BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengantar Penelitian ini berhubungan dengan budaya dan emosi suku Melayu, oleh karena itu dalam tinjauan pustaka, dijelaskan tiga hal yang berkaitan dengan penelitian tentang suku Melayu, yaitu: (1) Sosial Budaya Melayu Serdang Bedagai, Gambaran Umum Desa Besar II Terjun, Pengertian Bahasa Melayu, Sastra Lisan Melayu Serdang dan Folklor, (2) Kajian Teori Emosi dan Makna Emotif, dan (3) Kajian Terdahulu.
2.2. Latar Belakang Sosial Budaya Melayu Serdang Bedagai Suku Melayu di Sumatera Utara berdomisili di Pesisir Timur Propinsi Sumatera Utara. Menurut Napitupulu, dkk (1997:108-104), batas-batas daerah domisili suku Melayu di Sumatera Utara adalah sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan Daerah Istimewa Aceh, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Barat dan Barat Daya berbatas dengan Kabupaten Tanah Karo dan Kabupaten Simalungun. Di Pesisir Timur Sumatera Utara daerah hunian masyarakat Melayu adalah sepanjang daerah pantai sehingga pada zaman dahulu orang Belanda menyebutnya dengan “de Doskusters”. Kawasan hunian merupakan daerah-daerah yang pada sejarah lampau terdapat kerajaan-kerajaan dan ”Zelfbestuur” Langkat, Deli Serdang, Bedagai, Batu Bara, Asahan, Pantai Bilah, Kualoh dan Kota Pinang ( Sinar, 2002: 110).
Universitas Sumatera Utara
Dalam suku Melayu mempunyai beragam budaya. Kebudayaan itu adalah segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, artinya mencakup segala cara-cara atau pola-pola berpikir, merasakan, dan bertindak yang membentuk pola perilaku dan struktur sosial masyarakat. Bahasa merupakan hasil dari kebudayaan, karena bahasa merupakan hasil karya manusia, karya tersebut dipakai terus-menerus sampai sekarang dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan. Faktor dominan dalam budaya Melayu adalah Bahasa Melayu (BM), karena BM merupakan hasil karya Melayu dalam bentuk pepatah. Pepatah ini sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan maksud hati. Pada umumnya Masyarakat Melayu (MM) banyak mendiami daerah pesisir pantai, dan mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah nelayan. Masyarakat Melayu selalu hidup tolong-menolong, bekerja berkelompok, dan bekerja sama. Hidup saling membantu masih menjadi budaya dalam kehidupan mereka, contoh: kalau ada salah satu diantara mereka yang mengalami kesusahan. Dari kehidupan mereka seperti muncul satu pepatah “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing” ( informan 1, 2011). Relevan dengan pepatah Dayak Ngaju “Bebehat sama metue, mahiang sama mimbing” (Iper, dkk, 1997:10). Masyarakat Melayu Serdang adalah masyarakat yang beradat. Adat dilakukan oleh orang yang dituakan dan dihormati. Orang yang dituakan adalah orang yang dinilai mereka orang yang adil, jujur, bijaksana, berani, sabar, pandai, cerdik dan menghargai pendapat orang lain. Semua kegiatan dilakukan berdasarkan adat karena adat Melayu itu seperti yang terdapat dalam pepatah”Adat bersendi hukum syarak,
Universitas Sumatera Utara
Syarak bersendi Kitabullah” (Sinar, 2002:17). Kemudian dalam pepatah ”Biar mati anak daripada mati adat” (Rimbunan Petitih Melayu; riesnazasly.blogspot.com) artinya begitu pentingnya adat serta amalannya dalam MM. Dari pola hidup, sosial budaya dan adat yang mempengaruhi kehidupan mereka seperti itu, akhirnya tercipta beberapa pepatah yang melambangkan kehidupan mereka.
