BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teoritis 1. Kualitas Makanan Kualitas makanan menurut Knight dan Kotschevar (2000:16) yaitu tingkat konsistensi kualitas menu yang dicapai dengan penetapan standar untuk produk dan kemudian mengecek point-point yang harus dikontrol untuk melihat kualitas yang ingin dicapai. Point-point tersebut meliputi resep dan pengukuran yang benar, persiapan, temperatur, peralatan, kondisi produk selama persiapan, kebersihan, porsi dan faktor
lainnya. Setiap produk makanan akan mempunyai standar
sendiri, jadi terdapat banyak standar dalam setiap menu makanan. Sedangkan menurut Murphy et.al. kualitas makanan didefinisikan sebagai sebuah konsep kualitas yang dapat memberikan wawasan tentang bagaimana mempertahankan kualitas produk dan bagaimana pelanggan melihat produk disajikan. Kotler (2003) mendefinisikan kualitas
makanan
sebagai
kemampuan
suatu
barang
untuk
memberikan hasil/kinerja yang sesuai atau melebihi dari apa yang diinginkan pelanggan. Kualitas makanan dalam hal ini diambil dari istilah food quality, yang mencakup makanan dan minuman. Menurut West, Wood, dan Harger (1965) menyatakan bahwa standar kualitas makanan, meskipun sulit didefinisikan dan tidak dapat diukur secara mekanik, masih dapat dievaluasi lewat nilai nutrisinya, tingkat bahan yang digunakan, rasa, dan penampilan dari produk. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas makanan menurut Gaman
dan Sherrington (1996) serta Jones (2000) secara garis adalah sebagai berikut: a. Warna Warna dan bahan-bahan makanan harus dikombinasikan sedemikian rupa supaya tidak terlihat pucat atau warnanya tidak serasi. Kombinasi warna sangat membantu dalam selera makan konsumen. Pada rumah makan Adem Ayem untuk bahan dasar menu gudeg yaitu telur, krecek, ayam, dan nangka muda kemudian dimasak dengan bumbu khusus sampai matang berwarna coklat. Telur dan ayam dimasak dengan bumbu kecap manis sehingga memiliki warna coklat kehitaman. Krecek dimasak dengan sambel goreng dengan hasil sedikit pedas dan berwarna kemerahan. b. Penampilan Ungkapan “melihat sesuatu dari penampilan” bukanlah suatu ungkapan yang berlebihan. Makanan harus baik dilihat saat berada di piring, dimana hal tersebut adalah suatu faktor yang penting. Sajian makanan gudeg di Rumah makan Adem Ayem di tata rapi di atas piring dengan komposisi ayam, krecek, telur, dan nangka muda sehingga konsumen sangat tertarik ingin segera menikmati gudeg tersebut. c. Porsi Setiap penyajian untuk porsi makanan sudah ditentukan standarnya yang disebut standard portion size (standar porsi yang ditentukan). Standard portion size merupakan (standar porsi yang ditentukan) sebagai kuantitas item yang harus disajikan setiap kali item tersebut dipesan. Produsen dianjurkan untuk membuat standar
porsi secara jelas. misalnya berapa gram daging yang harus disajikan dalam sebuah porsi makanan. Di rumah makan Adem Ayem tersedia berbagai macam menu yang ditawarkan, semakin banyak item menu makanan atau semakin besar porsinya pada tiap menu, maka berbeda pula harga yang ditawarkan. d. Bentuk Fisik makanan memainkan peranan penting dalam daya tarik mata. Bentuk makanan yang menarik bisa diperoleh lewat cara pemotongan bahan makanan yang bervariasi, misalnya nangka yang dipotong dengan bentuk dice atau biasa disebut dengan potongan dadu digabungkan dengan daun singkong yang dipotong chiffonade yang merupakan potongan tidak beraturan pada sayuran, potongan ayam sesuai pesanan dari paha, dada, hati, dll. e. Temperatur Beberapa konsumen menyukai variasi temperatur yang didapatkan dari makanan satu dengan lainnya. Temperatur
juga bisa
mempengaruhi rasa, misal rasa manis pada sebuah makanan akan lebih terasa saat makanan tersebut masih hangat. Nasi Gudeg yang disajikan rumah makan Adem Ayem selalu dalam keadaan hangat kemudian dikonsumsi oleh konsumen yang memesan. f.
