BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERKAIT Menjelaskan dan menguraikan tinjauan pustaka setiap tema
A. Penelaahan Kepustakaan Setelah masalah dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, generalisasi-generalisasi yang dapat dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yangakan dilakukan itu. Landasan itu perlu ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar perbuatan coba-coba (trial and error). Untuk mendapatkan informasi mengenai berbagai hal yangdisebutkan diatas itu orang harus melakukan penelaahan kepustakaan. Memang, pada umumnya lebih dari lima puluh persen kegiatan dalam seluruh proses penelitian itu adalah membaca. Karena itu sumber bacaan merupakan bagian penunjang penelitian yang esensial. Secara garis besar, sumber bacaan itu dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu (a) sumber acuan umum, dan (b) sumber acuan khusus. Teoriteori dan konsep-konsep pada umumnya dapat diketemukan dalam sumber acuan umum, yaitu kepustakaan yang berwujud buku-buku teks, ensiklopedia, monograph, dan sejenisnya. Generalisasi-generalisasi dapat ditarik dari laporan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan bagi masalah yang sedangdigarap. Hasil-hasil penelitian terdahulu itu pada umumnya dapat diketemukan dalam sumber acuan khusus, yaitu kepustakaan yang berwujud jurnal, buletin penelitian, tesis, disertasi, dan lain-lain sumber bacaan yang memuat laporan hasil penelitian. Dalam pada itu perlu diingat bahwa dalam mencari sumber bacaan itu orang perlu pilih-pilih (selektif), artinya tidak semua yang diketemukan lalu ditelaah. Dua kriteria yang biasa digunakan untuk memilih sumber bacaan itu ialah (a) prinsip kemutakhiran (recency), dan (b) prinsip relevansi (relevance). Kecuali untuk penelitian historis, perlu dihindarkan penggunaan sumber bacaan yang sudah “lama” dan dipilih sumber yanglebih mutakhir. Sumber yang telah “lama” mungkin memuat teori-teori atau konsep-konsep yang sudah tidak berlaku lagi, karena kebenarannya telah dibantah oleh teori yang lebih baru atau hasil penelitia yang lebih kemudian. Disamping sumber itu harus 6
mutakhir, juga harus relevan bagi masalah yang sedang digarap. Seleksi berdasarkan kriteria relevansi ini terutama jelas pada sumbe acuan khusus. Jadi, hendaklah dipillih sumber-sumber yangberkaitan langsung dengan masalah yang sedang diteliti. Dari teori-teori atau konsep-konsep umum dilakukan pemerincian atau analisis melalaui penalaran deduktif, sedangkan dari hasil-hasil penelitian dilakukan pemaduan atau sintesis dan generalisasi melalui penalaran induktif. Proses dedukasi dan induksi itu dilakukan secara iteratif, dan dari deduksi an induksi yang berulang-ulang itu diharapkan dapat dirumuskan jawaban terhadap masalah yang telah dirumuskan, yang paling mungkin danpaling tinggi taraf kebenarannya. Jawaban inilah yangdijadikan hipotesis penelitian. Seperti telah disebutkan di muka, sebagian besar kegiatan dan keseluruhan proses penelitian adalah membaca, dan membaca itu hampir seluruhnya terjadi pada langkah penelaahan kepustakaan ini. Orang harus membaca dan membaca, dan menelaah yang dibaca itu setuntas mungkin agar dia dapat menegakkan landasan yang kokoh bagi langkah-langkah berikutnya. Membaca merupakan keterampilan yang harus dikembangkan dan dipupuk. Untuk ini kegemaran membaca harus dibuat membudaya; membaca harus merupakan kegemaran, bahkan akhirnya harus merupakan kebutuhan. Penyusunan landasan teoritis tidak akan produktif sebelum behannya cukup banyak. Karena itu perlu lebih dahullu dibaca banyak-banyak sumbersumber bacaan, baru kemudian ditelaah, dibanding-bandingkan, lalu diambil kesimpulan-kesimpulan teoritis. Agar supaya hasil pembacaan itu dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, perlulah hal tersebut direkam (dicatat) dengan cara yang mudah pemanfaatannya. Informasi mana yang perlu dicatat, tidak ada aturan umumnya. Sementara orang menganggap informasi minimal, yaitu informasi yang berisi hal-hal seperti yang tertulis dalam katalog di perpustakaan, telah cukup, sementara orang-orang yang lain menganggap bahwa catatan itu perlu memuat inti-sari atau garis-garis besar isi bacaan. Untuk Indonesia, kiranya pendapat yang kedua itulah yang lebih sesuai, karena pada umumnya sumber bacaab sangat terbatas, sehingga ada kemungkinan sumber yang pernah dibaca tidak lagi tersedia di perpustakaan sewaktu siperlukan kembali. 7
Tentang cara pencatatannya, pada umumnya mengikuti salahsatu dari dua sistem, yaitu (a) sistem kartu, dan (b) sistem lembaran atau sistem kuarto. Sistem kartu menggunakan kertas gambar berukuran kartu pos atau berukuran lebih kecil dari kartu pos,sedangkan sistem lembaran (kuarto) menggunakan kertas (seringkali juga HVS) ukuran kuarto. Keuntungan sistem kartu ialah bahwa kartu-kartu itu mudah diatur, disimpan, dan dibawa kemanamana. Kelemahannya, informasi yangdapat direkam pada setiap kartu sangat terbatas. Sebaliknya, pada sistem lemabaran (kuarto), masing-masing lembar dapat memuat informasi yang jauh lebih banyak, tetapi mengatur, menyimpan, dan membawanya lebih sukar. Namun, dengan tersedianya alat pelubang (perforator) dan map yang sesuai dengan ukuran kuarto di toko-toko alat tulis dewasa ini, kelemahan sistem lembaran (kuarto) itu dapat diatasi. Dari informasi-informasi yang telah terkumpul sebagai hasil kegiatan membaca itulah peneliti melakukan penelaahan lebih lanjut terhadap masalah yang digarapnya. Dengan deduksi dia berusaha melakukan pemerincian atau pengkhususan, dengan induksi dia melakukan pemaduan dan pembuatan generalisasi-generalisasi, dan akhirnya meramu kesemua bahan itu ke dalam suatu sistem yang berupa kesimpulan-kesimpulan teoritis, yangakan menjadi landasan bagi penyusunan hipotesis penelitian. Di dalam kesimpulankesimpulan teoritis itu peneliti harus mengidentifikasi hal-hal atau faktor-faktor utama yangakan digarap dalampenelitiannya. Faktor-faktor inilah yang akan menjadi variabel-variabel yang akan digarap dalam penelitiannya. Peramuan ini penting, karena disitulah letak mutu sistem pemikiran teoritis si peneliti. Penyatuan hasil-hasil bacaan secara kronologis dan kompilatif saja tidak cukup. Hasil-hasil itu harus diramu berdasarkan suatu garis pemikiran yang konsisten. Garis pemikiran inilah yang melandasi kesimpulan-kesimpulan teoritis yang menjadi dasar hipotesis penelitian.
B. Studi Pustaka Kenyamanan Termal 1. Iklim dan Bangunan Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perancangan bangunan, sebuah bangunan seharusnya dapat mengurangi pengaruh iklim yang merugikan dan memanfaatkan pengaruh-nya yang menguntungkan bagi 8
pengguna bangunan, faktor iklim tersebut meliputi radiasi dan cahaya matahari, temperatur dan kelembaban udara, arah dan kecepatan angin serta kondisi langit, bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap bangunan perlu diteliti untuk mendapatkan kondisi lingkungan di dalam bangunan, khususnya kondisi termal yang diinginkan pengguna bangunan, pengendalian termal alami, di samping dilakukan penelitian pada bangunan yang sebenarnya, juga dilakukan dengan menggunakan model fisik ter-skala dan simulasi dengan model matematika, penelitian ini perlu ditunjang dengan penelitian
untuk
mengetahui
karakteristik
termal
bahan
bangunan
(Soegijanto, 1999). Daerah beriklim lembab (Indonesia) memiliki suhu pada malam hari yang tidak jauh berbeda dengan suhu pada siang hari, dengan demikian, konstruksi bangunan padat justru akan menghambat, bangunan sering kali terbuat dari konstruksi kayu ringan, plafon yang tinggi juga dapat membantu udara untuk berlapis, dengan demikian, penghuni akan berada pada lapisan udara yang di bawah, yaitu lapisan udara yang paling dingin, dan Bangunan-bangunan diletakkan sejauh mungkin, untuk mendapatkan akses udara dingin yang maksimal (Lippsmeier, 1980).
2. Ciri-ciri Iklim di Indonesia Untuk dapat merancang bangunan yang tanggap terhadap iklim, perlu diketahui harga dan pola perubahan harian, bulanan bahkan tahunan, keterangan mengenai iklim tropis lembab dapat dinyatakan sebagai: a. Temperatur udara 1) Maksimum rata-rata adalah antara 27°C - 32°C 2) Minimum rata-rata adalah antara 20°C - 23°C 3) Perubahan temperatur di harian sekitar 8°C, perubahan tahunan-nya juga kecil b. Kelembaban udara rata-rata adalah 75% - 80% c. Curah hujan selama setahun antara 1000mm – 5000mm d. Kondisi langit pada umumnya berawan, dengan jumlah awan antara 60% 90%
9
e. Luminance langit untuk langit yang seluruhnya tertutup awan tipis cukup tinggi, ialah dapat mencapai lebih dari 7000 candela / m2, sedangkan yang seluruhnya tertutup awan tebal sekitar 850 candela / m2 f. Radiasi matahari global harian rata-rata bulanan sekitar 400 Watt / m2, dengan perbedaan setiap bulanan-nya kecil g. Kecepatan angin rata-rata sekitar 2 – 4m / detik (Soegijanto, 1999)
Kondisi termal yang akan terjadi di dalam bangunan akan ditentukan oleh kinerja termal dari bangunan dan kondisi iklim dimana bangunan berada, untuk temperatur di sekitar bangunan, dapat menjadi lebih tinggi atau lebih rendah tergantung dari keadaan lingkungan di sekitar bangunan apakah banyak pohon-pohon peneduh dan tanah tertutup rumput atau tanpa pohon-pohon dan permukaan tanpa rumput atau pekarangan (Soegijanto, 1999). 3. Kenyamanan Termal Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif seseorang terhadap lingkungan-nya, oleh karena itu kenyamanan tidak dapat diwakili oleh satu angka tunggal, kita menilai kondisi lingkungan berdasarkan rangsangan yang masuk ke diri kita melalui indera kita yang oleh syaraf dibawa ke otak dan dinilai, dalam hal ini yang terlibat tidak hanya masalah fisik biologis, namun juga perasaan, suara, cahaya, bau, suhu dan lain-lain rangsangan ditangkap sekaligus, kemudian diolah oleh otak, kemudian otak akan memberikan penilaian relatif apakah kondisi itu nyaman atau tidak, kekurangan (tidak nyaman) di suatu faktor dapat ditutupi oleh faktor lain (Satwiko, 2009). Faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal terbagi menjadi dua yaitu faktor lingkungan dan faktor manusia, faktor lingkungan meliputi temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan temperatur Radiasi rata-rata atau Mean Radiant Temperature (MRT), sedangkan faktor manusia, meliputi aktivitas manusia dan pakaian yang dikenakan, semua faktor di atas mempengaruhi kenyamanan termal secara bersamaan, (Satwiko, 2009).
10
a. Temperatur Udara Temperatur udara cukup mudah dan murah diukur dengan termometer ruangan yang tersedia di toko kelontong sekalipun, termometer murah, walau mungkin tidak terlalu akurat, dapat dipergunakan untuk keperluan sehari-hari, termometer jenis itu dinamakan Termometer Bola Kering (Dry Bulb Thermometer), Termometer Bola Basah (Wet Bulb Thermometer) adalah termometer yang dilengkapi dengan bahan basah/lembab (dari spoon atau kapas) di bola-nya, bila bahan basah dihembus angin (dengan cara memutar tersebut, atau memberikan kipas untuk memberi-nya aliran angin) maka akan terjadi penguapan, kecepatan menguap ini dipengaruhi oleh kelembaban udara (Satwiko, 2009). Suhu udara akan menentukan kecepatan panas yang akan hilang, yang sebagian besar dengan cara konveksi (pengembunan), di atas 98.6°F (37°C), aliran udara akan berbalik dan badan akan mendapatkan panas dari udara, jangkauan kenyamanan untuk sebagian besar orang (80 persen) bisa mencapai hingga 68°F (20°C) di musim dingin, dan 78°F (25.6°C) pada musim panas, jangkauan dapat menjadi sebesar ini disebabkan oleh baju panas yang dipakai pada musim dingin (Lechner, 2007). Temperatur udara berdasarkan pada tingkat kenyamanan termal untuk iklim tropis lembab, menurut badan Standardisasi Nasional Indonesia (SNI) pada tahun 1991 berada pada rentang: Sejuk Nyaman
: TE diantara 20,5°C - 22,8°C
Nyaman optimal
: TE diantara 22,8°C - 25,8°C
Panas Nyaman
: TE diantara 25,8°C – 27,1°C
b. Kelembaban Udara Kelembaban udara (kelembaban relatif udara) atau Relative Humidity (RH) adalah perbandingan antara kandungan uap air pada suatu saat dengan kandungan uap air pada titik jenuh dalam suhu saat itu, Kelembaban relatif udara (RH) dapat diukur langsung dengan hygrometer, alat tersebut cukup mudah didapat dan murah, biasanya menjadi satu dengan termometer dan namanya menjadi Thermo-Hygrometer (Satwiko, 2009).
11
Untuk
memperkirakan
kelembaban
relatif
udara
tanpa
Thermo-
Hygrometer cukup sulit, apabila kita merasa kulit kita lengket, maka RH sudah di atas 80%, bila kulit terasa lengket sekali dan udara pengap, maka RH di atas 90%, bila kita merasa nyaman dan kulit kering wajar, RH sekitar 50 – 60%, turun di bawah 40% kita mulai merasakan kering yang tidak wajar, kulit mulai terasa sangat kering cenderung bersisik, bibir mulai kering dan mata pedas, bila kelembaban dikurangi terus, maka akan terjadi gejala elektrostatis berupa loncatan listrik statis dari satu objek ke objek lain, walau tidak berbahaya (Satwiko, 2009). c. Kecepatan Angin Angin adalah udara yang bergerak, gaya penggerak angin (wind driving force) adalah gaya yang menyebabkan udara bergerak, udara bergerak karena adanya gaya yang diakibatkan oleh perbedaan tekanan (ΔP) dan perbedaan suhu (ΔT), gaya apung (buoyancy, stack effect) adalah gaya gerak udara ke atas akibat perbedaan suhu, lapisan batas (boundary layer) adalah lapisan udara antara permukaan bumi dan ketinggian tertentu ketika kecepatan angin tidak lagi terpengaruh oleh kondisi permukaan bumi, atmosfer adalah lapisan udara yang melingkupi bumi (Satwiko, 2009). Untuk mengukur kecepatan angin dapat dilakukan dengan anemometer, namun, kecuali kita memang berprofesi sebagai pengukur kecepatan angin, alat tersebut sering tidak tersedia, sebagai ganti, Tabel Skala Gaya Angin Beaufort dapat digunakan untuk memperkirakan kecepatan angin, yang dilakukan dengan mudah dilihat lewat gerak asap, di lapangan terbang, arah angin dapat dengan mudah dilihat dari kaos angin (wind sock), zaman dulu sering ada hiasan ayam jantan di atas atap yang akan berputar menunjukkan arah angin (Satwiko, 2009). Temperatur efektif didefinisikan sebagai temperatur dari udara jenuh dalam keadaan diam atau mendekati diam (
0,1m / detik), yang dalam hal
tidak ada radiasi panas akan memberikan perasaan kenyamanan termal yang sama dengan kondisi udara yang dimaksud, jadi konsep temperatur efektif adalah berdasarkan anggapan bahwa kombinasi-kombinasi tertentu dari
12
temperatur
udara,
kelembaban
udara,
dan
kecepatan
angin
dapat
menimbulkan kondisi termal yang sama (Soegijanto, 1999). Tabel 1. Kecepatan Angin pada Kenyamanan Termal Kecepatan angin bergerak (m/detik) ˂ 0.25 0.25 – 0.5 0.5 – 1 1 – 1.5 1.5 – 2 ˃2
Pengaruh atas kenyamanan
Efek penyegaran
Tidak dapat dirasakan Paling nyaman Masih nyaman, tetapi gerakan udara dapat dirasakan Kecepatan maksimal Kurang nyaman, berangin Kesehatan penghuni terpengaruh oleh kecepatan angin yang tinggi
0°C 0.5 – 0.7°C 1 – 1.2°C 1.7 – 2.2°C 2.0 – 3.3°C 2.3 – 4.2°C
Sumber: Frick, 2006. Arsitektur Ekologis, Seri Eko-Arsitektur 2
Tabel 2. Skala Angin Beaufort Gaya 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Efek yang dapat dilihat Tidak ada angin, asap membumbung tegak lurus, permukaan air danau tenang Pergerakan udara lemah, asap sedikit condong Hembusan angin sepoi-sepoi biasa, daun gemericik Angin lemah, ranting-ranting bergerak, riak kecil di air Angin sedang, cabang kecil bergerak Angin kuat, cabang besar bergerak, suara keras, ombak berbuih putih Angin sangat keras, daun-daun terlepas, berjalan agak sulit Angin puyuh, batang pohon kecil melengkung, ranting patah Angin puyuh kuat, cabang pohon mungkin patah, cabang yang lebih besar melengkung Angin puyuh sangat kuat, pohon kecil tercabut, genting beterbangan, bangunan rusak Topan, bangunan berat rusak, pohon tumbang atau tercabut Topan badai, bangunan hancur, seluruh hutan tercabut, manusia dan hewan dapat terbawa Topan badai seperti di atas, tetapi lebih hebat lagi
Kecepatan angin m / detik (km / jam) ˂0,5 (˂3,6) 1,7 (6,1) 3,3 (11,9) 5,2 (18,7) 7,4 (26,6) 9,8 (35,5) 12,4 (44,6) 15,2 (54,7) 18,2 (65,5) 21,4 (77) 25,1 (90,4) 29 (104,4) ˃29 (˃104,4)
Sumber: Koenigsberger, 1973 dalam Satwiko, 2009. Fisika Bangunan
13
d. Temperatur Radiasi Rata-rata (MRT) Radiasi adalah proses panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di dalam ruang, bahkan bila terdapat ruang hampa di antara benda-benda tersebut, istilah radiasi pada umumnya dipergunakan untuk segala jenis yang menyangkut tentang gelombang elektromagnetik, tetapi di ilmu perpindahan panas kita hanya perlu memperhatikan hal yang diakibatkan oleh suhu dan yang dapat mengangkut energi melalui medium yang tembus cahaya atau melalui ruang, energi yang berpindah dengan cara ini diistilahkan panas radiasi (Kreith, 1994). Semua benda memancarkan panas radiasi secara terus-menerus, intensitas pancaran tergantung pada suhu dan sifat permukaan, energi radiasi bergerak dengan kecepatan cahaya (3 x 10 8 m/s) dan gejala-gejala nya menyerupai radiasi cahaya, memang menurut teori elektromagnetik, radiasi cahaya dan radiasi termal hanya berbeda dalam panjang gelombang masingmasing (Kreith, 1994). Jumlah energi yang meninggalkan suatu permukaan sebagai panas radiasi tergantung pada suhu mutlak dan sifat permukaan tersebut, radiator sempurna atau benda hitam memancarkan energi radiasi dari permukaannya dengan laju qr (Kreith, 1994). qr =
A1T14 Btu/hr……………………………………….………………….(1)
Jika A1 luas permukaan dalam ft (kaki) persegi, T1 suhu permukaan dalam derajat Rankin (°R) dan
konstanta dimensional dengan nilai 0.1714 x 10 -8
Btu/h ft2 R4, dalam satuan SI laju aliran panas qr mempunyai satuan watt, jika luas permukaan A1 dalam m2, suhu mutlak dalam derajat Kelvin (°K), dan 5.67 x 10-8 watt/m2 K4, besaran
dinamakan konstanta Stefan-Boltzmann
