BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Stres Kerja a. Pengertian Stres Kerja Pada dasarnya, stres merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan hasilnya dipandang tidak pasti dan penting (Robbins dan Judge, 2008). Mangkunegara (2008) menjelaskan bahwa stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami pegawai dalam menghadapi pekerjaan. Sedangkan, menurut Siagian (2010) stres kerja adalah kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang. Stres kerja merupakan kondisi yang dinamis di mana seseorang dikonfrontasikan dengan kesempatan, hambatan, atau tuntutan yang berhubungan
dengan
apa
yang
diinginkannya
dan
untuk
itu
keberhasilannya ternyata tidak pasti (Robbins, 2007). Handoko (2008) menuturkan bahwa stress kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi proses berpikir, emosi dan kondisi seorang karyawan yang mengancam kemampuan karyawan untuk menghadapi lingkungan dan pada akhirnya akan menganggu pelaksanaan tugas-tugasnya.
9
10
Stres kerja dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang karyawan. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka (Rivai dan Sagala, 2009). Menurut Gibson,dkk (2003) dalam Harianto,dkk (2008) indikator stres kerja adalah: (1). Gejala Psikologis, (2). Gejala Fisik, dan (3). Gejala Prilaku Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah kondisi dimana seorang tenaga kerja atau karyawan mengalami gangguan psikologis maupun fisik dalam menghadapi pekerjaannya yang berakibat pada penurunan kinerja karyawan. b. Sumber Stres Kerja Menurut Robbins dan Judge (2008) terdapat tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stres kerja, yaitu: 1) Faktor Lingkungan Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain dari struktur organisasi, ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres kerja di kalangan para karyawan dalam organisasi. Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila ekonomi mengerut,
11
orang menjadi mekin mencemaskan keamanan. Hal-hal tersebut dapat menjadi sumber-sumber stres kerja di kalangan karyawan. 2) Faktor Organisasi Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres kerja. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Faktor-faktor ini dapat dikategorikan pada tuntutan tugas, tuntutan peran, dan tuntutan hubungan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tingkat hidup organisasi. 3) Faktor Individual Lazimnya individu hanya bekerja 40 sampai 50 jam sepekan. Namun pengalaman dan masalah yang dijumpai orang di luar jam kerja yang lebih dari 120 jam tiap pekan dapat melebihi dari pekerjaan. Dengan demikian, kategori ini mencakup faktor-faktor dalam kehidupan pribadi karyawan, seperti persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi, dan kateristik kepribadian bawaan.
12
c. Gejala Stres Kerja Menurut Robbins (2007) terdapat tiga jenis konsekuensi yang ditimbulkan oleh stres kerja, yaitu: 1) Gejala fisiologis Stres menciptakan penyakit-penyakit dalam tubuh yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, sakit kepala, jantung berdebar, bahkan hingga sakit jantung. 2) Gejala psikologis Gejala yang ditunjukkan adalah ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, suka menunda dan lain sebagainya. Keadaan stres seperti ini dapat memacu ketidakpuasan. 3) Gejala perilaku Stres yang dikaitkan dengan perilaku dapat mencakup dalam perubahan dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluarnya pegawai. Dampak lain yang ditimbulkan adalah perubahan dalam kebiasaan sehari-hari seperti makan, konsumsi alkohol, gangguan tidur dan lainnya. 2. Motivasi Kerja a. Pengertian Motivasi Kerja Istilah motivasi berasal dari kata Latin movere, yang berarti bergerak. Dengan demikian dapat diartikan bahwa motivasi dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif (Luthans, 2006).