Tekstur Banyak ragam tekstur makanan antara lain halus atau tidak, cair atau padat, keras atau lembut, kering atau lembab. Tingkat tipis dan halusnya makanan serta bentuk dapat dirasakan lewat tekanan dan gerakan dan reseptor di mulut. Tekstur makanan gudeg yang ada di rumah makan Adem Ayem bertekstur lembut dan ayamnya empuk.
g. Aroma Aroma adalah reaksi dari makanan yang akan mempengaruhi konsumen sebelum konsumen menikmati makanan, konsumen dapat mencium makanan tersebut. 2. Kualitas Layanan Menurut Akbar (2009) kualitas pelayanan adalah pandangan pelanggan tentang layanan memenuhi atau melampaui harapannya. Sedangkan menurut Anwar dan Gulzar (2011) layanan pada dasarnya memenuhi harapan pelanggan dan memuaskan kebutuhan mereka dengan memberikan kualitas layanan yang baik. Berdasarkan kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor penilaian dari konsumen dalam mengambil keputusan pembelian. Konsumen sekarang sangat berbeda dengan konsumen dahulu, karena konsumen sekarang lebih cerdas dalam bertindak. Tidak hanya menilai produk dan merek saja, melainkan pelayanan dari perusahaan tersebut. Kualitas layanan menurut Parasuraman et.al (1988) mengartikan kualitas sebagai suatu bentuk sikap, berhubungan namun tidak sama dengan kepuasan, yang merupakan hasil dari perbandingan antara harapan dengan kinerja aktual. Menurut Tjiptono (2005:110) kualitas jasa atau kualitas pelayanan yang didefinisikan sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kualitas pelayanan adalah upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan
pelanggan
serta
ketepatan
penyampaiannya
untuk
mengimbangi harapan pelanggan (Tjiptono, 2000). Proses pelayanan terjadi pada waktu konsumen menerima dan merasakan layanan itu. Setelah merasakan layanan tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi untuk memutuskan tindakan selanjutnya. Jika layanan tersebut sesuai dengan harapan konsumen, maka konsumen akan merasa puas dan cenderung untuk loyal/setia. Menurut Parasuraman et al. (1998) ada lima dimensi kualitas pelayanan sebagai berikut: a. Keandalan (reliability) Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat, terpercaya dan akurat. b. Jaminan (assurance) Pengetahuan, kemampuan, keramahan serta kesopanan yang dimiliki karyawan dalam memberikan layanan yang dapat menimbulkan kepercayaan dan keyakinan konsumen. c. Ketanggapan (responsiveness) Kesigapan
atau
kemauan
untuk
membantu
konsumen
dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap. d. Empati (empathy) Sikap kontak personal atau pribadi kepada konsumen dan berusaha untuk memahami kebutuhan dan kesulitan para konsumen. e. Keterwujudan (tangibles) Penampilan fasilitas fisik seperti bangunan, kebersihan, kerapian, kelengkapan dan penampilan karyawan yang dapat dilihat langsung oleh para konsumen.