berdasarkan nama dua orang ilmuwan Austria, J. Stefan, yang dalam tahun 1879 menemukan persamaan, secara eksperimental dan L. Boltzmann, yang dalam tahun 1884 menurunkan nya secara teoretik (Kreith, 1994). Peninjauan terhadap persamaan, menunjukkan bahwa permukaan benda hitam dimanapun di atas suhu nol mutlak meradiasi kan energi dengan laju yang sebanding dengan suhu mutlak pangkat empat, walaupun laju pancaran
14
(rate of emission) tidak tergantung pada kondisi sekitar, perpindahan bersih (netto) panas radiasi memerlukan adanya perbedaan suhu permukaan antara dua benda diantara mana pertukaran panas berlangsung, jika benda hitam tersebut beradiasi ke sebuah penutup yang sepenuhnya mengurung nya dan yang permukaan nya juga hitam, yaitu menyerap semua energi radiasi yang datang pada nya, maka laju bersih perpindahan panas radiasi dinyatakan oleh (Kreith, 1994). qr =
A1 (T14 -T24)……………............…………………………………….(2)
Dimana T2 adalah suhu permukaan penutup dalam derajat Fahrenheit mutlak, radiasi matahari yang jatuh pada suatu benda dipantulkan kembali dan sebagian diserap, panas yang diserap sebagian terhimpun dalam bahan atau bagaikan dalam gudang dan sebagian diteruskan ke luar, ke sisi yang dingin daftar berikut ini memperlihatkan berapa % dari kalor matahari yang diteruskan dari pihak sebelah lain (Kreith, 1994). Pada umumnya memang benar bahwa daerah yang paling panas adalah daerah yang paling banyak menerima radiasi matahari, yaitu daerah Khatulistiwa, tetapi pengurangan temperatur dari Khatulistiwa ke kutub tidak seragam, karena pengaruh beberapa faktor yaitu Derajat lintang, musim, atmosfer, daratan dan air, panas tertinggi dicapai kira-kira dua jam setelah tengah hari, karena pada saat itu radiasi matahari langsung bergabung dengan temperatur udara yang sudah tinggi, karena itu pertambahan panas terbesar terdapat pada fasade barat daya atau barat laut (tergantung pada musim dan garis lintang) dan fasade barat, sebagai patokan dapat dianggap bahwa temperatur tertinggi sekitar 1-2 jam setelah posisi matahari tertinggi, (Lippsmeier, 1980). Pertukaran panas pada lapisan bidang permukaan luar gedung dapat dipengaruhi oleh faktor pantulan dan penyerapan sinar panas, karena panas diserap oleh bagian dinding luar, maka akan menghangatkan juga permukaan dinding dalam beberapa waktu menurut daya serap panas dan tebal nya dinding, perbedaan waktu yang diinginkan akan berbeda tergantung pada orientasi dinding, sebaiknya dipilih perbedaan waktu sedemikian rupa sehingga
15
radiasi panas jatuh pada malam hari supaya panasnya dapat dialirkan ke luar rumah dengan mudah, karena panas diserap oleh bagian dinding luar, maka akan menghangatkan juga permukaan dinding dalam beberapa waktu menurut daya serap panas dan tebal-nya dinding, waktu antara suhu tertinggi di bagian penutup dinding luar (To) dan suhu tertinggi di bagian dinding dalam (Ti) dinamakan
perbedaan
waktu
(η),
perbedaan
waktu
tersebut
sangat
mempengaruhi iklim mikro dan suhu di dalam ruangan, menurut jenis bahan dan tebal-nya dinding dapat ditentukan perbedaan waktu tersebut (Frick, 2006). Tabel 3. Penyerapan dan Pemantulan Bahan Bahan dan keadaan permukaan Rumput Lingkungan alam Tanah, ladang Pasir perak Warna muda Dinding kayu Warna tua Marmer Dinding batu Batu-bata merah Beton exposed Semen berserat Genting flam Lapisan atap Genting beton Seng gelombang Seng aluminium Kapur putih Kuning Lapisan cat Merah muda Hijau muda Aspal hitam
Penyerapan 80% 70-85% 70-90% 40-60% 85% 40-50% 60-75% 60-70% 60-80% 60-75% 60-70% 65-90% 10-60% 10-20% 50% 65-75% 50-60% 85-95%
Pemantulan 20% 30-15% 30-10% 60-40% 15% 60-50% 40-25% 40-30% 40-20% 40-25% 50-30% 35-10% 90-40% 90-80% 50% 35-25% 50-40% 15-5%
Sumber: Frick, 2006. Arsitektur Ekologis, Seri Eko-Arsitektur 2 Tabel 4. Bahan Bangunan dan Perbedaan Waktu Pertukaran Suhu Bahan bangunan Dinding batu alam
Dinding beton
Dinding batu bata Dinding kayu
Tebal dinding 20 cm 30 cm 40 cm 10 cm 15 cm 20 cm 10 cm 20 cm 30 cm 2.5 cm 5 cm
Perbedaan waktu (η) 5.5 jam 8.0 jam 10.5 jam 2.5 jam 3.8 jam 5.1 jam 2.3 jam 5.5 jam 8.5 jam 0.5 jam 1.3 jam
Sumber: Frick, 2006. Arsitektur Ekologis, Seri Eko-Arsitektur 2 16
e. Aktivitas Manusia Untuk
mempertahankan
keseimbangan
termal,
badan
kita
harus
kehilangan panas yang sama dengan laju yang dipengaruhi oleh panas metabolisme, produksi panas ini sebagian merupakan fungsi suhu luar, namun sebagian besar merupakan fungsi kegiatan, seseorang yang sedang sangat aktif akan menghasilkan panas dengan laju enam kali lebih besar daripada seseorang yang sedang berbaring/bersandar (Lechner, 2007). Tubuh hangat oleh pembakaran makanan, hanya 20% dari energi yang kita peroleh dari makanan dijadikan gerak, sedang yang 80% dijadikan panas untuk mempertahankan agar kita tetap hidup, tubuh memerlukan mekanisme pembuangan agar tidak kelebihan panas, ketika manusia bergerak lebih aktif, dia memancarkan lebih banyak panas, dalam keadaan berbaring tenang dikatakan mempunyai nilai met 0,8 sebaliknya ketika berolahraga lari 15 km / jam, nilai met menjadi 9,5 (Satwiko, 2009).
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tabel 5. Aktivitas dan Kecepatan Metabolisme Aktivitas Met Berbaring 0,8 Duduk tenang 1,0 Tukang jam 1,1 Berdiri santai 1,2 Aktivitas biasa (kantor, rumah tangga, sekolah, 1,2 laboratorium) Menyetir mobil 1,4 Pekerja grafis, tukang jilid 1,5 Berdiri, aktivitas ringan (belanja, laboratorium, industri 1,6 ringan) Guru, mengajar di depan kelas 1,6 Kerja rumah tangga (mencukur, mencuci, berpakaian) 1,7 Berjalan di daratan, 2 km / jam 1,9 Berdiri, aktivitas sedang (penjaga toko, rumah 2,0 tangga) Industri bangunan, memasang bata (bata 15,3 kg) 2,2 Berdiri mencuci piring 2,5 Kerja rumah tangga, mengumpulkan daun di halaman 2,9 Kerja rumah tangga, mencuci dengan tangan dan 2,9 menyeterika Besi dan baca, menuang dan mencetak 3,0 Industri bangunan, membentuk cetakan 3,1 Berjalan di dataran, 5 km / jam 3,4 Kehutanan, memotong dengan gergaji satu tangan 3,5 17
Watt/m2 46 58 65 70 70 80 85 93 95 100 110 116 125 145 170 170 175 180 200 205
21 22 23 24 25 26 27
Pertanian, membajak dengan kuda 4,0 Industri bangunan, mengisi pencampur semen 4,7 dengan spesi dan batu Olahraga, meluncur di atas es, 18 km / jam 6,2 Pertanian, menggali dengan cangkul (24 angkatan / 6,5 menit) Olahraga, ski di dataran 8 km / jam 7,0 Kehutanan, bekerja dengan kampak (2 kg, 33 ayunan 8,6 / menit) Olahraga, lari 15 km / jam 9,5 Sumber: www.innova.dk dalam Satwiko, 2009. Fisika Bangunan
235 275 360 380 405 500 550
f. Pakaian Selain keringat, nafas, dan kulit, darah juga berperan aktif dalam proses perpindahan panas, pada saat kepanasan, darah akan mendekati kulit untuk membuang panas, karena itu kulit orang yang putih akan kelihatan merah apabila terkena panas matahari, sebaliknya dalam keadaan dingin, misalnya kita berendam air dingin, kita akan memucat, rupanya darah menjauh dari kulit agar tidak lebih banyak panas yang hilang, kulit merasakan panas atau dingin berdasarkan kecepatan panas yang melalui-nya, jika kita menyentuh benda yang lebih dingin dari kulit kita maka akan terjadi perpindahan panas dari kulit ke benda tadi, namun apabila benda tadi bersifat isolator panas, seperti kayu atau Styrofoam, perpindahan panas dari kulit kita tidak lancar (atau bahkan tidak terjadi) akibatnya, kita merasakan benda tadi tidak dingin, sebaliknya apabila kita menyentuh benda logam yang bersuhu sama dengan kayu tadi, kita merasakan-nya lebih dingin karena terjadi perpindahan panas dari kulit ke logam tadi (Satwiko, 2009). Pakaian mempengaruhi proses perpindahan panas, pada iklim dingin kita memakai pakaian tebal dan rapat agar panas tubuh kita tidak terbang ke udara, dalam keadaan kedinginan, tubuh akan bereaksi dengan cara menggigil ini merupakan upaya tubuh untuk memperoleh panas secara mekanis (kontraksi otot), sebaliknya di iklim panas, kita memakai pakaian yang tipis, ringan, agar panas tubuh tidak tertimbun dan segera bisa dibuang ke udara di sekitar kita, (Satwiko, 2009).
18
Tabel 6. Pakaian dan Clothing Value No
Deskripsi
1
Pakaian dalam, celana
2
Pakaian dalam, baju
3
Baju
4
Celana
5
Baju bengkel terusan
6
Baju bengkel
7
Sweater
Clo
Celana dalam, pendek sekali Celana dalam pendek Celana dalam Celana kaki ½ wool Celana kaki panjang Bra Baju tanpa lengan Oblong Baju lengan panjang Half-slip, nylon Tube top Lengan pendek Blus ringan, lengan panjang Baju ringan, lengan panjang Baju normal, lengan panjang Baju flanel, lengan panjang Lengan panjang, blus kerah tinggi Celana pendek Celana pendek se-lutut Celana panjang ringan Celana panjang normal Celana panjang flanel Celana Terusan Harian, dengan sabuk Kerja Terdiri atas beberapa komponen Berisi fiber-pelt Tanpa lengan Sweater tipis Lengan panjang, berkerah (tipis) Sweater Sweater tebal Lengan panjang, berkerah (tebal)
0,02 0,03 0,04 0,06 0,10 0,01 0,06 0,09 0,12 0,14 0,06 0,09 0,15 0,20 0,25 0,30 0,34 0,06 0,11 0,20 0,25 0,28 0,28 0,49 0,50 1,03 1,13 0,12 0,20 0,26 0,28 0,35 0,37
Resistant, M2degC/W 0,003 0,005 0,006 0,009 0,016 0,002 0,009 0,014 0,019 0,022 0,009 0,029 0,023 0,031 0,039 0,047 0,053 0,009 0,017 0,031 0,039 0,043 0,043 0,076 0,078 0,160 0,175 0,019 0,031 0,040 0,043 0,054 0,057
Sumber: www.innova.dk dalam Satwiko 2009. Fisika Bangunan Untuk memperoleh nilai Clo gabungan dapat dilakukan dengan menjumlahkan komponen pakaian Beberapa faktor lain yang sering dikaitkan dengan kenyamanan termal misalnya: 1. Ras, sebenarnya tidak ditemukan bukti bahwa ras mempengaruhi penilaian akan kenyamanan, manusia mempunyai kemampuan adaptasi terhadap iklim (aklimitasi) dengan baik, normalnya orang dapat menyesuaikan diri dalam waktu dua minggu 19
2. Jenis kelamin, perempuan pada umumnya menyukai lingkungan yang 1°C lebih hangat daripada laki-laki 3. Usia, orang berusia lanjut lebih suka di lingkungan yang lebih hangat dan tidak berangin, hal ini disebabkan kemampuan metabolisme tubuh orang berusia lanjut cenderung menurun (Satwiko, 2009)
4. Perolehan dan Pelepasan Panas pada Bangunan Bangunan akan mendapat perolehan panas dan mengeluarkan atau kehilangan panas ke lingkungan sekitarnya, perolehan dan pengeluaran panas dapat terjadi melalui peristiwa perpindahan panas sebagai berikut: a. Perpindahan panas konduksi Qk, melalui dinding dan atap bangunan dengan masuk (+Qk) dan keluar (-Qk) bangunan, termasuk juga kondisi panas dari dan masuk ke dalam lantai b. Perpindahan panas konveksi Qv yang terjadi karena aliran udara yang keluar (-Qv) atau masuk (+Qv) melalui bukaan ventilasi c. Perpindahan panas radiasi gelombang pendek Qr1 dari radiasi matahari yang terdiri dari radiasi matahari langsung dan refleksi-nya serta radiasi matahari difusi (Qr1 selalu positif) d. Perpindahan panas radiasi gelombang panjang Qr2 yang dipancarkan (-Qr2) oleh permukaan bangunan, maupun yang diterima-nya (+Qr2) dari lingkungan di sekitar bangunan e. Perpindahan panas karena penguapan Qp, yang terjadi karena proses penguapan dari air yang membasahi permukaan dinding luar dan atap (-Qp) f. Panas yang ditimbulkan oleh sumber-sumber panas di dalam ruangan seperti penghuni dan peralatan-peralatan yang dapat menghasilkan panas (+Qd) Jika semua perpindahan panas tersebut dijumlahkan, akan didapat persamaan sebagai (Soegijanto, 1999): ± Qk ± Qv + Qr1 ± Qr2 - Qp + Qd…………………………………………... (3) Dimana jumlah ini akan selalu berubah selama satu hari, jika jumlah tersebut positif, maka bangunan akan memperoleh panas, jika negatif bangunan akan kehilangan panas (Soegijanto, 1999) 20
Gambar 1. Perolehan dan Pengurangan Panas pada Bangunan Sumber: Soegijanto, 1999. Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis Lembab Ditinjau dari Aspek Fisika Bangunan 5. Penyejukan Manusia merupakan mesin biologis yang membakar makanan sebagai bahan bakar dan mendapatkan panas sebagai hasil samping dari penghasilan panas tersebut, proses yang dipengaruhi oleh metabolisme ini mirip dengan apa yang terjadi di dalam kendaraan bermotor, dimana bensin merupakan bahan bakarnya dan panas juga merupakan hasil samping-nya yang cukup signifikan, kedua tipe mesin harus mampu menghilangkan panas yang lebih untuk menghindari kondisi panas berlebihan, setiap mekanisme aliran udara memiliki tugas mempertahankan suhu optimum, sebagian panas yang hilang terjadi saat dihirup-nya udara lembab dan hangat ke dalam paru-paru, namun sebagian
besar
panas
badan
kita
akan
hilang
melalui
kulit,
kulit
mempertahankan aliran panas dengan mengendalikan jumlah darah yang mengaliri-nya (Lechner, 2007). Rambut juga merupakan alat penting lainnya yang mengendalikan kecepatan hilang-nya panas, meskipun kita tidak memiliki banyak bulu, tetapi kita memiliki otot yang mampu membuat bulu kita berdiri tegak hingga mendapatkan ekstra Insulasi terhadap suhu, saat bulu roma kita tegak akibat dingin, kita dapat melihat sisa mekanisme yang terdahulu, setelah beberapa hari mengalami ekspos, badan kita akan mampu menyesuaikan diri terhadap suhu yang sangat tinggi maupun rendah, mengubah jumlah darah merupakan 21
mekanisme yang sangat penting, dengan lebih banyak darah lagi dihasilkan dalam kondisi yang lebih hangat, hilang-nya panas secara besar-besaran disebut hypothermia,
sedangkan kelebihan panas dinamakan hyperthermia,
untuk mempertahankan keseimbangan termal, badan kita harus kehilangan panas yang sama dengan laju yang dipengaruhi oleh panas metabolisme (Lechner, 2007).
a. Penyejukan Evaporasi Penyejukan evaporasi (evaporative cooling) adalah penyejukan dengan memanfaatkan mekanisme pengurangan panas akibat penguapan air (atau zat lain), untuk menguap, air membutuhkan panas, yang akan mengambil dari lingkungan sekitarnya, dengan demikian suhu lingkungan akan turun, air dalam bentuk kabut (spray) lebih mudah menangkap panas dari udara lingkungan sekitar, namun apabila lingkungan lembab (seperti di Indonesia yang beriklim tropis lembab) udara tidak lagi „haus‟ uap air sehingga penguapan tidak berlangsung dengan cepat. Keringat kita, misalnya, cenderung menempel di kulit dan menyebabkan perasaan lengket yang tidak nyaman, sebaliknya, di iklim kering, penyejukan evaporasi akan sukses karena udara kering dan masih haus uap air, jadi musuh utama kenyamanan termal di iklim tropis lembab adalah kelembaban udara yang tinggi (Satwiko, 2009).
b. Penyejukan Radiasi Penyejukan
Radiasi
adalah
penyejukan
dengan
memanfaatkan
mekanisme radiasi, pada daerah beriklim kering langit jernih (jarang berawan) maka pada malam hari permukaan bumi yang hangat dapat melepaskan panasnya secara radiasi ke langit yang dingin, sedangkan di daerah iklim tropis lembab, langit hampir selalu berawan, sehingga benda-benda hangat sulit melepaskan panasnya (Satwiko, 2009). c. Penyejukan Fisiologis Penyejukan fisiologis adalah sensasi sejuk yang dirasakan manusia karena hembusan angin yang mengenai kulitnya, tubuh membuang kelebihan panasnya melalui kontak dengan benda lain yang lebih dingin, uap nafas dan 22
penguapan keringat, keringat di permukaan kulit akan cepat menguap apabila dihembus oleh angin, sambil membawa panas dari kulit, dan memberi tempat bagi keringat selanjutnya, semakin cepat proses tadi maka semakin cepat panas dibuang sehingga tubuh menjadi sejuk, kipas tangan dan kipas angin listrik dipergunakan untuk memperlancar proses penguapan keringat sehingga menimbulkan sensasi sejuk, (luas kulit orang dengan berat badan 70 kg sekitar 1,7m2) (Satwiko, 2009). d. Penyejukan Konvektif Penyejukan konvektif adalah penyejukan dengan memanfaatkan aliran angin, bila benda hangat dilewati angin yang lebih sejuk maka akan terjadi perpindahan panas dari benda tersebut ke udara, bila proses ini berlangsung terus-menerus maka akan menyebabkan benda tersebut menjadi sejuk karena panasnya (kalor-nya) diangkut oleh angin, hal ini menjelaskan mengapa kita menipu bubur panas agar panasnya berkurang (Satwiko, 2009). 6. Pengendalian Kondisi Termal pada Bangunan Dari penelitian pada bangunan yang sebenarnya serta simulasi dengan model
fisik
dan
matematika,
dapat
diketahui
variabel-variabel
yang
mempengaruhi kondisi termal yang akan terjadi di dalam bangunan, berdasarkan hal tersebut dapat dilakukan pengendalian kondisi termal di dalam bangunan, khususnya pengendalian yang menggunakan bagian dari bangunan itu sendiri, yaitu yang disebut pengendalian struktur atau pengendalian pasif, beberapa cara pengendalian struktur adalah penggunaan insulasi termal resistif, insulasi termal kapasitif dan pengendalian radiasi matahari (Soegijanto, 1999). a. Insulasi Termal Resistif Suatu konstruksi yang mempunyai U (transmitans termal) yang rendah akan mengurangi perpindahan panas konduksi melalui konstruksi tersebut, besarnya panas konduksi akan sebanding, kecuali dengan harga U juga dengan beda temperatur antara udara luar dengan udara di dalam ruangan, dengan beda temperatur yang kecil, maka aliran panas akan kecil, tetapi dengan adanya radiasi matahari yang diterima pada suatu permukaan 23
selubung
bangunan
terutama
atap,
maka
beda
temperatur
sol-air
(penggabungan antara radiasi matahari dengan temperatur udara sekeliling) dengan temperatur udara di dalam ruangan dapat menjadi besar, sehingga aliran panas yang masuk ke ruangan akan menjadi besar pula, insulasi termal resistif akan paling efektif pada kondisi mantap, atau paling tidak arah dari aliran panas adalah tetap pada suatu periode yang cukup lama, misalnya pada siang hari, temperatur sol-air dari atap selalu lebih besar daripada temperatur udara di dalam ruangan, oleh karena itu insulasi termal pada atap adalah sangat efektif (Soegijanto, 1999). b. Insulasi Termal Kapasitif Pada kondisi tidak mantap, kapasitas termal lebih berpengaruh terhadap aliran panas dibandingkan dengan insulasi termal resistif, sehingga pengaruh dari kapasitas termal disebut juga insulasi termal kapasitif, keterlambatan temperatur maksimum (φ) dan faktor pengurangan (μ) atau efek penimbunan panas, yang sangat dipengaruhi oleh kapasitas termal (Soegijanto, 1999).