2.2.1. Gambaran Umum Desa Besar II Terjun Sebelum dijabarkan gambaran umum Desa Besar II Terjun, dalam tulisan ini dipaparkan sekilas tentang Kabupaten Serdang Bedagai dan Kecamatan Pantai Cermin. Hal itu dikarenakan Desa Besar II Terjun merupakan salah satu desa dari dari Kecamatan Pantai Cermin dan bagian dari Kabupaten Serdang Bedagai.
2.2.1.1. Kabupaten Serdang Bedagai
Lambang Kabupaten Serdang Bedagai. Motto: Tanah Bertuah, Negeri Beradat Kabupaten Serdang Bedagai yang beribukota Sei Rampah adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Deli Serdang sesuai dengan UU RI Nomor 36 Tahun 2003 pada tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai pada 18 Desember 2003, pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri.
Universitas Sumatera Utara
Bupatinya adalah Ir. H.T. Erry Nuradi, MBA, Wakil Bupati adalah Ir. H. Soekirman serta Sekretaris Kepala Daerah adalah Ir. H. Djaili Azwar, M.Si. Ketiga pimpinan ini dikenal sebagai pimpinan yang sangat kompak, sehingga menjadikan Serdang Bedagai menjadi Kabupaten Pemekaran Terbaik di Indonesia, dan Kabupaten terbaik di Sumatera Utara. Proses lahirnya undang-undang tentang pembentukan Sergai sebagai kabupaten pemekaran merujuk pada usulan yang disampaikan melalui Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 18/K/2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Persetujuan Pemekaran Kabupaten Deli Serdang. Kemudian Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 26/K/DPRD/2003 tanggal 10 Maret 2003 tentang Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Deli Serdang Atas Usul Rencana Pemekaran Kabupaten Deli Serdang menjadi 2 (dua) Kabupaten (Kabupaten Deli Serdang (Induk), dan Kabupaten Serdang Bedagai. Kabupaten yang luasnya mencapai 1.900,22 kilometer persegi ini, terdiri atas 243 desa/kelurahan yang berada dalam 13 kecamatan. Batas wilayah Kabupaten Serdang Bedagai dari sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, dari sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dolok Batunanggar, Raya Kahean dan Silau Kahean di Kabupaten Simalungun, sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Ular dan Sungai Buaya, dan dari sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Dolok Batunanggar, Raya Kahean dan Silau Kahean di Kabupaten Simalungun. Kecamatan yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai adalah: Bandar Khalipah, Bintang Bayu, Dolok Masihul, Dolok Merawan, Kotarih, Pantai
Universitas Sumatera Utara
Cermin, Pegajahan, Perbaungan, Sei Bamban, Sei Rampah, Serba Jadi, Silinda, Sipispis, Tanjung Beringin, Tebing Syahbandar, Tebing tinggi, Teluk Mengkudu. Penduduknya berjumlah 579.499 jiwa atau 131.844 keluarga dengan kepadatan penduduk rata-rata 305 jiwa per kilometer persegi. Dari jumlah penduduk tersebut, tingkat pengangguran terbuka relatif kecil yakni 14.774 jiwa atau sekitar 3 persen. Sementara keragaman budaya yang ada tergambar dari muklti etnis yang ada, yakni Jawa, Melayu, Batak Karo, Batak Simalungun, Karo, Angkola, Mandailing, Minang, Banjar, Aceh, Nias dan Tionghoa-Indonesia. Potensi terbesar yang dimiliki Sergei adalah persawahan yang memproduksi 354.355 ton gabah dari luas lahan 68.967 hektar pada tahun 2003. Produksi ini surplus 134.115 ton yang didistribusikan ke berbagai daerah, disusul oleh ubi kayu 272.173 ton (di unduh dari http://www.serdangbedagaikab.go.id).