13
Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang (Sutrisno, 2015). Motivasi adalah salah satu bentuk perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Setiap motivasi mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dengan demikian motivasi mangandung unsur tujuan, kekuatan dalam diri individu, dan keuntungan (Hasibuan, 2012). Hasibuan (2012) mengatakan bahwa motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Priansa (2014) mendefinisikan motivasi sebagai suatu perilaku dan faktor faktor yang mempengaruhi pegawai untuk berperilaku terhadap pekerjaannya. Motivasi kerja merupakan proses yang menunjukkan intensitas individu, arah, dan ketekunan sebagai upaya mencapai tujuan organisasi. Sedangkan, menurut Sutikno (2007) motivasi kerja adalah hasil dari akumulasi kebiasaan atau karakter seseorang dengan lingkungan, seperti situasi tempatnya bekerja, atasannya, rekan-rekannya, peraturan perusahaan, dan sarana pendukung kerjanya.
14
Menurut Sutrisno (2009) mengutarakan bahwa adapun indikator dari motivasi kerja antara lain: 1) Faktor Pemuas 2) Faktor Pemelihara Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah keadaan yang mendorong, merangsang atau menggerakkan seorang tenaga kerja untuk melakukan pekerjaannya sehingga ia dapat mencapai hasil atau kinerja yang diharapkan. b. Komponen dan Proses Motivasi Siagian (2010) mengemukakan bahwa dalam motivasi itu terdapat tiga komponen utama, yaitu: 1) Kebutuhan Kebutuhan merupakan segi pertama dari motivasi, timbul dalam diri seseorang apabila ia merasa adanya kekurangan dalam dirinya. Dalam pengertian homeostatik, kebutuhan timbul atau diciptakan apabila dirasakan adanya ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dengan apa yang menurut persepsi yang bersangkutan seyogyanya dimilikinya, baik dalam arti fisiologis maupun psikologis. 2) Usaha untuk mengatasi ketidakseimbangan biasanya menimbulkan dorongan. Hal ini merupakan usaha pemenuhan kekurangan secara terarah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dorongan, sebagai segi
15
kedua motivasi, berorientasi pada tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan oleh seseorang. Dorongan dapat bersumber dari dalam diri seseorang dan dapat pula bersumber dari luar diri orang tersebut. 3) Segi ketiga motivasi adalah tujuan Dalam teori motivasi, tujuan adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan mengurangi dorongan. Dengan perkataan lain, mencapai tujuan berarti mengembalikan keseimbangan dalam diri seseorang, baik yang bersifat fisiologis maupun yang bersifat psikologis. Berarti tercapainya tujuan akan mengurangi atau bahkan menghilangkan dorongan tertentu untuk berbuat sesuatu. Proses timbulnya motivasi seseorang terdiri dari beberapa tahapan proses sebagai berikut: 1) Munculnya suatu kebutuhan yang belum terpenuhi menyebaban adanya ketidakseimbangan (tention) dalam diri seseorang dan berusaha untuk menguranginya dengan berperilaku tertentu. 2) Seseorang kemudian mencari cara-cara untuk memuaskan keinginan tersebut. 3) Seseorang mengarahkan perilakunya ke arah pencapaian tujuan atau prestasi dengan cara-cara yang telah dipilihnya dengan didukung oleh kemampuan, keterampilan, maupun pengalamannya. 4) Penilaian prestasi dilakukan oleh diri sendiri atau orang lain (atasan) tentang keberhasilannya dalam mencapai tujuan.