c. Pemilihan Orientasi Bangunan Telah diketahui oleh para perencana bangunan bahwa orientasi bangunan yang paling sedikit menerima radiasi matahari adalah jika bangunan membujur timur-barat, jika orientasi ini tidak mungkin dilakukan, diperlukan cara lain ialah dengan pemilihan orientasi dan luas jendela, serta penggunaan kaca khusus dan alat peneduh, urutan permukaan yang menerima radiasi matahari dimulai dari yang paling besar adalah (Soegijanto, 1999): 1) Permukaan horizontal atau mendekati horizontal, misalnya atap datar dan atap miring 2) Permukaan barat atau timur 3) Permukaan utara untuk lokasi di selatan Khatulistiwa dan permukaan selatan untuk lokasi di selatan Khatulistiwa Perlu diperhatikan bahwa urutan tersebut hanya berlaku untuk kondisi langit tanpa awan, pada keadaan yang sebenarnya urutan tersebut sangat dipengaruhi oleh cuaca
24
d. Pengendalian Radiasi Matahari Radiasi matahari akan diterima oleh permukaan selubung bangunan, baik yang tembus cahaya maupun yang tidak (opaque), dimana besarnya tsa (temperatur sol-air) dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada dalam kendali perancang bangunan, faktor-faktor tersebut adalah bahan dan warna dari permukaan selubung bangunan serta radiasi matahari yang diterima oleh permukaan tersebut, untuk permukaan yang tembus cahaya, radiasi matahari yang diteruskan permukaan ini, misalnya jendela kaca, akan memberikan perolehan panas yang lebih besar, pengurangan perolehan panas dari radiasi matahari melalui jendela yang dapat dilakukan oleh perencana bangunan adalah (Soegijanto, 1999): 1) Pemilihan orientasi bangunan dan orientasi jendela, serta ukuran jendela 2) Penggunaan kaca khusus 3) Penggunaan alat peneduh matahari Sedangkan penggunaan tirai di dalam ruangan (internal blind) adalah tidak efektif, karena radiasi matahari sudah terlanjur masuk ke dalam ruangan, radiasi yang diserap-nya, sebagian akan dipindahkan ke udara dengan cara konveksi dan sebagian lagi akan diradiasi-kan dalam bentuk radiasi gelombang panjang, radiasi ini tidak menembus kaca dan akan dipantulkan ke dalam ruangan sehingga akan ikut memanaskan ruangan (efek rumah kaca), penggunaan yang lebih sesuai adalah untuk mengurangi silau dari cahaya matahari langsung, cahaya langit dan cahaya yang direfleksikan (Soegijanto, 1999).
7. Studi Kenyamanan Termal Masjid Istiqlal Banyak masjid di Indonesia, baik itu masjid kecil maupun besar menggunakan ventilasi alami untuk mengatur kondisi termal di dalam masjid, studi memilih Masjid Istiqlal di Jakarta sebagai studi kasus, meskipun Jakarta mempunyai iklim yang panas tetapi masjid menggunakan ventilasi alami untuk mendapatkan kenyamanan termal di dalam bangunan, Masjid Istiqlal mempunyai langit-langit yang tinggi dan bukaan yang besar pada tiga sisi pada tiga sisi dinding kecuali mihrab, bentuk ruangan untuk sholat adalah persegi atau semi persegi dan dikelilingi oleh koridor yang terbuka, pengunjung atau 25
penghuni akan penuh selama waktu sholat Jum‟at, ceiling yang tinggi, bukaan yang besar dan massa bangunan yang besar dapat digunakan untuk menciptakan kenyamanan termal, studi akan diselenggarakan pada waktu sholat Jum‟at mengukur temperatur udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin kemudian akan disimulasikan menggunakan software Energy Plus, kemudian perolehan data akan dianalisa menggunakan kriteria kenyamanan oleh FangerPMV, PierceTSENS, KsuTSV (Soegijanto, 2010). Temperatur Efektif (TE) adalah temperatur udara dalam keadaan hampir atau diam tanpa panas dari sinar radiasi untuk memberikan kenyamanan termal yang seimbang dengan kondisi udara yang sesungguhnya, oleh karena itu kenyamanan termal dapat dinyatakan kombinasi dari temperatur udara (DBT dan WBT), kelembaban dan kecepatan angin, dalam penelitian ini, temperatur efektif dengan singkat ditetapkan sesuai dengan nomogram TE, skala kenyamanan termal di Indonesia pada temperatur efektif dinyatakan sebagai (Soegijanto, 2010): Nyaman dingin
: TE diantara 20,5°C - 22,8°C
Nyaman optimal
: TE diantara 22,8°C - 25,8°C
Nyaman hangat
: TE diantara 25,8°C – 27,1°C
Masjid Istiqlal dibangun seluas 95.000m2 yang meliputi bangunan masjid, taman, area parkir, air mancur dan dikelilingi oleh sungai, bangunan masjid terdiri dari ruang utama, entrance hall, teras, menara dan lantai dasar, ruangan utama terdiri dari 75 x 75m2 area untuk sholat dengan kapasitas 16.000 orang, di sebelah kanan, kiri, dan belakang terdiri dari lima tingkat balkon dengan lebar 10m dengan kapasitas 61.000 (Soegijanto, 2010). Bangunan memiliki 12 pilar yang mendukung kubah besar di ruang utama, pilar silinder ini memiliki diameter 2,5 meter terbuat dari semen yang dibungkus dengan stainless steel, diameter dari kubah setengah bola adalah 45 meter dan struktur kubah merupakan bidang dengan banyak sisi yang dibungkus dan diperkuat oleh semen, sisi dalam kubah dibungkus oleh plafon stainless steel, sementara itu sisi luarnya ditutupi dengan ubin keramik putih, tinggi bangunan 47,3 meter di atas area lantai utama, langit-langit-nya terbuat dari semen, tinggi langit-langit di balkon adalah 3,8 meter di atas lantai, di 26
setiap sisi balkon adalah 26 pilar persegi dengan dua meter area yang seimbang, oleh karena itu bukaan pada lantai utama adalah 2 x 3,8 m 2, sedangkan balkon pada lantai dua hingga lima, sun shading digunakan untuk menutupi seluruh ruangan (Soegijanto, 2010). Temperatur udara (DBT), kecepatan udara (V) dan kelembaban relatif (RH) yang diukur pada saat kondisi penghuni atau pengunjung penuh dan kosong, pengukuran lantai pertama diukur sebelum waktu sholat pada pukul 11:00 WIB, sedangkan pengukuran lantai dua diukur setelah waktu sholat selesai pada pukul 12:30 WIB, pengukuran dilakukan di dalam dan di luar ruangan utama pada ketinggian 1,5m, 13 titik pengukuran pada ruang utama, dengan delapan titik dan pada lantai dua untuk balkon yang terpilih untuk mewakili seluruh area sholat, dan empat titik pengukuran di luar ruang utama juga mewakili sisi bagian utara, timur, selatan dan barat, kalkulasi temperatur efektif di setiap titik pengukuran diisi di tabel, untuk ilustrasi, hasil simulasi dan profil temperatur dan skala kenyamanan termal ditunjukkan pada gambar (Soegijanto, 2010).
Gambar 2. Masjid Istiqlal Jakarta Sumber: Soegijanto, 2010. Study on Thermal Comfort in Istiqlal Mosque
27
Gambar 3. Titik Pengukuran Lantai Utama Sumber: Soegijanto, 2010. Study on Thermal Comfort in Istiqlal Mosque
Gambar 4. Titik Pengukuran Lantai Dua Sumber: Soegijanto, 2010. Study on Thermal Comfort in Istiqlal Mosque
28
Gambar 5. Kalkulasi Pengukuran Temperatur Efektif diLantai Satu - Dua Sumber: Soegijanto, 2010. Study on Thermal Comfort in Istiqlal Mosque
Gambar 6. Kalkulasi Pengukuran Temperatur Efektif di Balkon Lantai Dua Sumber: Soegijanto, 2010. Study on Thermal Comfort in Istiqlal Mosque
Gambar 7. Hasil simulasi untuk zona central Sumber: Soegijanto, 2010. Study on Thermal Comfort in Istiqlal Mosque 29
Gambar 8. Hasil simulasi untuk zona north Sumber: Soegijanto, 2010. Study on Thermal Comfort in Istiqlal Mosque
Gambar 9. Hasil simulasi zona north-2 Sumber: Soegijanto, 2010. Study on Thermal Comfort in Istiqlal Mosque
Gambar 10. Hasil simulasi zona south-2 Sumber: Soegijanto, 2010. Study on Thermal Comfort in Istiqlal Mosque Area masjid kemudian dibagi menjadi zona, berdasarkan kondisi termal dari ruangan tersebut, lantai utama dibagi menjadi empat zona yaitu central, north, east dan south secara berturut-turut, cahaya matahari langsung tidak 30
masuk lantai utama pada zona central sedangkan zona north, east dan south menerima cahaya matahari langsung kondisi iklim external, lantai dua pada balkon dibagi menjadi tiga zona dengan nama north-2, east-2, dan south-2, berdasarkan perhitungan temperatur efektif (TE), semua zona mempunyai tingkat kenyamanan termal kondisi optimal (kisaran 22,8 – 25,8°C), pada umumnya, DBT dan RH di semua zona hampir seimbang dengan RH 52%, pada pengukuran pertama, kecepatan udara yang paling tinggi adalah 0,6 m/s pada north, sedangkan yang paling rendah berada di zona central dan zona east, pada pengukuran kedua, kecepatan angin lebih cepat daripada pengukuran pertama, kecepatan angin yang paling cepat berada pada zona north dengan 1,4 m/s dan yang terendah berada pada zona central dan zona east dengan kecepatan kurang lebih sekitar 0,5 m/s, hasil yang serupa juga ditemukan pada pengukuran balkon lantai dua (Soegijanto, 2010). Hasil yang ditemukan dalam pengukuran selama waktu sholat Jum‟at, dengan jumlah penghuni atau pengunjung penuh pada balkon pada lantai dua tidak terlalu mempengaruhi kenyamanan termal di dalam masjid, dan itu masih berada dalam kisaran tingkat kenyamanan optimal, maka dari itu seharusnya terjadi peningkatan kecepatan angin di sore hari (meskipun peningkatan juga terjadi pada DBT) dan arah dari datangnya angin ke dalam masjid searah dengan arah orang sholat, output dari simulasi adalah temperatur udara luar bangunan (DBT), temperatur udara di setiap zona dalam bangunan (DBT), Mean Radiant Temperature (MRT) dan skala kenyamanan termal berdasarkan dari metode FangerPMV, PierceTSENS, dan KsuTSV (Soegijanto, 2010). Yang ditemukan bahwa temperatur udara di setiap zona hampir sama, peningkatan temperatur dalam ruangan terjadi bersamaan dengan meningkatnya jumlah pengunjung yang memasuki masjid, temperatur udara maksimum di dalam ruangan tercapai pukul 12:50 WIB, berhubungan dengan panas yang diberikan oleh pengunjung, setelah waktu sholat temperatur udara meningkat, temperatur udara tertinggi pada zona central, yang mana terisi penuh oleh pengunjung, prediksi kenyamanan termal di semua zona memberikan hasil yang serupa, pada saat kondisi pengunjung sedang kosong, semua zona berada pada tingkat „kenyamanan optimal‟ pada tiga metode kenyamanan termal, skala kenyamanan tertinggi terjadi pada pukul 12:50 WIB pada saat 31
temperatur maksimal udara di dalam ruangan, pada kondisi ini tiga metode tersebut menunjukkan skala „nyaman hangat‟ oleh karena itu kenyamanan termal di dalam masjid Istiqlal masih berada dalam zona kenyamanan selama waktu sholat Jum‟at (Soegijanto, 2010). a. Hasil pengukuran
yang di ambil sebelum
waktu
sholat Jum‟at
menunjukkan bahwa rentang temperatur efektif dari 25,1°C sampai 25,5°C, ini menunjukkan bahwa kenyamanan termal di dalam Masjid Istiqlal masih berada dalam skala „kenyamanan optimal‟ yaitu 22,8°C sampai 25,8°C (TE), setelah waktu sholat Jum‟at, rentang temperatur dari 24,9°C sampai 25,7°C, yang mana masih berada di antara skala yang sama b. Hasil simulasi menggunakan Energy Plus menunjukkan bahwa semua zona berada di antara zona nyaman, pada kondisi kosong, kondisi ruang utama berada pada skala „nyaman optimal‟ dan berpindah ke „nyaman hangat‟ sesuai dengan peningkatan jumlah pengunjung dan meningkatnya temperatur udara c. Skala Kenyamanan tertinggi „nyaman hangat‟ terjadi pada pukul 12:50 WIB, ini sesuai dengan tiga model kenyamanan termal (Soegijanto, 2010)
C. Studi Pustaka Pencahayaan Buatan 1. Cahaya Cahaya merupakan suatu bentuk energi yang sangat penting yang dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup yang ada di bumi. Tanpa adanya cahaya kehidupan di bumi pun dipastikan tidak dapat berjalan secara sempurna. Semua makhluk hidup menggantungkan hidupnya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberadaan cahaya. Tumbuh–tumbuhan memanfaatkan cahaya untuk proses fotosintesis yang dapat menghasilkan karbohidrat yang bisa dimanfaatkan untuk kehidupan manusia. Binatang juga memanfaatkan cahaya untuk memperoleh informasi tentang keberadaan lingkungannya. Bahkan ada juga binatang yang benar–benar bergantung pada cahaya seperti Arthopoda dan Chordata.
32
Tanpa
dipungkiri,
manusia
juga
sangat
bergantung
terhadap
keberadaan cahaya. Tanpa cahaya kita tak akan bisa apa–apa, sebagai contohnya proses melihat meskipun mata kita normal tapi jika tidak ada cahaya maka kita tidak akan bisa melihat. Begitu pentingnya peranan cahaya bagi makhluk hidup (Muslimin, 2006).
a. Definisi Cahaya Cahaya merupakan salah satu contoh gelombang elektromagnetik, yang
gelombang
yang
tidak
memerlukan
medium
sebagai
media
perambatannya. Misalnya, pada siang hari tampak terang karena cahaya matahari menerangi bumi. Walaupun matahari berada jauh dari bumi dan dipisahkan oleh ruang hampa di ruang angkasa, namun cahaya matahari mampu sampai di bumi. Di sekitar kita, ada banyak sekali benda yang memancarkan cahaya. Benda yang dapat memancarkan cahaya dinamakan sumber cahaya. Ada dua macam sumber cahaya, yaitu sumber cahaya alami dan sumber cahaya buatan. Sumber cahaya alami merupakan sumber cahaya yang menghasilkan cahaya secara alamiah dan setiap saat, contohnya matahari dan bintang (Gambar 11).
Gambar 11. Matahari dan Bintang Sumber (Name, Greenpeace Indonesia, 2013) Sumber cahaya buatan merupakan sumber cahaya yang memancarkan cahaya karena dibuat oleh manusia, dan tidak tersedia setiap saat, contohnya lampu senter, lampu neon, dan lilin. Sebagaimana salah satu bentuk 33
gelombang, cahaya memiliki sifat-sifat gelombang, diantaranya cahaya merambat lurus, cahaya dapat dipantulkan dan dapat dibiaskan (Muslimin, 2006).
b. Teori Tentang Cahaya Cahaya hanya merupakan satu bagian berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang terbang ke angkasa. Gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu, yang nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam spektrum elektromagnetisnya. Cahaya dipancarkan dari suatu benda dengan fenomena sebagai berikut: 1) Pijar padat dan cair memancarkan radiasi yang dapat dilihat bila dipanaskan sampai suhu 1000K. Intensitas meningkat dan penampakan menjadi semakin putih jika suhu naik. 2) Muatan Listrik:Jika arus listrik dilewatkan melalui gas maka atom dan molekul memancarkan radiasi dimana spektrumnya merupakan karakteristik dari elemen yang ada. 3) Electro luminescence:Cahaya dihasilkan jika arus listrik dilewatkan melalui padatan tertentu seperti semikonduktor atau bahan yang mengandung fosfor. 4) Photoluminescence: Radiasi pada salah satu panjang gelombang diserap, biasanya oleh suatu padatan, dan dipancarkan kembali pada berbagai panjang gelombang. Bila radiasi yang dipancarkan kembali tersebut merupakan fenomena yang dapat terlihat maka radiasi tersebut disebut fluorescence atau phosphorescence.
Cahaya
nampak,
seperti
yang
dapat
dilihat
pada
spektrum
elektromagnetik, diberikan dalam Gambar berikut, menyatakan gelombang yang sempit diantara cahaya ultraviolet (UV) dan energi inframerah (panas). Gelombang
cahaya
tersebut
mampu
merangsang
retina
mata,
yang
menghasilkan sensasi penglihatan yang disebut pandangan. Oleh karena itu, penglihatan memerlukan mata yang berfungsi dan cahaya yang nampak (Biro Effisiensi Energi, 2005). 34
Gambar 12. Radiasi yang Tampak Sumber (Biro Effisiensi Energi, 2005)
2. Pencahayaan Buatan Cahaya buatan (artificial light) adalah segala bentuk cahaya yang bersumber dari alat yang diciptakan oleh manusia, seperti: lampu pijar, lilin, lampu minyak tanah, dan obor (Satwiko, 2008). Menurut (Mark & Benya, 2007) sumber cahaya buatan relatif dapat dikendalikan oleh manusia sesuai dengan waktu dan jumlah yang diinginkan. Sumber-sumber cahaya buatan manusia ini meliputi cahaya yang berasal dari pembakaran kayu, pembakaran minyak, pembakaran gas, lampu listrik, reaksi fotokimia, dan cahaya yang berasal dari berbagai macam reaksi, seperti ledakan. Penggunaan lampu listrik memiliki keuntungan yang nyata dalam hubungannya dengan kemudahan, keamanan, kebersihan, dan penggunaan energi yang sedikit, sehingga paling banyak digunakan dibandingkan dengan sumber-sumber cahaya buatan manusia lainnya (Mark & Benya, 2007). Bila penerangan alami tidak dapat memenuhi persyaratan bagi penerangan ruang (dalam bangunan), maka penerangan buatan sangat diperlukan, hal ini disebabkan oleh: a. Ruangan yang luas b. Lubang cahaya yang tidak efektif c. Cuaca diluar mendung/hujan d. Waktu malam hari, dan sebagainya
35
Perancangan penerangan buatan sebaiknya dilakukan sejak awal perancangan bangunan, untuk itu perlu diperhatikan : a. Apakah penerangan buatan digunakan tersendiri atau sebagai penunjang/ pelengkap penerangan alami. b. Berapa intensitas penerangan yang diperlukan. c. Distribusi dan variasi fluks cahaya yang diperlukan d. Arah cahaya yang diperlukan e. Warna-warna cahaya yang digunakan dalam gedung dan efek warna yang diinginkan f. Derajat kesilauan brightness dari keseluruhan lingkung an visual
Intensitas penerangan yang direkomendasikan tidak boleh kurang dari intensitas penerangan dalam tabel berikut yang diukur pada bidang kerja.