Untuk
lebih
jelasnya
letak
geografis
Kabupaten Serdang Bedagai dapat dilihat dari peta sebagai berikut:
Peta Lokasi Serdang Bedagai (http://www.serdangbedagaikab.go.id)
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.2. Kecamatan Pantai Cermin Pantai Cermin adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Indonesia. Terdiri dari 12 kelurahan/Desa, yaitu: - Kelurahan/Desa Ara Payung (Kodepos : 20987) - Kelurahan/Desa Besar 2 Terjun (Kodepos : 20987) - Kelurahan/Desa Celawan (Kodepos : 20987) - Kelurahan/Desa Kota Pari (Kodepos : 20987) - Kelurahan/Desa Kuala Lama (Kodepos : 20987) - Kelurahan/Desa Lubuk Saban (Kodepos : 20987) - Kelurahan/Desa Naga Kisar (Kodepos : 20987) - Kelurahan/Desa Pantai Cermin Kanan (Kodepos : 20987) - Kelurahan/Desa Pantai Cermin Kiri (Kodepos : 20987) - Kelurahan/Desa Pematang Kasih (Kodepos : 20987) - Kelurahan/Desa Sementara (Kodepos : 20987) - Kelurahan/Desa Ujung Rambung (Kodepos : 20987) Pantai Cermin juga merupakan salah satu objek wisata di Kabupaten Sergai dengan pemandangan dan pantainya yang indah. Pantai Cermin juga memiliki sebuah Theme Park yang cocok buat bermain anak. Objek wisata tersebut merupakan salah satu
sumber
pendapatan
Kabupaten
Serdang
Bedagai
http://id.wikipedia.org/wiki/Pantai_Cermin,_Serdang_Bedagai). Untuk lebih jelasnya lokasi Kecamatan Pantai Cermin dapat dilihat dari peta sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Peta Kecamatan Pantai Cermin (Sumber:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29324/1/Appendix.pdf) Dari paparan di atas, diketahui bahwa Desa Besar II Terjun berada di Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Besar II Terjun. Perlu dijelaskan bahwa desa ini dijadikan tempat penelitian, karena kebudayaan Melayu di desa ini masih kuat sejak tahun 1941, dan sampai sekarang. Contoh, kebudayaan mereka untuk mengadakan rapat adat yang diadakan di balai adat (berdiri sampai sekarang) bertempat di depan kantor lurah. Hal ini membuktikan bahwa mereka masih memegang adat yang kuat. Hanya saja adat menggunakan pepatah sudah berkurang dan sudah jarang digunakan ( informan 2: 2011). Desa Besar II Terjun termasuk salah satu dari 12 desa Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai dan desa Besar II Terjun menurut sejarahnya dibuka pada tahun 1941 pada masa penjajahan Belanda. Desa Besar II Terjun berasal
Universitas Sumatera Utara
dari Desa besar I Terjun dengan status tanah yang dipusakai masyarakat secara turun temurun. Sejarah kepemimpinan Desa Besar II Terjun sampai sekarang ini sudah dipimpin oleh tujuh orang yaitu: Kamaruddin, Molkan, OK. Jamil, Harun Arrasyid, Ahmat.J, Sayuti A.S. (terhitung dari tahun 1972 – 2007 selama 35 tahun), dan diteruskan oleh Sulaimansyah mulai dari tahun 2007 sampai sekarang. Kondisi geografi desa ini berada pada ketinggian tanah dari permukaan laut yaitu 1-1,5 Meter, curah hujan rata-rata pertahun 225 MN, topografi yaitu dataran rendah, dan suhu udara rata-rata 30%. Luas desa 600 Hektar (Ha) terdiri dari sawah 425 Ha, Pekarangan 135 Ha, kebun sawit 25 Ha, dan holtikultura (kebun sayur) 15 Ha. Desa ini berbatasan dengan sebelah Utara berbatas dengan desa Pantai Cermin Kiri dan desa Pantai Cermin Kanan, sebelah Selatan berbatas dengan desa Lubuk Cemara dan desa Suka Jadi Kecamatan Perbaungan, sebelah Timur berbatas dengan desa Sementara, dan sebelah Barat berbatasan dengan Perkebunan PTPN IV ADOLINA. Jarak dari pusat