16
5) Imbalan atau hukuman yang diterima tergantung pada evaluasi atas prestasi yang dilakukan. 6) Seseorang menilai sejauh mana perilaku dan imbalan tealh memuaskan kebutuhannya. Jika siklus tersebut telah memuaskan kebutuhannya maka suatu keseimbangan dapat dirasakan. Namun, jika masih ada kebutuhan yang berlum terpenuhi maka akan terjadi proses pengulangan siklus tersebut. Adapun siklus proses terjadinya motivasi dapat digambarkan sebagai berikut: KemampuanKetera mpilanPengalaman
[1] Kebutuhan yang belumterpenuhi
[2] Mencaridanmemilihcaracarauntukmemuaskankebutuhan
[3] Perilaku yang diarahkanpadatujua n
[7] Menilaikembalikeb utuhan yang belumterpenuhi
[5] Imbalanatauhukuman
[4] Evaluasiprestasi
[6] Kepuasan
Gambar 2.1 Proses Timbulnya Motivasi Seseorang Sumber: Gitosudarmo dan Sudita (2008)
17
c. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas faktor intern dan faktor ekstern yang berasal dari karyawan, yaitu sebagai berikut (Sutrisno, 2015): 1) Faktor intern yang mempengaruhi pemberian motivasi pada seseorang, yaitu meliputi: a) Keinginan untuk dapat hidup, merupakan kebutuhan setiap manusia untuk bertahan hidup, antara lain mendapat kompensasi, memiliki pekerjaan tetap, dan suasana kerja yang aman dan nyaman. b) Keinginan untuk dapat memiliki, dapat mendorong seseorang untuk mau melalakukan pekerjaan. Hal ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang apabila memiliki keinginan yang keras maka dapat mendorong orang untuk mau bekerja. c) Keinginan untuk memperoleh penghargaan, yang disebabkan adanya keinginan untuk dihormati, dihargai, dan diterima oleh orang lain. d) Keinginan untuk memperoleh pengakuan, antara lain penghargaan terhadap prestasi, hubungan kerja yang harmonis, pimpinan yang adil, dan dihargai masyarakat. e) Keinginan untuk berkuasa, dapat mendorong seseorang untuk bekerja. Hal ini dapat memungkinkan seseorang menjadi pemimpin atau penguasa dalam organisasi.
18
2) Faktor ekstern yang mempengaruhi pemberian motivasi pada seseorang, yaitu meliputi: a) Kondisi lingkungan kerja, merupakan keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada disekitar lingkungan kerja karyawan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan. b) Kompensasi yang memadai, merupakan alat motivasi yang paling ampuh untuk mendorong para karyawan dapat bekerja dengan baik. c) Supervisi yang baik, berfungsi memberikan pengarahan, dan membimbing dalam bekerja. Dengan hubungan yang baik antara supervisi dan para karyawan, maka akan dapat menghadapi segala masalah dengan baik. d) Adanya jaminan pekerjaan, hal ini bisa membuat para karyawan akan mau bekerja keras untuk perusahaan. Para karyawan memiliki keinginan kalau jaminan karier yang jelas untuk masa depan mereka dapat dijamin oleh perusahaan. e) Status dan tanggung jawab, merupakan dorongan untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan akan rasa sebuah pencapaian. f) Peraturan yang fleksibel, biasanya dalam suatu perusahaan memiliki sistem dan prosedur yang harus dipatuhi oleh para karyawan, yang bersifat untuk mengatur dan melindungi para karyawan. Semua peraturan yang berlaku diperusahaan harus dikomunikasikan sejelas-jelasnya kepada para karyawan.
19
d. Teori Motivasi Kerja Sutrisno (2015) menjelaskan bahwa teori motivasi dibedakan menjadi dua aspek sebagai berikut: 1) Teori motivasi kepuasan Teori ini mendasarkan pada faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkan bertindak dan berprilaku dengan cara tertentu. Adapun beberapa tokoh yang mempelopori dari teori kepuasan yaitu sebagai berikut: a) F.W. Taylor dengan Teori Motivasi Konvensional F.W.Taylor memfokuskan teorinya pada anggapan bahwa keimginan untuk pemenuhan kebutuhannya yang menyebabkan orang mau bekerja keras. Seseorang akan mau atau tidak mau berbuat oleh karena ada atau tidaknya imbalan yang akan diperoleh yang bersangkutan. b) Abraham H. Maslow dengan Teori Hirarki Maslow berpendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu: (1)Kebutuhan fisiologis seperti sandang, pangan dan papan. (2)Kebutuhan keamanan, tidak hanya dalam arti fisik akan tetapi juga mental psikologis dan intelektual. (3)Kebutuhan sosial atau afiliasi dengan orang lain antara lain kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di