Tabel 7. Tingkat Pencahayaan Sumber (Sumardjati, 2008) No. 1
Macam Pekerjaan
Tingkat Pencahayaan (Lux)
Pencahayaan untuk daerah yang tidak terus menerus diperlukan
20 50
2
Pencahayaan untuk bekerja di dalam ruangan
100
200 2000 3
Pencahayaan setempat untuk pekerjaan teliti
350 400 750 1000 2000
Contoh Penggunaan Iluminasi minimum agar bisa membedakan barang barang. Parkir dan daerah sirkulasi di dalam ruangan. Kamar tidur hotel, memeriksa dan menghitung stok barang secara kasar, merakit barang besar. Membaca dan menulis yang tidak terus menerus. Pekerjaan secara rinci dan Presisi Pencahayaan untuk perkantoran, pertokoan, gudang, menulis. Ruang Gambar Pembacaan untuk koreksi tulisan, merakit barang kecil. Gambar yang sangat teliti Pekerjaan secara rinci dan Presisi
Secara rinci intensitas penerangan yang direkomendasikan untuk berbagai jenis bangunan/peruntukan dapat dilihat pada tabel berikut.
36
Tabel 8. Tingkat Pencahayaaan Minimum yang direkomendasikan dan Renderasi Warna Sumber (Buatan, 2001) Tingkat Pencahayaan (lux)
Kelompok renderasi warna
Teras Ruang tamu Ruang makan Ruang kerja Kamar tidur Kamar mandi Dapur Garasi Perkantoran : Ruang Direktur Ruang kerja Ruang komputer Ruang rapat Perkantoran : Ruang gambar
60 120~250 120~250 120~250 120~250 250 250 60
1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 3 atau 4
350 350 350 300
1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2
750
1 atau 2
Gudang arsip Ruang arsip aktif Lembaga Pendidikan : Ruang kelas Perpustakaan Lembaga Pendidikan : Laboratorium Ruang gambar
150 300
3 atau 4 1 atau 2
250 300
1 atau 2 1 atau 2
500
1
Fungsi ruangan
Keterangan
Rumah Tinggal :
Kantin Hotel dan Restauran : Lobby, koridor
750
1 atau 2
200
1
100
1
200
1
250 250
1 1
150
1 atau 2
300
1
Ballroom/ruang sidang.
Ruang makan Cafetaria Kamar tidur
Dapur Rumah Sakit/
37
Gunakan pencahayaan setempat pada meja gambar.
Gunakan pencahayaan setempat pada meja gambar.
Pencahayaan pada bidang vertikal sangat penting untuk menciptakan suasana/kesan ruang yang baik. Sistem pencahayaan harus di rancang untuk menciptakan suasana yang sesuai. Sistem pengendalian “switching” dan “dimming” dapat digunakan untuk memperoleh berbagai efek pencahayaan.
Diperlukan lampu tambahan pada bagian kepala tempat tidur dan cermin
Balai pengobatan: Ruang rawat inap Ruang operasi, ruang bersalin Laboratorium Ruang rekreasi dan rehabilitasi Pertokoan/ Ruang pamer: Ruang pamer dengan obyek berukuran besar (misalnya mobil)
250
1 atau 2
300
1
500
1 atau 2
250
1
Gunakan pencahayaan setempat pada tempat yang diperlukan.
500
1
Toko kue dan makanan Toko buku dan alat tulis/gambar Toko perhiasan, arloji. Pertokoan/ Ruang pamer: Toko Barang kulit dan sepatu Toko pakaian
250
1
300
1
500
1
500
1
500
1
Pasar Swalayan
500
1 atau 2
250
1 atau 2
50 100 100~200 200~500 500~1000 1000~2000
3 3 2 atau 3 1 atau 2 1 1
750
1
Toko alat listrik (TV, Radio/tape, mesin cuci, dan lain-lain) Industri (Umum): Ruang Parkir Gudang Pekerjaan kasar Pekerjaan sedang Pekerjaan halus Pekerjaan amat halus Industri (Umum): Pemeriksaan warna Rumah ibadah:
Mesjid
200
1 atau 2
Gereja Vihara
200 200
1 atau 2 1 atau 2
38
Tingkat pencahayaan ini harus dipenuhi pada lantai. Untuk beberapa produk tingkat pencahayaan pada bidang vertikal juga penting.
Pencahayaan pada bidang vertical pada rak barang.
Untuk tempat-tempat yang mem butuhkan tingkat pencahayaan yang lebih tinggi dapat digunakan pencahayaan setempat. Idem idem
Perancangan penerangan buatan secara kuantitas dapat dilakukan perhitungan dengan 2 metode yaitu: a) Metode titik demi titik (point by point method) Metode
ini
hanya
berlaku
untuk
cahaya
langsung,
tidak
memperhitungkan cahaya pantulan, dan sumber cahaya dianggap satu titik, serta mempunyai syarat sebagai berikut :
1) Dimensi sumber cahaya dibanding dengan jarak sumber cahaya ke bidang kerja tidak boleh lebih besar dari 1 dibanding 5.
Gambar 13. Sumber Cahaya di Bidang Kerja Sumber (Sumardjati, 2008)
……………………………..(4) Keterangan : la = lebar armatur t = tinggi/jarak antara armatur ke bidang kerja 2) Berdasarkan diagram pola intensitas cahaya. Panjang jari-jari dari 0 ke suatu titik dari grafik menyatakan intensitas cahaya kearah itu dalam suatu candela. Setiap gambar biasanya dilengkapi dengan data yang menunjukan nilai dalam lumen/cd. (misal 500 lumen/cd ; 1000 lumen/cd ; 2000 lumen/cd dan seterusnya). Diagram penyebaran intensitas cahaya ini ada yang berbentuk simetris dan tidak simetris. Untuk yang simetris biasanya hanya digambarkan setengahnya saja. Diagram yang menunjukan karakteristik-karakteristik lampu dan armature ini, dapat diperoleh pada buku katalog dari pabrik yang memproduksinya. 39
Gambar 14. Diagram Polar Intensitas Cahaya Lampu Pijar
Intensitas cahaya sebuah lampu sebanding dengan fluks cahaya lain, nilai– nilai yang diberikan dalam diagram masih harus dikalikan dengan jumlah lumen lampu tersebut. Dalam gambar diatas intensitas cahayanya = 1000 lumen, jika pada armaturnya diberi lampu 1.500 lumen, maka pada sudut 60o intensitas cahayanya: 1.500/1.000 x 140 cd = 210 cd 3) Hanya ada satu sumber cahaya yang akan diperhitungkan pada saat itu. 4) Bidang kerja yang diberi penerangan harus berdimensi kecil. 5) Daerah yang sumber cahaya dan bidang kerjanya bebas dari permukaan yang memantulkan cahaya (refleksi cahaya tidak diperhitungkan). Untuk setiap titik yang berjarak sama dari sumber cahaya (dengan arah cahaya pada sudut normal), maka besar intensitas penerangannya akan selalu sama dan membentuk diagram melingkar. Jika ada dua titik lampu dengan jarak sama ke suatu target, maka total intensitas penerangannya sekitar dua kalinya. b) Metode lumen Metode lumen adalah menghitung intensitas penerangan rata-rata pada bidang kerja. Fluks cahaya diukur pada bidang kerja, yang secara umum mempunyai tinggi antara 75–90 cm diatas lantai. Besarnya intensitas penerangan (E) bergantung dari jumlah fluks cahaya dari luas bidang kerja yang dinyatakan dalam lux (lx). ……………………………..(5) 40
Keterangan : E : Intensitas penerangan (lux) F : Fluks cahaya (lumen) A : Luas bidang kerja (m2) Tidak semua cahaya dari lampu mencapai bidang kerja, karena ada yang di pantulkan (faktor refleksi = r), dan diserap (faktor absorpsi = a) oleh dinding, plafon dan lantai. Faktor refleksi dinding (rw) dan faktor refleksi plafon (rp) merupakan bagian cahaya yang dipantulkan oleh dinding dan langit-langit / plafon yang kemudian mencapai bidang kerja. Faktor refleksi bidang kerja (rm) ditentukan oleh refleksi lantai dan refleksi dinding antara bidang kerja dan lantai secara umum, nilai rm = 0,10 (jika rm tidak diketahui, maka diambil nilai rm 0,10) Faktor refleksi dinding/langit-langit untuk warna :
Warna Putih
= 0,80
Warna sangat muda
= 0.70
Warna muda
= 0,50
Warna sedang
= 0.30
Warna gelap
= 0,10
3. Sumber Pencahayaan Buatan Sumber cahaya buatan yang dikenal adalah lampu listrik. Yang dimaksud lampu listrik adalah lampu yang mengeluarkan atau menghasilkan cahaya apabila disambungkan pada tenaga listrik (Panjaitan, 1996). Perkembangan cahaya buatan berkembang pesat akhir akhir ini. Dimulai dengan ditemukannya lampu pijar elektrik, fluorescent, Lampu HID hingga kini telah dikembangkan lampu generari baru yang lebih hemat energi yaitu Lampu LED. Rasio spesifik kekuatan cahaya yang dikeluarkan oleh suatu sumber cahaya (lumens) per watt disebut dengan efficacy. Secara teoritis, efficacy maksimum adalah ketika 100% energi listrik diubah menjadi cahaya. Untuk Cahaya kuning–hijau monokromatik sekitar 680 lumens/watt, sementara pada cahaya putih hanya sebesar 200 lumens/watt. Karena mata manusia paling
41
sensitive terhadap warna kuning–hijau, lampu dengan warna seperti itu akan memiliki efficacy tinggi. Sumber pencahayaan elektrikal di bawah ini dibahas berdasarkan urutan semakin besar nya Efficacy.
a. Lampu Pijar (Incandescent Lamps) 1) Lampu Pijar Normal Pada lampu pijar, cahaya dihasilkan oleh pemanasan filament tungstennya secara elektris. Semakin panas filamennya, semakin besar cahaya yang dihasilkan dan semakin tinggu suhu warnanya. Sayangnya, umur lampu menjadi kurang.
Gambar 15. Lampu Pijar Sumber (Philips, 2014) Lampu pijar saat ini masih banyak digunakan karena harganya yang murah dan sangat fleksibel juga memiliki berbagai macam ukuran, jenis dan daya kuat. Namun, lampu pijar (Incandescent) dikatakan sumber lampu yang sangat panas dan boros karena hanya 7% dari listriknya yang diubah menjadi cahaya, sedangkan 93% lainnya menjadi panas. Kualitas rendering warna lampu pijar sangat baik. Seperti cahaya alami, lampu pijar menghasilkan spectrum terus–menerus, namun spectrum warna nya didominasi oleh merah dan orange. Lampu pijar cocok digunakan ketika level cahaya rendah dan atmosfir hangat diinginkan, seperti di restoran, lounge, dan tempat tinggal.
42
2) Halogen Penguapan (evaporasi) tungsten menyebabkan lampu menghitam dan akhirnya mati. Evaporasi filament ini dapat dikurangi dengan menambahkan elemen halogen ke dalam gas yang terdapat di dalam lampu tungsten halogen. Jenis lampu pijar ini dapat dioperasikan pada suhu yang lebih tinggi tanpa mengurangi umur lampu. Lampu halogen juga memiliki kendali sorot cahaya yang baik yang cocok untuk cahaya aksen sebuah area atau suatu objek seperti sculpture dan Lukisan.
Gambar 16. Lampu Halogen
3) Discharge Lamps/Fluorescent Lamps Pada lampu fluorescent, radiasi yang dikeluarkan dari merkuri bertekanan rendah akan diionisasi. Karena sebagian besar radiasinya berupa bagian spectrum ultraviolet, pada permukaan tube kacanya dilapisi fosfor untuk menggantikan radiasi terlihat menjadi cahaya. Walaupun biaya dasarnya lebih tinggi, namun lampu fluorescent lebih efisien dan hemat energi disbanding lampu pijar. Dari besarnya energi listrik, ia mengubah 22% menjadi cahaya dan sisanya menjadi panas. Karena ukuran fisik tradisionalnya yang besar, lampu fluorescent sebelumnya hanya cocok untuk area sumber cahya yang besar. Hal ini membuatnya menjadi sumber yang baik untuk menyebar cahaya, namun menjadi sumber yang cocok ketika kendali arah sorot cahaya diperlukan. Ketersediaan lampu kompak saat ini memungkinkan lampu fluorescent berbentuk lebih ramping. Umur lampu fluorescent cukup panjang sekitar 10.000 jam, namun terlalu seringnya siklus nyala–mati akan mengurangi umur lampu. 43
Gambar 17. Bagian–bagian Lampu Fluorecent
4) High Intensity Dischange (HID) Lamps Lampu dischange dengan intensitas tinggi merupakan sumber cahaya yang paling efisien dengan bentuk dan ukuran nya lebih menyerupai lampu pijar disbanding lampu fluorescent. Lampu jenis ini membutuhkan waktu bebrapa menit untuk mencapai cahaya keluar maksimum dan mereka tidak akan menghilan dengan tiba – tiba apabila terdapa gangguan tegangan sementara. Lampu harus didinginkan selama sekitar lima menit sebelumnya busar/arc-nya kembali pulih.
Lampu Merkuri Dibandingkan lampu dischange lain, lampu mercuri memiliki efficacy yang lebih rendah dan color rendition yang buruk. Lampu merkuri mengeluarkan cahaya yang sangat dingin, kaya akan warna biru dan hijau, sedikit warna merah dan orange. Karena cahaya birunya, lampu merkuri cocok untuk pencahayaan taman.
44
Gambar 18. Lampu Merkuri
Metal–Halide Cahaya puitih yang dikeluarkan oleh lampu metal halide rata–rata sejuk dan memberikan colour rendition yang baik kerena memiliki cukup energi pada setiap bagian dalam spectrum. Karakteristik lampu metal– halide antara lain memiliki efficacy tinggi (80–125 lumens/watt), umur panjang (10.000–20.000 jam), colour rendition sangat baik dan ukuran kecil untuk pengendali optikal.
Gambar 19. Lampu Metal–Halide
Lampu metal–halide cocok digunakan untuk pertokoan, perkantoran, sekolah dan ruang luar yang menginginkan colour rendition baik.
Sodium Bertekanan Tinggi Jika efficacy tinggi (70–140) dan umur panjang merupakan hal terpenting, lampu sodium bertekanan tinggi biasanya menjadi pilihan dalam rancangan. 45
Gambar 20. Lampu Sodium Bertekanan Tinggi Walaupun colour rendition-nya tidak begitu bagus, beberapa orang mendapati cahaya putih keemasan yang hangat dapat diterima ketika warna tidak begitu penting. Sebagian besar energi yang dikeluarkan berada dalam bagian spectrum kuning dan orange. Lampu sodium bertekanan tinggi cocok dipakai di jalan, area parkir dan area olahraga yang tidak terlalu membutuhkan CRI yang baik.
5) Solid State Lighting/Light Emiting Diodes (LED) Light Emiting Diodes atau lebih dikenal dengan LED adalah teknologi lampu terbaru yang lebih efisien karena energi listrik langsung diubah menjadi cahaya (Lechner, 2007).
Gambar 21. Lampu LED
4. Distribusi Pencahayaan Buatan Tidak selalu cahaya dari suatu sumber cahaya dipancarkan langsung ke suatu objek penerangan atau bidang kerja. Menurut IES (Illuminating 46
Engineering Society) terdapat lima klasifikasi sistem pendistribusian cahaya yang berasal dari sumber cahaya buatan, yaitu: penerangan tak langsung, penerangan
setengah
tak
langsung,
penerangan
menyebar
(difus),
penerangan setengah langsung, dan penerangan langsung (Muhaimin, 2001).
a. Penerangan Tak Langsung Pada penerangan tak langsung, 90-100% cahaya dipancarkan ke langitlangit sehingga yang dimanfaatkan pada bidang kerja adalah cahaya pantulan. Penerangan jenis ini diperlukan pada: ruang gambar, perkantoran, rumah sakit, dan hotel.
Gambar 22. Penerangan Tak Langsung Sumber (Muhaimin, 2001) b. Penerangan Setengah Tak Langsung Pada penerangan setengah tak langsung, 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit. Distribusi cahaya pada penerangan ini mirip dengan distribusi penerangan tak langsung tetapi lebih efisien dan kuat penerangannya lebih tinggi. Penggunaan penerangan setengah tak langsung antara lain pada toko buku, ruang baca, dan ruang tamu.
Gambar 23. Penerangan Setengah Tak Langsung Sumber (Muhaimin, 2001)
47
c. Penerangan Menyebar (difuse) Pada penerangan difus, distribusi cahaya ke atas dan ke bawah relatif merata yaitu berkisar 40-60%. Penggunaan penerangan difus antara lain: tempat ibadah.
Gambar 24. Penerangan Menyebar (difuse) Sumber (Muhaimin, 2001) d. Penerangan Setengah Langsung Penerangan setengah langsung 60-90% cahayanya diarahkan ke bidang kerja, selebihnya diarahkan ke langit-langit. Pemakaian penerangan setengah langsung antara lain pada: kantor, kelas, toko, dan tempat kerja lainnya.
Gambar 25. Penerangan Setengah Langsung Sumber (Muhaimin, 2001) e. Penerangan Langsung Pada penerangan langsung, 90-100% cahaya dipancarkan ke bidang kerja. Penerangan langsung biasanya digunakan pada bidang industri seperti pada: pabrik kertas, ruang elektro plating atau industri kimia lainnya.
48
Gambar 26. Penerangan Langsung Sumber (Muhaimin, 2001) 5. Tingkat Kuat Penerangan (Lighting Level) Tingkat kuat penerangan (illumination/iluminasi) sebagian besar ditentukan oleh kuat cahaya yang jatuh pada suatu luas bidang atau permukaaan, dan dinyatakan sebagai „iluminasi rata-rata dalam lux adalah arus cahaya yang dipancarkan (ø) dalam lumen (lm) dibagi dengan luas bidang atau area (A) dalam m².
……………………………..(6) Iluminasi rata–rata adalah tingkat kuat penerangan rata – rata yang diukur secara horizontal dan vertical untuk suatu ruangan atau suatu bidang kerja biasanya diukur secara horizontal 75 cm diatas lantai.
Gambar 27. Pengukuran IIuminasi rata – rata Sumber (Puspakesuma, 1991) Arus cahaya adalah kuantitas cahaya total yang di pancarkan setiap detik oleh sumber cahaya dalam satuan lumen. Untuk perhitungan instalasi
49
penerangan suatu ruangan perlu diperhatikan pula factor refleksi pencahayaan dari langit–langit, dinding, mebel, dan lantai. Untuk keharmonisan ruangan, dianjurkan factor refleksi lantai minimum 15%, langit–langit minimum 60%, dan dinding 30% serta mebel minimum 20%. Disamping itu, dalam merencanakan instalasi penerangan perlu diingat bahwa hasil cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya akan menurun dari waktu ke waktu, karna unsur usia dan juga karena lampu atau reflector tertutup debu, atau karena sebab lainnya. Untuk ini maka hasil perhitungan perlu dikalikan dengan factor 1,25 (maintenance factor).
