BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konflik 2.1.1. Pengertian Konflik Secara umum, konflik adalah konsekuensi dari respon seseorang pada apa yang ia persepsikan mengenai situasi atau perilaku dari orang lain (Luthans, 2005)
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam
suatu
interaksi.
perbedaan-perbedaan
tersebut
diantaranya
adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik menurut Stephen.P.Robbins(2006) adalah sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Definisi ini mencakup beragam konflik yang orang alami dalam organisasi, ketidakselarasan tujuan, perbedaan interpretasi fakta, ketidaksepahaman yang disebabkan oleh ekspetasi perilaku, dan sebagainya.
7
Universitas Sumatera Utara
Namun konflik harus dibedakan dengan persaingan atau kompetisi, karena persaingan meliputi tindakan-tindakan yang dilakukan orang tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya dengan menyebabkan orang lain tidak berhasil mencapai tujuannya. Di dalam persaingan juga hampir tidak terdapat interaksi atau saling ketergantungan antara kedua individu tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa persaingan bisa saja menimbulkan konflik, tetapi tidak semua konflik mencakup persaingan (Winardi, 2004).
2.1.2. Jenis Konflik
Terdapat 3 jenis konflik menurut Robbins (2006) : 1) Konflik tugas, yaitu konflik atas isi dan sasaran pekerjaan 2) Konflik hubungan, yaitu konflik berdasarkan hubungan interpersonal 3) Konflik proses, yaitu konflik atas cara melakukan pekerjaan Menurut pandangan Feldman dan Arnold (2003: 513), Konflik dalam organisasi tidak terjadi secara alamiah dan terjadi bukan tanpa sumber penyebab. Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada cara individu-individu menafsirkan, mempersepsi, dan memberikan tanggapan terhadap lingkungan kerjanya. Sumber-sumber konflik pada umumnya disebabkan kurangnya koordinasi kerja antar kelompok/departemen, dan lemahnya sistem kontrol organisasi. Permasalahan koordinasi kerja antar kelompok berkenaan dengan saling ketergantungan pekerjaan, keraguan dalam menjalankan tugas karena tidak terstruktur dalam rincian tugas, perbedaan orientasi tugas. Sedangkan kelemahan sistem kontrol organisasi yaitu, kelemahan manajemen dalam
Universitas Sumatera Utara
merealisasikan sistem penilaian kinerja, kurang koordinasi antar unit atau bagian, aturan main tidak dapat berjalan secara baik, serta terjadi persaingan yang tidak sehat dalam memperoleh penghargaan.
2.2. Dual-Career Couple
Fenomena dari dual-career couple adalah terjadinya pergeseran dari rumah tangga tradisional ke rumah tangga modern. Dalam rumah tangga tradisional terdapat pembagian tugas yang jelas, yaitu suami (bapak) bertugas mencari nafkah dengan bekerja sedangkan istri (ibu) berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga modern, baik suami (bapak) dan istri (ibu) keduanya sama-sama bekerja merupakan kecenderungan yang tidak dapat dihindari akibat dari keberhasilan proses pendidikan dan kesetaraan gender. Ini memunculkan istilah baru yaitu dual-career.
Definisi dari dual-career merupakan mereka yang demikian pula pasangannya, memiliki aspirasi serta tanggung jawab karir dengan bekerja baik di bidang
manajerial
maupun
pekerjaan
profesional
lainnya.
Dual-career
memunculkan masalah baru apabila pasangan tersebut tidak dapat menyeimbangkan antara masalah pekerjaan dan masalah keluarga (Stone: 2003).
2.3. Konflik pekerjaan dan Konflik keluarga
Konflik pekerjaan adalah kondisi dimana seseorang mengalami tekanan yang tidak cocok dalam wilayah pekerjaan. Dalam konflik pekerjaan, seseorang dapat mengalami konflik dalam dirinya karena ia harus memilih tujuan yang saling
Universitas Sumatera Utara
bertentangan. Ia merasakan ketidakjelasan dalam melakukan pekerjaan baik yang harus dipilih atau didahulukan. Konflik seperti ini dapat juga terjadi antar kelompok dimana masing-masing kelompok ingin mengejar kepentingan atau tujuan kelompok masing-masing. Sedangkan konflik keluarga adalah kondisi dimana seseorang mengalami tekanan dalam lingkungan keluarga.