pemerintahan propinsi lebih kurang 50 Kilometer. Untuk lebih jelasnya keadaan geografis desa besar II Terjun dapat dilihat dari peta Desa Besar II terjun, sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Desa Besar II Terjun terdiri dari delapan Dusun, dan jumlah penduduk keseluruhannya adalah 4.136 orang (laki-laki, perempuan, anak-anak dan orang tua), mayoritas beragama Islam. Mata pencaharian di desa tersebut mayoritas petani, selebihnya pedagang, pengrajin (anyaman tikar, atap rumbia, keranjang bumbu, dan pembuat pisang sale), pegawai negeri dan swasta, dan wiraswasta. Fasilitas yang dimiliki oleh Desa Besar II Terjun yaitu 4 gedung mesjid, 3 gedung musholla, 2 gedung SD.Negeri, dan 2 gedung Madrasah Diniyah Awaliyah. Sedangkan partai politik yang berkembang di desa tersebut adalah Partai Golongan Karya, Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Bulan Bintang, dan Partai Gerindra. Inilah gambaran umum Desa Besar II Terjun (sumber: laporan kependudukan bulan Juli 2011 dan ekspose desa Besar II Terjun tahun 2007-2008).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Pengertian Bahasa Melayu Menurut Ridwan (2005:81-124) Bahasa Melayu (BM) sebagai sistem mengisyaratkan keteraturan. BM merupakan penanda identitas masyarakat etnis budaya Melayu, juga penanda identitas utama kehidupan manusia Melayu. Bahasa Melayu kaya akan nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya diekspresikan melalui berbagai bentuk dan jenis kebahasaan ungkapan, kiasan, gurindam, seloka, pepatah, yang selalu membekali manusia dengan peran tunjuk ajar untuk selalu berkehidupan yang baik dan berbudi bahasa. Sikap berbahasa orang Melayu mencerminkan sentuhannya dengan alam dan lingkungan yang menurut persepsi budaya dan memiliki gejala-gejala hubungan antara sikap manusia dengan keyakinan, dambaan, dan tata-krama seperti yang diungkapkan melalui hasil-hasil kesusastraan dan BM. Bahasa Melayu cukup sarat dengan pesan-pesan yang bermanfaat dalam pembinaan sikap hidup manusia yang berkepribadian dan melalui kata dan ungkapan bahasa Melayu sesuai dengan pilar utama adat Melayu yang bernuansakan Islam. Sinar (2002:111) mengatakan bahwa “Penutur Bahasa Melayu adalah masyarakat yang merupakan sekelompok manusia atau homo lagues yang hidup berkelompok dan saling mempengaruhi”. Bahasa Melayu juga bersifat universal, selalu menerima, tidak ekslusif, terbuka dan toleransi terhadap bahasa yang lain. BMS merupakan salah satu dialek BM yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. BMS terdapat di Kabupaten Deli Serdang khususnya di Kecamatan Pantai Cermin Kota Perbaungan. BMS memiliki peranan dan fungsi yang sangat penting bagi MM di wilayah pemakaiannya, yaitu berfungsi sebagai alat komunikasi antar warga MMS
Universitas Sumatera Utara
dalam kegiatan sehari-hari dan upacara adat. Sementara itu, di luar wilayah pemakaiannya, BMS digunakan oleh masyarakat Melayu Deli dan Batubara (Zein, 2009). Agar bahasa daerah Melayu tetap dapat berkembang, maka harus tetap dilakukan pembinaannya. Dalam hal ini BMS diteliti berdasarkan semantik dalam kajian makna emotif dalam nilai rasa dari salah satu sastra BMS yaitu pepatah. Menurut Sinar (2002: 16) melalui ekspresi bahasa, sistem sosial akan dapat tergambar latar belakang psikologis orang Melayu Serdang yang terkait pada cakupan emosi, estetik, etika, moral, logika dan nasionalisme baik kepentingan individu maupun kelompok.