Gambar 28. Kontras Ruangan yang dianjurkan Sumber (Puspakesuma, 1991) Bila tingkat kuat penerangan rata–rata turun sampai 80% dari 125%, maka lampu perlu diganti dan reflector dibersihkan dari debu dan sebagainya atau dengan kata lain sudah waktunya untuk diservis.
6. Distribusi Kepadatan Cahaya (Luminance Distribution) Kepadatan cahaya atau luminasi (L) adalah ukuran kepadatan radiasi cahaya yang jatuh pada suatu bidang dan dipancarkan kearah mata sehingga mata mendapatkan kesan terang (brightness). Dengan kata lain, kepadatan cahaya adalah kuat cahaya atau ukuran pancaran cahaya dari bidang tertentu dalam candela (cd) dibagi dengan bidang penglihatan dalam m². Satuan kepadatan cahaya (L) dinyatakan dalam candela/m² atau cd/m².
50
……………………………..(7)
Semakin tinggi kepadatan cahaya suatu permukaan semakin terang pula permukaan itu tampak oleh mata. Meskipun tingkat kuat penerangan sudah memenuhi rekomendasi oleh DIN 5035, ini tidak berarti bahwa distribusi kepadatan cahayanya baik. Dapat saja distribusinya tidak harmonis/tidak merata. Distribusi kuat cahaya yang tidak merata menimbulkan kontras yang terlalu besar. Hal ini disebabkan karena mata tidak melihat cahaya yang sampai pada suatu objek langsung dari sumber cahaya, tetapi mata melihat cahaya yang dipantulkan/direfleksikan oleh objek tersebut ke mata. Atau dengan kata lain, mata tidak melihat tingkat kuat penerangan (iluminasi) melainkan melihat kepadatan cahaya (brightness). Dapat saja iluminasi yang jatuh pada sebuah buku sama besarnya dengan iluminasi sekelilingnya, tetapi luminasinya berbeda.
Gambar 29. Iluminasi dan Luminasi Sumber (Puspakesuma, 1991) Kepadatan cahaya yang harmonis untuk objek pekerjaan visual dengan bidang sekelilingnya harus mempunyai perbandingan maksimum 3:1 dan minimum 1:3, misalnya luminasi buku dan meja untuk kegiatan membaca buku diatas meja. Untuk suatu ruangan, pencahayaan dikatakan harmonis bila perbandingan refleksi kepadatan cahaya antara langit–langit, dinding gorden, mebel, dan lantai pada bidang penglihatan tidak lebih besar dari 3:1 dan tidak lebih kecil dari 1:3. 51
Dalam praktek hal ini berarti perlu suatu pemilihan lampu yang tepat sehingga kombinasinya merefleksikan cahaya yang harmonis dalam ruangan. Tabel 9. Kepadatan Cahaya Rata-rata Kepadatan Cahaya Rata – Rata
cd/m²
Matahari
150.000
Langit Cerah
0,2 – 1,2
Langit Berawan
0,1 – 0,6
Bulan
0,25
Lampu Lilin
0,70
Lampu Pijar Susu
5 – 50
Lampu TL
4 – 25
Jalan yang mendapat pencahayaan dengan baik
2
Sumber (Puspakesuma, 1991) Dari gambar 2.20 kita dapat melihat apakah cahaya itu di distribusikan secara langsung (direct), atau tidak langsung (indirect) atau campuran antara langsung dan tidak langsung. Disamping itu ada pula cahaya yang datang dari banyak arah tetapi mengenai satu objek dan ini disebut caha yang menyebar (difusse light) (Puspakesuma, 1991).
Gambar 30. Distribusi pencahayaan (direct, indirect dan diffuse) Sumber (Puspakesuma, 1991) 52
a. Arah Pencahayaan dan Pembentukan Bayangan Arah pencahayaan dan pembentukan bayangan dapat memberikan kesan berbeda terhadap benda yang kita lihat, karena informasi yang diteruskan mata ke otak kita juga bergantung pada arah pencahayaan dan pembentukan bayangan. Pembagian atau distribusi pencahayaan dan pengaturan susunan armatur lampu mempengaruhi arah pencahayaan. Arah pencahayaan mempengaruhi pembentukan bayangan. Bayangan dapat memperjelas dan menimbulkan efek yang mengesankan atau sebaliknya. Di dalam ruangan, bagian yang terang dapat dijadikan tempat bekerja dan bagian yang ditutupi bayangan dapat dijadikan tempat untuk relaks. Ruangan memerlukan bayangan yang cukup dengan batasan yang lunak. Bayangan yang terlalu kuat atau tanpa bayangan sama sekali hendaknya dihindarkan. Ruangan tanpa bayangan akan menimbulkan kesan monoton dan membosankan, selain mempersulit penglihatan.
Gambar 31. Pengaruh penyinaran terhadap bayangan Sumber (Puspakesuma, 1991) b. Cara Pemasangan Lampu Jarak maksimum antara penerangan yang satu dengan yang lain untuk mencapai penerangan yang merata paling sedikit 70%, dengan rumusan sebagai berikut. ……………………………..(8) e
= jarak antara pusat lampu yang satu dengan yang lain
h
= jarak antara lampu dengan bidang kerja
Untuk mengetahui jumlah lux yang dibutuhkan pada setiap ruangan dapat dilihat dalam table berikut. 53
Tabel 10. Besarnya penerangan, Warna Cahaya dan Ra yang dianjurkan Sumber (Puspakesuma, 1991) Nama Ruangan
PERUMAHAN
BIRO KANTOR
KERAJINAN DAN PERTUKANGAN
INDUSTRI
INDUSTRI MAKANAN
SEKOLAHAN
RUANG SAMPING
RUANG PENJUALAN
RUANG PENJUALAN PAMERAN HOTEL DAN GEREJA
Tangga Teras Depan Ruang Makan Ruang Tamu Ruang Kerja Kamar Tidur Anak Kamar Tidur Orang Tua Kamar Mandi Dapur Gudang Makanan Ruang Samping Ruang Cuci Kantor dengan pekerjaan ringan Ruang Rapat Bagian Pembukuan Stenografi Computer Bagian Gambar Ruang Biro Besar Pengecatan dan Pemasangan karpet+tembok Pekerjaan Glass Mosaik Salon Pekerjaan kayu, pasah, lem, pemotongan Pengecatan Pekerjaan kayu dengan mesin Open dan pengecoran besi dan lain - lain Machine hall Pekerjaan form dengan tangan + mesin Pekerjaan dengan mesin Bagian control dan pengukuran Reparasi arloji, grafik, kerajinan emas Pembungkusan Pabrik rokok dan cigarette Pekerjaan di dapur Dekorasi Penyortiran Control Warna Ruang kelas, aula, ruang music Laboratorium fisika,kimia Pekerjaan tangga Perpustakaan Sekolahan (SLB) PPPK Ruang seminar besar Ganti pakaian, kamar mandi, toilet, tangga, gang, hall dengan pengunjung sedikit Hall dengan pengunjung banyak Pameran, museum, pameran lukisan Fair Hall Gudang Ruang penjualan Supermarket Shopping centre Etalase toko Kamar hotel, restoran Hall, self service restaurant Dapur hotel Gereja
Dasar Penerangan yang dianjurkan LX 60 60 120–250 120–250 120–250 120 250 250 250 60 60 250 250 250 250 250 500 1000 1000 250 500 750 250 500 500 120 250 250 250 1000 2000 250 500 500 750 1000 250 500 500 500 500 500 500 60
120 250 500 120 250 750 500 1000 120 250 500 30–120
54
Putih Sejuk
Warna Cahaya Putih Putih Netral Hangat Colour Rendering 1 1 atau 2 1 atau 2
1
1 1 atau 2 1 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 2
1 atau 2 1
3 atau 4 3 atau 4
1 1
1 1 1 1
1 atau 2 1 3 1 atau 2 2 3 atau 4 3 atau 4 3 atau 4 2 1 1 atau 2 2 2 1 1 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 2
2 1 1 atau 2 3 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 Kombinasi
1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 atau 2 1 1 1 atau 2 2 3 atau 4 3 atau 4 2
1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2
1 1 atau 2 3 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2
1 1 atau 2 1 atau 2 1 atau 2
Catatan : 1. Besarnya penerangan atau jumlah lux yang di anjurkan untuk siang ataupun malam hari besarnya sama. Yang berbeda adalah jumlah lumen dari lampu yang dibutuhkan, artinya adalah sebagai berikut.
Pada waktu siang hari cahaya matahari yang masuk melalui jendela harus ikut diperhitungkan pada waktu menghitung jumlah lampu yang dibutuhkan.
Malam hari karena tidak ada cahaya matahari, maka penerangan hanya bergantung pada cahaya buatan (lampu). Jadi, pemakaian jumlah lampu malam hari jauh lebih banyak daripada siang hari.
2. Besar penerangan yang dianjurkan (lux) untuk suatu ruang kerja harus dibedakan, artinya antara general lighting untuk seluruh ruangan dan penerangan untuk bidang kerja, misalnya untuk suatu perkantoran disebutkan jumlah lux yang dianjurkan adaah 250 lux. Disini berarti untuk general lighting tidak harus 250 lux, tetapi yang lebih ditekankan disini adalah besarnya penerangan di bidang kerja, misalnya: meja harus 250 lux dan dan untuk general lightingnya dapat kurang dari 250 lux, karena memang tidak harus semua sudut mendapatkan penerangan yang merata. Lain halnya untuk, misalnya, teras depan yang membutuhkan penerangan 60 lux, penerangan teras depan berfungsi sebagai general lighting dan penyinaran harus merata (Puspakesuma, 1991).
c. Tata Letak Lampu Ketentuan ketentuan yang sudah harus dimiliki sebelum merancang tata letak lampu adalah sebagai berikut. 1) Jenis
ruangan,
Misalnya:ruang
tamu,
ruang
kerja,
pertokoan,
restaurant. 2) Denah, potongan ruangan skala 1:100, untuk detail 1:50. 3) Bahan dan Warna dari plafon, dinding dan lantai. 4) Bahan dan warna barang yang dikerjakan (misal:pabrik) 5) Untuk ruangan pabrik harus diketahui tata letak mesin dan jalannya produksi. 6) Untuk ruangan kantor: 55
Harus diketahui apakah meja kerjanya flexible atau sudah tetap, dan jenis pekerjaan nya;
Ruang kerja masal atau perorangan.
7) Untuk ruangan penjualan:
Tata letak rak, vitrin dan barang apa saja yang dijual.
8) Untuk etalase : keadaan sekeliling dan letak toko Dengan ketentuan–ketentuan yang telah diperoleh dari data di atas maka : 1) Fungsi dari penyinaran bisa ditentukan. 2) Pemilihan jenis penyinaran 3) Jumlah Lux yang diperlukan 4) Jenis dan Warna lampu: lampu pijar, neon, halogen, atau yang lainnya. 5) Model dari armature lampu:down light, lampu meja, lampu dinding, lampu kantor, lampu gantung dan sebagainya (Puspakesuma, 1991).
d. Program Simulasi Pencahayaan Perkembangan teknologi dan komputerisasi mendorong diciptakannya berbagai program komputer untuk mendukung perencanaan bangunan, khususnya dari segi penggunaan energi dan pemanfaatannya untuk pencahayaan bangunan. Berikut ini penjelasan mengenai beberapa program (software) komputer yang dapat digunakan untuk simulasi pencahayaan. 1) Desktop Radiance
Gambar 32. Halaman Depan Situs Resmi Desktop Radiance Sumber (radsite.lbl.gov, 2012) 56
Desktop Radiance pertama kali dikembangkan pada pertengahan 1980an oleh LBNI (Lawrance Berkeley National Laboratory), California, dan Ecole Polytechnique de Lausanne (EPFL) di Switzerland dengan versi Unix. Software ini dapat digunakan untuk menganalisis cahaya siang hari maupun cahaya buatan (elektrik). Untuk analisis pencahayaan siang hari, Desktop Radiance dilengkapi dengan program Genski yang memudahkan pengguna software menentukan waktu dan kondisi langit pada saat simulasi dilaksanakan. Pada analisis pencahayaan siang hari (day light) menggunakan Desktop Radiance, program ini menyediakan fasilitas penentuan kedudukan geografis dan berbagai kondisi langit. Metode analisis cahaya secara radiosity maupun ray tracing dapat bekerja dengan baik. Hasil simulasi memiliki tingkat ketepatan tinggi, namun simulasi tidak dapat dilakukan dengan animasi. Analisis pencahayaan buatan pada program ini menyediakan data-data luminair yang bisa dipilih dari database program serta dapat pula dibuat jenis luminair yang baru. Akan tetapi sejalan dengan perkembangan jenis luminair, maka database luminair yang terdapat dalam program akan semakin tertinggal. Salah satu keunggulan program ini adalah bersifat freeware. Artinya, program ini dapat diperoleh gratis dengan mengunduhnya secara langsung pada situs resmi Desktop Radiance. Program ini dapat digunakan bersama dengan program Autodesk Ecotect dan Autodesk Autocad. 2) Lightscape
Gambar 33. Software Autodesk Lightscape Sumber (i3.squidoocdn.com, 2012) 57
Lightscape adalah program simulasi pencahayaan yang dikembangkan oleh Lightscape Technologies of San Jose, dibawah naungan Autodesk. Software ini bertujuan menciptakan tampilan simulasi pencahayaan dan analisis cahaya dilakukan secara animasi melalui model tiga dimensi. Software ini dapat digunakan untuk pencahayaan alami (siang hari) dan buatan (lampu). Pada Lightscape versi 3.2, analisis pencahayaan siang hari menjadi lebih mudah karena memiliki fasilitas bantuan berupa kondisi langit, penentuan kedudukan model geografis, fasilitas wizard setup dan penentuan material permukaan. Hasil (output) simulasi Lightscape berupa kontur isolumen, angka perkiraan yang fotorealistik, dan animasi. Namun analisis cahaya siang hanya menggunakan metode Daylight Factor (DF). Namun pada tahun 2003, pihak Autodesk telah menghentikan pengembangan dan penjualan produk ini. 3) Autodesk Ecotect
Gambar 34. Software Autodesk Ecotect Sumber (www.cadmasters.org, 2012)
Ecotect adalah sebuah program simulasi yang awalnya dikembangkan oleh Andrew Marsh dari pusat penelitian Square One, namun kini software tersebut telah dikembangkan sepenuhnya oleh Autodesk. Program ini dapat memvisualisasikan dan mensimulasikan performa desain bangunan berupa, ventilasi alami energi angin, koleksi photovoltaic, kenyamanan termal, radiasi
58
matahari, bayangan dan refleksi, cahaya siang hari, pencahayaan artifisial, desain penenduh, dan analisis akustik. Program ini dapat diperoleh langsung pada situs resmi Autodesk dengan tipe evaluation version, versi ini tidak memerlukan lisensi. Akan tetapi jika program tersebut tidak berlisensi maka akan ada pembatasan fungsi program, salah satunya adalah hasil kerja tidak bisa tersimpan. Untuk bisa menggunakan keseluruhan fungsi pada Autodesk Ecotect maka diharuskan membeli lisensinya. Tersedia student version dengan lisensi selama 3 tahun. 4) Relux
Gambar 35. Software Relux Sumber (www.eletrica.info, 2012) Relux merupakan salah satu program simulasi pencahayaan buatan yang dikembangkan oleh Relux Informatik AG di Switzerland. Relux diciptakan
untuk
memudahkan
para
perancang
dalam
menganalisis
pencahayaan pada ruangan. Relux dapat bekerja pada sistem operasi Windows.
Program
Relux
dapat
diperoleh
secara
gratis
dengan
mengunduhnya pada situs resmi Relux. Pada dasarnya pengoperasian program Relux terbagi atas 2 jenis. Pertama, Relux yang dapat menyatu dengan program Autocad layaknya Desktop Radiance, yang dikenal dengan nama ReluxCad. Kedua, Relux yang sifatnya
dapat
dioperasikan
tersendiri,
59
dikenal dengan
nama
Relux
Professional/Relux Vision. Dari segi penggunaan keduanya pun berbeda. ReluxCad lebih diutamakan untuk analisis pencahayaan secara 2D, sedangkan Relux Professional lebih diutamakan untuk analisis pada objek 3D. 5) LightUp h. LightUp termasuk salah satu program yang baru beberapa tahun ini dikembangkan dan masih dalam tahap penyempurnaan. LightUp bekerja layaknya program fotorealistik bagi program 3D. Salah satu keunggulannya dibandingkan dengan program fotorealistik lainnya adalah mampu melakukan analisa iluminasi dan menghasilkan tampilan kontur isolux suatu objek 3D yang diterangi cahaya. i.
Dalam pengoperasiannya, LightUp menyatu dengan program Google SketchUp, sehingga program ini lebih dikenal dengan nama LightUp for SketchUp. Versi trial program ini dapat didownload langsung pada situs resmi LightUp, cukup dengan mengisi beberapa data maka akan memperoleh nomor registrasi yang hanya berlaku selama 20 hari. Penggunaan dengan versi trial tentunya memiliki batasan, salah satunya adalah tidak mampu menghasilkan tampilan analisis isolux dalam format gambar (.jpg). Agar dapat menggunakan fungsi program ini secara keseluruhan, maka diharuskan membeli lisensinya.
j.
Salah satu keunggulan program simulasi ini adalah tampilan program yang mudah dimengerti dan waktu simulasi yang cukup singkat. Meskipun program ini dapat menganalisis pencahayaan alami dan buatan, akan tetapi
metode
simulasi
pencahayaan
alaminya
masih
jauh
dari
kesempurnaan karena belum mempertimbangkan faktor letak geografis objek di bumi.
60
Gambar 36. Software LightUp For SketchUp Sumber (news.sketchucation.com, 2012) 1) DIALux DIALux merupakan program pencahayaan buatan Jerman yang dapat diperoleh secara gratis. Kelebihan dari software ini adalah tidak hanya mengendalikan dari sisi teknisnya saja, namun juga dari sisi visualisasi. Dengan
menggunakan
DIALux,
dapat
disimulasi
ruang
dengan
menggunakan lampu yang tersedia pada industry lampu dunia. Oleh karena itu hasil kalkulasi dan rendering akan menyerupai dengan keadaan yang sebenarnya. Pada software ini, kita juga dapat memilih spesifikasi lampu yang kita inginkan, baik dari segi distribusi cahayanya, klasifikasi lampu atau melihat diagram polar dari lampu tersebut sehingga kita dapat memutuskan, jenis lampu seperti apa yang kita butuhkan pada proyek pencahayaan yang ingin digarap.