20
lingkungan ia hidup, kebutuhan akan perasaan dihormati karena setiap orang merasa dirinya penting. (4)Kebutuhan prestise (penghargaan) yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status. Semakin tinggi status dan kedudukan seseorang dalam organisasi, maka semakin tinggi pula kebutuhan akan pengakuan diri yang bersangkutan. (5)Kebutuhan aktualisasi diri dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. Untuk memenuhi kebutuhan puncak ini biasanya seseorang bertindak atas kesadaran sendiri. c) David McClelland dengan Teori Motivasi Prestasi Menurut teori ini, terdapat tiga komponen dasar yang dapat digunakan untuk memotivasi orang bekerja yaitu Need for Achievement (kebutuhan untuk berprestasi), Need for Affilation (kebutuhan berafilasi), dan Need for Power (kebutuhan untuk menguasai). d) Frederic Hezberg dengan Teori Model dan Faktor Teori ini menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi seseorang untuk bekerja yaitu: (1)Faktor pemeliharaan merupakan faktor yang berhubungan dengan hakikat manusia yang memeperoleh ketentraman
21
badaniah. Faktor-faktor ini meliputi: gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas dan berbagai macam tunjangan lainnya. (2)Faktor motivasi yaitu faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang (intrinsik). Faktor motivator ini diantaranya: kepuasan kerja, prestasi yang diraih, peluang untuk maju, pengakuan orang lain, kemungkinan pengembangan karir, tanggung jawab. e) Clayton P. Alderfer dengan Teori ERG (Existence, Relatedness, and Growth). Teori ini merupakan modifikasi dari teori Maslow, dalam teori ini kebutuhan seseorang dibagi menjadi tiga yaitu: (1)Existence
(Keberadaan)
adalah
merupakan
kebutuhan
psikologis meliputi rasa lapar, haus, tidur serta kebutuhan rasa aman. (2)Relatedness (Kekerabatan) merupakan keterkaitan seseorang dengan lingkungn sosial. Kebutuhan ini sebanding dengan kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial serta sebagian kebutuhan prestise dalam teori Maslow. (3)Growth (Pertumbuhan) merupakan kebutuhan pengembangan potensi diri seseorang misalnya pertumbuhan kreativitas dan pribadi. Kebutuhan ini sebandingan dengan kebutuhan harga diri dari teori Maslow.
22
f) Douglas Mc Gregor dengan Teori X dan Y Prinsif teori x memperlihatkan sisi negatif dari prilaku masusia seperti malas dan tidak suka bekerja, kurang bisa bekerja keras, mementingkan diri sendiri, kurang suka menerima perubahan. Teori X merupakan kebalikan dari teori Y, dimana teori ini memandang prilaku manusia secara optimis misalnya rajin, aktif, mau mencapai prestasi bisa kondisi kondusif, sebenarnya mereka dapat produktif, dapat berkembang bila diberi kesempatan yang lebih besar. 2) Teori motivasi proses Teori-teori proses berusaha menjawab pertanyaan bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan prilaku individu agar setiap individu bekerja bekerja giat sesuai dengan keinginan manajer. Adapun beberapa teori motivasi proses antara lain: a) Teori harapan (Expectacy Theory) Teori ini menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang bekerja dengan giat berhubungan timbal balik dengan apa yang ingin dicapai dari hasil pekerjaan tersebut. Teori ini didasarkan pada harapan, nilai dan pertautan.