Terjadinya perubahan demografi tenaga kerja seperti peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja telah mendorong terjadinya konflik antara pekerjaan dan kehidupan keluarga, hal ini membuat banyak peneliti yang tertarik untuk meneliti sebab pengaruh dari konflik pekerjaan-keluarga (workfamily conflict) tersebut . Judge et.al.,(2002) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu seperti pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru, sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga. Tuntutan keluarga di tentukan oleh sebagian besar keluarga, komposisi keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketegantungan terhadap anggota yang lain (Yang, et.al., 2002).
Universitas Sumatera Utara
Konflik pekerjaan keluarga sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, dimana di satu sisi ia harus melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga, artinya sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga. Sebaliknya keluarga mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan perhatiannya
digunakan
untuk
menyelesaikan
urusan
keluarga
sehingga
mengganggu pekerjaan. Konflik pekerjaan-keluarga ini terjadi ketika kehidupan rumah tangga seseorang berbenturan dengan tanggung jawabnya ditempat kerja, seperti masuk kerja tepat waktu, menyelesaikan tugas harian, atau kerja lembur. Demikian juga tuntutan kehidupan rumah yang menghalangi seseorang untuk meluangkan waktu untuk pekerjaannya atau kegiatan yang berkenaan dengan kariernya. Sependapat Parasuraman (2003) mengemukaan bahwa konflik pekerjaan-keluarga terjadi karena karyawan berusaha untuk menyeimbangkan antara permintaan dan tekanan yang timbul, baik dari keluarga maupun yang berasal dari pekerjaannya. Menurut Triaryati (2003), tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu, seperti pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline. Menurut Boles et.al., (2002), Indikator-indikator konflik pekerjaan-keluarga adalah: a. Tekanan kerja. b. Banyaknya tuntutan tugas
Universitas Sumatera Utara
c. Kurangnya kebersamaan keluarga d. Sibuk dengan pekerjaan e. Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap keluarga Perusahaan perlu menyertakan karyawan dalam proses pelaksanaan kiat tersebut sehingga kebijakan yang diambil sesuai dengan yang dibutuhkan oleh karyawan yang bersangkutan. Perusahaan juga harus menunjukkan keseriusannya dalam menangani masalah konflik pekerjaan keluarga dan konflik keluargapekerjaan yang dialami karyawannya karena selain penting bagi karyawan, ketidakseriusan perusahaan dalam menangani masalah ini dapat berdampak buruk terhadap kinerja perusahaan dan akan berujung pada kerugian yang akan ditanggung pihak perusahaan baik yang berbentuk materi maupun inmateri. Keluarga dapat dilihat dalam arti kata sempit, sebagai keluarga inti yang merupakan kelompok sosial terkecil dari masyarakat yang terbentuk berdasarkan pernikahan dan terdiri dari seorang suami (Ayah), istri (Ibu) dan anak-anak mereka (Munandar, 2002). Keluarga adalah kesatuan dari sejumlah orang yang saling berinteraksi dan berkomunikasi dalam rangka menjalankan peranan sosial mereka sebagai suami, istri, dan anak-anak, saudara laki-laki dan saudara perempuan. Peran ini ditentukan oleh masyarakat, tetapi peranan dalam tiap keluarga diperkuat oleh perasaan-perasaan. Perasaan-perasaan tersebut sebagai berkembangnya berdasarkan tradisi dan sebagian berdasarkan pengalaman dari masing-masing anggota keluarga. Menurut Russell (2003) indikator-indikator konflik keluarga-pekerjaan adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Tekanan sebagai orang tua Tekanan sebagai orang tua merupakan beban kerja sebagai orang tua didalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban pekerjaan rumah tangga karena anak tidak dapat membantu dan kenakalan anak. 2. Tekanan perkawinan Tekanan perkawinan merupakan beban sebagai istri didalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa pekerjaan rumah tangga karena suami tidak dapat atau tidak bisa membantu, tidak adanya dukungan suami dan sikap suami yang mengambil keputusan tidak secara bersama-sama. 3.
Kurangnya keterlibatan sebagai istri Kurangnya keterlibatan sebagai istri mengukur tingkat seseorang dalam memihak secara psikologis pada perannya sebagai pasangan (istri). Keterlibatan sebagai istri bisa berupa kesediaan sebagai istri untuk menemani suami dan sewaktu dibutuhkan suami.
4.
Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua mengukur tingkat seseorang dalam memihak perannya sebagai orang tua. Keterlibatan sebagai orang tua untuk menemani anak dan sewaktu dibutuhkan anak.
5.
Campur tangan pekerjaan Campur tangan pekerjaan menilai derajat dimana pekerjaan seseorang mencampuri kehidupan keluarganya. Campur tangan pekerjaan bisa berupa persoalan-persoalan pekerjaan yang mengganggu hubungan di dalam keluarga yang tersita.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kinerja
Hani Handoko (2003) mengistilahkan kinerja (performance) dengan prestasi kerja yaitu proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Berikut ini adalah beberapa pengertian kinerja oleh beberapa pakar yang dikutip oleh Guritno dan Waridin (2005) yaitu:
1. Menurut Winardi (2002), kinerja merupakan konsep yang bersifat universalyang merupakan efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan bagian karyawannya berdasar standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia, maka kinerja sesungguhnya merupakan perilaku manusia dalam memainkan peran yang mereka lakukan dalam suatu organisasi untuk memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan. 2. Menurut Gomes (2000), kinerja merupakan catatan terhadap hasil produksi dari sebuah pekerjaan tertentu atau aktivitas tertentu dalam periode waktu tertentu. 3. Dessler (2004), menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah memberikan umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau berkinerja lebih tinggi lagi. Menurut Dessler, penilaian kerja terdiri dari tiga langkah, Pertama mendifinisikan pekerjaan berarti memastikan bahwa atasan dan bawahan sepakat dengan tugas-tugasnya dan standar jabatan. Kedua, menilai kinerja berarti membandingkan kinerja aktual atasan dengan standar-standar yang
Universitas Sumatera Utara
telah ditetapkan, dan ini mencakup beberapa jenis tingkat penilaian. Ketiga, sesi umpan balik berarti kinerja dan kemajuan atasan dibahas dan rencanarencana dibuat untuk perkembangan apa saja yang dituntut. 4. Efendi (2002), berpendapat bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai peranannya dalam organisasi. Kinerja juga berarti hasil yang dicapai seseorang baik kualitas maupun kuantitas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Selain itu kinerja seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, inisiatif, pengalaman kerja, dan motivasi karyawan. Hasil kerja seseorang akan memberikan umpan balik bagi orang itu sendiri untuk selalu aktif melakukan pekerjaannya secara baik dan diharapkan akan menghasilkan mutu pekerjaan yang baik pula. Pendidikan mempengaruhi kinerja seseorang karena dapat memberikan wawasan yang lebih luas untuk berinisiatif dan berinovasi dan selanjutnya berpengaruh terhadap kinerjanya. 5. Sopiah (2008), menyatakan lingkungan juga bisa mempengaruhi kinerja seseorang. Situasi lingkungan yang kondusif, misalnya dukungan dari atasan, teman kerja, sarana dan prasarana yang memadai akan menciptakan kenyamanan tersendiri dan akan memacu kinerja yang baik.Sebaliknya, suasana kerja yang tidak nyaman karena sarana dan prasarana yang tidak memadai, tidak adanya dukungan dari atasan, dan banyak terjadi konflik akan memberi dampak negatif yang mengakibatkan kemerosotan pada kinerja seseorang
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan kinerja karyawan menurut Simamora (2004) adalah tingkat hasil kerja karyawan dalam pencapaian persyaratan pekerjaan yang diberikan. Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu:
1.) Tujuan Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel. 2.) Ukuran Ukuran dibutuhkan untuk mengetahui apakah seorang personel telah mencapai kinerja yang diharapkan, untuk itu kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personal memegang peranan penting. 3.) Penilaian Penilaian kinerja reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan membuat personel untuk senantiasa berorientasi terhadap tujuan dan berperilaku kerja sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak dicapai. Menurut Swietenia (2009) manfaat kinerja pegawai antara lain adalah untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi, untuk menentukan target atau sasaran yang nyata, lalu untuk pertukaran informasi antara tenaga kerja dan manajemen yang berhubungan terhadap masalah-masalah yang berkaitan. Adapun indikator kinerja karyawan menurut Guritno dan Waridin (2005) adalah sebagai berikut : 1. Mampu meningkatkan target pekerjaan 2. Mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
Universitas Sumatera Utara
3. Mampu menciptakan inovasi dalam menyelesaikan pekerjaan 4. Mampu menciptakan kreativitas dalam menyelesaikan pekerjaan 5. Mampu meminimalkan kesalahan pekerjaan
2.5. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai apakah seseorang telah melaksanakan pekerjaan masing-masing secara keseluruhan. Penilaian kinerja merupakan upaya membandingkan prestasi aktual seseorang dengan prestasi yang diharapkan. Handoko (2003) menyatakan bahwa untuk dapat menilai kinerja seseorang digunakan dua buah konsepsi utama, yaitu efisiensi dan efektivitas. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan dengan benar. Efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi kerja adalah kegiatan penentuan sampai pada tingkat dimana seseorang melakukan tugasnya secara efektif. Pengukuran kinerja juga dapat dilakukan melalui beberapa penilaian (Flippo, 2002), antara lain: 1) Kualitas kerja, Merupakan tingkat dimana hasil akhir yang dicapai mendekati sempurna dalam arti memenuhi tujuan yang diharapkan oleh perusahaan/organisasi. 2) Kuantitas kerja, Merupakan jumlah yang dihasilkan yang dinyatakan dalam istilah sejumlah unit kerja ataupun merupakan jumlah siklus aktivitas yang dihasilkan 3) Ketepatan waktu,
Universitas Sumatera Utara
Merupakan tingkat aktivitas diselesaikannya pekerjaan tersebut pada waktu awal yang di inginkan. 4) Sikap, Merupakan hal-hal yang berkaitan dengan sikap yang menunjukkan seberapa jauh tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan, serta tingkat kemampuan seseorang untuk bekerja sama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugastugasnya. 5) Efektifitas, Ttingkat pengetahuan sumber daya organisasi dimana dengan maksud menaikkan keuangan perusahaan. Kinerja karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja karyawan selama periode tertentu. Pemikiran tersebut dibandingkan dengan target/ sasaran yang telah disepakati bersama. Tentunya dalam penilaian tetap mempertimbangkan berbagai keadaan dan perkembangan yang mempengaruhi kinerja tersebut. Hani Handoko (2003) menyebutkan bahwa penilaian kinerja terdiri dari 3 kriteria, yaitu : 1) Penilaian berdasarkan hasil yaitu penilaian yang didasarkan adanya targettarget dan ukurannya spesifik serta dapat diukur. 2) Penilaian berdasarkan perilaku yaitu penilaian perilaku-perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan. 3) Penilaian berdasarkan judgement yaitu penilaian yang berdasarkan kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, koordinasi, pengetahuan pekerjaan dan ketrampilan, kreativitas, semangat kerja, kepribadian, keramahan, intregitas pribadi serta kesadaran dan dapat dipercaya dalam menyelesaikan tugas.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Dampak Konflik terhadap Kinerja Suatu konflik merupakan hal wajar dalam suatu organisasi. Yuniarsih, dkk. (2000:115), mengemukakan bahwa konflik tidak dapat dihindari dalam organisasi, akan tetapi konflik antar kelompok sekaligus dapat menjadi kekuatan positif dan negatif, sehingga manajemen seyogyanya tidak perlu menghilangkan semua konflik, tetapi hanya pada konflik yang menimbulkan dampak gangguan atas usaha organisasi mencapai tujuan. Beberapa jenis atau tingkatan konflik mungkin terbukti bermanfaat jika digunakan sebagai sarana untuk perubahan atau inovasi. Beberapa kiat menangani konflik keluarga-pekerjaan dan konflik pekerjaan keluarga: 1) Kiat untuk individu Menurut Rini (2002), ada beberapa kiat untuk menangani konflik keluargapekerjaan dan konflik pekerjaan-keluarga. Hal ini ditunjukkan pada individu atau diri karyawan sendiri, yaitu dengan manajemen waktu. Manajemen waktu adalah strategi penting yang perlu diterapkan oleh para ibu pekerja untuk dapat mengoptimalkan perannya sebagai ibu rumah tangga, istri, dan sekaligus karyawati. 2) Kiat untuk perusahaan Menurut Nyoman Triaryati (2003) ada beberapa kiat untuk perusahaan dalam menghadapi masalah konflik pekerjaan-keluarga dan keluragapekerjaan, yaitu: a) Waktu kerja yang lebih fleksibel b) Jadwal kerja alternatif c) Tempat penitipan anak d) Taman kanak-kanak
Universitas Sumatera Utara
e) Kebijakan ijin keluarga f) Job sharing
Dengan demikian konflik bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan, tetapi merupakan sesuatu hal yang perlu untuk dikelola agar dapat memberikan kontribusinya
bagi
pencapaian
tujuan
organisasi.
Hunsaker
(2001:481)
mengemukakan bahwa: Conflict are not negative; they are a natural feature of every organization and can never be completely eliminated. However, they can be managed to avoid hostility, lack of cooperation, and failure to meet goals. When channeled properly, conflicts can lead to creativity, innovative solving, and positive change (Konflik itu bukan sesuatu yang negatif, tetapi hal itu secara alami akan tetap ada dalam setiap organisasi. Bagaimanapun konflik itu bila dikelola dengan baik maka konflik dapat mendukung percepatan pencapaian tujuan organisasi. Ketika konflik dikelola secara baik, dapat menumbuhkan kreativitas, inovasi dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan perubahan positif bagi pengembangan organisasi).
Ketika konflik dapat dipahami secara wajar, ia dapat menjadi peluang dan kreativitas dalam pembelajaran/pendidikan. Konflik secara sinergis dapat menumbuhkan kreativitas baru, kadang-kadang tidak dapat diduga sebelumnya. Tanpa konflik tidak akan terjadi perubahan bagi pengembangan pribadi maupun perubahan masyarakat).
Mengingat bahwa konflik tidak dapat dihindari, maka pendekatan yang baik untuk diterapkan para manajer adalah pendekatan yang mencoba memanfaatkan
Universitas Sumatera Utara
konflik sedemikian rupa sehingga konflik dapat memberikan sumbangan yang efektif untuk mencapai sasaran-sasaran yang diinginkan. Konflik sesungguhnya dapat menjadi energi yang kuat jika dikelola dengan baik, sehingga dapat dijadikan alat inovasi. Akan tetapi sebaliknya jika tidak dapat dikendalikan mengakibatkan kinerja organisasi rendah.
Selain mempunyai nilai positif, konflik juga mempunyai kelemahan, yaitu:
1. Konflik dapat menyebabkan timbulnya perasaan “tidak enak” sehingga menghambat komunikasi. 2. Konflik dapat membawa organisasi ke arah disintegrasi. 3. Konflik menyebabkan ketegangan antara individu atau kelompok. 4. Konflik dapat menghalangi kerjasama di antara individu mengganggu saluran komunikasi. 5. Konflik dapat memindahkan perhatian anggota organisasi tujuan organisasi.
Untuk itu pendekatan konflik sebagai bagian normal dari perilaku dapat dimanfaatkan
sebagai
alat
untuk
mempromosikan
dan
mencapai
perubahan-perubahan yang dikehendaki sehingga tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Berkaitan dengan hal ini Robbins (2003:162) mengemukakan bahwa konflik dapat konstruktif maupun destruktif terhadap berfungsinya suatu kelompok atau unit. Tingkat konflik dapat atau terlalu tinggi atau terlalu rendah. ekstrim manapun merintangi kinerja. Suatu tingkat yang optimal adalah kalau ada cukup konflik
Universitas Sumatera Utara
untuk mencegah kemacetan, merangsang kreativitas, memungkinkan lepasnya ketegangan, dan memprakarsai benih-benih untuk perubahan, namun tidak terlalu banyak, sehingga tidak menggangu atau mencegah koordinasi kegiatan.
Tingkat konflik yang tidak memadai atau berlebihan dapat merintangi keefektifan dari suatu kelompok atau organisasi, dengan mengakibatkan berkurangnya kepuasan dari anggota, meningkatnya kemangkiran dan tingkat keluarnya karyawan, dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas. Tetapi bila konflik itu berada pada tingkat yang optimal, puas-diri dan apatis seharusnya diminimalkan, motivasi ditingkatkan lewat penciptaan lingkungan yang menantang dan mempertanyakan dengan suatu vitalitas yang membuat kerja menarik, dan sebaiknya ada sejumlah karyawan yang keluar untuk melepaskan yang tidak cocok dan yang berprestasi buruk dari organisasi itu.
2.7. Penelitian Terdahulu Indah (2010) melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Konflik Pekerjaan dan Konflik Keluarga Terhadap Kinerja dengan Konflik Pekerjaan Keluarga Sebagai Intervening Variabel (Studi pada Dual-Career Couple di Jabodetabek)”. Hasil dari penelitian tersebut bahwa pada dual career couple di Jabodetabek adalah : 1) Konflik pekerjaan berpengaruh positif terhadap konflik pekerjaan keluarga, 2) Konflik pekerjaan keluarga berpengaruh positif terhadap kinerja
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Konseptual Rusell (2003), mengatakan bahwa konflik pekerjaan adalah kondisi dimana seseorang mengalami tekanan yang tidak cocok dalam wilayah pekerjaannya yang akan berdampak pada hasil kinerjanya diperusahaan. Sedangkan
konflik
keluarga(X2)
timbul
karena
seseorang
lebih
mencurahkan perhatiannya pada pekerjaannya, sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga. Sulitnya bagi seseorang untuk membedakan masalah pekerjaan dan keluarga inilah yang menimbulkan konflik yang berpengaruh pada kinerja karyawan. Model penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Konflik Pekerjaan (X1) Kinerja Karyawan (Y) Konflik Keluarga (X2) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.9. Hipotesis Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Konflik pekerjaan dan konflik keluarga berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada dual-career couple di Bank Syariah Mandiri Cabang Medan.
Universitas Sumatera Utara