Gambar 37. Tampilan Software DIALux Sumber (www.ligmanlighting.com, 2012) 61
D. Studi Pustaka Akustik 1. Bunyi a. Pengertian Bunyi dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah sound. Kata ini disepadankan dengan kata bunyi atau suara. Namun istilah bunyi tidak sama dengan suara, mengingat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kata bunyi dengan arti yang lebih luas, yaitu “Bunyi adalah sesuatu yang didengar oleh telinga, dapat berasal dari benda apa saja, asalkan menghasilkan bunyi”. Sementara istilah suara lebih cenderung diartikan sebagai bunyi yang keluar dari maJhluk hidup, seperti manusia dan binatang, atau benda-benda yang lebih khusus (http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php). Bunyi merupakan rangkaian perubahan tekanan yang terjadi secara cepat di udara. Perubahan tekanan ini disebabkan oleh adanya objek yang bergerak cepat atau bergetar. Getaran atau gerakan objek tersebut kemudian menyentuh partikel zat yang ada di dekatnya. Zat ini dapat berupa gas, cairan atau benda padat, tergantung letak objek yang bergetar. Partikel zat yang pertama tersentuh (yang paling dekat dengan objek) akan meneruskan energi yang diterimanya ke partikel di sebelahnya dan demikian seterusnya. Partikel-partikel zat akan saling bersentuhan sehingga membentuk rapatan dan renggangan yang dapat digambarkan sebagai gelombang yang merambat. (Mediastika, 2005) Keberadaan zat di sekitar objek yang bergetar seringkali disebut juga medium perambatan gelombang bunyi, sedangkan objek yang bergetar adalah sumber bunyi. Walaupun sumber bunyi telah berhenti bergetar, pada keadaan tertentu perambatan gelombang nya masih terus berjalan sampai pada jarak tertentu dari objek tersebut. (Mediastika, 2005) Perambatan gelombang bunyi tersebut kemudian mencapai telinga luar, getarannya merambat melalui gendang telinga diperbesar oleh tulang-tulang kecil di telinga tengah dan diteruskan lewat cairan ke ujung-ujung saraf yang berada di telinga dalam. Saraf akhirnya meneruskan impuls ini ke otak, di mana proses mendengar tahap terakhir yaitu terciptanya sensasi bunyi (Doelle, 1986). Sensasi bunyi agar dapat didengar oleh manusia, memerlukan tiga aspek yang harus ada dalam waktu bersamaan, yaitu sumber bunyi, medium penghantar gelombang bunyi, telinga dan saraf pendengaran yang sehat. 62
Gambar 38. Alur suara dalam sistem pendengaran (http://ketulian.com) b. Gelombang dan Frekuensi Bunyi 1) Gelombang Bunyi Elemen lain dari bunyi adalah kecepatan rambat bunyi dalam medium tertentu. Kecepatan rambat yang dilambangkan dengan notasi (v) adalah jarak yang mampu ditempuh gelombang bunyi pada arah tertentu dalam waktu satu detik, satuannya adalah meter-per-detik (m/det). Setiap kali sebuah objek bergetar, gelombangnya bergerak menjauh sejarak satu gelombang sinus. (Mediastika, 2005) Oleh karena itu, banyaknya getaran tiap detik menunjukkan total panjang yang berpindah dalam satu detik. Namun dalam keseharian kecepatan rambat bunyi pada medium udara ditetapkan sebagai angka konstan yang umumnya diacu untuk menghitung persamaan. Kecepatan rambat yang umum dipakai adalah 340 m/det, kecepatan ini adalah kecepatan rambat gelombang bunyi pada udara normal.
Gambar 39. Terjadinya bunyi dan perambatannya (Stein, dkk, 1986)
63
2) Frekuensi Ketika sumber bunyi bergetar maka getaran yang terjadi setiap detik disebut sebagai frekuensi dan diukur dalam satuan Hertz (Hz). Telinga manusia umumnya mampu mendengarkan bunyi pada jangkauan 20 Hz sebagai frekuensi minimal dan maksimal yaitu 20.000 Hz. Telinga manusia sendiri sangat peka (sensitif) pada bunyi dengan frekuensi 1000 Hz sampai dengan 5000 Hz, dalam hal ini dicontohkan pada bunyi peluit atau lengkingan (Mediastika, 2009). Frekuensi menjadi bagian yang penting dipahami karena telinga manusia memiliki respons yang berbeda-beda pada frekuensi tertentu. c. Desibel Kepekaan telinga yang tidak sama terhadap bunyi menyebabkan pengukuran tingkat keras bunyi menggunakan satuan desibel (dB atau deci Bell yang diambil dari nama penemunya yaitu Dr. Alexander Graham Bell). Tabel 11. Tingkat tekanan bunyi beberapa bunyi penting dan bising DESIBEL -
Jet tinggal landas Tembakan meriam
-
Musik fortissimo Band rock
-
Truk tanpa knalpot Bising lalu lintas Peluit polisi
-
Kantor yang bising Mesin tik yang tenang
-
Rumah yang bising Percakapan pada umumnya Radio yang pelan
130 dB 120 dB
orchestra
Menulikan
110 dB 100 dB 90 dB
Sangat keras
80 dB 70 dB
Keras
60 dB
-
50 dB
Sedang
40 dB Kantor pribadi Rumah yang tenang Percakapan yang tenang
30 dB
Lemah
20 dB Gemerisik daun Bisikan Nafas manusia
10 dB
Sumber: (Akustik Lingkungan, 1986)
64
Sangat lemah
Menurut Mediastika (2005) batas minimal kemampuan telinga manusia dalam mendengar bunyi adalah 0 dB sampai dengan 140 dB sebagai batas maksimal. Model pengukuran menggunakan satuan desibel dilakukan dengan sistem rasio atau perbandingan diantara dua nilai, dapat berupa antara dua nilai intensitas (Watt/m2) maupun antara dua nilai tekanan (Pa). perbandingan ini dilakukan dengan sistem logaritmik dan selanjutnya dihitung dalam satuan desibel. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
……………………………..(9) Pengukuran tingkat keras bunyi menggunakan satuan desibel lebih sesuai dilakukan sebab sensasi yang secara nyata dirasakan oleh telinga. Telinga manusia normal dapat merasakan perbedaan suatu bunyi dengan selisih terkecil 1 dB. Namun demikian, perbedaan yang dirasakan secara normal baru terjadi ketika ada selisih 3 dB. Dengan menggunakan model perbandingan logaritmik, apabila ada dua bunyi yang berbeda 10 dB, maka telinga manusia akan mendengarkan bunyi kedua yang sesungguhnya dua kali lebih keras atau setengah kali lebih pelan dari bunyi pertama. Tabel 12. Perbedaan tingkat kekuatan bunyi dan penerimaan telinga manusia Perbedaan dua sumber bunyi
Penerimaan telinga
+/-1 dB
Tidak terlalu berbeda
+/-3 dB
Mulai dapat dibedakan
+/-6 dB
Dapat dibedakan cukup jelas
+/-7 dB
Dapat dibedakan dengan jelas
+ 10 dB
Dua kali lebih keras
- 10 dB
Setengah kali lebih pelan
+ 20 dB
Empat kali lebih keras
- 20 dB
Seperempat kali lebih pelan
Sumber: Akustika Bangunan Prinsip-prinsip dan Penerapannya di Indonesia, 2005
2. Kebisingan (noise) Dengan meningkatnya transportasi secara pesat dan bertambahnya penggunaan mesin-mesin baru dengan kekuatan lebih besar, membuat 65
kebisingan telah menjadi hal yang tak dapat diabaikan. Menurut Leslie L. Doelle definisi standar dari bising adalah tiap bunyi yang tak diinginkan oleh penerima. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai ramai atau hiruk pikuk yang berasa di telinga seakan-akan pekak. Kebisingan menurut Thomas D. Rossing dalam buku Springer Handbook of Acoustics adalah bunyi tidak diinginkan yang mengacu pada subyek yang mendengar kebisingan dan membuat keputusan berdasarkan beberapa faktor bahwa bunyi tersebut tidak diinginkan. Keputusan ini bersifat subyektif, dibuat karena bunyi terlampau nyaring, mengganggu, atau bunyi tidak jelas (tidak dapat dikenali). Konsep dari bunyi yang tidak diinginkan juga mengacu pada keinginan pendengar untuk mengurangi tingkat bunyi. Pemerintah Indonesia memiliki aturan kebisingan dalam Undang-Undang No. 16/2002 mengenai Bangunan Gedung (UUBG), peraturan kebisingan hanya dimasukkan dalam pasal mengenai kenyamanan, belum sampai pada pasal kesehatan.
Kebisingan
juga
diatur
dalam
Peraturan
MenKes
No.
718/MenKes/Per/XI/87. Dari peraturan tersebut, diperolehlah bakuan tingkat kebisingan sebagaimana tercantum dalam Tabel 13.
Tabel 13. Pintakat peruntukan (peraturan Menkes No. 718/menKes/Per/XI/87) Tingkat Kebisingan (dBA) Maksimum dalam bangunan Dianjurkan Diperbolehkan
Pintakat
Peruntukan
A
Laboratorium, rumah sakit, panti perawatan
B C D
35
Rumah, sekolah, 45 tempat rekreasi Kantor, pertokoan 50 Industri, terminal, 60 stasiun KA Sumber: (Mediastika, 2009)
45 55 60 70
a. Kriteria Kebisingan (Noise Criteria) Kriteria kebisingan (Noise Criteria) biasa juga disebut bunyi latar yang diperkenankan agar aktivitas tidak terganggu. Kriteria kebisingan adalah tingkat
66
kebisingan terendah yang dipersyaratkan untuk ruang tertentu menurut fungsi utamanya (Prasasto Satwiko). Pengukuran memakai angka penunjuk (indeks) dengan Sound Level Meter (SLM) yang dipasang pada posisi angka penunjuk dapat memudahkan pengguna dalam memahami pola kebisingan pada area tersebut. Untuk mengukur tingkat kebisingan dengan alat Sound Level Meter, perlu diketahui beberapa istilah berikut (Mediastika, 2009): 1) Kebisingan latar belakang adalah tingkat kebisingan yang terpapar terus menerus pada suatu area, tanpa ada sumber-sumber bunyi yang muncul secara signifikan. 2) Kebisingan ambien adalah total kebisingan yang terjadi pada suatu area, meliputi kebisingan latar belakang dan kebisingan lain yang muncul pada suatu waktu dengan tingkat keras melebihi tingkat keras kebisingan latar belakang dan merupakan hasil kompilsi kebisingan, baik yang sumbernya dekat maupun jauh. 3) Kebisingan tetap adalah tingkat kebisingan yang berubah-ubah dengan fluktuasi (naik-turun) maksimum 6 dB.
b. Jenis kebisingan Kebisingan senantiasa dihubungkan dengan ketidaknyamanan yang diakibatkan olehnya. Sebagai contoh, orang yang sulit beristirahat karena di sekitar rumahnya selalu ramai dengan bunyi yang tidak dikehendaki, lambat laun dapat
juga
mempengaruhi
tingkat
kesehatannya
terutama
pada
indera
pendengaran. Bising bersifat subyektif, sehingga batasan kebisingan orang yang satu bisa saja berbeda dengan batasan kebisingan bagi orang lain. Oleh karena itu kebisingan dibagi berdasarkan sifat dan spektrum bunyi, pengaruh pada manusia, dan batasan kebisingan berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dibagi atas: 1) Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut. Misalnya mesin, kipas angin, dapur pijar, dan lain-lain.
67
2) Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas. 3) Bising terputus-putus (Intermitten). Bising disini tidak terjadi secara terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang. 4) Bising impulsif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya tembakan, suara ledakan, mercon, meriam dan lain-lain. 5) Bising impulsif berulang. Sama dengan bising impulsif, hanya saja disini terjadi berulang-ulang. Misalnya mesin tempa (mesin pembuat barang logam). Berdasarkan pengaruh terhadap manusia, kebisingan terbagi atas: 1) Bising yang mengganggu (iritating), yaitu bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, contoh: mendengkur 2) Bising yang menutupi (masking noise), yaitu bising yang menutupi pendengaran yang jelas, contoh: yang dapat menyebabkan bahaya bagi kesehatan dan keselamatan, atau bunyi yang memiliki tingkat tekanan bunyi melebihi standar yang dianjurkan. 3) Bising yang merusak (damaging atau injurious noise), yaitu bising yang memiliki tingkat tekanan bunyi melebihi atau melampaui nilai ambang batas pendengaran, contoh: mesin pesawat jet 3. Material Penyerap Bunyi Menurut hukum kekekalan energi yang dicetuskan oleh James Prescout yaitu, “Energi tidak dapat diciptakan ataupun tidak dapat dimusnahkan, energi hanya
dapat
berubah
dari
satu
bentuk
ke
bentuk
yang
lain”
(http:id.m.wikipedia.org/wiki/Kekekalan energi). Bunyi yang tidak lain merupakan sebuah energi yang tercipta dari getaran dan gelombang juga dapat diubah menjadi panas.
68
Energi bunyi yang diserap akan berubah menjadi panas (kalor) didalam material tersebut, meski kalor yang terjadi itu tidak dapat dirasakan melalui rabaan tangan secara langsung, karena energi yang dimiliki gelombang bunyi sangat kecil. Namun pada praktik nya hampir semua material bangunan memiliki kemampuan serap, berikut adalah koefisien serap dari beberapa jenis material bangunan
Tabel 14. Koefisien Serap Material Material bangunan
Koefisien serap pada frekuensi 500 Hz*
Lantai - Semen 0,015 - Semen dilapis keramik 0,01 - Semen dilapis karpet tipis 0,05 - Semen dilapis karpet tebal 0,14 - Semen dilapis kayu 0,10 Dinding - Batu bata diplester halus 0,02 - Batu bata diplester kasar 0,01 - Batu bata ekspos 0,06 - Papan kayu 0,10 - Kolom beton dicat 0,04 - Kolom beton tidak dicat 0,06 - Tirai kain tipis/ sedang/ 0,11/ 0,49/ 0,55 tebal 0,01 - Kaca halus 0,04 - Kaca kasar/ buram Plafon - Beton dak 0,015 - Eternit 0,17 - Gipsum 0,05 - Alumunium, 0,01 furniture, dan lain0,60 lain 0,01 - Kursi kain 0,007** - Kursi plastik 0,46 - Udara - Manusia *)Frekuensi 500 Hz dipakai sebagai rata-rata koefisien absorpsi material pada umumnya **) Khusus pada udara dihitung pada frekuensi 2000 Hz Sumber: (Akustika Bangunan Prinsip-prinsip dan Penerapannya di Indonesia, Mediastika 2005) 69
Saat bunyi menumbuk suatu permukaan, maka ia akan dipantulkan atau diserap. Penyerapan yang terjadi oleh bidang pembatas sangat bergantung pada keadaan permukaan bidang pembatas (kerapatan/ kepadatan) dan jenis frekuensi bunyi yang datang. Semua material yang digunakan sebagai pembatas memiliki kemampuan menyerap, walaupun karakteristik material tidak berubah, koefisien absorpsi suatu material dapat berubah, menyesuaikan dengan frekuensi bunyi yang datang. Kemampuan serap material ditentukan oleh koefisien serap (absorpsi), yaitu banyaknya energi bunyi yang diserap dibandingkan keseluruhan energi bunyi yang mengenai pembatas (Mediastika,2005).
…………………..(10) Nilai maksimum (
adalah 1 untuk permukaan yang menyerap
(mengabsorpsi) sempurna, dan minimum adalah 0 untuk permukaan yang memantulkan (merefleksi) sempurna. Semua material dan lapisan permukaan yang digunakan dalam konstruksi auditorium dirancang untuk memiliki kemampuan menyerap bunyi sampai suatu derajat tertentu, sebagai penunjang pengendalian akustik auditorium dan mereduksi kebisingan. Bahan-bahan dan konstruksi penyerap bunyi yang digunakan dalam rancangan akustik suatu auditorium atau yang dipakai sebagai pengendali bunyi dalam ruang-ruang bising dapat diklasifikasi menjadi : 1) Bahan berpori-pori 2) Penyerap panel atau penyerap selaput 3) Resonator rongga (atau Helmholzt)
Gambar 40. Lembaran berforasi dari gypsum dan kayu olahan sebagai pelapis material berserat (Material Akustik, 2009)
70
a. Material penyerap berpori (perforasi) Karakteristik dari semua bahan berpori, seperti papan serat (fiber board), plesteran lembut (soft plaster), mineral wools, dan selimut isolasi, adalah suatu jaringan selular dengan pori-pori yang saling berhubungan. Energi datang diubah menjadi energi panas dalam pori-pori ini. Bagian bunyi datang diubah menjadi panas yang diserap, sedangkan sisa bunyi yang telah berkurang energinya dipantulkan oleh permukaan bahan. (Doelle,1986) Gambar dibawah memperhatikan karakteristik penyerap berpori sebagai berikut: 1) Penyerapan bunyinya lebih efisien pada frekuensi tinggi dibandingkan pada frekuensi rendah 2) Efisiensi akustiknya membaik pada jangkauan frekuensi rendah dengan bertambahnya tebal lapisan penahan yang padat dan dengan bertambahnya jarak dari lapisan penahan ini Bahan berpori komersial dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu: unit akustik siap pakai, plesteran akustik dan bahan yang disemprotkan dan selimut (isolasi) akustik.
Gambar 41. Penyerapan bunyi bahan berpori bertambah seiring dengan ketebalan material (Akustik Lingkungan, 1986) b. Unit akustik siap pakai Bermacam-macam jenis ubin selulosa dan serat mineral yang berlubang maupun tak berlubang, bercelah (fissured), atau bertekstur, dan lembaran logam berlubang dengan bantalan penyerap, merupakan beberapa unit yang khas. Mereka dapat dipasang dengan berbagai cara, sesuai 71
dengan petunjuk pabrik, misalnya, disemen pada sandaran/penunjang padat, dipaku atau dibor pada kerangka kayu, atau dipasang pada sistem langit-langit gantung (Doelle,1986) Beberapa unit siap pakai khusus kini sering dipakai dan mudah dijumpai di Indonesia, beberapa perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi dan arsitektur khususnya bagian akustik ruangan seperti Boral. Co dengan produknya Jayaboard telah memproduksi dinding, lantai dan permukaan langit-langit dengan unit akustik siap pakai dalam susunan yang berjarak atau dalam potongan-potongan kecil.
Gambar 42. Ukuran-ukuran ubin akustik yang umum diperdagangkan (Akustik Lingkungan, 1986) Mereka dipasang dengan semen atau dengan kaitan mekanis sederhana. Penyerapan bunyinya lebih besar dari ubin akustik standar karena tepi-tepinya yang kelihatan dilapisi dengan cara yang sama seperti permukaannya. Penggunaan unit akustik siap pakai memiliki beberapa keuntungan, seperti : 1) Mempunyai penyerapan yang dapat diandalkan dan dijamin oleh pabrik. 2) Pemasangan dan perawatannya relatif mudah dan murah 3) Beberapa unit dapat dihias kembali tanpa mempengaruhi jumlah penyerapannya. 4) Penggunaannya dalam sistem langit-langit dapat disatukan secara fungsional dan secara visual dengan penerangan, pemanasan atau 72
pengkondisian udara; unit akustik ini membantu dalam reduksi bising dan mempunyai fleksibilitas dalam penyekatan. 5) Bila dipasang secara tepat, penyerapannya dapat bertambah secara menguntungkan. Berikut juga beberapa masalah yang timbul dalam penggunaan akustik siap pakai, yaitu: 1) Sukar untuk menyembunyikan sambungan-sambungan antara unit yang berdampingan, berdampak pada estetika dari hasil akhirnya. 2) Mereka umumnya memiliki struktur yang lembut, yang sensitive terhadap kerusakan mekanik bila dipasang pada tempat-tempat yang rendah di dinding. 3) Penggunaan
cat
saat
mendekorasi
ulang
dapat
mengubah
sifat
penyerapan pada sebagian unit akustik siap pakai (biasa terjadi saat tidak mengikuti instruksi pemasangan unit akustik). 4) Penyerap panel (selaput) Penyerap panel atau selaput yang tak dilubangi mewakili kelompok bahanbahan penyerap bunyi yang kedua. Tiap bahan kedap yang dipasang pada lapisan penunjang yang padat (solid backing) tetapi terpisah oleh suatu ruang udara akan berfungsi sebagai penyerap panel dan akan bergetar bila tertumbuk oleh gelombang bunyi. Getaran lentur dari panel akan menyerap sejumlah energi bunyi datang dengan mengubahnya menjadi energi panas (Doelle,1986). Di antara lapisan-lapisan dan konstruksi auditorium penyerap-penyerap panel berikut ini berperan pada penyerapan frekuensi rendah: panel kayu dan hardboard, gypsum boards, langit-langit plesteran yang digantung, plesteran berbulu, plastic board keras, jendela, kaca, pintu, lantai kayu dan panggung, dan pelat-pelat logam. Karena pertambahan terhadap daya tahan dan goresan, penyerap-penyerap panel tak berlubang ini sering dipasang pada bagian bawah dinding-dinding. c.
Resonator rongga (Helmholtz) Resonator rongga (atau Helmholtz) terdiri dari sejumlah udara tertutup
yang dibatasi oleh dinding-dinding tegar dan dihubungkan oleh lubang atau celah sempit (disebut leher) keruang sekitarnya, di mana gelombang bunyi merambat. 73
Resonator rongga menyerap energi bunyi maksimum pada daerah berfrekuensi rendah. Resonator rongga dapat digunakan sebagai unit individual, resonator celah, dan resonator panel berlubang (Doelle,1986). d.
Resonator panel berlubang Panel berlubang, yang diberi jarak pisah terhadap lapisan dalam, banyak digunakan dalam aplikasi prinsip resonator rongga. Mereka mempunyai jumlah leher yang banyak, yang membentuk lubang-lubang panel, jadi berfungsi sebagai deretan resonator rongga. Lubang biasa berbentuk
lingkaran
(kadang-kadang
celah
pipih).
Rongga
udara
dibelakang lubang membentuk bagian resonator yang tak terbagi, dan dipisahkan kedalam lekukan oleh elemen-elemen sistem kerangka yang horizontal dan vertikal (Doelle,1986). Resonator panel berlubang tidak melakukan penyerapan selektif seperti pada resonator rongga tunggal, terutama bila selimut isolasi dipasang di rongga udara dibelakang papan berlubang. Bila panel berlubang dipilih dengan tepat, dengan daerah terbuka yang cukup (disebut tembusan bunyi), selimut isolasi menambah efisiensi penyerapan keseluruhan dengan memperlebar daerah frekuensi di mana penyerapan yang cukup besar dapat diharapkan (Doelle,1986). Kurva penyerapan frekuensi resonator panel berlubang pada umumnya menunjukkan suatu nilai maksimum didaerah skala frekuensi tengah dengan penurunan yang jelas diatas 1000 Hz. Karena itu, bila lapisan panel berlubang yang sama digunakan secara besar-besaran dalam auditorium, reverberation time akan menjadi sangat kecil. Bermacam-macam panel atau papan standar komersial dapat diperoleh dalam bentuk berlubang, dan cocok dalam penggunaan penyerap panel berlubang, seperti lembaran asbes semen; hardboard, lembaran baja atau alumunium polos, bergelombang dan lebar; lembaran plastik keras dan panel kayu dan plywood; panel serat gelas yang dicor, dan lembaran baja berlapis plastik. Pelapisan permukaan panel berlubang yang tampak harus menghindari penyumbatan lubang-lubang oleh cat.
74
e. Karpet Karpet selain digunakan sebagai penutup lantai, juga digunakan sebagai bahan akustik karena kemampuannya mereduksi dan bahkan meniadakan bising benturan dari atas atau dari permukaan seperti suara seretan kaki, bunyi langkah kaki, pemindahan perabot rumah dan sebagainya. Karpet juga dapat diterapkan sebagai bahan pelapis dinding, untuk memberikan peredaman suara yang lebih optimal. Makin tebal dan berat karpet maka makin besar pula daya serap dan kemampuannya dalam mereduksi bising.
Gambar 43. Material akustik dari karpet (http://www.acoustics.com/product)
4. Kriteria Akustik Ruang Kriteria yang biasa dipakai untuk mengukur suatu kualitas akustik ruang auditorium adalah parameter subjektif dan objektif. Parameter subjektif lebih banyak ditentukan oleh persepsi individu, berupa penilaian terhadap seorang pembicara oleh pendengar dengan nilai indeks antara 0 sampai 10. Parameter subjektif meliputi intimacy, spaciousness atau envelopment, fullness, dan overal impressions yang biasanya dipakai untuk akustik teater dan concert hall (Oktavianus,2011). Parameter ini memiliki banyak kelemahan karena persepsi masing-masing individu dapat memberikan penilaian berbeda-beda sesuai dengan latar belakang individu, sehingga memerlukan metode pengukuran yang lebih objektif dan bersifat analitis seperti bising latar belakang (background noise), distribusi Tingkat Tekanan Bunyi (Sound Pressure Level), RT (Reveberation Time), EDT (Early Decay Time), D50 (Deautlichkeit), C50 C80 (Clarity), dan TS (Centre Time). 75
a. Tingkat bising latar belakang (background noise) Dalam setiap ruangan, dirasakan atau tidak, akan selalu ada suara. Hal ini yang menjadi dasar pengertian tentang adanya bising latar belakang (background noise). Bising latar belakang dapat didefinisikan sebagai suara yang berasal dari sumber suara utama atau suara yang tidak diinginkan. Dalam suatu ruangan tertutup seperti auditorium maka bising latar belakang dihasilkan oleh peralatan mekanikal atau elektrikal di dalam ruang seperti pendingin udara (air conditioning), kipas angin, dan seterusnya. Bising latar belakang tidak dapat sepenuhnya dihilangkan, akan tetapi dapat dikurangi atau diturunkan melalui serangkaian perlakuan akustik terhadap ruangan. Besaran bising latar belakang ruang dapat diketahui melalui pengukuran Tingkat Tekanan Bunyi (TTB) di dalam ruangan pada rentang frekuensi tengah pita oktaf antara 63 Hz sampai dengan 8 kHz, di di mana hasil pengukuran digunakan
untuk
menentukan
kriteria
kebisingan
ruang
dengan
cara
memetakannya pada kurva kriteria kebisingan (Noise Criteria-NC). Kriteria kebisingan (Noise Criteria) merupakan tingkat kebisingan terendah yang dipersyaratkan untuk ruang tertentu menurut fungsi utamanya (Prasasto Satwiko, 2008). Rekomendasi nilai Noise Criteria dapat dilihat pada table 15 sesuai dengan fungsi bangunan dan ruang yang sesuai dengan kriteria hasil pengukuran tingkat tekanan bunyi (sound pressure level).
76
Tabel 15 Rekomendasi nilai Kriteria Kebisnganuntuk fungsi tertentu Fungsi bangunan/ ruang
Nilai NC yang disarankan
Identik dengan tingkat kebisingan (dBA)
Ruang konser, opera, studio rekam, dan ruang konser lain dengan NC 15 – NC 20 25 - 30 tingkat akustik sangat kecil Rumah sakit dan ruang tidur/ istirahat pada rumah tinggal, NC 20 – NC 30 30 - 40 apartment, motel, hotel dan ruang lain untuk tidur/ istirahat Auditorium multifungsi, studio radio/ televisi, ruang konferensi, dan NC 20 – NC 30 30 - 40 ruang lainnya dengan tingkat akustik yang sangat baik Kantor, kelas, ruang baca, perpustakaan, dan ruang lain dengan NC 30 – NC 35 40 - 45 tingkat akustik yang baik Kantor dengan penggunaan ruang bersama, cafetaria, tempat olah raga, dan NC 35 – NC 40 45 - 50 ruang lainnya dengan tingkat akustik yang cukup Lobi, koridor, ruang bengkel kerja, dan ruang lainnya yang tidak NC 40 – NC 45 50 - 55 memerlukan tingkat akustik yang cermat Dapur, ruang cuci, garasi, pabrik, NC 45 – NC 55 55 - 65 pertokoan Sumber: (Kualitas Bunyi Berdasarkan Waktu Dengung Dan Kriteria Kebisingan, 2014)
77
Tabel 16. Batas SPL untuk NC yang dibakukan (Egan, 1976) Kurva NC NC-70 NC-65 NC-60 NC-55 NC-50 NC-45 NC-40 NC-35 NC-30 NC-25 NC-20 NC-15
63 Hz 83 80 77 74 71 67 64 60 57 54 50 47
125 Hz 79 75 71 67 64 60 57 52 48 44 41 36
JUDUL TABEL 250 500 1000 Hz Hz Hz 75 72 71 71 68 66 67 63 61 62 58 56 58 54 51 54 49 46 50 45 41 45 40 36 41 36 31 37 31 27 33 26 22 29 22 17
2000 Hz 70 64 59 54 49 44 39 34 29 24 19 14
4000 Hz 69 63 58 53 48 43 38 33 38 22 17 12
8000 Hz 68 62 57 52 47 42 37 32 27 21 16 11
Sumber: (Egan, 1976)
b. Tingkat Tekanan Bunyi (Sound Pressure Level) Salah satu tujuan dalam mendesain ruang auditorium adalah mencapai suatu tingkat kejelasan yang tinggi sehingga diharapkan agar setiap pendengar pada semua posisi menerima tingkat tekanan bunyi yang sama. Suara yang dipancarkan oleh pembicara atau pemusik diupayakan dapat menyebar merata dalam auditorium, agar para pendengar dengan posisi yang berbeda-beda dalam auditorium tersebut memiliki penangkapan dan pemahaman yang sama akan informasi yang disampaikan oleh pembicara maupun pemusik. Syarat agar pendengar dapat menangkap informasi yang disampaikan meskipun dalam posisi berbeda adalah selisih antara tingkat tekanan bunyi terjauh dan terdekat tidak lebih dari 6 dB. Jika dalam suatu ruangan yang relatif kecil di mana sumber bunyi dengan tingkat suara yang normal telah mampu menjangkau pendengar terjauh, maka hampir dapat dipastikan bahwa distribusi tingkat tekanan bunyi dalam ruangan tersebut telah merata. Tingkat tekanan bunyi (Sound Pressure Level) menurut Prasasto Satwiko adalah perbandingan logaritmis energi suatu sumber bunyi dengan energi sumber bunyi acuan, diukur dalam satuan decibel (dB). Sedangkan menurut Y.B Mangunwijaya Tingkat Tekanan Bunyi adalah gelombang getaran bunyi menjalankan tekanan getaran pada selaput telinga, maka getaran pada selaput telinga terdengar melalui saraf-saraf pendengaran kita. Untuk mendapatkan hasil
78
Tingkat Tekanan Bunyi (Sound Pressure Level) dibutuhkan alat yaitu Sound Level Meter (SLM). Tabel 17. Perubahan Tingkat Tekanan Bunyi (TTB) dan efeknya Perubahan TTB (dB) Efek 1 Tidak terasakan 3 Mulai dapat dirasakan 6 Dapat dirasakan dengan jelas 10 Dirasakan dua kali lebih keras pada bunyi awal 20 Dirasakan empat kali lebih keras dari bunyi awal Sumber: (Prasasto Satwiko, 2009)
c. Waktu Dengung (Reveberation Time) Parameter yang sangat berpengaruh dan umum digunakan dalam desain akustik auditorium adalah waktu dengung (reverberation time) yang diciptakan oleh W.C. Sabine pada abad ke-19.Hingga saat ini waktu dengung tetap dianggap sebagai kriteria yang paling penting dalam menentukan kualitas karakter akustik suatu auditorium. Mediastika (2005), mendefinisikan waktu dengung yaitu waktu lamanya terjadi dengung di dalam ruangan yang masih dapat didengar. Waktu
dengung
(Reverberation
Time)
sangat
menentukan
dalam
mengukur tingkat kejelasan speech. Auditorium yang memiliki waktu dengung terlalu panjang akan menyebabkan penurunan speech inteligibility, karena suara langsung masih sangat dipengaruhi oleh suara pantul nya. Sedangkan auditorium dengan waktu dengung terlalu pendek akan mengesankan ruangan tersebut “mati”. Berikut adalah persamaan Sabine: ……………(11) di mana RT60 = waktu dengung ruang dalam detik (s) V
= volume ruang
A
= total penyerapan dalam ruang yang diperoleh dari koefisien serap
masing-masing material pelapis ruang dikalikan luas nya
79
Tabel 18. Kesesuaian waktu dengung menurut fungsi ruangan Volume ruang (m3) Waktu dengung (s) 30 0,5 Kantor 100 0,75 100 0,5 Ruang Konferensi 1000 0,8 500 0,9 Studio musik 5000 1,5 500 1,5 Gereja 5000 1,8 Sumber: (Kualitas Bunyi Berdasarkan Waktu Dengung Dan Kriteria Kebisingan, Fungsi Ruangan
2014) Tabel 19. Penilaian nilai RT berdasarkan aktivitas
Speech Contemporary music Choral music
Reverberation Time 0,8 – 1,3 1,4 – 2,0 2,1 – 3,0 Good Fair - Poor Unnacceptable Good
Fair
Poor
Poor - Fair Fair - Good Good - Fair Sumber: (www.reverberationtime.com)
Optimum 0,8 – 1,1 1,2 – 1,4 1,8 – 2,0+
d. Early Decay Time EDT atau Early Decay Time yang diperkenalkan oleh V. Jordan yaitu perhitungan waktu dengung (RT) yang didasarkan pada pengaruh bunyi awal yaitu bunyi langsung dan pantulan-pantulan awal yaitu waktu yang diperlukan Tingkat Tekanan Bunyi (TTB) untuk meluruh sebesar 10 dB. Pengukuran EDT disarankan untuk menghitung parameter subjektif seperti reverberance, clarity, dan impression e. Definition atau Deutlichkeit ( a time window of 50 ms) Definition merupakan kemampuan pendengar membedakan suara dari masing-masing instrumen dalam sebuah pertunjukan musik dalam kondisi transien, nada dasar dan harmoniknya mulai membentuk sehingga kemungkinan terjadi variasi spektrum. Definition juga merupakan kriteria dalam penentuan kejelasan pembicaraan dalam suatu ruangan dengan cara memanfaatkan konsep perbandingan energi yang termanfaatkan dengan energi suara total dalam ruangan.
80
D50 merupakan rasio antara energi yang diterima pada 50 ms (meter second) pertama dengan total energi yang diterima. Durasi 50 ms disebut juga batas kejelasan speech yang dapat diterima. Semakin besar nilai D50 maka semakin baik pula tingkat kejelasan pembicaraan, karena semakin banyak energi suara yang temanfaatkan dalam waktu 50 ms f. Clarity atau Klarheitsmass (C50 ; C80) Clarity diukur dengan membandingkan antara energi suara yang termanfaatkan (yang datang sekitar 0.05 – 0.08 detik pertama setelah suara langsung) dengan suara pantulan yang datang setelahnya, dengan mengacu pada asumsi bahwa suara yang ditangkap pendengar dalam percakapan adalah antara 50-80 ms dan suara yang datang sesudahnya dianggap suara yang merusak g. TS (Centre Time) TS merupakan waktu tengah antara suara datang (direct) dan suara pantul (early to late), semakin tinggi nilai TS maka kejernihan suara akan semakin buruk. TS merupakan sebuah titik di mana energi diterima sebelum titik ini seimbang dengan energi yang diterima sesudah titik tersebut. TS sebagai pengukur sejauh mana kejelasan sebuah suara diterima oleh pendengar, di mana semakin rendah nilai TS semakin jelas suara yang diterima Tabel 20. Nilai optimum parameter akustik objektif ruang auditorium Acoustical Parameters Conference Music Reveberation Time 0,85
6 -2
(dua) bagian yaitu kolom pertama pada tabel ini berisi tingkat bunyi yang baik sedangkan kolom kedua merupakan tingkat bunyi maksimum yang diizinkan. Seluruh tingkat bunyi dinyatakan dalam desibel (dBA), kecuali ruang konser, studio dan ruang sidang / konvensi dinyatakan dalam nilai tingkat reduksi bising (NR). Metode untuk menghitung tingkat tekanan bunyi bobot A dari tingkat tekanan bunyi per pita oktaf diberikan lampiran B4. Spesifikasi dengan tingkat bising yang lebih rendah dari kolom pertama Tabel 1 dapat menimbulkan tambahan biaya yang tidak perlu, misalnya dalam pencapaian atenuasi yang cukup diantara dua ruang untuk memenuhi persyaratan privasi akustik. Untuk setiap pengurangan tingkat bunyi ambien 5 dB harus ditambahkan tingkat isolasi bunyi total dari dinding pembatas sebesar 5 dB untuk mempertahankan tingkat privasi akustik yang sama. Desain waktu dengung yang dianjurkan mengacu kepada nilai frekuensi menengah (pada frekuensi 500 Hz atau 1000 Hz). Pada umumnya waktu dengung yang lebih besar pada frekuensi rendah lebih disenangi untuk ruangan dengan volume besar. Untuk ruangan dengan volume kecil nilai waktu dengung yang dipilih tidak tergantung pada frekuensi.
Tabel 21. SNI Tingkat bunyi dan waktu dengung Auditorium
Tingkat Bunyi yang Waktu Dengung Dianjurkan yang Dianjurkan Baik (dBA) Maksimum (dBA) (detik)
-
Ruang Konser dan 20 NR 25 NR resital Balai sidang dan konferensi tanpa sistem tata suara - s/d 50 orang 30 NR 35 NR - 50 sampai 250 orang 25 NR 30 NR Dengan sistem tata suara - s/d 250 orang 35 NR 40 NR - Lebih dari 250 orang 25 NR 35 NR Sumber: (SNI 03-6386-2000)
Kurva 2
Kurva 1 Kurva 1 Kurva 1 Kurva 1
Waktu dengung optimum untuk ruang tertentu bergantung pada volume ruangan. Jika volume ruang yang digunakan untuk hunian atau aktivitas tertentu relatif
82
mengikuti standar ruang, nilai waktu dengung ditunjukkan Tabel 1. Bila variasi volume ruangan cukup besar gunakan lampiran B1 sebagai acuan. Catatan: Penting diperhatikan letak bidang penyerap dan pemantul bunyi yang diperlukan untuk mendapatkan waktu dengung yang dikehendaki.
5. Auditorium Menurut Mediastika, auditorium berasal dari kata Audiens yang berarti penonton atau penikmat dan Rium yang berarti tempat, sehingga auditorium dapat diartikan sebagai tempat berkumpulnya penonton untuk menyaksikan acara tertentu. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia auditorium adalah “Bangunan atau ruangan besar yg digunakan untuk mengadakan pertemuan umum, pertunjukan, dsb”. Bila dipisahkan berdasarkan jenis aktivitas yang dapat berlangsung didalamnya, maka suatu auditorium dibedakan menjadi:
Auditorium untuk pertemuan, yaitu auditorium dengan aktivitas utama percakapan (speech): seperti untuk seminar, konferensi, kuliah umum, rapat besar dan lain-lain.
Auditorium untuk pertunjukkan seni, yaitu auditorium dengan aktivitas utama sajian kesenian, seperti seni musik, tari dan lain-lain. Secara aksutik, jenis auditorium ini masih dapat dibedakan lagi menjadi auditorium yang menampung aktivitas musik saja dan yang menampung aktivitas musik sekaligus gerak.
Auditorium multifungsi, yaitu auditorium yang tidak dirancang secara khusus untuk fungsi percakapan atau musik, namun sengaja dirancang untuk berbagai keperluan tersebut, termasuk pamera produk, perhelatan pernikahan, ulang tahun, dan lain-lain.
Sebagaimana adanya perbedaan aktivitas dalam setiap jenis auditorium, maka agar diperoleh tingkat pantulan bunyi yang sesuai persyaratan akustik yang ideal untuk tiap-tiap jenis auditorium juga berbeda-beda, terutama pada perhitungan waktu dengungnya (reverberation time). Waktu dengung untuk auditorium bagi aktivitas percakapan disarankan berada pada 0 detik sampai dengan maksimum 1 detik, dengan waktu dengung paling 83
ideal 0,5 detik. Sedangkan untuk auditorium seni (terutama seni musik) waktu dengungnya berada pada 1 detik sampai dengan 2 detik, dengan waktu dengung paling ideal 1,5 detik (Mediastika,2005). a. Akustik auditorium Dalam rancangan akustik sebuah auditorium, terutama yang digunakan sebagai auditorium pertemuan, inteligibilitas (penyampaian yang dapat dimengerti audiens) harus diberi prioritas utama. Bila suatu ruang digunakan untuk pentas teater, penonton sepenuhnya berharap agar mengerti tiap kata yang diucapkan pemain. Demikian juga dalam ruang kuliah dan ruang kelas, misalnya bila diperkenalkan istilah-istilah baru atau bahasa asing diucapkan, kadang-kadang oleh guru yang tidak menguasai diskusi, kondisi mendengar harus cukup baik sebaik kemampuan akustiknya (Doelle,1986) Bunyi pembicaraan terdiri dari huruf hidup dan huruf mati, dijalin dari nadanada yang menonjol ke dalam pola tersendiri yang kadang-kadang disebut formants. Formants ini, yang kebanyakan terdiri dari huruf hidup, membantu suara orang dengan karakteristik yang jelas, dan memberi kontribusi pada nada dasar pembicaraan. Huruf-huruf hidup menonjolkan kualitas alamiah pembicaraan. Inteligibilitas menurut Marshall Long merupakan ukuran langsung dari pecahan kata-kata atau kalimat yang dapat dimengerti oleh audiens, inteligibilitas juga tergantung pada pengenalan bunyi konsonan (huruf mati) yang benar, yang biasanya merupakan bunyi pendek dengan frekuensi yang sangat tinggi dalam urutan yang cepat dan dengan daya akustik terbatas dibandingkan huruf hidup. Pemeliharaan huruf hidup dan mati itu penting untuk mencapai akustik pembicaraan yang dimengerti. Segi-segi fisik dan akustik suatu auditorium, seperti ukuran dan bentuk, karakteristik dengung, dan kondisi bising yang ada, berpengaruh pada cara pembicara berkata-kata dan pada transmisi dan penangkapan kata-kata yang diucapkan dalam ruang. Tanpa sistem pengeras suara, dan semakin besarnya auditorium, maka makin banyak usaha yang diberikan pembicara agar dirinya dapat dimengerti ditiap bagian ruang, terutama pada audiens dengan jarak duduk yang jauh.
84
Dengung yang tepat dapat menguatkan kekerasan pidato, tetapi dengung yang berlebihan merusak inteligibilitas karena mengaburkan dan menutup suara yang baru diucapkan dengan dengung suara yang diucapkan lebih dahulu dan masih terdengar. Pada keadaan dengung semacam itu, seorang pembicara disamping terganggu, juga akan didorong untuk berkata-kata lebih lemah dan lambat dan lebih beratikulasi daripada biasanya. b. Akustik pembicaraan dalam auditorium Berikut adalah beberapa persyaratan agar penyampaian pembicara ke audiens dapat dimengerti lebih baik saat menyampaikan khotbah, kuliah, diskusi dan lain-lain didalam auditorium: 1) Jejak gelombang bunyi langsung harus sependek mungkin, agar mengurangi hilangnya energi bunyi di udara. Ini membutuhkan bentuk ruang yang ringkas (compact) dengan jarak yang pendek antara sumber bunyi dan pendengar, dengan nilai volume per tempat duduk sekitar 2,3 sampai dengan 4,3 meter kubik, akan lebih baik bila volume mendekati angka terendah. 2) Tempat duduk harus diatur sedemikian rupa hingga berada dalam sudut sekitar 140o dari posisi pembicara. Ini diperlukan untuk melindungi bunyi pembicaraan frekuensi tinggi, yang akan hilang kekuatannya di sudut ini karena sifat keterarahannya.
Gambar 44. Denah tempat duduk yang ideal di auditorium untuk pidato dengan tempat duduk dalam sudut 1400 dari posisi pengeras suara (S) Akustik Lingkungan, 1986)
85
1) Bunyi pembicaraan yang tak diperkuat, yang merambat secara langsung dari sumber ke pendengar hampir tak dapat dimengerti di atas jarak sekitar 9 sampai 12 meter. Karena itu pemantulan bunyi oleh permukaan pemantul dengan penundaan singkat perlu tiba di posisi pendengar dengan beda jejak tidak lebih dari 9 sampai 10,5 meter, sesuai dengan selang penundaan waktu sekitar 30 ms. 2) Reverberation time auditorium harus sedekat mungkin dengan nilai ideal seluruh jangkauan fungsi audio. Namun seperti terlihat dalam gambar, pengadaan reverberation time yang pendek saja tidak menjamin kondisi mendengar yang baik dalam ruang yang digunakan untuk berpidato. Lapisan akustik dalam ruang yang digunakan harus mempunyai karakteristik penyerapan yang merata antara 200 – 8000 Hz untuk mencegah penyerapan bunyi huruf hidup dan huruf mati yang berlebihan dalam jangkauan frekuensi ini. 3) Pengendalian bising merupakan hal penting dalam rancangan akustik ruang yang akan digunakan untuk berpidato. Pada frekuensi 125 – 4000 Hz
c. Ruang kuliah dan ruang kelas (sehubungan fungsi dari auditorium) Ruang kuliah lembaga-lembaga pendidikan, kadang-kadang disebut amphitheatre atau lecture theatre, biasanya menampung lebih dari 100 orang, dan dirancang agar menjamin kondisi yang disukai untuk inteligibilitas pembicaraan. Persyaratan untuk bentuk dan ukuran optimum ruang, pengadaan pemantulan bunyi dengan penundaan singkat yang cukup, pengadaan RT yang singkat, eliminasi semua cacat akustik, dan pengendalian bising yang efisien, harus diamati dengan teliti (Doelle,1986) Persyaratan akustik dalam ruang kuliah meliputi pembagian dan bentuk ruang yang cocok sehingga mendukung kondisi mendengar yang baik. Dalam perhitungan RT ruang kuliah, cukup beralasan untuk menganggap jumlah kehadiran kira-kira setengah sampai dua pertiga kapasitas pendengar, karena dalam aktivitas perkuliahan di auditorium fluktuasi kehadiran pendengar relatif besar.
86
Dalam usaha menghindari bising eksterior, ruang kuliah sekarang jarang
dirancang
dengan
penerangan
dan
ventilasi
alamiah.
Ini
membutuhkan langit-langit yang menggabungkan komponen mekanik dan penerangan dalam langit-langit pemantul bunyi.
Gambar 45. Struktur pengerjaan akustik dinding dan lantai sebagai peredam suara (Akustik Lingkungan, 1986) 6. Sound Level Meter Tingkat kekuatan atau kekerasan bunyi diukur dengan alat yang disebut Sound Level Meter (SLM). Alat ini terdiri dari: mikrofon, amplifier, weighting network dan layar display dalam satuan dB. Layarnya dapat berupa layar manual yang ditunjukkan jarum dan angka seperti hal nya jam manual, ataupun berupa layar digital seperti hal nya jam digital. SLM sederhana dapat mengukur tingkat kekerasan bunyi dalam satuan dB, sedangkan SLM yang canggih sekaligus mampu menunjukkan frekuensi bunyi yang diukur (Mediastika,2009) SLM yang amat sederhana biasanya dapat dilengkapi dengan bobot pengukuran A (dBA) dengan sistem pengukuran seketika (tidak dapat menyimpan dan mengolah data), sedangkan yang sedikit lebih baik, dilengkapi pula dengan skala pengukuran B dan C. beberapa SLM yang lebih canggih dapat sekaligus dipakai untuk menganalisis tingkat kekerasan dan frekuensi bunyi yang muncul selama rentang waktu tertentu (misalnya tingkat kekerasan selama 1 menit, 10 menit, atau 8 jam), dan mampu menggambarkan gelombang yang terjadi (Mediastika, 2005) 87
Beberapa produsen menamakannya Hand Held Analyser (HHA), ada pula dalam model Desk Analyser (DA). Berikut adalah pedoman yang harus ditaati saat akan mengukur
tingkat kekerasan bunyi menggunakan SLM agar hasil
pengukuran menjadi sah: a. Agar posisi pengukuran stabil, SLM sebaiknya dipasang pada tripod. Setiap SLM, bahkan yang paling sederhana, idealnya dilengkapi dengan lubang untuk mendudukannya pada tripod. SLM yang diletakkan pada tripod lebih stabil posisinya dibandingkan dengan yang dipegang oleh tangan operator. Posisi operator yang terlalu dekat dengan SLM juga dapat mengganggu penerimaan bunyi oleh SLM karena tubuh manusis mampu memantulkan bunyi. Peletakkan SLM pada papan, seperti meja atau kursi, juga dapat mengurangi kesahihan hasil pengukuran karena sarana tersebut akan memantulkan bunyi yang diterima. b. Operator SLM setidaknya berdiri pada jarak 0,5 m dari SLM agar tidak terjadi efek pemantulan. c. Untuk menghindari terjadinya pantulan dari elemen-elemen permukaan disekitarnya. SLM sebaiknya ditempatkan pada posisi 1 m dari dindingdinding pembentuk ruangan. Bila diletakkan dihadapan jendela maka jaraknya 1,5 m dari jendela tersebut. Agar hasil lebih sahih, karena adanya kemungkinan pemantulan oleh elemen pembentuk ruang, pengukuran SLM dalam ruang sebaiknya dilakukan pada tiga titik berbeda dengan jarak antar titik lebih kurang 0,5 m. d. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang sahih dan mampu mencatat semua fluktuasi bunyi yang terjadi, SLM dipasang pada posisi slow responsse. 7.
Ecotect Acoustic Analysis Program Ecotect yang dikembangkan oleh Autodesk merupakan sebuah
program analisis kinerja bangunan (building performance) yang terintegrasi penuh dengan simulasi model 3D. Program ini dapat dipakai untuk menganalisis kinerja solar, lingkungan termal, lingkungan penerangan, lingkungan penghawaan, lingkungan akustik, energi, dan pembiayaan (Indrani, 2005)
88
Untuk keperluan simulasi model auditorium 3D dan analisis kinerja lingkungan akustik, program Ecotect memberikan kemudahan dalam: a. Mengamati pergerakan partikel dan arah akustik dalam setiap bentuk pelingkupnya; b. Menyebarkan partikel suara dalam pelingkup dan mengamati batasan suara menghilang (rate of decay); c. Mempermudah dalam perhitungan ketepatan luasan bidang permukaan pada masing-masing elemen interior dan perhitungan volume ruang auditorium; d. Mempermudah dalam menciptakan atau memodifikasi koefisien absorpsi dari data bahan-bahan interior yang tersedia (material library); e. Memasang jenis bahan pada masing-masing elemen interior yang diambil dari material library; f. Program ini dapat mengkalkulasikan RT (Reverberation Time) dalam setiap zona auditorium secara cepat; g. Menghitung secara statistik RT berdasarkan jenis bahan yang telah dipilih, jumlah dan jenis kursi penonton, serta menghasilkan grafik analisis RT; h. Menempatkan speaker pada tempat yang diinginkan, untuk menganalisis waktu peluruhan atau EDT (Early Decay Time) dan menghasilkan grafik acoustic rays. 2) Data Input Data input harus dipersiapkan dan dimasukkan untuk menjalankan simulasi model 3D auditorium dan analisis program Ecotect yaitu: a) Data Bangunan, meliputi data material atau bahan-bahan pelapis interior auditorium yang akan dipergunakan, data dan letak speaker dalam ruangan, data akurat mengenai besaran dan ukuran ruang auditorium yang akan dianalisis (biasanya didapat dari gambar kerja proyek), serta jumlah kapasitas maksimum ruangan (occupancy).
b) Model Auditorium, yaitu gambar penyederhanaan ruang auditorium yang dimasukkan ke dalam program Ecotect. Tujuan membuat model untuk menentukan:
89
Ukuran secara detail, yaitu berupa data ukuran ruang auditorium mulai dari gambar denah, ketinggian ruang, penutup atap (plafon), pembukaan jendela dan pintu, serta pembagian area dengan bahan-bahan penutup yang berbeda; Material, yaitu bahan yang akan dipakai dalam tiap-tiap pelapis bidang permukaan interior; Speaker, yaitu menentukan arah hadap dan kuat frekuensi tiap speaker sebagai sumber suara yang akan dianalisis.
Ketika membuat model auditorium, setiap pelingkup (elemen interior) dibagi dalam zona (zone management) dengan spesifikasi masing-masing pada zona dinding, lantai, plafon, speaker, pintu, jendela, dan seterusnya, di mana pembagian zona semakin detail akan lebih memudahkan dalam pengaplikasian proses perhitungan dan analisis tahap berikutnya. Model auditorium dibuat pada program Ecotect melalui Modelling Toolbar dan Additional Toolbar, di mana tiap-tiap bagian dapat dipakai untuk menciptakan tipe yang berbeda. Program Ecotect secara otomatis memberikan tipe elemen interior dan material standar. Untuk tipe bahan dan elemen interior yang lain dapat ditentukan sendiri melalui menu Control Panel dan Material assignments Panel atau Selection Information Panel.
3) Control Panel dipakai untuk perlakuan model dan tujuan analisis yang berbeda. Control Panel yang dapat dipergunakan dalam pengamatan lingkungan akustik adalah: a) Selection Information, berisi informasi dan setting dalam obyek atau zona yang sedang dipilih. Hal yang umum diamati yaitu luas, volume, bahan, dan elemen interior obyek yang dipilih; b) Zone Management, berisi daftar zona yang ada dalam model yang telah dibuat; c) Material Assignment, berisi daftar material yang tersedia dalam program Ecotect dan digunakan dalam obyek sketsa yang dipilih; d) Rays & Particles, berisi menu control untuk analisis EDT dan penyebaran acoustic rays dalam model. 90
4) Material Library. Adanya Material Library memungkinkan untuk mengorganisir dan mengatur material dalam model. Data material library program Ecotect dapat diakses dari Main Toolbar dan Material Library. Data material dapat dibagi ke dalam tiap-tiap elemen interior, dengan informasi tiap material yang didapat dari panel berikut: a) Properties, menampilkan data performa utama dari material yang dipilih. Dalam analisis lingkungan akustik, panel properties tidak digunakan karena data tidak berpengaruh terhadap hasil analisis akustik. b) Layer, material yang digunakan dalam model, seringkali terdiri dari gabungan beberapa material. c) Acoustic Data, menampilkan koefisien penyerapan suara dari material yang dipilih. Penyerapan suara dapat bervariasi signifikan dalam frekuensi sehingga Ecotect memberi batasan rangkaian oktaf dari 63 Hz sampai dengan 16 kHz. Nilai koefisien dapat diubah sesuai dengan data material baru yang ingin ditambahkan. d) Output Profile, menampilkan pendistribusian output polar dari material speaker. Nilai koefisien tersebut mewakili level tiap arah relative terhadap garis horisontal, yang diasumsikan mengarah ke obyek atau tujuan.
5) Eksekusi Simulasi Model 3D dan Analisis RT (Reverberation Time) Eksekusi simulasi model 3D dan analisis RT (Reverberation Time) harus menggunakan data volume dan data material dalam suatu rangkaian oktaf tertentu dan memilih pelingkup ruang yang akan dianalisis RT-nya, di mana tiaptiap sisi pelingkup telah mempunyai data material dan zona yang tepat. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: a) Eksperimen yang menggunakan bahan baru selain bahan standar Ecotect dapat dibuat melalui Material Library. b) Seluruh zona pelingkup disatukan dalam satu zona, karena pembacaan data dan analisis RT hanya dapat
dijalankan dalam satu
Zona
Management. (memungkinkan satu zona, dengan beragam jenis bahan yang digunakan)
91
c) Setelah menetapkan dan menentukan zona maka proses perhitungan RT dapat dijalankan yaitu dari Main Menu, Calculate, dan Statistical Reverberation. d) Hasil perhitungan dalam bentuk grafik statistikal waktu dengung (statistical reverberation) dan hasil analisis simulasi RT dapat dibaca berupa teks. Proses perhitungan dan analisis RT menggunakan program Ecotect sebagai berikut: a) Dengan model auditorium yang ada, dipilih keseluruhan zona dan pelingkup ruang yang akan masuk dalam proses analisis. b) Dari Control Panel dan Selection Information, dipilih Move Object (s) to Zone dari Selection Option untuk menyatukan seluruh zona pelingkup. c) Dilakukan perhitungan volume (m³) ruang yang akan dianalisis melalui Main Menu, Calculate, dan Zone Volumes. d) Setelah volume (m³) ruang auditorium diketahui, dilakukan proses perhitungan RT (Reverberation Time) melalui Main Menu, Calculate dan Statistical Reverberation. e) Hasil akhir tampilan sebagai berikut: (1) Selected Zone, zona yang dipilih untuk proses analisis akustik, akan nampak volume keseluruhan ruang auditorium di mana pembacaan volume ruang yang akurat dengan cara menyatukan keseluruhan zona. (2) Auditorium Seating, perlu dimasukkan data kapasitas tempat duduk ruang auditorium, memilih bahan tempat duduk yang dipakai, dan tingkat pengguna ruang (occupancy). (3) Calculation,
dipilih
jenis
pemrosesan
untuk
menentukan
RT
menggunakan rumus Sabine. 6) Eksekusi Simulasi Model 3D dan Analisis EDT Analisis EDT (Acoustic Response) dapat dilakukan melalui perhitungan rata-rata panjang pancaran suara dan penyerapan material dalam ruang. Analisis ini penting dalam menentukan kisaran spasial EDT dalam auditorium. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
92
a) Pelingkup ruang dipilih yang akan dianalisis EDT-nya, di mana tiap-tiap sisi pelingkup nya telah mempunyai data bahan dan zona yang tepat. b) Jika eksperimen menggunakan bahan baru di luar bahan standar Ecotect Autodesk, bahan ini dapat di-input melalui Material Library. c) Seluruh zona pelingkup harus disatukan dalam satu zona, karena pembacaan data dan analisis EDT hanya dapat dijalankan dalam satu zona manajemen (memungkinkan satu zona, dengan beragam jenis bahan yang digunakan). Perhitungan dan analisis EDT dengan menggunakan program Ecotect sebagai berikut: a) Proses eksekusi memerlukan penyatuan zona untuk mencapai hasil yang akurat. Adapun proses yang dilakukan sama dengan perhitungan dan analisis untuk RT. b) Dari Control Panel dan Rays and Particles dipilih 1 (satu) speaker yang akan dianalisis sebagai sumber suara, melalui Source di panel Rays and Particles, karena program Ecotect hanya mampu menganalisis dari 1 (satu) sumber bunyi (speaker) saja. c) Eksekusi proses pembacaan pancaran dan pemantulan diperoleh melalui Generate Rays. d) Proses perhitungan dan analisis EDT dilakukan dari Main Menu, Calculate dan Acoustic Response. e) Hasil simulasi dan analisis berupa grafik Statistical Response dan hasil analisis EDT juga dapat dibaca dalam bentuk teks. Hasil akhir eksekusi simulasi model 3D dan analisis EDT dapat ditampilkan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Ray Calculation Method dipilih Existing Rays/Particles; b) Calculation Settings, untuk menentukan proses EDT pada kisaran frekuensi yang diinginkan, di mana dalam penelitian ini ditetapkan pada mid frequency 500 Hz; c) Recalculate merupakan eksekusi simulasi EDT yang final.
93
7) Data Output Hasil simulasi model 3D dan analisis Ecotect dapat ditampilkan dalam bentuk grafik statistikal dan dibaca dalam bentuk teks dan tabel. Kemampuan program Ecotect dalam melakukan simulasi dan analisis lingkungan akustik hanya terbatas dalam 2 (dua) hal. Pertama, Simulasi dan Analisis RT, menampilkan perhitungan dan informasi statistik RT untuk zona terpilih yang ditampilkan dalam batasan frekuensi dengan rangkaian oktaf utama. Kedua, Simulasi dan Analisis EDT, menampilkan perhitungan dan informasi statistik EDT dari tiap pancaran sebuah speaker (rays) yang disebar secara acak dalam ruang permodelan.
94