23
b) Teori keadilan (Equity Theory) Teori ini menekankan bahwa ego manusia selalu mendambakan keadilan dalam pemberian hadiah atau hukuman terhadap setiap prilaku yang sama. c) Teori pengukuhan (Reinforcement Theory) Teori pengukuhan didasari oleh adanya hubungan sebab akibat prilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya promosi bergantung pada prestasi yang selalu dapat dipertahankan. 3. Gaya Kepemimpinan a. Pengertian Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan seseorang untuk menggerakkan
orang
lain
dengan
memimpin,
membimbing,
mempengaruhi orang lain, untuk melakukan sesuatu agar dicapai hasil yang diharapkan. Mengingat bahwa apa yang digerakkan oleh seorang pemimpin bukan benda mati, tetapi manusia yang mempunyai perasaan dan akal, serta beraneka ragam jenis dan sifatnya, maka masalah kepemimpinan tidak dapat dipandang mudah. Kemauan seorang pemimpin merupakan suatu sarana untuk mencapai tujuan. Hal ini berarti bawahan dalam memenuhi kebutuhannya tergantung pada keterampilan dan kemampuan pemimpin (Sutrisno, 2015). Secara umum, kepemimpinan didefinisikan sebagai proses yang mempengaruhi aktivitas dari individu atau kelompok guna mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Kepemimpinan dalam definisi tersebut
24
merupakan suatu proses yang meliputi beberapa faktor pemimpin, pengikut, serta faktor situasi (Gitosudarmo dan Sudita, 2008). Kepemimpinan adalah suatu proses untuk mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok (Sopiah, 2008). Bennis dan Thomas (dalam Luthans, 2006: 638
mendefinisikan
kepemimpinan
sebagai
kemampuan
pribadi
seseorang untuk menemukan makna dari kejadian-kejadian negatif dan belajar dari masa-masa penuh cobaan, atau, mampu menguasai lingkungan yang saling bertentangan, menjadi lebih kuat daripada sebelumnya, dan lebih berkomitmen daripada sebelumnya adalah hal-hal yang penting untuk membentuk seorang pemimpin andal. Gaya kepemimpinan identik dengan tipe kepemimpinan orang yang bersangkutan, yaitu cara-cara yang disenangi dan digunakan oleh seseorang sebagai wahana untuk menjalankan kepemimpinannya (Siagian, 2010). Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya, agar mereka mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2012). Thoha (2010) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Menurut Sutrisno (2009) indikator gaya kepemimpinan adalah: (1). Memberi dan mencari informasi, (2). Membuat keputusan, (3) Mempengaruhi orang lain, dan (4). Membangun hubungan.
25
b. Tipe Gaya Kepemimpinan Siagian (2010: 12) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi lima tipe, yaitu: 1) Gaya Kepemimpinan Otokratik Pengambilan keputusan seorang manajer yang otokratik akan bertindak sendiri dan memberitahukan bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu hanya berperan sebagai pelaksana karena tidak dilibatkan sama sekali dalam proses pengambilan keputusan. 2) Gaya Kepemimpinan Paternalistik Pemimpin kecenderungan
paternalistik melakukan
menunjukkan
tindakan
antara
kecenderunganlain:
pengambilan
keputusan, kecenderungnya menggunakan cara mengambil keputusan sendiri dan kemudian berusaha menjual keputusan itu kepada para bawahannya. Dengan menjual keputusan itu diharapkan bahwa para bawahan akan mau menjalankan meskipun tidak dilibatkan didalam proses pengambilan keputusan. 3) Gaya Kepemimpinan Kharismatik Teori kepemimpinan belum dapat menjelaskan mengapa seseorang dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik, sedangkan yang lain tidak. Artinya, belum dapat dijelaskan secara ilmiah faktorfaktor apa saja yang menjadi seseorang memiliki kharisma tertentu.
26
4) Gaya Kepemimpinan Laissez-Faire Karakteristik yang paling nampak dari seseorang pemimpin Laissez-Faire terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin organisasi. Dalam hal pengambilan keputusan, misalnya, seorang pemimpin Laissez-Faire akan mendelegasikan tugas-tugasnya kepada bawahannya, dengan pengarahan yang minimal atau bahkan sama sekali tanpa pengarahan sama sekali. 5) Gaya Kepemimpinan Demokratik Pengambilan keputusan pemimpin demokratik pada tindakannya mengikut sertakan para bawahannya dalam seluruh pengambilan keputusan. Seorang pemimpin demokratik akan memilih model dan teknik pengambilan keputusan tertentu yang memungkinkan para bawahan ikut serta dalam pengambilan keputusan. Sedangkan,menurut Hasibuan (2012) gaya kepemimpinan terbagi menjadi tiga tipe, yaitu: 1) Gaya Kepemimpinan Otoriter Kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang.
Pengambilan
keputusan
dan
kebijaksanaan
hanya
ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Karakteristik dari gaya kepemimpinan otoriter adalah (1) bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah
27
ditetapkan pemimpin; (2) pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan paling cakap; dan (3) pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instruksi/perintah, hukuman, serta pengawasan dilakukan secara ketat. 2) Gaya Kepemimpinan Partisipatif Gaya
kepemimpinan
partisipatif
adalah
apabila
dalam
kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipatif para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan dan menjadi lebih loyal terhadap perusahaan. Karakteristik dari gaya kepemimpinan partisipatif adalah (1) bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan; (2) keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saran atau ide yang diberikan bawahannya; dan (3) pemimpin menganut sistem manajemen terbuka (open management) dan desentralisasi wewenang. 3) Gaya Kepemimpinan Delegatif Gaya kepemimpinan delegatif adalah apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaan. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan. Karakteristik
28
dari gaya kepemimpinan delegatif adalah (1) pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan; dan (2) pimpinan
tidak
akan
membuat
peraturan-peraturan
tentang
pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan itu dan hanya sedikit melakukan kontak mata dengan bawahannya. 4. Kinerja Tenaga Kerja a. Pengertian Kinerja Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. (Mangkunegara, 2013). Benardin dan Russel (2010) dalam Priansa (2014), menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil yang diproduksi oleh fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan pada pekerjaan tertentu selama periode waktu tertentu. Hasil kerja tersebut merupakan hasil dari kemampuan, keahlian, dan keinginan yang dicapai. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan
29
dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh orang tersebut sesuai dengan perannya dalam organisasi (Rivai dan Sagala, 2009). b. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Gibson, Ivancevich dan Donnely (2000) dalam Priansa (2014) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah variabel individu, variabel psikologis, maupun variabel organisasi. Variabel individu meliputi kemampuan dan keterampilan baik fisik maupun mental; latar belakang seperti keluarga, tingkat sosial dan pengalaman; serta demografi menyangkut umur, asal-usul dan jenis kelamin. Variabel psikologis meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Sedangkan variabel organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan. c. Dimensi Kinerja Menurut Harianto,dkk (2008) dalam penelitianya mengemukakan adan dua dimensi yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja secara umum, yaitu (1) Individu, dan (2) Lingkungan kerja. Sedangkan menurut John Miner (2004) dalam Sudarmanto (2009) mengemukakan empat dimensi yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja secara umum, yaitu (1) kualitas, meliputi tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan; (2) kuantitas, meliputi jumlah pekerjaan yang dihasilkan; (3) penggunaan waktu dalam kerja, meliputi
30
tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, waktu kerja efektif/jam kerja hilang; dan (4) kerjasama dengan orang lain dalam bekerja. Dari empat indikator kinerja tersebut dapat disimpulkan bahwa ada dua hal terkait dengan aspek keluaran atau hasil pekerjaan yaitu kualitas hasil, kuantitas keluaran dan dua hal terkait aspek perilaku individu yaitu penggunaan waktu dalam bekerja (tingkat kepatuhan terhadap jam kerja, disiplin) dan kerjasama sehingga keempat indikator diatas mengukur kinerja pada level individu. d. Pengukuran dan Penilaian Kinerja Kinerja pegawai pada dasarnya diukur sesuai dengan kepentingan organisasi, sehingga indicator dalam pengukurannya disesuaikan dengan kepentingan organisasi itu sendiri. Menurut Mondy, Noe dan Premeaux (dalam Priansa, 2014: 271) menyatakan bahwa pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan dimensi: 1) Kuantitas pekerjaan Kuantitas pekerjaan berhubungan dengan volume pekerjaan dan produktivitas kerja yang dihasilkan oleh pegawai dalam kurun waktu tertentu. 2) Kualitas pekerjaan Kualitas pekerjaan berhubungan dengan pertimbangan ketelitian, presisi, kerapian, dan kelengkapan di dalam menangani tugas-tugas yang ada di dalam organisasi.
31
3) Kemandirian Kemandirian berkenaan dengan pertimbangan derajat kemampuan pegawai untuk bekerja dan mengemban tugas secara mandiri dengan meminimalisir
bantuan
orang
lain.
Kemandirian
juga
menggambarkan kedalaman komitmen yang dimiliki oleh pegawai. 4) Inisiatif Inisiatif berkenaan dengan pertimbangan kemandirian, fleksibilitas berfikir, dan kesediaan untuk menerima tanggung jawab. 5) Adaptabilitas Adaptabilitas berkenaan dengan kemampuan untuk beradaptasi, mempertimbangkan kemampuan untuk bereaksi terhadap mengubah kebutuhan dan kondisi-kondisi. 6) Kerjasama Kerjasama berkaitan dengan pertimbangan kemampuan untuk bekerjasama, dan dengan orang lain. Apakah tugas mencakup lembur dengan sepenuh hati. B. Penelitian Terdahulu Feri Herianto, Putu Artama Wiguna, Dedy Rakhmad (2008), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Stres Kerja, Motivasi Kerja dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan”. Pada penelitiannya menggunakan responden tenaga kerja proyek Mall Yani Golf di Surabaya. Tujuan penelitiannya untuk menganalisis pengaruh stres kerja, motivasi kerja dan gaya kepemimpinan
terhadap
kinerja
tenaga
kerja
atau
karyawan.
Hasil
32
penelitiannya menyimpulkan bahwa stres kerja, motivasi kerja dan gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja tenaga kerja atau karyawan. Intan Amethys Prima Prestisyana (2008) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan (studi kasus Karyawan Foodmart Ekalokasari Bogor)”, bertujuan untuk menganalisis pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan.Hasil penelitian menunjukan bahwa stress kerja secara signifikan berpengaruh negative terhadap kinerja karyawan. Mirzatriana dan Merina (2008), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Faktor-faktor Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan bidang keuangan pada PT PLN (persero) Distribusi Jawa Timur”, bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor stres kerja terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan negative signifikan antara stress kerja dengan kinerja karyawan. Nita Wahyu Wulandari (2009), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada perusahaan Batik Dewi Brotojoyo Sragen”, bertujuan untuk menganalisis pengaruhstres kerja terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh negative signifikan antara stress kerja dengan kinerja karyawan. Benny Ganda Wijaya dan Soedarmadi (2013) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi, Pelatihan dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT Suryamakmur Agunglestari” bertujuan
33
untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan, disiplin kerja, motivasi, dan pelatihan terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan, disiplin kerja, motivasi, dan pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Anggit Astianto dan Heru Supri Hadi (2014) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Stres Kerja dan Beban Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PDAM Surabaya” bertujuan untuk mengetahui pengaruh stres kerja dan beban kerja baik secara simultan maupun parsial terhadap kinerja karyawan PDAM Surabaya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa stres kerja dan beban kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun simultan. C. Model Penelitian Berdasarkan tinjauan teori dan hasil penelitian terdahulu di atas, maka alur model penelitian dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut:
StresKerja (X1) MotivasiKerja(X2) Gaya Kepemimpinan (X3)
Gambar 2.2 Model Penelitian
KinerjaPegawai (Y)
34
D. Perumusan Hipotesis 1. Pengaruh stres kerja terhadap kinerja tenaga kerja atau karywan. Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang. Stres kerja yang terlalu berat dapat mengancam kemampuan seseorang menghadapi lingkungan. Stres kerja juga dapat dikatakan dalam istilah umum yang diterapkan pada tekanan perasaan hidup manusia dans ebagai akibatnya, pada diri karyawan berkembang berbagai gejala macam gejala stres yang mengganggu prestasi kerja mereka, orang yang mengalami stress menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran yang kronis.Mereka sering mudah marah dan tidak dapat santai (relax) atau menunjukkan sikap yang tidak kooperatif, atau melarikan diri ke minuman keras atau bahkan menggunakan obat penenang yang berlebihan. Stres kerja juga dapat menimbulkan gangguan fisik, sebab system tubuh bagian dalam mengalami perubahan untuk mengatasi fisik.(Keith Davis and John W. Newstron, 1985). Perspektif orang awam, stress dapat di gambarkan sebagai perasaan tegang, cemas atau khawatir. Secara ilmiah perasaan ini semua manifestasi dari pengalaman ini stress kerja itu kompleks respon di program untuk kedua pendapat yang bias memiliki hasil keduanya hasil positif dan negatif. Istilah stres itu sendiri telah di definisikan seratus cara dalam literatur, hampir semua definisikan dapat di tempatkan kedalam salah satu dari dua kategori. Bagaimanapun, stress dapat di definisikan sebagai baik stimulus danrespon. (Gibson, dkk, 2003)
35
Stres kerja dapat membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah atau merusak prestasi kerja. Secara sederhana hal ini berarti bahwa stress mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat stress. Dengan kata lain stress kerja memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja karyawan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prestisyana, Mirzatriana, Merina dan Wulandari(2008), Rahmila Sari,dkk (2012), yang menyimpulkan bahwa ada pengaruh negatif signifikan antara stres kerja dengan kinerja karyawan. Sedangkan Herianto, Wiguna dan Rakhmat (2008), Astianto dan Hadi (2014), menyatakan bahwa stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun simultan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah: H1 : Stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja tenaga kerja atau karywan pada Grand Zuri Hotel. 2. Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja tenaga kerja atau karywan. Motivasi kerja dapat diartikan sebagai bentuk dorongan kerja yang dimiliki seseorang. Dorongan tersebut bertujuan untuk memberikan semangat yang dapat meningkatkan suatu kinerja seseorang, sehingga untuk kedepannya dapat memiliki tingkat kinerja yang tinggi dan dapat membawa perusahaan atau organisasi pada suatu tujuan yang baik. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah kerja bawahan, agar
36
mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilan untuk mewujudkan tujuan perusahaan kemampuan dan keteampilan untuk mewujudkan tujuan perusahaan (Hasibuan.1999). Motivasi erat kaitannya dengan timbulnya suatu kecenderungan untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Ada hubungan yang kuat antara kebutuhan motivasi, perbuatan atau tingkah laku, tujuan dan kepuasan serja kinerja. Hal ini disebabkan karena setiap perubahan senantiasa berkat adanya dorongan motivasi. Selanjutnya, motivasi untuk bekerja ini sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan untuk bekerjasama bagi kepentingan perusahaan, maka tujuan yang ditetapkan telah tercapai, maka terdapat motivasi yang tinggi merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuanya (Gitusodarmo, 2001). Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Herianto, Wiguna, Rakhmad (2008), Wijaya dan Soedarmadi (2013), yang menyatakan bahwa motvasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah: H2 : Motivasi kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja tenaga kerja atau karywanpada Grand Zuri Hotel.
37
3. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja tenaga kerja atau karywan. Gaya kepemimpinan adalah norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dengan demikian, gaya kepemimpinan seorang pimpinan mampu membangkitan motivasi karyawan, sehingga karyawan mempersembahkan yang terbaik dari dirinya untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya (Miftah Thoha.2007). Dalam penelitian (Sarita Permata Dewi.2012) Seorang pemimpin dalam organisasi menjadi tonggak keberhasilan dalam pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan yang dijalankan ini juga banyak berpengaruh terhadap kinerja tenaga kerja organisasi yang bersangkutan.
Artinya,
kepemimpinan
merupakan
faktor
dalam
mempengaruhi penampilan dan aktivitas bawahan dalam pencapaian tujuan. Kepemimpinan ditunjukkan dengan gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi. Bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak orang lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran, dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pemimpin. Oleh sebab itu, semakin baik gaya kepemimpinan seorang pemimpin dalam sebuah perusahaan akan sangat berdampak terhadap kinerja karyawan yang menjadi bawahannya. Dengan kata lain gaya kepemimpinan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
38
Herianto, Wiguna, Rakhmad (2008), Wijaya dan Soedarmadi (2013), yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah: H3: Gaya kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja tenaga kerja pada Grand Zuri Hotel.