3. Harga Menurut Buchari Alma (2006:169) harga sebagai nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang. Harga merupakan sesuatu yang diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan barang maupun jasa (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001). Menurut Becker dalam Zeithmal (1988), bahwa
harga tidak hanya pengorbanan
konsumen untuk mendapatkan produk, tetapi biaya waktu, mencari, dan tenaga juga termasuk dalam faktor implisit atau eksplisit dari sebuah pengorbanan. Selain itu, harga dipercaya oleh konsumen sebagai informasi tentang kualitas produk (Shapiro dalam Zeithmal, 1988). Harga merupakan salah satu atribut paling penting yang dievaluasi oleh konsumen, dan manajer perlu benar-benar menyadari peran bersebut dalam pembentukan sikap konsumen (Sangadji dan Sopiah, 2014). Konsumen akan beralih kepada pesaing, jika harga yang ditawarkan tidak sebanding dengan nilai tukarnya. Konsumen percaya bahwa harga menentukan mutu produk dan jasa. Menurut Alfred (2013) harga diukur dengan empat indikator,yaitu keterjangkauan harga, daya asing harga, kesesuaian harga dengan manfaat dan kesesuaian harga dengan kualitas. . Lain
halnya
dengan Tjiptono (2001:151) yang mendefinisikan harga sebagai satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Menurut Mowen dan Minor (2002) harga itu mengenai harapan pada hubungan harga-mutu yaitu, dalam rentang harga tertentu untuk sebuah produk, mereka mengharapkan bahwa harga yang tinggi mengindikasikan mutu yang lebih baik. Hal ini
didukung dengan pernyataan Malik et al. (2012) bahwa kenaikan harga telah terbukti memiliki dampak negatif pada kepuasaan konsumen. 4. Lokasi Pemilihan lokasi mempunyai fungsi
yang strategis karena
dapat ikut menentukan tercapainya tujuan usaha. Lokasi adalah suatu penjelasan yang dikaitkan dengan tata ruang dari kegiatan ekonomi. Hal ini selalu dikaitkan pula dengan alokasi geografis dari sumber daya yang terbatas yang pada gilirannya akan berpengaruh dan berdampak terhadap lokasi dari berbagai aktivitas baik ekonomi maupun sosial (Sirojuzilam, 2006: 22). Menurut Swasta dan Irawan (2003:339) lokasi adalah letak usaha pada daerah yang strategis sehingga dapat memaksimumkan laba. Pemilihan lokasi mempunyai fungsi yang strategis karena dapat ikut menentukan tercapainya tujuan badan usaha. Alma (2003:102) mendefinisikan lokasi adalah tempat perusahaan beroperasi atau terdapat perusahaan yang melakukan kegiatan untuk menghasilkan barang dan jasa yang mementingkan segi ekonominya. Menurut Swasta dan Irawan (2003:339) lokasi adalah letak toko pada daerah yang strategis sehingga dapat memaksimumkan laba. Teori Lokasi dari August Losch melihat persoalan dari sisi permintaan (pasar). Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin
mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada di pasar atau di dekat pasar. Pendapat lain dari Lupiyoadi (2001:61-62) mendefinisikan lokasi adalah tempat dimana perusahaan harus bermarkas melakukan operasi. Ada tiga jenis yang mempengaruhi dalam hal ini, yaitu: a. Konsumen mendatangi pemberi jasa (perusahaan) Apabila keadaanya seperti ini, maka lokasi menjadi sangat penting. Perusahaan sebaiknya memilih tempat dekat dengan konsumen sehingga mudah dijangkau, dengan kata lain harus strategis. b. Pemberi jasa (perusahaan) mendatangi konsumen Dalam hal ini lokasi tidak terlalu penting, tetapi yang harus diperhatikan adalah penyampaian jasa harus tetap berkualitas. c. Pemberi jasa (perusahaan) tidak bertemu langsung Berarti pemberi jasa dan konsumen berinteraksi melalui sarana tertentu, seperti telpon, komputer, dan surat. Lokasi atau tempat mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu perusahaan memastikan produknya, karena tujuan utama perusahaan adalah menyediakan barang dan jasa yang diinginkan konsumen pada waktu dan tempat yang tepat. 5. Suasana Suasana restoran merupakan hal-hal yang ditangkap melalui indra yaitu, penglihatan, suara, bau, sentuhan, rasa, dan suasana secara keseluruhan (Vincent dan Gu,2012). Sementara Ryu dan Han (2010) menjelaskan definisi atmosfir merupakan hal-hal yang tercipta dalam
restoran yang meliputi desain interior, musik dan pencahayaan, dan hal-hal tersebut akan meningkatkan level kepuasan. Suasana toko atau restoran adalah suasana terencana yang sesuai dengan pasar sasarannya dan dapat menarik konsumen untuk membeli (Kotler, 2005). Menurut Gilbert yang dikutip Foster (2008:61) suasana toko merupakan kombinasi dari pesan secara fisik yang telah
direncanakan,
atmosphere
dapat
perubahan terhadap perancangan
digambarkan
sebagai
lingkungan pembelian
yang
menghasilkan efek emosional khusus yang dapat menyebabkan konsumen melakukan tindakan pembelian. Menurut Alma (2007: 60) suasana toko meliputi berbagai tampilan interior, eksterior, tata letak, lalu lintas internal toko, kenyamanan, udara, layanan, musik, seragam pramuniaga, tampilan barang dan sebagainya yang
menimbulkan
daya
tarik
bagi
konsumen,
serta membangkitkan keinginan untuk membeli. Suasana toko bertujuan untuk menarik perhatian konsumen untuk berkunjung, memudahkan mereka untuk mencari barang yang dibutuhkan, mempertahankan mereka untuk berlama-lama berada di dalam toko, memotivasi mereka untuk membuat perencanaan secara mendadak, mempengaruhi
mereka
untuk
melakukan
pembelian,
dan
memberikam kepuasan dalam berbelanja (Levy dan Weitz, 2007). Riset Yao dan Sirion (2014) mengemukakan bahwa kualitas lingkungan fisik, kualitas makanan, dan kualitas jasa/layanan memiliki hubungan positif yang kuat dengan kepuasan.
6. Kepuasan Menurut Kotler (2001:158) kepuasan adalah tingkat perasaan di mana seseorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk atau jasa yang diterima dan yang diharapkan. Menurut Simamora (2003) kepuasan konsumen adalah hasil pengalaman terhadap produk atau jasa yang dirasakan. Hal ini juga didukung oleh Li dan Hong (2013) yang menyatakan pengukuran tingkatan kepuasaan berdasarkan semua pengalaman dengan perusahaan. Kepuasan merupakan tingkat perasaan konsumen yang diperoleh setelah konsumen melakukan atau menikmati sesuatu. Kepuasan pelanggan adalah respon pemenuhan pelanggan, adalah suatu tuntutan bahwa produk atau layanan fitur, atau produk jasa itu sendiri disediakan pada tingkat konsumsi yang menyenangkan dan berhubungan dengan pemenuhan (Oliver, 1997 dalam Liang, et.al., 2011). Menurut Ryu, et.al. (2010) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi diberikan bahwa pengalaman (produk) setidaknya sama baik dengan yang diterima konsumen. Kepuasan pelanggan terhadap suatu pengalaman akan suatu jasa tertentu akan melahirkan sebuah evaluasi atau sikap terhadap kualitas jasa dari waktu ke waktu (Oliver, 1993 dalam Parasuraman, 1998). Hal ini ditunjukkan pelanggan setelah terjadi proses pembelian atau dia akan menunjukkan besarnya kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama. Sedangkan menurut Anwar dan Gulzar (2011)
mengemukakan
bahwa
kepuasan
konsumen
sangat
tergantung pada pandangan positif dari kualitas yang diperoleh konsumen. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kepuasaan konsumen adalah hasil pengukuran dari pengalaman yang dirasakan konsumen terhadap produk atau jasa tertentu. Hal ini mendukung pernyataan dari Samad (2014) kepuasan pada dasarnya adalah pandangan pelanggan untuk mengevaluasi apa yang telah diterima dengan apa yang diharapkan. Semakin tingginya harapan yang dapat dipenuhi maka semakin tinggi kepuasan yang diperoleh konsumen. Sebab tingkat kepuasan konsumen pada suatu produk atau jasa tertentu sangat mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Apabila
kepuasan
yang
diperoleh
konsumen
tinggi
akan
memunculkan loyalitas pada masa mendatang. 7. Loyalitas Loyalitas adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam kategori produk (Giddens dalam Dewi, 2011). Menurut Oliver (1999) loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai komitmen pelanggan untuk bertahan secara mendalam
untuk
berlangganan kembali produk atau jasa terpilih
secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha- usaha menyebabkan
pemasaran
mempunyai
potensi
untuk
perubahan perilaku pelanggan. Loyalitas pelanggan
menurut Kotler (2005:18) adalah suatu pembelian ulang yang dilakukan oleh seorang pelanggan karena komitmen pada suatu merek atau perusahaan. Loyalitas adalah pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam kategori produk (Giddens dalam Dewi, 2011). Menganalisa loyalitas pelanggan akan lebih berhasil apabila mampu memahami aspek psikologis manusia. Konsumen mempunyai rasa suka dan tidak suka setelah
mereka membeli produk dan kemudian persepsi terbentuk dan akan menentukan perilaku terhadap merek produk tersebut. Loyalitas pelanggan terhadap suatu barang atau jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan yang tercermin dari kebiasaan konsumen dalam melakukan pembelian barang atau jasa secara terus menerus harus selalu diperhatikan oleh perusahaan atau produsen. Menurut Mowen dan Minor (1998) loyalitas adalah kondisi dimana pelanggan mempunyai sikap positif dan komitmen terhadap suatu merek, dan bermaksud meneruskan pembeliannya dimasa datang. Dengan demikian loyalitas pelanggan adalah salah satu variabel yang sangat penting karena loyalitas pelanggan secara positif mempengaruhi laba
perusahaan.
perusahaan
Mempertahankan
mengeluarkan
biaya
loyalitas
lebih
pelanggan
sedikit
daripada
berarti harus
memperoleh satu pelanggan baru. Griffin dalam Jasfar (2002) berpendapat bahwa seorang pelanggan dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu. Upaya memberikan kepuasan pelanggan dilakukan untuk mempengaruhi sikap pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan lebih berkaitan dengan perilaku pelanggan daripada sikap dari pelanggan. Dari pernyataan di atas memberikan dimensi yang lebih luas tentang ukuran perilaku pelanggan yang loyal, antara lain : a. Loyalitas pelanggan diukur dari konsumsi suatu produk dalam jangka waktu tertentu. Pelanggan yang frekuensi pemakaiannya lebih tinggi berarti dapat dikatakan lebih loyal dari pelanggan yang frekuensinya lebih rendah.
b. Ukuran loyalitas dapat dinilai pada perilaku pembelian pelanggan jika suatu perusahaan mengeluarkan produk/varian baru pelanggan akan bersedia mencoba produk baru tersebut. c. Loyalitas pelanggan adalah sikap pelanggan dalam memberikan rekomendasi kepada orang lain untuk memakai jasa/produk yang sama. Pada umumnya konsumen yang mempunyai loyalitas tinggi terhadap suatu rumah makan cenderung fanatik dan memakai kembali produk rumah makan tersebut apabila memerlukan, tanpa berfikir panjang konsumen yang mempunyai loyalitas tinggi akan mengambil keputusan untuk memakai barang atau jasa tersebut. Konsumen
dengan
loyalitas
tinggi
akan
memberitahukan
keunggulan dan kualitas pelayanan tersebut kepada orang lain bahkan sering memberikan saran untuk menggunakan layanan jasa yang diberikan kepada konsumen.
Fullerton dan Taylor dalam Jasfar (2002) membagi tingkat loyalitas pelanggan dalam tiga tahap : a.
Loyalitas advokasi, merupakan sikap pelanggan untuk memberikan rekomendasi kepada orang lain untuk melakukan pembelian ulang terhadap produk atau jasa. Loyalitas advokasi pada umumnya disertai dengan pembelaan konsumen terhadap produk atau jasa yang dipakai.
b.
Loyalitas
repurchase
(pembelian
ulang),
loyalitas
pelanggan
berkembang pada perilaku pembelian pelanggan terhadap layanan baru yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan, yang ditunjukkan dengan keinginan untuk membeli kembali. c.
Loyalitas paymore(usaha lebih), loyalitas pelanggan untuk kembali melakukan transaksi untuk menggunakan produk atau jasa yang telah dipakai oleh konsumen tersebut dengan pengorbanan yang lebih besar.
Ciri-ciri loyalitas pelanggan : Konsumen yang loyal terhadap suatu merek memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a.
Memiliki komitmen pada merek tersebut.
b.
Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan merek lain.
c.
Merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain
d.
Dalam
melakukan pembelian kembali
produk
tersebut,
tidak
melakukan pertimbangan. e.
Selain mengikuti informasi yang berkaitan dengan merek tersebut, juga selalu mengikuti perkembangannya.
Dapat
menjadi semacam juru bicara
dari merek dan selalu
mengembangkan hubungan dengan merek tersebut. B. Posisi Penelitian Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan posisi penelitian saat ini: Tabel II.1 Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Tahun
1.
Soriano
2002
2.
Yuksel dan Yuksel
2003
3.
Namkung dan Jang
2008
4.
Hyun
2010
5.
Haghighi
2012
6.
Penelitian ini
2016
Sumber : Data diolah, 2015
Variabel Independen Food Quality Service Quality Cost/Value of each meal Location Service quality and staff attitude 2. Product quality and healthiness 3. Price and value 4. Restaurant atmosphere 5. Healthy food 6. Restaurant location and appearance 7. Smoking (No smoking environment) 8. Visibility of food preparation area 1. Food 2. Restaurant atmosphere 3. Service 1. Food Quality 2. Price 3. Service Quality 4. Location 5. Environment 1. Food Quality 2. Price 3. Service Quality 4. Restaurant Location 5. Restaurant Atmosphere 1. Kualitas Makanan 2. Kualitas layanan 3. Harga 4. Lokasi 5. Suasana
Variabel Mediasi
1. 2. 3. 4. 1.
1. Satisfaction 2. Trust
1. Satisfaction 2. Trust
Kepuasan
Variabel Dependen Consumer decisions about reuse
Alat Analisis Factor Analysis
Tourists Satisfaction
Factor Analysis
Highly Satisfied Customer Loyalty
Logistic Regression Analysis SEM AMOS
Loyalty
SEM AMOS
Loyalitas
SEM AMOS
C. Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Kualitas Makanan pada Kepuasan Pelanggan Penelitian yang dilakukan oleh Bei et.al., 2001 menyatakan bahwa kualitas
makanan
memiliki
hubungan
positif
terhadap
kepuasan
pelanggan. Semakin baik kualitas produk dalam memuaskan pelanggan, maka akan menyebabkan kepuasaan pelanggan yang tinggi pula (Kotler dan Amstrong, 2008). Variabel kualitas
makanan
penting
untuk
diteliti karena mempunyai pengaruh pada loyalitas pelanggan (Kivela et al.,1999; Koo et al.,1999). Kualitas makanan merupakan penentu kepuasan pelanggan di industri restoran (Kivela et al.,1999). Sehingga kualitas makanan mempengaruhi kepuasan pelanggan dan pada akhirnya dapat menciptakan loyalitas pelanggan. Semakin tingginya kualitas makanan maka semakin tinggi pula kepuasan pelanggan. Kualitas makanan adalah inti dari produk yang ditawarkan oleh restoran. Kualitas makanan secara umum telah diterima sebagai elemen dasar pengalaman pelanggan terhadap restoran (Namkung dan Jang, 2007). Riset sebelumnya menjelaskan bahwa kualitas makanan adalah faktor yang paling penting dalam kepuasan pelanggan restoran (Rijswijk dan Frewer:2008, Ryu dan Han:2010, Tan,et all.2014). Faktor paling penting dalam kepuasan pelanggan adalah kualitas makanan, diikuti dengan kualitas lingkungan dan kualitas jasa (Ryu dan Han. 2010). Kualitas makanan adalah syarat absolut untuk memuaskan kebutuhan dan ekspektasi konsumen restoran (Namkung and Jang, 2007; Rijswijk dan Frewer,2008). Beberapa studi diatas telah dijelaskan bahwa terdapat pengaruh yang besar dari kualitas makanan terhadap kepuasan
pelanggan. Kualitas makanan secara umum telah diterima sebagai elemen dasar pengalaman pelanggan terhadap restoran. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah: H1: Kualitas makanan berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan 2. Pengaruh Kualitas Layanan pada Kepuasan Pelanggan Namkung dan Jang (2008) menyatakan dimensi kualitas pelayanan diidentifikasi sebagai atribut utama yang berkontribusi terhadap kepuasan yang tinggi dari pengunjung. Cronin dan Taylor (1992) dalam model persamaan struktur memberikan bukti bahwa kualitas pelayanan adalah faktor yang membangun kepuasan pelanggan. Kualitas pelayanan yang baik memiliki arti penting bagi kelangsungan hidup perusahaan karena dapat menciptakan kepuasan pelanggan (Kotler, 2008). Sehingga kualitas pelayanan memiliki pengaruh yang besar terhadap kepuasan pelanggan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah H2: Kualitas layanan berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan 3. Pengaruh Harga pada Kepuasan Pelanggan Harga selalu dianggap sebagai kriteria penting dalam pemasaran restoran (Law et al., (2008); Soriano 2002). Menurut Law et al., (2008) harga merupakan
penentu utama keberhasilan sebuah bisnis
restoran. Agar dapat menarik dan mempertahankan pelanggan, pemasar harus terus- menerus meningkatkan kualitas produk dan harga yang lebih rendah (Sheth et al., 1999 dalam Hyun 2010). Harga merupakan faktor psikologis yang memainkan peran penting dalam reaksi pelanggan
terhadap harga yang harus dibayar (Kim et al., 2006 dalam Haghighi, 2012). Jika harga tinggi, pelanggan cenderung mengharapkan kualitas makanan yang lebih tinggi (Andaleeb dan Conway, 2006; Erickson dan Johansson, 1985). Tingkat harga yang wajar merupakan faktor penting yang mempengaruhi kepuasan pelanggan (Bhattacharya dan Friedman, 2001). Jika pelanggan yakin bahwa mereka sedang ditagih berlebihan, mereka tidak akan mempercayai restoran lagi dan akan cenderung untuk tidak mengunjungi restoran di masa yang akan datang (Hyun, 2010). Sehingga
harga
mempengaruhi
kepuasan
pelanggan
dan
dapat
menciptakan loyalitas pelanggan. Oleh karena itu, semakin tinggi harga maka semakin tinggi pula kepuasan pelanggan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, hipotesis dalam penelitian ini adalah: H3: Harga berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan 4. Pengaruh Lokasi pada Kepuasan Pelanggan Lokasi restoran merupakan atribut penting yang mempengaruhi perilaku
dan
kepuasan
pelanggan
(Soriano, 2002; Yuksel
dan
Yuksel, 2002). Menurut Soriano (2002) bahwa pelanggan restoran mengharapkan lokasi yang nyaman ketika mereka makan diluar. Menurut Tzeng et al., (2002) dalam Hyun (2010), pelanggan menempatkan penekanan pada lokasi ketika mereka memilih restoran. Yuksel dan Yuksel (2002) menemukan segmen pelanggan yang puas makan terutama dievaluasi oleh lokasi dan kualitas layanan. Lokasi juga telah digunakan untuk mengukur daya saing sebuah restoran dan kepuasan makan pelanggan (Heung, 2002 dalam Hyun, 2010). Sehingga lokasi mempengaruhi kepuasan pelanggan dan pada akhirnya
dapat menciptakan loyalitas pelanggan. Oleh karena itu, semakin tinggi
kenyamanan
lokasi maka semakin tinggi pula kepuasan
pelanggan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, dalam penelitian ini adalah: H4: Lokasi berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan 5. Pengaruh Suasana pada Kepuasan Pelanggan Suasana toko dalam hal ini adalah restoran mempengaruhi keadaan emosi pembeli yang menyebabkan atau mempengaruhi pembelian. Keadaan emosional akan membuat dua perasaan yang dominan yaitu perasaan senang dan membangkitkan keinginan. Penelitan Peter dan Olson (1999) menjelaskan bahwa atmosphere meliputi
