, khususnya depresi. Prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8%-15% sedangkan hasil meta analisis dari laporan beberapa negara di dunia mendapatkan prevalensi rata-rata depresi pada lansia sebesar 13,5% dengan perbandingan wanita-pria 14,1:8,6. Sedangkan prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di rumah sakit dan panti perawatan jumlahnya jauh lebih besar yaitu sebesar 30-45 persen (Blazer, 2005).
Depresi dan gangguan tidur merupakan dua fenomena yang sering dialami lansia, tetapi lansia lebih sering mengeluh bahwa tidurnya terganggu daripada mengatakan sedang mengalami depresi. Menurut Gonzales, dkk. (2010), masyarakat dari budaya timur dan negara-negara berkembang lebih sering mengungkapkan keluhan somatik dan menyangkal memiliki masalah psikologis, berbeda dengan masyarakat dari budaya barat. Hal ini disebabkan karena mereka tidak bersedia menceritakan masalah kejiwaan atau gangguan emosi yang mereka alami. Kecenderungan lansia melaporkan lebih banyak gejala somatik dan kognitif dibanding gejala afektif sering menyebabkan kebingungan klinisi dalam menegakkan diagnosis. Karangasem adalah kabupaten yang terletak di bagian paling timur pulau Bali. Merupakan kabupaten dengan luas daerah nomor tiga di Bali. Memiliki jumlah penduduk 408.700 jiwa, dimana 46.974 jiwa (11.5%) berusia lebih dari 60 tahun (Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem, 2014). Dengan asumsi rata-rata angka depresi lansia di dunia 13,5% (Blazer, 2005) maka jumlah penderita depresi yang terjadi pada lansia diperkirakan 6.341 orang. Angka ini tentu sangat tinggi dan dapat menimbulkan permasalahan jika tidak ditangani dengan tepat. Kenyataannya masalah depresi pada lansia belum mendapat perhatian dalam program kesehatan di Karangasem. Hal ini kemungkinan disebabkan karena tidak termasuk dalam target Millenium Development Goals (MDGs) maupun dalam enam program pokok kerja puskesmas. Akibatnya bisa dilihat dari laporan bulanan kesehatan lansia dimana gangguan depresi tidak masuk dalam 10 besar penyakit yang dijumpai pada lansia. Kurangnya kemampuan petugas kesehatan dalam mendiagnosis dan menangani
gangguan depresi semakin melengkapi permasalahan ini. Mengingat hal tersebut diatas, maka penulis melakukan suatu penelitian untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan depresi pada lansia sebagai salah satu cara untuk memperkirakan adanya depresi pada lansia sehingga dapat diketahui angka cakupan depresi yang terjadi pada lansia di Karangasem. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah sebagai berikut: Bagaimana hubungan antara kualitas tidur dengan depresi pada lansia di Karangasem ? 1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan umum Mengetahui adanya hubungan antara kualitas tidur dengan depresi pada lansia
1.3.2
Tujuan khusus
1. Mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan depresi pada lansia di Karangasem 2. Mengetahui hubungan antara faktor lain dengan depresi pada lansia di Karangasem 1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat akademis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dasar proporsi
gangguan tidur dan depresi lansia di Karangasem serta hubungan antara keduanya
sehingga dapat diketahui besarnya masalah untuk pengembangan penelitian dimasa yang akan datang. 1.4.2
Manfaat praktis Dengan mengetahui adanya hubungan antara kualitas tidur dan faktor-faktor
lain dengan depresi pada lansia di Karangasem diharapkan dapat membantu memudahkan tenaga kesehatan khususnya dokter dalam menegakkan diagnosis terjadinya depesi pada lansia dengan mencari hubungannya dengan masalah tidur mereka. Dengan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pola tidur yang baik, diharapkan prevalensi depresi pada lansia dapat berkurang sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia