16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
2.1.Perjanjian Kredit 2.1.1 Perjanjian Kredit Menurut KUHPerdata Perjanjian Kredit tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata. KUHPerdata hanya mengatur tentang utang yang terjadi karena peminjaman uang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1756 yang berbunyi : ‘Utang yang terjadi karena peminjaman uang hanyalah terdiri atas jumlah uang yang disebut dalam perjanjian. Jika sebelum saat pelunasan, terjadi suatu kenaikan atau kemunduran harga atau ada perubahan mengenai berlakunya mata uang, maka pengembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata uang yang berlaku pada waktu pelunasan, dihitung menurut harganya yang berlaku pada saat itu’ Dengan demikian maka untuk menetapkan jumlah uang yang terutang, kita harus berpangkal pada jumlah yang disebutkan dalam perjanjian. Dalam hal peminjaman dengan bunga Pasal 1765 KUHPerdata menyatakan diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang habis karena pemakaian. Pengenaan bunga atas peminjaman tersebut dapat terjadi menurut undang-undang atau karena ditetapkan dalam perjanjian. Bunga menurut undangundang ditetapkan dalam undang-undang. Bunga yang diperjanjikan boleh melampaui bunga menurut undang-undang, dan segala hal yang tidak dilarang oleh undang-undang.6Artinya bunga yang diperjanjikan tersebut boleh lebih besar dari yang ditetapkan oleh undang-undang tetapi harus sesuai dengan kewajaran. Besarnya bunga yang diperjanjikan dalam perjanjian harus ditetapkan secara tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 1767 KUHPerdata. 6
Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung , PT Citra Aditya Bakti, 1995), hlm 129.
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
17
2.1.2Perjanjian Kredit Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1996 Tetang Perbankan. Pengertian kredit oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1996 Tentang Perbankan digunakan istilah yang berbeda, namun mengandung makna yang sama. Penggunaan istilah tersebut tergantung pada kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank. Bank
yang menjalankan
kegiatan
usahanya secara
konvensional
menggunakan istilah kredit, sedangkan bank yang menjalankan usahanya berdasarkan syariah menggunakan istilah pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Dari rumusan kedua istilah tersebut, perbedaannya terletak pada bentuk kontra prestasi yang akan diberikan debitur kepada kreditur atas pemberian kredit atau pembiayaannya. Pada bank konvensional, kontra prestasinya berupa bunga, sedang bank syariah kontra prestasinya berupa imbalan atau bagi hasil sesuai dengan kesepakatan bersama.7 Undang-undang Perbankan tidak menjelaskan hubungan hukum pemberian kredit dengan nasabah sebagai peminjam. Salah satu dasar yang cukup jelas bagi bank mengenai keharusan adanya suatu perjanjian kredit adalah ketentuan Pasal 1 angka 11 UU Nomor 10 Tahun 1996, dimana disebutkan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sutan Remy Sjahdeini dalam bukunya ‘Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang bagi Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia’ menyatakan bahwa perjanjian kredit bank mempunyai tiga ciri yang membedakan dari perjanjian peminjaman uang yang bersifat riil. Ciri pertama adalah sifatnya konsensuil, dimana hak debitur untuk dapat menarik atau kewajiban bank untuk menyediakan kredit, masih tergantung kepada telah 7
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan Di Indonesia.(Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,2001). Hlm 237
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
18
terpenuhinya seluruh syarat yang ditentukan di dalam perminjaman kredit. Ciri kedua, adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada debitor tidak dapat digunakan secara leluasa untuk keperluan atau tujuan yang tertentu oleh debitur, tetapi kredit harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian kreditnya, jika ada penyimpangan maka menimbulkan hak bagi bank untuk mengakiri perjanjian kredit secara sepihak. Berdasarkan hal ini maka debitur bukanlah pemilik mutlak dari kredit yang diperoleh berdasarkan perjanjian kredit sebagaimana bila seandainya kredit itu adalah perjanjian peminjaman uang. Sehingga perjanjian kredit bank tidak mempunyai ciri yang sama dengan perjanjian pinjam meminjam, oleh karena itu perjanjian kredit bank tidak tunduk kepada ketentuan bab ketiga belas buku ketiga KUHPerdata. Ciri ketiga, adalah bahwa kredit bank tidak selalu dengan penyerahan secara riil, tetapi dapat menggunakan cek dan atau perintah pemindah bukuan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa perjanjian kredit bank bukan
suatu
perjanjian
pinjam-mengganti
atau
pinjam-meminjam
uang
sebagaimana yang dimaksud dalam KUHPerdata. Perjanjian kredit bank adalah perjanjian tidak bernama dan dasar hukumnya dilandaskan kepada persetujuan atau kesepakatan antara bank dan calon debiturnya sesuai dengan asas kebebasan berkontrak.8 Dalam praktek perbankan, dalam usaha untuk mengamankan pemberian kredit, umumnya perjanjian kredit dituangkan dalam bentuk tertulis dan dalam perjanjian baku. Dimana isi atau klausula-klausula perjanjian kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir, tetapi tidak terikat dalam suatu bentuk tertentu. Sedang fungsi perjanjian kredit adalah sebagai perjanjian pokok artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan
8
Syahdeini, op.cit.,hlm 159-161
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
19
jaminan. Fungsi kedua adalah sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban antara debitur dan kreditur. Sedang fungsi yang ketiga adalah sebagai panduan bank dalam perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian dan pengawasan pemberian kredit.
2.2Tanah Sebagai Jaminan Kredit Bank Dilihat dari segi hukum jaminan sebagaimana tercantum dalam KUHPerdata, pengertian jaminan yang digunakan dalam ketentuan dan praktik perbankan lebih menitikberatkan pada aspek sosial ekonomi. Prinsip dalam hukum jaminan terutama yang berakar pada pasal 1131 KUHPerdata memberikan suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya dalam hubungan pemberian kredit senantiasa ada soal jaminan, yaitu kekayaan debitur yang bersangkutan. Jaminan kredit oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1996 Tentang Perbankan diubah artinya dengan agunan hal ini tercermin dalam Penjelasan Pasal 8, yang menyatakan bahwa ada dua jenis agunan yaitu agunan pokok dan agunan tambahan. Agunan pokok adalah barang, surat berharga atau garansi yang berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan sedang agunan tambahan adalah agunan, surat berharga atau garansi yang tidak berkaitan secara langsung dengan obyek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, yang ditambahkan sebagai aguanan. Dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan juga dinyatakan bahwa agunan tambahan bukan sesuatu yang pokok dalam pemberian kredit atau pembiayaan dengan prinsip syariah, sebab tanpa itu Bank Umum dapat memberikan kredit atau pembiayaan kredit berdasarkan prinsip syariah asalkan berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya.9 .
9
Usman. Op. Cit. Hlm 283
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
20
Maksud dan tujuan jaminan kredit adalah untuk menghindari terjadinya wanprestasi dan untuk menghindari resiko rugi yang akan dialami oleh pihak kreditur. Jaminan yang ideal hendaknya dapat membantu perolehan kredit oleh pihak yang memerlukan, tidak melemahkan potensi si pencari kredit untuk melakukan / meneruskan usahanya dan memberikan kepastian kepada si pemberi kredit dalam arti bahwa jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi utang penerima kredit. Aspek hukum jaminan dalam undang-undang perbankan diawali dengan ketentuan yang mewajibkan bank pemberi kredit mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah melunasi kredit yang diberikan. Sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan Pasal 23 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah untuk memperoleh keyakinan tersebut bank wajib melakukan penilaian watak
calon Nasabah Penerima Fasilitas
terutama didasarkan pada hubungan yang telah terjalin antara bank dengan calon Nasabah. Penilaian kemampuan calon Nasabah bahwa usaha yang akan dibiayai dikelola oleh orang yang tepat. Penilaian terhadap modal yang dimiliki calon Nasabah yang bersangkutan baik untuk masa lalu maupun perkiraan untuk masa yang akan datang sehingga bank dapat mengetahui kemampuan permodalan calon Nasabah. Dalam melakukan penilaian terhadap agunan/ jaminan bank harus menilai barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan fasilitas kredit cukup memadai sehingga apabila debitur wanprestasi agunan/jaminan tersebut dapat digunakan sebagai pelunasan utangnya. Yang terakhir penilaian terhadap proyek usaha calon Nasabah Penerima Fasilitas dengan keadaan pasar, sehingga dapat diketahui prospek pemasaran dari hasil proyek atau usaha Nasabah. Salah satu hak atas tanah yang dapat dinilai dengan uang dan mempunyai nilai ekonomis serta dapat dialihkan adalah tanah. Untuk menjamin pelunasan dari debitur maka tanah itulah yang dijadikan jaminannya. Sebagai jaminan kredit tanah mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah musnah dan harganya terus meningkat. Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
21
Hal yang perlu diperhatikan oleh bank dalam menerima tanah sebagai jaminan hutang (beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum ditandatangani akad kredit) antara lain:10 Asas negatif. Seseorang yang namanya tercantum di dalam suatu sertipikat atas tanah tersebut dianggap selaku pemilik yang sah atas tanah namun sepanjang dapat dibuktikan sebaliknya oleh pihak lain maka dengan suatu keputusan Pengadilan kepemilikan tanah itu dapat dibatalkan. Asas pemisahan horisontal. Dalam hal ini seorang pemilik bangunan atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah di atas suatu bidang tanah belum tentu sama dengan pemilik tanah tersebut. Title search. Pengecekan mengenai legalitas hak atas tanah yang dijadikan jaminan hutang apakah asli, palsu atau aspal. Apakah diatas tanah tersebut terdapat benda-benda lain, tanah dalam sengketa. Persetujuan suami atau istri. Hal ini diperlukan khusus untuk jaminannya karena adanya ketentuan dalam Pasal 35 Ayat (1)dan Pasal 36 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan perbuatan hukum mengenai harta bersama harus mendapat persetujuan kedua belah pihak. Persetujuan Komisaris/pemegang saham bila diperlukan. Apabila debitur adalah Perseroan Terbatas (PT) harus diperhatikan apakah untuk menggunakan tanah yang merupakan asset PT tersebut harus mendapatkan persetujuan Komisaris atau pemegang sahamnya, karena biasanya dalam Anggaran Dasar suatu PT dinyatakan bahwa perbuatan hukum meminjam dan menjaminkan asset PT harus ada persetujuan Komisaris atau pemegang saham. Status pemilik dan calon pemilik tanah dan bangunan. Dalam hal pemilik atau calon pemilik tanah dan bangunan yang dijaminkan mempunyai istri 10
Arie S Hutagalung, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan Ekonomi, (Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2002). Hlm 246-247
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
22
atau suami berkewarganegaraan asing maka menurut Pasal 35 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo Pasal 21 Ayat (3) UUPA, tanah menjadi tanah negara apabila dalam jangka waktu 1 tahun tidak dialihkan atau tidak dilepaskan.
2.3Hak Tanggungan 2.3.1 Sifat, Asas-asas dan ciri-ciri Hak Tanggungan Droit De Preference adalah hak kreditur pemegang Hak Tanggungan untuk menjual lelang harta kekayaan tertentu yang ditunjuk secara khusus sebagai jaminan dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, jika debitur cidera janji. Dalam pengambilan pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut kreditur pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak mendahulu daripada kreditur yang lain. Droit De suite. Hak Tanggungan tetap membebani obyek Hak Tanggungan di tangan siapapun benda tersebut berada. Ketentuan ini berarti bahwa kreditur pemegang Hak Tanggungan tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain. Dua kedudukan istimewa yang ada pada pemegang Hak Tanggungan tersebut mengatasi dua kelemahan perlindungan yang diberikan secara umum kepada kreditur oleh Pasal 1131 KUHPerdata. Menurut pasal tersebut bila hasil penjualan harta kekayaan debitur tidak cukup untuk melunasi piutang semua kreditur maka tiap kreditur hanya memperoleh pembayaran sebagian, seimbang dengan jumlah piutangnya masing-masing. Kalau harta kekayaan tersebut berpindah kepada pihak lain, sehingga harta bukan lagi kepunyaannya maka harta tersebut bukan lagi merupakan jaminan pelunasan piutangnya. Tidak dapat dibagi-bagi. Dalam Pasal 2 ayat (1) UUHT menyatakan Hak Tanggungan membebani obyek-obyek tersebut secara utuh, jika kreditnya dilunasi secara anggsuran, Hak Tanggungan yang bersangkutan tetap membebani setiap obyek untuk sisa utang yang belum dilunasi. Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
23
Sifat tidak dapat dibagi-bagi dapat disimpangi, yaitu apabila Hak Tanggungan dibebankan pada rumah susun atau beberapa hak atas tanah dengan syarat harus diperjanjikan secara tegas dalam Akta Pemberian Hak tanggugan yang bersangkutan, bahwa pelunasan hutang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai Hak Milik atas satuan rumah susun yang merupakan bagian rumah susun yang dijaminkan atau nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian obyek Hak Tanggungan, yang akan dibebaskan dari Hak Tanggungan tersebut, dengan ketentuan bahwa kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa hutang yang belum dilunasi. Asas pemisahan horizontal. Pembebanan Hak Tanggungan atas sebidang tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan, tanaman dan hasil karya yang dibangun diatasnya. Pembebanan jaminan atas tanah tanpa diikuti dengan bangunan, tanaman dan hasil karya yang dibangun diatasnya berarti Hak Tanggungan hanya membebani tanah saja. Jika pembebanan Hak Tanggungan meliputi tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang dibangun diatasnya harus ditegaskan dalam akta. Walaupun pemilik bangunan, tanaman dan hasil karya yang dibangun diatasnya bukan pemilik tanah akan tetapi dimungkinkan untuk dapat menjaminkannya dalam rangka memperoleh kredit yang diminta pemilik tanah. Accessoir. Kelahiran, eksistensi, peralihan, eksekusi dan hapusnya Hak Tanggungan ditentukan oleh adanya peralihan dan hapusnya piutang yang dijamin. Tanpa adanya piutang tertentu yang secara tegas dijamin pelunasannya tidak akan ada Hak Tanggungan. Asas spesialitas. Dalam akta pembebanan Hak Tanggungan selain nama, identitas dan domisili kreditur dan debitur wajib disebut juga secara jelas dan pasti piutang yang mana yang dijaminkan beserta jumlahnya atau nilai tanggungannya. Juga diuraikan secara jelas dan pasti mengenai benda-benda yang ditunjuk menjadi obyek Hak Tanggungan. Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
24
Asas publisitas. Agar adanya Hak Tanggungan tersebut, siapa kreditur pemegangnya, piutang yang mana dan berapa jumlahnya yang dijamin serta benda-benda yang mana yang dijadikan jaminan, dengan mudah dapat diketahui pihak yang berkepentingan, wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat, dengan dibukukan dalam Buku Tanah Hak Tanggungan dan disalin catatan tersebut pada sertifikatnya.11
2.3.2Subyek Hak Tanggungan 1.Pemberi Hak Tanggungan Adalah orang atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Umumnya pemberi Hak Tanggungan adalah debitur sendiri, tetapi dimungkinkan juga pihak lain jika benda yang dijaminkan bukan milik debitur. 2.Pemegang Hak Tanggungan Adalah orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Tidak ada persyaratan khusus bagi penerima / pemegang Hak Tanggungan. Bisa orang asing, bisa juga Badan Hukum asing, baik yang berkedudukan di Indonesia atau luar negeri, sepanjang kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah Negara Republik Indonesia (Pasal 9 dan Penjelasan Pasal 10 ayat (1) UUHT). Setelah dibuatnya APHT kreditur berkedudukan sebagai penerima Hak Tanggungan. Setelah dilakukan pembukuan Hak Tanggungan yang bersangkutan dalam Buku Tanah Hak Tanggungan, penerima Hak Tanggungan menjadi Pemegang Hak Tanggungan.
11
Boedi Harsono, Sejarah Pembentukan Undang- Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Djambatan, 2007) hlm 416-420
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
25
2.3.3Obyek Hak Tanggungan Untuk dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak jaminan atas tanah, benda yang besangkutan harus memenuhi berbagai syarat yaitu : 1.Yang ditunjuk oleh UUPA (Pasal 4 ayat 1 UUHT) Hak Milik (Pasal 25 UUPA) Hak Guna Usaha (Pasal 33 UUPA) Hak Guna Bangunan (Pasal 39 UUPA) 2.Yang ditunjuk oleh UUHT (Pasal 4 ayat 2) Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan. Yang dimaksud adalah Hak Pakai yang diberikan oleh Negara kepada orang perseorangan dan badan-badan hukum perdata dengan jangka waktu yang terbatas, untuk keperluan pribadi atau usaha. Tidak termasuk sebagai obyek Hak Tanggungan, Hak Pakai yang diberikan kepada instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan-badan Keagamaan dan Sosial serta Perwakilan Negara Asing yang peruntukannya tertentu dan biarpun didaftar, menurut sifatnya tidak dapat dipindah tangankan. 3.Yang ditunjuk oleh Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun (Pasal 27 UUHT) Rumah Susun yang berdiri diatas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang bangunannya berdiri diatas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara.
Selain obyek tersebut diatas dalam Pasal 4 UUHT juga dimungkinkan hak atas tanah dibebani Hak Tanggungan berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan dinyatakan secara tegas dalam aktanya. Bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut tidak terbatas pada yang sudah ada pada waktu pembebanan Hak Tanggungan, bisa ikut dibebani juga Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
26
bangunan, tanaman dan hasil karya yang baru akan ada kemudian. Hal ini penting bagi perolehan kredit yang diperlukan untuk membiayai bangunan, tanaman atau pembuatan hasil karya yang akan dijadikan jaminan bagi pelunasan construction loan yang bersangkutan.
2.3.4Prosedur Pembebanan Hak Tanggungan 1.Tahap Pemberian Hak Tanggungan Dengan dibuatkannya Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT yang didahului dengan perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit. Dalam rangka memenuhi asas spesialitas menurut Pasal 11 ayat 1 UUHT, di dalam APHT wajib dicantumkan : nama dan identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan atau pihak lain yang merupakan pemilik obyek Hak Tanggungan, ke dua domisili pihakpihak yang bersangkutan, apabila salah satu pihak berdomisili di luar Indonesia, maka baginya harus menentukan domisili pilihan di Indonesia dan bila tidak dicantumkan maka pihak tersebut telah memilih domisili pada kantor PPAT, ke tiga penunjukan secara jelas utang yang dijamin, nilai tanggungan dan uraian yang jelas tentang obyek Hak Tanggungan. Ketentuan mengenai isi APHT tersebut sifatnya wajib bagi sahnya pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Kalau tidak dicantumkan secara lengkap APHT tersebut batal demi hukum. Dalam APHT dapat dicantumkan janji-janji yang diberikan oleh kedua belah pihak sebagai yang disebut dalam Pasal 11 ayat (2) yang bersifat fakultatif artinya boleh dikurangi ataupun ditambah asal tidak bertentangan dengan UUHT. Sehingga tidak mempunyai pengaruh terhadap sahnya APHT. Dengan dimuatnya janji-janji tersebut dalam APHT yang kemudian didaftarkan pada Kantor Pertanahan, maka janji-janji tersebut mempunyai kekuatan mengikat pada pihak ketiga. Walaupun bersifat fakultatif tetapi ada janji yang wajib dicantumkan, yaitu apa yang disebut dalam Pasal 11 ayat (2) e yaitu bahwa pemegang Hak Tanggungan yang pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
27
Tanggungan apabila debitur cidera janji. Jadi dalam UUHT kewenangan tersebut bukan didasarkan pada janji pemberi Hak Tanggungan melainkan merupakan hak yang diberikan oleh undang-undang kepada pemegang Hak Tanggungan yang pertama, sebagai salah satu wujud kemudahan dalam melaksanakan eksekusi yang telah disediakan oleh hukum.12 Sedangkan janji yang dilarang untuk diadakan seperti yang disebut dalam Pasal 12 UUHT yaitu dilarang diperjanjikan pemberian kewenangan kepada kreditur untuk memiliki obyek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji. Kalaupun diadakan, janji tersebut batal demi hukum. Sebelum melaksanakan pembuatan APHT, menurut ketentuan Pasal 39 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah jo Pasal 97 Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksanaan Pendaftaran Tanah, PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan setempat mengenai kesesuaian sertipikat hak tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan jaminan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor pertanahan tersebut. PPAT wajib menolak pembuatan APHT yang bersangkutan jika ternyata sertipikat yang diserahkan kepadanya bukan dokumen yang diterbitkan oleh Kantor pertanahan atau data yang dimuat didalamnya tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan. PPAT juga wajib menolak permintaan untuk membuat APHT, apabila tanah yang akan dijadikan jaminan sedang dalam sengketa atau perselisihan. Karena umumnya PPAT tidak mengetahui ada atau tidak adanya sengketa mengenai tanah yang bersangkutan, maka hal tersebut wajib ditanyakan kepada pihak pemberi Hak Tanggungan. Jika jawabannya tidak tersangkut dalam suatu sengketa, di dalam APHT perlu dicantumkan pernyataan tersebut sebagai jaminan bagi kreditur penerima Hak Tanggungan. Pemberian Hak Tanggungan di hadapan PPAT wajib dihadiri oleh pemberi dan penerima Hak Tanggungan dan dua orang saksi. Jika tanah yang dijadikan
12
Harsono. Op.cit. hlm 439
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
28
jaminan belum bersetipikat, maka wajib bertindak sebagai saksi adalah Kepala Desa/Lurah dan seorang anggota pemerintahan desa/kelurahan. Jika tanah yang akan dibebani tersebut belum bersertipikat maka pembebanannya dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan (Pasal 10 ayat (3) UUHT). Jadi pemberian Hak Tanggungan dan pembuatan APHT dapat dilakukan dalam keadaaan tanah belum bersetipikat. Hal ini juga berlaku untuk tanah yang akan dibebani sudah bersertipikat tetapi belum atas nama pemberi Hak Tanggungan. Ketentuan ini diadakan untuk memberi kesempatan lebih dini kepada pemegang hak atas tanah memperoleh kredit. APHT dibuat rangkap dua yang semuanya ditandatangani oleh pemberi dan penerima Hak Tanggungan, para saksi dan PPAT. Satu lembar akta tersebut disimpan di kantor PPAT. Lembar yang lain berikut warkah-warkah lain yang diperlukan disampaikan oleh PPAT kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran Hak Tanggungan selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah ditandatanganinya APHT yang bersangkutan.(Pasal 13 ayat 2 UUHT)
2.Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan cara membuat Buku Tanah Hak Tanggungan, mencatat dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek dan menyalin catatan tersebut pada Sertipikat Hak Atas Tanah yang bersangkutan. Tanggal Buku Tanah Hak Tanggungan adalah hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran. Jika hari ketujuh jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya. Pada tanggal tersebutlah Hak Tanggungan dianggap lahir. Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan , Kantor Pertanahan menerbitkan Sertipikat Hak Tanggungan yang terdiri dari Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan dan Salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen. Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
29
Untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Sertipikat Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan membubuhkan pada sampulnya kata-kata : ‘DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA’.
2.3.5Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) Pada dasarnya pemberian Hak Tanggungan wajib dihadiri dan dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan sebagai pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum membebanan Hak Tanggungan atas obyek yang dijadikan jaminan. Hanya apabila benar-benar diperlukan dan berhalangan, kehadirannya untuk memberikan Hak Tanggungan dan menandatangani APHTnya dapat dikuasakan kepada pihak lain. Pemberian kuasa tersebut wajib dilakukan dihadapan notaris atau PPAT, dengan suatu akta otentik yang disebut Surat Kuasa Pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT). Formulirnya disediakan oleh BPN. SKMHT dibuat dua buah, semuanya asli (in originali), ditandatangani oleh pemberi kuasa, penerima kuasa, dua orang saksi dan notaris atau PPAT yang membuatnya. Selembar disimpan di kantor notaris atau PPAT , lembar lainnya diberikan kepada penerima kuasa untuk keperluan pemberian Hak Tanggungan dan membuatan APHTnya. Pembuatan APHT oleh PPAT atas dasar surat kuasa yang bukan merupakan SKMHT in originali merupakan cacat hukum dalam proses pembebanan Hak Tanggungan. Walaupun telah dilaksanakan pendaftarannya,
keabsahan Hak
Tanggungan yang bersangkutan tetap terbuka kemungkinannya, untuk digugat oleh pihak-pihak yang dirugikan. Kreditur yang dirugikan dapat menuntut ganti kerugian kepada PPAT dan notaris yang bersangkutan. PPAT hanya berwenang membuat APHT mengenai obyek Hak Tanggungan yang terletak di wilayah daerah kerjanya. Pembatasan ini tidak berlaku terhadap notaris dalam pembuatan SKMHT. Ditunjuknya PPAT sebagai Pejabat yang juga
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
30
bertugas membuat SKMHT adalah dalam rangka memudahkan pemberian layanan kepada pihak-pihak yang memerlukan. Bagi sahnya SKMHT ada larangan dan persyaratan yang disebut dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) UUHT yaitu : (1) Dilarang SKMHT memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebanan Hak Tanggungan. Tidak dilarang pemberi kuasa memberikan janji-janji yang dimaksudkan dalam Pasal 11 Ayat (2) UUHT. (2) Dilarang memuat surat kuasa subtitusi artinya pengantian penerima kuasa melalui peralihan, hingga ada penerima kuasa baru. Kecuali penerima kuasa menugaskan pihak lain untuk atas namanya melaksanakan kuasa itu. (3) Wajib dicantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah hutang, nama serta identitas kreditornya, nama serta identitas debitur, apabila debitur bukan pemilik Hak Tanggungan. (4) Kuasa tersebut tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga, kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau telah berakhir masa berlakunya. Ketentuan ini bertujuan untuk melindungi kepentingan kreditur, sebagai pihak
yang umumnya diberi kuasa untuk
membebankan Hak Tanggungan yang dijanjikan. SKMHT yang tidak diikuti dengan pembuatan APHT dalam jangka waktu yang ditetapkan batal demi hukum. Apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka SKMHT yang bersangkutan menjadi batal demi hukum. Jangka waktu penggunaan SKMHT ditentukan dalam Pasal 15 Ayat (3) dan Ayat (4) UUHT. SKMHT untuk tanah yang bersetipikat wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya satu bulan sesudah diberikan. SKMHT untuk tanah yang belum bersertipikat, selambat-lambatnya tiga bulan. Hal ini juga berlaku bila tanah yang bersangkutan sudah bersertipikat tetapi belum tercatat atas pemberi Hak Tanggungan sebagai pemegang haknya yang baru. Untuk proyek-proyek tertentu, yaitu jenis-jenis Kredit Usaha Kecil, ditetapkan Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
31
batas jangka waktu lain dengan Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu, yaitu SKMHT berlaku sampai saat berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok yang bersangkutan.
2.3.6Surat Kuasa Jual (SKJ) Disamping SKMHT diterbitkan Surat Kuasa Jual (SKJ) yang dapat dipersiapkan oleh notaris dengan maksud agar bank mudah menjual harta jaminan. Pada kenyataannya SKJ ini tidak mudah dilaksanakan dalam praktek. Mahkamah Agung dalam salah satu putusannya No 2660 K/Pdt/1987 Tanggal 27 Febuari 1989 jo Putusan pengadilan Tinggi Pekan Baru No 61/Pdt/1996/PTR Tanggal 12 Januari 1997 menyatakan dalam kuasa hutang piutang dengan menyerahkan sertipikat sebagai jaminan disertai surat kuasa mutlak yang mengandung kuasa untuk menjual, penjualan tanah jaminan harus dengan cara lelang umum. Bila penjualan tanah tidak dilakukan demikian dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.13 Sejak berlakunya UUHT tampaknya SKJ menjadi kurang populer dan diharapkan akan hapus dengan sendirinya. Permasalahan yang timbul adalah SKJ yang dimaksud dalam Pasal 12a UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang berbunyi : Bank umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah/debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
13
Soewarso. Op. Cit. Hlm 93-96
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
32
Sesuai dengan penjelasan Pasal 12a tersebut maka baik mengenai kemungkinan bank melakukan pembelian agunan melalui pelelangan maupun mengenai kesempatan untuk melakukan pembelian di luar pelelangan adalah dimaksudkan agar bank dapat mempercepat penyelesaian kewajiban nasabah. Selanjutnya ketentuan UU dengan jelas merumuskan bahwa kuasa menjual dalam pasal ini bukan yang dimaksud atau sama dengan SKJ yang selama ini dikenal dan diterbitkan disamping SKMHT. Kuasa jual dalam pasal ini mempunyai arti yang lebih spesifik lagi yaitu kuasa untuk menjual di luar lelang dan tentunya kuasa inipun diberikan oleh nasabah debitur kepada bank karena yang menjadi pembeli adalah bank.
2.4Pembahasan 2.4.1Penerapan Asas Spesialitas Oleh Kreditur Alasan mengapa Kreditur menerapkan asas spesialitas dapat kita jumpai dalam penjelasan terhadap Pasal 8 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dan ditegaskan dalam Pasal 23 UU Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
adalah bahwa dalam pemberian kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas pengkreditan berdasarkan Prinsip Syariah yang sehat. Untuk menguranggi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah untuk melunasai kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan factor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur. Karena agunan merupakan unsur yang penting dalam pemberian kredit sebagai jaminan bagi pelunasan kredit apabila debitur cidera janji, maka pengikatan jaminan yang dilakukan oleh bank harus memenuhi Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
ketentuan
33
undang-undang. Karena pengikatan jaminan yang benar akan memberikan kepastian bagi bank untuk memperoleh pelunasan kreditnya sebaliknya jika pengikatan jaminan tidak dilakukan dengan benar, akan berpotensi menimbulkan kerugian bagi bank karena kredit yang disalurkan tidak akan kembali, atau walaupun kembali memerlukan waktu lebih panjang dan biaya yang lebih besar. Dari kedua alenia tersebut jika kita kaitkan dengan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa jaminan merupakan salah satu unsur penting pemberian kredit maka agunan yang diberikan kepada debitur kepada bank adalah seluruh harta benda debitur yang tercakup dalam watak, kemampuan , modal, agunan dan prospek usaha debitur sedangkan benda yang dijadikan jaminan hanya merupakan salah satu unsur agunan. Karena jika kita tidak memiliki watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha yang baik, berapapun kekayaan yang debitur jaminkan, debitur tidak dapat melunasi utang. Salah satu syarat sahnya pembebanan Hak Tanggungan adalah memenuhi syarat spesialitas., dimana dengan asas ini akan diketahui keadaan subyek dan obyek Hak Tanggungan yang sebenarnya. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan berdasarkan wawancara dengan Bapak Danang Catur Wahyu Wijayanto.SH Staf Legal Bank Bukopin Tbk. Cabang Solo, Ibu Sari Meta SH Kepala Cabang PT Bank Niaga Syariah di Bintaro, Notaris/PPAT Ibu Noor Saptanti SH.MH, dan Bapak Gunawan Bambang Irawan.SH Notaris/PPAT di Sukoharjo diperoleh data sebagai berikut: (1) Tentang Kewenangan membebanan Hak Tanggungan dari Debitur atau Pemegang Hak Tanggungan Dianutnya asas spesialitas dalam Pembebanan Hak Tanggungan tidak dapat dilepaskan dari upaya UUPA untuk memberikan kepastian hukum hak atas tanah dan dalam asas spesialitas ini menghendaki Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang ditentukan secara spesifik. Dasar hukum dianutnya asas ini terdapat pada Pasal 8 UUHT yang berbunyi : Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
34
(1) Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau Badan Hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan. (2) Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan. Kewenangan disini adalah kewenangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu tentang syarat sahnya perjanjian, dimana dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut dinyatakan untuk melakukan perjanjian diperlukan syarat tentang kecakapan untuk melakukan membuat suatu perikatan. Undang-undang tidak mendefinisikan tentang kecakapan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum, tetapi yang ada adalah tentang ketidak cakapan seseorang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 330 KUHPerdata yaitu orang yang belum dewasa dan mereka yang ditaruh dibawah pengampuan. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kecakapan disini dikaitkan dengan tingkat kedewasaan seseorang. Dalam Pasal 330 KUHPerdata, ditentukan bahwa batas usia seseorang untuk dapat melakukan perbuatan hukum adalah apabila telah mencapai usia 21 tahun atau telah menikah sebelumnya. Menurut hasil wawancara, di PT Bank Bukopin Tbk semua debitur yang mengajukan kredit dengan jaminan hak atas tanah adalah berumur 21 tahun keatas atau sudah menikah. Jika dihubungkan dengan pengecekan Kreditur terhadap kewenangan Debitur untuk melakukan perbuatan hukum maka hasilnya Kreditur selalu melakukan pengecekan secara formal (dengan melihat KTP/bukti identitas lain) mengenai identitas debitur saat dia mengajukan kredit dengan jaminan hak atas tanah. Hal ini tampak dalam persyaratan untuk mengajukan permohonan kredit yang salah satunya mensyaratkan adanya foto copy KTP dari calon debitur dan dilakukan pengecekan dengan KTP asli pada saat penandatanganan perjanjian kreditnya. Untuk mendapat keyakinan akan kewenangan tersebut PT Bank Bukopin Tbk juga mensyaratkan fotocopy Kartu Keluarga, Surat Nikah (bagi debitur yang sudah Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
35
menikah). Debitur dengan status janda/duda disyaratkan adanya fotocopy Surat Kematian atau Surat Keterangan Cerai yang dikeluarkan oleh intansi yang berwenang. Jika debitur masih dibawah umur atau karena kesehatannya tidak cakap melakukan perbuatan hukum, wajib melampirkan Akta Kelahiran, Putusan Pengadilan untuk Dibawah Pengampuan, KTP Pengampu yang ditunjuk oleh Pengadilan dan Kartu Keluarga. Dalam hal pengajuan kredit di PT Bank Bukopin Tbk, pengajukan kredit dibawah umur atau karena kesehatannya tidak cakap melakukan perbuatan hukum hal ini belum pernah terjadi. Menurut peneliti kebijakan yang diambil dengan mensyaratkan KTP sebagai syarat mutlak dalam pemberian kredit merupakan langkah yang tepat untuk mengetahui batas kewenangan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Tentang Domisili Debitur atau Pemegang Hak Tanggungan Dalam penerapan asas spesialitas ini diuraikan lebih lanjut dalam Pasal 11 ayat (1) UUHT yang menentukan bahwa didalam APHT wajib dicantumkan domisili para pihak yaitu pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, dan apabila diantara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia dan dalam hal domisili pilihan tersebut tidak dicantumkan, kantor PPAT tempat pembuatan APHT dianggap sebagai tempat domisili yang dipilih. Dengan dianggapnya kantor PPAT sebagai domisili, bagi pemberi Hak Tanggungan yang berdomisili di luar negeri, apabila domisili pilihannya tidak disebut dalam akta, syarat pencantuman domisili pilihan tersebut dianggap sudah terpenuhi. Dari hasil penelitian di PT Bank Bukopin Tbk di cabang Solo sampai sekarang debitur yang mengajukan kredit dengan jaminan hak atas tanah semua berdomisili di Indonesia. Sedang menurut Ibu Sari Metta SH, jika ada debitur yang berdomisili di luar Indonesia, biasanya bank memberikan syarat antara lain obyek Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
36
yang dibiayai atau obyek yang menjadi jaminan ada di wilayah Indonesia, ada keluarga yang tinggal di Indonesia yang dapat dihubungi, debitur memiliki sarana komunikasi dengan mudah dapat dihubungi (via email, handphone), angsuran secara otomatis ditransfer ke rekening yang bersangkutan di Indonesia. Penurut peneliti terhadap domisili debitur , memang akan lebih mudah bagi kreditur apabila debitur berdomisili di dalam negeri, hal ini jika dikaitkan dengan jika debitur wanprestasi maka kreditur tidak memerlukan waktu dan biaya yang besar dalam proses eksekusi dibandingkan jika debitur berada di luar negeri.
(3) Tentang Status Kepemilikan Dalam pengajuan kredit dengan jaminan hak atas tanah dimungkinkan bahwa hak atas tanah yang dijaminkankan bukan milik debitur, tetapi milik pihak ketiga (milik orang tua, milik koperasi ,badan hukum atau milik orang lain). Dari hasil penelitian di PT Bank Bukopin Tbk cabang Solo sebagian besar hak atas tanah yang dijadikan jaminan adalah milik debitur dan sebagian kecil milik pihak lain. Sedangkan status kepemilikan jaminan hak atas tanah sebagiam besar status kepemilikan jaminan hak atas tanah milik perseorangan dan sebagian kecil milik perusahaan. Jika hak atas tanah tersebut bukan milik debitur maka bank akan meminta identitas yang komplit dari pemilik hak atas tanah tersebut. Selain itu apabila jaminan kredit yang digunakan milik orang lain maka bank menetapkan syarat (1). Debitur dengan status perorangan maka pemilik jaminan diutamakan mempunyai hubungan keluarga dengan debitur yaitu suami atau istri, anak, orang tua, mertua, saudara kandung. (2). Debitur dengan status Badan Hukum (PT, Yayasan, Koperasi) atau Badan Usaha lainnya yaitu dengan mempertimbangkan reputasi debitur atau proyek pemerintah, maka jaminan kredit yang digunakan adalah milik pengurus dan atau Komisaris Badan Hukum atau Badan Usaha sebagaimana yang diatur dalam Akta Pendirian dan atau perubahannya. Sedang menurut Ibu Sari Meta SH selain identitas pemilik hak atas tanah, pemilik jaminan hak atas tanah
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
37
tersebut selain menandatangani akta-akta juga memberikan pernyataaan bahwa yang bersangkutan mengetahui akibat hukum bila terjadi wanprestasi oleh debitur. Sedang syarat yang harus dipenuhi oleh debitur bila status kepemilikannya dimiliki oleh perusahaan wajib melampirkan Akta Pendirian dan Perubahan Pengesahan sebagai Badan Hukum dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, KTP para pengurus dan surat-surat yang diperlukan sesuai dengan yang disyaratkan dalam Akta Pendirian atau Perubahan Anggaran Dasar perusahaan tersebut. Menurut peneliti kebijaksanaan bank yang menempatkan hak atas tanah milik debitur sendiri sebagai jaminan kredit sebagai prioritas utama merupakan langkah yang cukup hati-hati dalam menerapkan kebijakan perkreditan yaitu memberikan keyakinan atas jaminan pengembalian atau pelunasan kredit yang disalurkan. Apabila jaminan yang digunakan oleh debitur bukan milik sendiri akan menimbulkan potensi kerugian yang cukup besar jika debitur wanprestasi karena secara sosiologis tentu akan lebih sulit untuk melakukan eksekusi, bila ternyata pemakaian jaminan bukan milik sendiri tersebut diikuti oleh penggunaan kredit yang menyimpang, misalnya kredit yang diterima oleh debitur digunakan oleh debitur dan pemilik jaminan.
(4) Obyek Hak Tanggungan Dasar hukum mengenai obyek Hak Tanggungan adalah Pasal 4 Ayat (1) UUHT yang menyatakan bahwa hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan wajib didaftar dan dapat dipindahtangankan. Dari hasil penelitian di PT Bank Bukopin Tbk, hak atas tanah yang sering dijadikan jaminan kredit bank adalah Hak Milik dan Hak Guna Bangunan dengan peringkat pertama adalah Hak Milik. Dan harus sudah bersertipikat. Bahkan kata Notaris/PPAT Gunawan Bambang Irawan SH di Sukoharjo ada kebijaksanaan beberapa bank yang mengharuskan status tanahnya Hak Milik dan bersertipikat. Menurut peneliti terhadap kebijaksanaan bank tersebut berkaitan dengan factor keamanan dan pelayanan yang mendasari kebijaksanaan bank tersebut. Faktor Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
38
keamanan yang dimaksud adalah berkaitan dengan keberadaan bukti kepemilikan tanah yang sah secara yuridis artinya bank akan dapat melakukan tindakan hukum terhadap jaminan kredit hak atas tanah yang sudah terdaftar, jika terjadi wanprestasi. Jika bank menerima jaminan hak atas tanah yang belum terdaftar atau masih berupa girik/petuk/letter C dan ternyata hak atas tanah tersebut tidak dapat didaftarkan oleh hal-hal tertentu, maka dengan kata lain bank telah memberikan kredit tanpa didukung oleh jaminan yang sah, sehingga jika debitur wanprestasi bank tidak akan dapat melakukan tindakan hukum terhadap jaminan yang dikuasainya. Faktor pelayanan berhubungan dengan lamanya proses untuk mendaftarkan hak atas tanah yang berasal dari petuk/letter C/girik diperlukan alat-alat bukti yaitu bukti tertulis, keterangan saksi-saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematis atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftarkan hak tersebut, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. Juga wajib bertindak sebagai saksi adalah Kepala Desa/Lurah dan seorang anggota pemerintahan desa/Kelurahan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Kesimpulan kebijaksanaan yang diambil oleh bank sudah tepat dan dapat dimengerti, meskipun secara yuridis undang-undang memperbolehkan bank menerima jaminan kredit yang berupa hak atas tanah yang belum terdaftar, tetapi dalam praktiknya hal tersebut sangat sulit diterapkan dan cenderung akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan bagi bank. Disisi lain pemilik hak atas tanah harus menyediakan biaya pendaftaran yang cukup besar, juga diperlukan waktu yang cukup lama bagi proses pendaftaran itu sendiri. Mengenai penerimaan sertipikat hak milik sebagai jaminan kredit menurut peneliti kebijaksanaan bank sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pasal 20 Ayat (1) UUPA , yang menyatakan bahwa hak milik merupakan hak turun temurun, terkuat dan terpenuh. Sehingga secara yuridis bank akan Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
39
menguasai jaminan secara penuh tanpa dibatasi jangka waktu tertentu, jika dikemudian hari akan dilakukan eksekusi terhadap hak atas tanah yang dijadikan jaminan, kapanpun akan tetap dapat dilakukan. Hal ini berbeda jika yang dikuasai bank berupa hak atas dengan jangka waktu tertentu misalnya Hak Guna Bangunan, jika jangka waktunya berakhir dan tidak dapat diperpanjang karena suatu hal sementara kreditnya belum lunas, tentu saja kredit tersebut akhirnya menjadi kredit yang didukung oleh jaminan yang tidak semestinya, akan memerlukan biaya tambahan untuk mengurusnya kembali. Sehingga untuk jaminan kredit dengan Hak Guna Bangunan sebaiknya dicek masa berlakunya sehingga dapat disesuaikan jangka waktu pelunasan kredit dengan jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut. Untuk memberikan kepastian bahwa agunan yang diterima sebagai jaminan kredit sesuai dengan bukti kepemilikannya, bank akan melakukan pengecekan baik secara materiil dan formil. Secara materiil meliputi proses peninjauan langsung ke lokasi tanah/jaminan yang diserahkan kepada bank dalam hal ini petugas bank akan melihat secara riil, batas-batas tanah yang bersangkutan serta mencari informasi harga tanah baik menurut harga pasar maupun harga dari instansi yang berwenang. Sedang pengecekan formil meliputi proses pengecekan data fisik dan data yuridis dilakukan oleh Kantor Pertanahan berdasarkan permohonan dari pemegang hak yang bersangkutan atau dari pihak kreditur. Ditandai dengan pada lembaran sertipikat tersebut tertulis ‘Telah diperiksa dan sesuai dengan daftar di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota…..’. Dari penelitian di PT Bank Bukopin Tbk diperoleh keterangan bahwa Bank selalu mengadakan pengecekan baik secara materiil dengan meninjau lokasi obyek hak atas tanah yang dijadikan jaminan kredit dan mengadakan pengecekan formil di Kantor Pertanahan. Sedang dari hasil wawancara dengan Notaris/ PPAT
di
Sukoharjo, ada bank yang menerapkan kebijakan terhadap pengecekan lokasi jaminan tersebut hanya untuk kredit-kredit dengan plafon diatas tujuh juta rupiah, sedangkan yang dibawah plafon tersebut tidak dilakukan pengecekan secara materiil yang berupa peninjauan ke lokasi jaminan dan hanya berdasarkan kepercayaan saja. Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
40
Namun demikian tidak berarti bahwa hal tersebut sama sekali tidak dilakukan pengecekan, karena apabila diindikasikan bahwa debitur mulai tidak lancar dalam pembayaran angsurannya, maka petugas bank akan segera melakukan pengecekan ke lokasi jaminan. Menurut peneliti kebijakan bank mengenai pengecekan baik secara materiil terhadap obyek jaminan ditentukan oleh besarnya plafon kredit yang diberikan oleh bank. Semakin besar plafon kreditnya maka bank akan lebih hati-hati dengan melihat secara riil obyek jaminan tersebut. Sedang untuk plafon kredit yang kecil maka tidak dilakukan pengecekan secara materiil yang bertujuan menghemat waktu dan biaya. Lain halnya dengan pengecekan secara formil bank wajib melakukannya karena merupakan syarat mutlak. Selain tanah yang dibebani Hak Tanggungan dimungkinkan hak atas tanah dibebani Hak Tanggungan berikut bangunan, tanaman dan hasil karya (misalnya patung, gapura yang menyatu dengan tanahnya). Dalam praktek jaminan kredit di PT Bank Bukopin Tbk, semua hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan berikut bangunan, tanaman dan hasil karyanya. Dan dalam hal bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut, tidak terbatas pada yang sudah ada pada waktu dibebankan Hak Tanggungan, bisa juga bangunan, tanaman dan hasil karya yang baru ada kemudian. Dari hasil wawancara dengan Notaris/PPAT di Sukoharjo banyak kredit dengan jaminan
hak
atas
tanah
diperlukan
untuk
membiayai
bangunan(rumah/toko) dan untuk investasi (pembelian
pembangunan
bibit tanaman/pupuk)
sehingga bangunan dan tanaman tersebut turut dijadikan jaminan bagi pelunasan ‘contruction loan’yang bersangkutan. Pada waktu perjanjian awal belum disebutkan berapa nilai Hak Tanggungan yang sesungguhnya, apabila pembangunan dan penanaman sudah selesai maka bank akan menilai ulang seluruh jaminan hak atas tanah tersebut beserta bangunan dan tanaman yang ada diatasnya kemudian hasilnya dituangkan dalam perjanjian tambahannya.
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
41
(5) Hutang yang dijamin Dalam APHT wajib dicantumkan hutang yang dijamin sesuai dengan perjanjian kreditnya. Hutang tersebut dapat disebut secara pasti jumlahnya tetapi bisa juga jumlahnya yang pasti baru dapat diketahui kemudian yaitu setelah diadakan perhitungan berdasarkan ketentuan dalam akta perjanjian hutang piutang atau perjanjian lain. Hal ini pun terjadi dalam prakteknya di PT Bank Bukopin Tbk. Yaitu untuk jenis kredit dengan jaminan hak atas tanah untuk keperluan pembiayaan pembangunan bangunan dan kredit investasi.
(6) Nilai Pertanggungan Nilai tanggungan hakekatnya merupakan kesepakatan sampai sejumlah berapa pagu atau batas jumlah piutang yang dijamin dengan nilai Hak Tanggungan tersebut, dari hasil penelitian di PT Bank Bukopin Tbk, ditetapkan batas jumlah piutang dengan nilai Hak Tanggungan sebesar 125 % (seratus dua puluh lima persen). Menurut peneliti terhadap kebijaksanaan bank dalam menetapkan batas jumlah piutang dengan nilai Hak Tanggungan tersebut didasarkan atas hak kreditur untuk mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan Hak Tanggungan bila debitur wanprestasi., ditetapkannya nilai Hak Tanggungan tersebut juga memberikan keuntungan bagi debitur jika dia wanprestasi, masih ada sisa dari hasil penjualan jaminan sebagai ganti bunga yang dia bayarkan kepada kreditur. Jika dihubungkan dengan eksekusi Hak Tanggungan maka disini terlihat bahwa UUHT memandang bahwa pengembalian hutang didasarkan pada nilai tanggungan ditentukan oleh kreditur.
2.4.2Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Kredit Bank. Setelah semua syarat spesialitas dipenuhi, untuk merealisasikan kesepakatan bank dengan debitur maka dilaksanakan pengikatan jaminan dengan hak atas tanah. Sebagai tanda permohonan kredit diterima atau disetujui oleh bank, maka bank atau Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
42
kreditur akan membuat surat persetujuan kredit yang ditandatangani oleh Kreditur /Pimpinan Cabang atau orang yang mewakili bank dan debitur (dengan persetujuan atau tanpa persetujuan atas kewenangannya melakukan perbuatan hukum tersebut) Persetujuan ini berbentuk baku artinya isi atau klausula-klausula persetujuan kredit tersebut telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir tetapi tidak terikat dalam suatu bentuk tertentu. Persetujuan kredit ini sebagai dasar
bagi Notaris/PPAT untuk membuat
perjanjian kredit atau perjanjian pengakuan hutangnya. Perjanjian kredit atau pengakuan hutang inipun dibuat secara baku. Menurut peneliti, dalam praktek perbankan dipakainya perjanjian kredit atau pengakuan hutang yang dituangkan secara tertulis dan dalam bentuk baku adalah untuk mengamankan pemberian kredit tersebut agar tidak melenceng dari tujuan penggunaan kredit tersebut. Dari hasil penelitian di PT Bank Bukopin Tbk, semua kredit dengan jaminan berupa hak atas tanah telah dilakukan pengikatan jaminan. Sedang dari hasil wawancara dengan Notaris/PPAT di Sukoharjo ada beberapa BPR (Bank Pengkreditan Rakyat) atau Bank Umum yang bentuk hukumnya Koperasi tidak melakukan pengikatan jaminan. Ada juga yang menetapkan kebijaksanaan pengikatan jaminan terhadap jaminan berupa hak atas tanah adalah debitur dengan plafon kredit tujuh juta keatas, sedang untuk plafon dibawah tujuh juta hanya dilakukan dengan kuasa menjual dengan maksud sebagai ‘shock therapy’ terhadap debitur atau pemegang hak. Menurut peneliti, kebijaksanaan bank tersebut sangat tidak menguntungkan bank itu sendiri. Hal ini karena dapat berpotensi menimbulkan kerugian bagi bank ketika kredit yang diberikan dengan jaminan yang tidak dilakukan pengikatan tersebut menjadi macet atau tidak terbayar. Dampak yang terjadi adalah bank akan mengalami kesulitan untuk melakukan eksekusi (penjualan barang jaminan), sekalipun telah dilengkapi dengan Surat Kuasa Menjual hak atas tanah yang dibuat Notaris/PPAT, karena secara yuridis Surat Kuasa Menjual yang dibuat berdasarkan hutang piutang tersebut, sulit dilaksanakan. Menurut Pasal 20 ayat 2 UUHT memang Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
43
bank dapat melakukan penjualan barang jaminan secara bawah tangan dengan syarat terdapat kesepakatan antara pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dan kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk surat kuasa khusus yang memberikan kekuasaan kepada bank untuk dapat menjual sendiri barang-barang jaminan tersebut secara dibawah tangan. Dengan kata lain timbulnya surat kuasa menjual tersebut karena undang-undang yang mengaturnya. Jika ditinjau dari jenis pengikatan jaminan kreditur yang berupa hak atas tanah, maka PT Bank Bukopin Tbk, seratus persen melakukan pengikatan secara sempurna dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), hal ini dikarenakan plafon kredit yang ditetapkan rata-rata diatas Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Sedang untuk bank yang menetapkan nominal kreditnya dibawah Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) menurut Notaris/PPAT di Sukoharjo maka biasanya debitur memberi kuasa dahulu kepada bank, sehingga pengikatan jaminan dilakukan dengan SKMHT. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu, masa berlakunya SKMHT adalah mengikuti perjanjian pokoknya maka jika kredit tersebut akan berakhir, bank akan meningkatkan pengikatan jaminan menjadi APHT. Tetapi jika ternyata, sebelum jangka waktu kredit dengan jaminan hak atas tanah tersebut habis dan debitur menunjukkan gejala wanprestasi, maka bank akan mengambil langkah aman yaitu dengan pengikatan APHT dan segera didaftarkan. Ada juga kebijaksanaan bank yang menetapkan untuk semua kredit dengan jaminan hak atas tanah berapapun plafon kreditnya langsung diikat dengan APHT. Secara umum factor utama yang menyebabkan dilakukannya pengikatan dengan SKMHT adalah factor plafon kredit, artinya besar kecilnya jumlah kredit yang diberikan bank kepada nasabah sangat mempengaruhi pengikatan jaminan yang akan dilakukan. Semakin tinggi plafon kredit yang diberikan oleh bank, maka bank akan semakin ketat melakukan pengamanan, untuk menunjang factor keamanan dari kredit tersebut yang dikaitkan dengan pengikatan jaminan.
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
44
Menurut peneliti perbedaan jenis pengikatan jaminan tersebut dikarenakan antara satu bank dengan yang lain sangat berbeda dalam memandang resiko kemacetan atau resiko tidak dilunasinya kredit tersebut.
2.4.3Penerapan Asas Publisitas oleh Kreditur Penerapan asas publisitas ini merupakan proses pendaftaran Hak Tanggungan dengan didaftarkannya Akta Pemberian Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan setempat yang dilakukan oleh kreditur melalui PPAT yang berwenang membuat aktanya. Pendaftaran Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga. PPAT wajib menggunakan cara yang paling baik dan aman dengan memperhatikan kondisi daerah dan fasilitas yang ada, serta selalu berpedoman pada tujuan untuk didaftarnya Hak Tanggungan itu secepat mungkin. Warkah lain yang dibutuhkan adalah meliputi surat-surat bukti yang berkaitan dengan obyek Hak Tanggungan dan identitas pihak-pihak yang bersangkutan, termasuk didalamnya adalah sertipikat hak atas tanah atau surat-surat keterangan lain mengenai obyek Hak Tanggungan. PPAT juga wajib mengetahui kebijaksanaan yang diterapkan dalam pendaftaran Hak Tanggungan di wilayah kerjanya agar tidak terjadi keterlambatan pendaftarannya.
2.4.4Pelaksanaan Asas Spesialitas dan Asas Publisitas oleh Notaris/PPAT Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT, Bab II Pasal 2 disebutkan bahwa tugas pokok dan kewenangan PPAT salah satunya adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah, dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah, yang diakibatkan oleh perbuatan hukum sebagaimana yang dimaksud diatas yaitu jual beli, tukar Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
45
menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan, pembagian hak bersama, pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik, pemberian Hak Tanggungan, pemberian kuasa pembebanan hak tanggungan. Dari uraian diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa peranan PPAT sangatlah penting yaitu sebagai pelaksana administratif pertanahan, dimana data yang tercatat di Kantor Pertanahan
harus sesuai dengan keadaan atau status
sebenarnya mengenai bidang tanah yang bersangkutan baik fisik mengenai bidang tanah tersebut maupun mengenai hubungan hukum atau data yuridis yang menyangkut bidang tanah tersebut. Penerapan asas spesialitas yang dilakukan oleh notaris/PPAT dapat dilihat dari SKMHT dan APHT yang dibuat oleh PPAT, tiap akta dapat digunakan untuk pembuktian pemberian Hak Tanggungan atas satu atau beberapa hak atas tanah dan atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di wilayah kerja satu Kantor Pertanahan untuk menjamin satu hutang, sebagai berikut :
RINGKASAN FORMULIR AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN I.Kepala Akta 1.Judul : APHT 2.Nomor 3.Lembar pertama/kedua Akta asli terdiri dari lembar pertama dan lembar kedua, lembar pertama dibuat satu rangkap dan disimpan oleh PPAT dan lembar kedua dibuat sebanyak hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dibebani Hak Tanggungan dan dikirim ke Kantor Pertanahan yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah atau Satuan Rumah Susun yang bersangkutan untuk keperluan pendaftaran Hak Tanggungan. Kepada para pihak diberikan salinannya yang ditandatangani oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT dibuat secukupnya menurut keperluan. Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
46
4.Hari, tanggal, bulan, tahun 5.Nama dan tempat kedudukan PPAT -dasar hukum kewenangan PPAT -jabatan dari pejabat yang mengeluarkan keputusan pengangkatan I. Komparisi Hadir dihadapan PPAT 1.Pemegang hak atas tanah/HMSRS/Pihak Pertama : nama, tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, alamat tempat tinggal, bukti identitas, persetujuan jika diperlukan yang dinyatakan tertulis yang menyangkut kapasitas dan kewenangan pemegang hak atas Obyek Hak Tanggungan 2.Pemilik benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang ikut menjadi Obyek Hak Tanggungan jika bukan Pemegang hak : nama, tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, alamat tempat tinggal, bukti identitas, rincian benda yang berkaitan dengan tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan. 3.Penerima Hak Tanggungan : nama, tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, alamat tempat tinggal, bukti identitas, persetujuan yang dinyatakan tertulis yang menyangkut kapasitas dan kewenangan penerima Obyek Hak Tanggungan. Para Penghadap : -dikenal oleh saya PPAT -diperkenalkan kepada saya PPAT -penyebutan saksi pengenal jika ada II. Premise Akta adalah materi premise sekaligus isi akta 1.Uraian tentang Akta Perjanjian Utang Piutang : tanggal, nomor, nama serta tempat kedudukan notaris yang membuatnya 2.Besarnya hutang 3.Nilai Tanggungan
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
47
4.Rincian tentang obyek hak Tanggungan : banyaknya obyek Hak Tanggungan, status hak atas tanah, nomor hak atas tanah, tanggal dan Nomor Gambar Situasi atau Surat Ukur, luas tanah, NIB, letak, batas III. Isi Akta 1.Uraian tentang janji-janji yang disepakati kedua belah pihak 2.Pemilihan domisili 3.Pembayaran beban biaya pembuatan APHT dan uang saksi 4.Nama dan identitas orang yang memerlukan persetujuannya untuk memenuhi kapasitas dan kewenangan Pihak Pertama, bila orang tersebut hadir untuk memberikan persetujuan tersebut. Jika persetujuan dilakukan secara tertulis diletakan dalam komparisi IV. Akhir Akta 1.Nama dan identitas saksi selengkapnya (untuk saksi hanya disebutkan umur) 2.Nama Kantor Pertanahan tempat pendaftaran Hak Tanggungan 3.Pembacaan dan penandatanganan akta
RINGKASAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN I.Kepala Akta 1.Judul : SKMHT 2.Nomor 3.Lembar pertama/kedua Akta asli terdiri dari lembar pertama dan lembar kedua, lembar pertama dibuat satu rangkap dan disimpan oleh PPAT dan lembar kedua dibuat satu rangkap yang diberikan kepada kreditur untuk dipakai sebagai dasar pembuatan APHT. Kepada para pihak diberikan salinannya yang hanya ditandatangani lengkap oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT. 4.Hari, tanggal, bulan, tahun Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
48
5.Nama dan tempat kedudukan PPAT -dasar hukum kewenangan PPAT -jabatan dari pejabat yang mengeluarkan keputusan pengangkatan V. Komparisi Hadir dihadapan PPAT 1.Pemegang hak atas tanah/HMSRS/Pihak Pertama : nama, tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, alamat rumah tinggal, bukti identitas, persetujuan jika dipelukan yang dinyatakan tertulis yang menyangkut kapasitas dan kewenangan pemegang hak atas Obyek Hak Tanggungan 2.Pemilik benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang ikut menjadi Obyek Hak Tanggungan jika bukan Pemegang hak : nama,tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, alamat rumah tinggal, bukti identitas, rincian benda yang berkaitan dengan tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan. 3.Penerima Kuasa : nama, tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, alamat tempat tinggal, bukti identitas, persetujuan yang dinyatakan tertulis yang menyangkut kapasitas dan kewenangan penerima Obyek Hak Tanggungan. Para Penghadap : -dikenal oleh saya PPAT -diperkenalkan kepada saya PPAT -penyebutan saksi pengenal jika ada VI. Premise Akta adalah materi premise sekaligus isi akta 1.Nama, identitas debitur dan kreditur 2.Uraian tentang Akta Perjanjian Utang Piutang : tanggal, nomor, nama serta tempat kedudukan notaris yang membuatnya 3.Besarnya hutang 4.Nilai Tanggungan 5.Rincian tentang obyek hak Tanggungan : banyaknya obyek Hak Tanggungan, status hak atas tanah, nomor hak atas tanah, tanggal dan Nomor Gambar Situasi atau Surat Ukur, luas tanah, NIB, letak, batas Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
49
VII.
Isi Akta
1.Uraian tentang janji-janji yang disepakati kedua belah pihak 2.Sesuai ketentuan pasal 15 ayat (2), (3) dan (4) UUHT bahwa SKMHT tidak dapat ditarik kembali, jangka waktu SKMHT 3.Nama dan identitas orang yang memerlukan persetujuannya untuk memenuhi kapasitas dan kewenangan Pihak Pertama, bila orang tersebut hadir untuk memberikan persetujuan tersebut. Jika persetujuan dilakukan secara tertulis diletakan dalam komparisi VIII.
Akhir Akta
1.Nama dan identitas saksi 2.Pembacaan dan penandatanganan akta
Ketentuan mengenai isi akta APHT sifatnya wajib seperti yang ditetapkan dalam Pasal 11 UUHT yang menyatakan bahwa untuk memenuhi asas spesialitas dalam APHT wajib dicantumkan nama, identitas pemberi dan penerima Hak Tanggungan, domisili, penunjukan secara jelas utang yang dijamin, nilai tanggungan dan obyek Hak Tanggungan. Kalau tidak dicantumkan secara lengkap APHT tersebut batal demi hukum. Sedang jika dihubungkan dengan asas publisitas maka menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah, peralihan dan pembebanan hak atas tanah hanya dapat didaftarkan apabila dibuktikan dengan akta PPAT. Mekanisme penerapan asas publisitas yang dilakukan oleh PPAT meliputi hal-hal yang dimulainya pendaftaran hak tanggungan
sampai
dengan
diterbitkannya
sertipikat
Hak
Tanggungan.
Pembebanan hak khususnya Pendaftaran Hak Tanggungan, diatur dalam Pasal 114 sampai dengan Pasal 124 PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksanaan Pendaftaran Tanah dengan rincian proses sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
50
1. Pendaftaran Hak Tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang sudah terdaftar atas nama pemberi Hak Tanggungan (Pasal 114) 2. Pendaftaran Hak Tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang sudah terdaftar tetapi belum atas nama pemberi Hak Tanggungan (Pasal 115) 3. Pendaftaran Hak Tanggungan yang obyeknya berupa sebagian atau hasil pemecahan dari hak atas tanah induk yang terdaftar dalam satu usaha real estate, kawasan industri atau Perusahaan Inti Rakyat (PIR) dan diperoleh pemberi Hak Tanggungan melalui pemindahan hak (Pasal 116). 4. Pendaftaran Hak Tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah yang belum terdaftar.(Pasal 117)
Dari hasil penelitian di Kantor Notaris /PPAT Gunawan Bambang Irawan di Sukoharjo, selama ini yang sering terjadi adalah pendaftaran Hak Tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah yang sudah terdaftar baik atas nama pemberi Hak Tanggungan atau belum atas nama pemberi Hak Tanggungan. Berdasarkan Pasal 114 ayat (1) PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksanaan Pendaftaran Tanah, untuk pendaftaran yang obyeknya berupa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang sudah terdaftar atas nama pemberi Hak Tanggungan, wajib selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan akta tersebut, menyerahkan kepada Kantor Pertanahan berkas yang diperlukan yang terdiri dari : 1. Surat Pengantar dari PPAT yang dibuat rangkap 2 (dua) dan memuat daftar jenis surat yang disampaikan. 2. Surat Permohonan Pendaftaran Hak Tanggungan dari penerima Hak Tanggungan, 3. Foto copy surat bukti identitas pemberi dan pemegang Hak tanggungan
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
51
4. Sertipikat asli hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah susun yang menjadi obyek Hak Tanggungan 5. Lembar kedua Akta Pemberian Hak Tanggungan 6. Salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang sudah diparaf oleh PPAT yang bersangkutan untuk disahkan sebagai salinan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk pembuatan Sertipikat Hak Tanggungan 7. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, apabila pemberian Hak Tanggungan dilakukan melalui kuasa. Pendaftaran Hak Tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang sudah terdaftar, tetapi belum atas nama pemberi Hak tanggungan dan diperoleh pemberi Hak Tanggungan karena peralihan hak melalui pewarisan atau pemindahan hak, PPAT yang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan akta tersebut menyerahkan kepada Kantor Pertanahan berkas yang diperlukan sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 114 ayat (1) diatas ditambah dengan Pasal 15 ayat (1) PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksanaan Pendaftaran tanah yaitu dokumen asli yang membuktikan terjadinya peristiwa / perbuatan hukum yang mengakibatkan beralihnya hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun kepada pemberi Hak Tanggungan yaitu : 1. Dalam hal pewarisan : surat keterangan sebagai ahli waris dan Akta Pembagian Waris apabila sudah diadakan pembagian waris. 2. Dalam hal pemindahan hak melalui jual beli : Akta Jual Beli 3. Dalam hal pemindahan hak melalui lelang : Kutipan Risalah Lelang 4. Dalam hal pemindahan hak melalui tukar menukar : Akta Tukar menukar 5. Dalam Hal pemindahan hak melalui hibah : Akta Hibah. 6. Dalam
Hal
pemindahan
hak
melalui
pemasukan
modal
dalam
perusahaan/inbreng : Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
52
2.4.5Pelaksanaan Asas Publisitas Dalam Pembebanan Hak Tanggungan Di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo Pembebanan Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 44 dan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Berdasarkan Pasal 44 dikatakan bahwa pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, pembebanan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Sewa untuk bangunan atas Hak Milik, dan pembebanan lain pada hak atas tanah pada Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang ditentukan dengan peraturan perundangundangan dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Pasal 45 mengatur tentang penolakan pendaftaran peralihan dan pembebanan hak Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika salah satu syarat dibawah ini tidak terpenuhi : 1. Sertipikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan. 2. Perbuatan hukum yang berupa peralihan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum lainnya tidak dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang kecuali keadaan-keadaan tertentu yang diperbolehkan oleh undang-undang. 3. Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang bersangkutan tidak lengkap. 4. Tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan yang bersangkutan. 5. Tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan 6. Perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh keputusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
53
7. Perbuatan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam nomor 2 dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan
Penolakan Kepala Kantor Pertanahan dilakukan secara tertulis dengan menyebut alasan-alasan penolakan itu dan disampaikan kepada yang berkepentingan disertai pengembalian berkas permohonannya dengan salinan kepada PPAT atau Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan. Dari wawancara dengan Ibu Dra Endang Kinasih LS.MM (Kasubsi PPH dan PPAT) dalam praktek pembebanan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh bank sebagai kreditur di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo belum pernah terjadi penolakan pendaftaran Hak Tanggungan karena alasan-alasan diatas karena bank sebagai kreditur tentu telah mengadakan pengecekan mengenai legalitas hak atas tanah yang dijadikan jaminan hutang apakah sertipikat asli, palsu/aspal dan syaratsyarat lain yang harus dipenuhi dalam pendaftaran Hak Tanggungan. Sedangkan terhadap pendaftaran Hak Tanggungan karena peralihan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo sampai saat ini pun belum pernah terjadi., yang ada adalah peralihan penerima Hak Tanggungannya yang berpindah. Contoh dari Bank Lippo menjadi Bank CIMB Niaga. Dalam hal ini maka PPAT yang berwenang akan mengubah aktanya kemudian dilakukan pendaftaran ulang. Menurut peneliti hal ini berhubungan dengan bank/kreditur sebagai lembaga kepercayaan masyarakat akan selalu menjaga keamanan, kehati-hatian dan kemudahan pelayanan yang diberikan kepada nasabah/debitur, sehingga semua berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Jika dihubungkan dengan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah jo Pasal 97 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksanaan Pendaftaran Tanah , PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan setempat mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dijadikan jaminan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan setempat. PPAT wajib Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
54
menolak pembuatan APHT yang bersangkutan jika ternyata sertipikat yang diserahkan kepadanya bukan dokumen yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan setempat. PPAT juga wajib menolak permintaan membuat APHT bila tanah yang dijaminkan sedang dalam sengketa. Menurut ketentuan Pasal 13 UUHT proses pendaftaran Hak Tanggungan sampai dengan dikeluarkannya sertipikat Hak Tanggungan , dilakukan sebagai berikut : 1. Dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan, Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan menurut bentuk
yang
ditetapkan
dalam
Peraturan
Menteri
Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996. 2. Kepala Kantor Pertanahan memberitahukan telah selesainya penerbitan sertipikat Hak Tanggungan kepada pemegang Hak Tanggungan dan mencantumkan hal tersebut pada papan pengumuman yang ada di Kantor Pertanahan. 3. Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada pemegang Hak Tanggungan atau kuasanya. 4. Sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang sudah diberi catatan mengenai adanya Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan apabila didalam akta pembebanan Hak Tanggungan tidak tercantum janji bahwa sertipikat tersebut akan disimpan oleh pemegang Hak Tanggungan., sedangkan apabila didalam akta pemberian Hak Tanggungan tercantum janji tersebut maka sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun itu diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan atau kuasanya berdasarkan janji itu.
Proses pelaksanaan pendaftaran menurut Badan Pertanahan Nasional Pusat diketahui bahwa untuk proses pembebanan Hak Tanggungan yang disusun dalam Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
55
Standar Prosedur Pengaturan dan Pelayanan Hak Tanggungan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota (lampiran 1) mulai dari pemasukan berkas sampai dengan diterbitkannya sertipikat Hak Tanggungan harus melalui 13 tahapan proses dengan jangka waktu
7x 8 jam atau 7 (tujuh) hari kerja.
Untuk Kantor Pertanahan
Kabupaten Sukoharjo, proses tersebut dapat diselesaikan dalam waktu yang dijadwalkan yaitu 7 (tujuh) hari kerja jika tidak ada hambatan dan kendala. Dari hasil penelitian, yang menjadi kendala tidak diselesaikannya pendaftaran dalam 7 (tujuh) hari kerja dikarenakan terjadi kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh PPAT itu sendiri karena tidak segera melengkapi berkas-berkas yang kurang.
2.4.6Permasalahan Yang Timbul Berkaitan Dengan Penerapan Asas Publisitas Di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo Dan Solusinya Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap penerapan asas publisitas dalam pembebanan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh kreditur dapat dikatagorikan menjadi dua permasalahan yaitu masalah tehnis dan administratif 1.Permasalahan Tehnis Permasalahan tehnis berkaitan dengan masalah yuridis dan kebijakan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo adalah tentang batas waktu masa berlakunya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). SKMHT ini digunakan sebagai berkas pendukung yang mengikuti APHT didalam pendaftaran Hak Tanggungan, disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 1. Apabila sertipikat hak atas tanahnya sedang dalam proses peralihan hak kepada debitur atau penjamin 2. Apabila sertipikat hak atas tanahnya sedang dalam proses pencoretan Hak Tanggungan (Roya) 3. Apabila pemegang hak atas tanah berhalangan atau tidak dapat menghadap kepada PPAT yang berwenang.
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
56
Kebijaksanaan yang diterapkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo untuk SKMHT yang masa berlakunya sampai saat berakhirnya perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit bank, berdasarkan pada nilai tanggungan yang tercantum dalam SKMHT senilai tidak lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Sedang menurut ketentuan dalam pasal 1 Ayat (3) PMNA/KBPN Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan SKMHT dinyatakan bahwa untuk kredit produktif yang diberikan oleh Bank Umum dan BPR dengan plafon kredit tidak melebihi Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), SKMHT berlaku sampai saat berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok. Perbedaan ketentuan inilah yang menjadi kendala bagi kreditur dalam mendaftarkan Hak Tanggungan. Dengan kebijaksanaan yang diterapkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo mengakibatkan timbulnya beban tambahan bagi pemberi Hak Tanggungan, karena semestinya dengan plafon kredit dibawah RP. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), masa berlakunya SKMHT dapat mengikuti perjanjian pokoknya, sehingga untuk sementara cukup diikat dengan SKMHT saja. Tetapi karena kebijaksanaan Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo mendasarkan pada besarnya nilai tanggungan, maka meskipun plafon kredit dibawah Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tetapi nilai tanggungannya terhitung Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) keatas harus diikat dengan APHT yang secara umum biayanya lebih mahal. Menurut peneliti, secara ekonomis ketentuan tersebut akan memberikan tambahan biaya bagi debitur atau pemberi Hak Tanggungan. Tetapi bisa memberikan keuntungan bagi debitur karena jika sudah diikat dengan APHT maka hak atas tanah tersebut sudah terdaftar di Kantor Pertanahan., jika plafon kredit yang diperoleh debitur masih terpaut jauh dengan nilai tanggungannya maka hak atas tanah tersebut bisa lagi dipakai sebagai jaminan untuk kreditur lain, sedang tingkatan Hak Tanggungan tersebut ditentukan berdasarkan pembukuannya di Kantor Pertanahan. Sedang bagi Kreditur hal ini memberikan perlindungan lebih dini kepada kreditur atau penerima Hak Tanggungan, karena apabila kredit yang dijamin oleh Hak Tanggungan tersebut tidak terbayar atau macet diawal masa periode perjanjian, maka Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
57
kreditur akan mendapatkan jaminan pengembalian hutang sesuai dengan nilai yang disebutkan dalam Hak Tanggungan yang secara ekonomis masih tinggi apabila dibandingkan sisa hutang ditambah bunga dan biaya-biaya yang lainnya. Menurut pendapat Notaris/PPAT Noor Saptanti SH.MH, kebijaksanaan yang diterapkan oleh Kantor Pertanahan di Sukoharjo jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 20 UUHT tentang eksekusi Hak Tanggungan, kebijaksanaan tersebut telah sesuai, karena pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan melalui pelelangan umum, karena cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk obyek Hak Tanggungan, jika kredit macet di awal perjanjian. Kreditur berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan obyek Hak Tanggungan. Dalam hal hasil penjualan ini lebih besar dari pada piutang tersebut setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi Hak Tanggungan. Disini terlihat bahwa UUHT juga memandang bahwa pengembalian utang didasarkan pada nilai tanggungan yang ditentukan oleh kreditur. Lebih lanjut
dikatakan jika kebijaksanaan yang diambil oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten Sukoharjo tersebut secara yuridis tidak melanggar ketentuan, tetapi perlu adanya sosialisasi lebih lanjut kepada PPAT yang ada didalam daerah kerjanya. Sehingga PPAT yang bersangkutan tidak mengalami kesulitan ataupun hambatan dalam pendaftaran Hak Tanggungan. Sedangkan untuk Notaris (yang membuat SKMHT untuk obyek Hak Tanggungan yang terletak di Kabupaten Sukoharjo) yang ada di luar wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo, perlu juga diinformasikan mengenai kebijakan tersebut, dengan demikian tidak akan terjadi kekeliruan didalam pembuatan akta-aktanya dan dapat memberikan penjelasan kepada kreditur (bank) mengenai kebijaksanaan tersebut. Kasus yang pernah terjadi terhadap kebijaksanaan yang diterapkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo adalah seorang Notaris/PPAT terlanjur membuat
akta
SKMHT
dengan
nilai
tanggungan
yang
besarnya
diatas
Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) meskipun plafon kreditnya kurang dari Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sedangkan APHT baru didaftarkan setelah Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
58
melampaui waktu 1 (satu) bulan, maka Kantor Pertanahan akan menolak pendaftaran tersebut. Menurut Notaris/PPAT Gunawan Bambang Irawan SH keterlambatan pendaftaran Hak Tanggungan tersebut disebabkan karena kelalaian Notaris/PPAT itu sendiri, seharusnya Notaris/PPAT tersebut mengetahui bagaimana kebijaksanaan yang diterapkan Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo dalam wilayah kerjanya. Solusi terhadap permasalahan tersebut dapat ditempuh dengan dua cara yaitu: Pertama Notaris/PPAT atas persetujuan bank (kreditur) dan nasabah (debitur) akan membuat SKMHT baru yang dilakukan oleh kreditur. Dalam hal ini biasanya bank tidak mau melakukannya karena harus melibatkan nasabah kembali untuk menandatangani SKMHT tersebut, sehingga langkah ini dianggap tidak efisien. Penyelesaian kedua
Notaris /PPAT akan melakukan perubahan besarnya nilai
tanggungan atas persetujuan penerima Hak Tanggungan (kreditur). Dengan jalan mencoretnya dan diganti dengan nilai tanggungan yang besarnya di bawah Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), agar supaya SKMHT tersebut masa berlakunya dapat mengikuti perjanjian pokoknya, sehingga APHT dapat didaftarkan. Menurut peneliti langkah inilah yang efektif karena selain tidak melibatkan debitur, kesalahan tersebut karena kelalaian Notaris/PPAT itu sendiri sehingga dia yang harus bertanggung jawab terhadap kesalahannya.
(2)Permasalahan administratif Permasalahan administratif yang terjadi dalam pelaksanaan asas publisitas di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo adalah berkaitan dengan kelengkapan pendukung
yang
sangat
diperlukan
untuk
terlaksananya
pendaftaran
Hak
Tanggungan, permasalahan ini dapat bersumber dari petugas Kantor Pertanahan atau dari Notaris/PPAT di wilayah kerjanya di Kabupaten Sukoharjo. a. Permasalahan yang bersumber dari petugas Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo antara lain : Karena volume akta SKMHT/APHT yang didaftarkan di Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo terlalu banyak, sedangkan jumlah pegawai yang tidak Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
59
seimbang maka kadang-kadang terjadi kelalaian saat pengecekan, selain itu banyaknya proses yang harus diselesaikan dan jam kerja yang tidak dapat dioptimalkan hanya untuk menyelesaikan satu macam pekerjaan itu saja. Solusi penyelesaian masalah tersebut adalah dengan diselesaikannya pendaftaran Hak Tanggungan tesebut dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, sedangkan untuk kekurangannya dapat disusul kemudian. Menurut Peneliti penyelesaian masalah tersebut sudah benar karena dengan diselesaikannya pendaftaran Hak Tanggungan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja menunjukan komitmen pelayanan Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo yang tepat waktu.
b. Permasalahan yang bersumber dari Notaris/PPAT di wilayah kerja Kabupaten Sukoharjo yang pernah terjadi antara lain : (1) Ketidak lengkapan berkas khususnya fotocopi KTP para pihak yang tidak jelas terbaca. (2) Lupa memberikan paraf dalam salinan akta APHT/SKMHT, salinan ini akan diberikan kepada para pihak yang hanya ditandatangani oleh PPAT, yang harus diketahui oleh Kantor Pertanahan dibuat secukupnya menurut keperluan. Terhadap kedua permasalahan diatas pendaftaran Hak Tanggungan tetap dapat dilakukan. Petugas pendaftaran akan mengembalikan berkas kepada PPAT yang bersangkutan dan setelah ada perbaikan atau penambahan berkas yang kurang tersebut, maka berkas dapat dimasukan kembali ke loket pendaftaran hak. Menurut peneliti permasalahan yang berkaitan dengan hal ini bukanlah permasalahan yang secara yuridis dapat menyebabkan ditolaknya pendaftaran Hak Tanggungan, dan keterlambatan untuk memenuhi berkas tidaklah menjadi kendala untuk dikatagorikan dalam hal keterlambatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) UUHT yang menyatakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan APHT yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, PPAT Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
60
wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. Karena pada waktu berkas tersebut dimasukkan ke dalam loket pendaftaran telah diberi catatan tersendiri oleh petugas bagian pendaftaran. (3) Tidak menyertakan perjanjian kreditnya, sehingga petugas Kantor Pertanahan tidak mengetahui peruntukan Pendaftaran Hak Tanggungan tersebut. Hal ini berguna untuk menentukan batas waktu pendaftarannya. (4) Tidak sempurna akta SKMHT atau APHTnya, contohnya ada kekeliruan mengenai alamat, penempatan tanda tangan, salah mencatumkan NIB, salah mencantumkan nilai tanggungannya. Dalam hal kekeliruan mengenai alamat, peletakan tanda tangan masih bisa ditolerir oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo, tetapi mengenai salah dicantumkannya nilai tanggungan dan kesalahan mencantumkan NIB jelas merupakan kesalahan yang berakibat fatal, sehingga Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo akan langsung mengembalikan berkas-berkas tersebut kepada Notaris /PPAT yang bersangkutan. Menurut peneliti dengan melakukan kesalahan pencantumkan NIB akan membingungkan petugas Kantor Pertanahan untuk membuat data yang diperlukan dalam proses pendataan pendaftaran tanah. NIB (Nomor Identifikasi Bidang Tanah adalah nomor yang diberikan pada bidang tanah yang sudah teridentifikasi dan sudah dipetakan. Artinya bidang tanah tersebut sudah dilakukan pendataan sehubungan dengan subyek hak atas tanah dan sudah ditentukan letak geografis, batas, luas dan bentuk geometris tanah) Pemberian Nomor Indentifikasi Bidang Tanah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum akan letak, batas, luas bidang tanah beserta kepemilikannya dan pemanfaatannya sesuai dengan keadaan di lapangan/sesungguhnya. Sedang kesalahan dalam mencantumkan nilai tanggungan akan menimbulkan kerugian bagi debitur, karena jika pencantuman nilai tanggungan sama dengan plafon kredit atau dibawah plafon kredit maka jika kredit tersebut macet dan bank mengadakan pelelangan maka debitur tidak mendapat kelebihan dari Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.
61
hasil penjualan jaminannya padahal debitur sudah membayar bunga dan biaya administrasi lainnya. Selanjutnya jika hal ini dihubungkan dengan Pasal 11 Ayat (1) mengenai ketentuan isi APHT jika tidak dicantumkan secara lengkap mengenai nama, identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, domisili, penunjukan secara jelas utang yang dijamin, nilai tanggungan dan obyek Hak Tanggungan maka APHT tersebut batal demi hukum.
Universitas Indonesia
Penerapan asas..., Sapartin Wahyu Jayanti, FH UI, 2010.