hal-hal
yang
bersifat
luas
seperti
halnya
tersedianya
pengaturan udara (AC), tata ruang toko, penggunaan warna cat, penggunaan jenis karpet, warna karpet, bahan-bahan rak penyimpan barang, bentuk rak dan lain-lain. Suasana merupakan pengaruh penting terhadap loyalitas dan kepuasan pelanggan (Bitner, 1992; Kivela et al., 2000; Namkung dan Jang, 2008; Soriano, 2002). Bitner (1992) mengatakan bahwa penyedia layanan berkomunikasi dengan pelanggan di suasana restoran, sehingga suasana sangat mempengaruhi perilaku pelanggan. Kivela et al., (2000) menganalisis data yang dikumpulkan dari 908 pelanggan dan menemukan bahwa ketika pelanggan puas dengan
suasana
restoran,
probabilitas
mereka
kembali
sangat
meningkat. Namkung dan Jang (2008) menganalisis 287 pelanggan yang puas dan menemukan bahwa faktor suasana penting dalam meningkatkan
kepuasan
pelanggan.
Secara
khusus,
mereka
menyarankan pentingnya pencahayaan, ruang, dan musik. Sehingga suasana restoran mempengaruhi kepuasan pelanggan yang pada akhirnya dapat menciptakan loyalitas pelanggan. Oleh karena itu, semakin tinggi kenyamanan suasana restoran maka semakin tinggi pula kepuasan pelanggan. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, hipotesis dalam penelitian ini adalah: H5: Suasana berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan 6. Pengaruh Kepuasan Pelanggan pada Loyalitas Chiou dan Shen (2006) hubungan antara kepuasan dan loyalitas telah menjadi topik penting dalam penelitian untuk pemasaran. Shankar, et al., (2003) melakukan penelitian hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan. Kepuasan merupakan syarat pembentukan kualitas hubungan karena jika pelanggan tidak puas dengan penyedia layanan, hubungan tersebut tidak dapat dilanjutkan (Naude dan Buttle, 2000 dalam Hyun, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bei et. al,. 2010 menyatakan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif pada loyalitas pelanggan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan penyebab kepuasan pelanggan berhubungan positif dengan loyalitas pelanggan. Sehingga kepuasan pelanggan sangat berpengaruh pada loyalitas. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, hipotesis penelitian ini adalah: H6: Kepuasan pelanggan berpengaruh positif pada loyalitas D. Model Penelitian
Berdasarkan enam hipotesis yang dirumuskan, hubungan antar variabel yang dikonsepkan dapat digambarkan dalam bentuk kerangka pemikiran berikut: Kualitas Makanan
H1
Kualitas Layanan
H2
Harga
H3
Kepuasan
Lokasi
H6
Loyalitas
H4
H5
Suasana
Sumber: Hyun (2010) Gambar II. 1. Kerangka Pemikiran Model merupakan pengembangan dari penelitian Hyun (2010). Model penelitian ini terdiri dari tujuh variabel, yaitu kualitas makanan (food quality), kualitas layanan (service quality), harga (price), lokasi (location), suasana (atmosphere), kepuasan pelanggan (customer satisfaction), dan loyalitas (loyalty). Kualitas layanan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Parasuraman (1998) yaitu kualitas layanan dengan lima dimensi keberwujudan (tangibles), kehandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness),
jaminan
(assurance),
dan
empati
(empathy).
Sedangkan variabel lain sama dengan variabel dari yaitu kualitas
makanan, kualitas layanan, harga, lokasi, suasana, dan kepuasan mempengaruhi loyalitas.