2.2.3. Sekilas Tentang Folklor Sastra lisan Melayu termasuk dalam folklor lisan. Menurut Danandjaja dalam Pudentia (1998:54) Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemoninic device). Ciri-Ciri Folklor sebagai berikut: (a) Penyebaran dan pewarisannya bersifat lisan; (b) Bersifat tradisional; (c) Ada (exsist) dalam versi-versi bahkan dalam varian yang berbeda; (d) Bersifat anonim; (e) Biasanya memiliki bentuk berumus; (f) Mempunyai kegunaan (fungsi) dalam kehidupan bersama kolektifnya; (g) Bersifat pralogis; (h) Milik bersama (kolektif); (i) Pada umumnya bersifat polos dan lugu.
Fungsi Folklor
menurut William R. Bascom dalam Pudentia (1998:70) folklor mempunyai fungsi sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a) Sebagai sistem proyeksi (projective system) b) Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan; c) Sebagai alat pedagogik d) Sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma masyarakat dan pengendalian masyarakat. Bentuk Folklor menurut Brunvand dalam Pudentia (1998: 54) berdasarkan kategorinya, folklor digolongkan kedalam tiga golongan, yaitu folklor lisan (verbal folklore), folklor sebagian lisan (party verbal) dan folklor bukan lisan (non verbal folklore). a) Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya murni lisan. Bentuk-bentuk (genre) folklor yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan, ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan pomeo; pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair, cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda dan dongeng; dan nyanyian rakyat. b) Folklor sebagian lisan Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Yang termasuk golongan ini antara lain; kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain. c) Folklor bukan lisan
Universitas Sumatera Utara
Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, dibagi menjadi dua yakni material dan nonmaterial. Bentuk folklor material: arsitektur rakyat, misalnya bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya, kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Sedangkan bentuk nonmaterial: gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi, isyarat untuk komunikasi rakyat, misalnya kentongan tanda bahaya di Jawa atau bunyi gendang. Menurut Pudentia (1998: 57) Macam-macam folklor yaitu: a) Folklor humanis. Folklor humanis lebih menekankan pada aspek lor daripada folknya. Merupakan jenis folklor yang terdiri dari kesusastraan lisan, seperti cerita rakyat, takhyul, balada, dan sebagainya b) Folklor modern. Folklor modern lebih menekankan pada aspek folk dan juga lornya. semua unsur kebudayaan manusia asalkan diwariskan melalui lisan atau dengan cara peniruan. c) Folklor antropologis. Folklor antropologis lebih menekankan pada aspek folk daripada lor-nya. Folklor antropologis lebih membatasi pada unsur-unsur kebudayaan yang bersifat lisan saja (verbal arts) hanya pada jenis cerita prosa rakyat, teka-teki, peribahasa, syair rakyat dan kesusastraan lainnya. Pepatah BMS termasuk dalam jenis folklor lisan. Unsur lisan yang terdapat pada pepatah berupa leksem, bahasa figuratif dan metafora. Semua unsur lisan dalam pepatah menggunakan nama tumbuhan, alam, dan binatang. Unsur lisan ini diucapkan
Universitas Sumatera Utara
pada saat berbicara dengan orang lain dalam acara adat, bergaul dan menasihati sesuai dengan kondisi pada saat berbicara. 2.2.4. Sastra Lisan Melayu Sastra lisan dalam bahasa Inggrisnya disebut “oral literature” atau “orale letterkunde”, dalam bahasa Belanda, artinya adalah kesusastraan warga dalam suatu kebudayaan yang disebarkan turun-temurun secara lisan, yang memiliki fungsi yang memenuhi kebutuhan manusia. Menurut Darry dan Lord (dalam Sinar, 2002:213), “ciri khas sastra lisan ialah lincah, selalu diciptakan dan dihayati kembali sesuai dengan daya cipta pembawa dan penikmatnya”. Tarigan (1979:4) diunduh dari (http://repository .usu.ac.id/bitstream /1234 56789/17847/5/Chapter%20I.pdf) mengatakan ”sastra lisan adalah bagian dari folklor. Folklor mencakup satra lisan dan bukan sastra lisan. Akan tetapi, biasanya sastra lisan hanya berarti foklor yang lisan saja dan tidak mencakup permainanpermainan dan tari-tarian rakyat, walaupun sastra lisan secara luas dapat mencakup aneka ragam bentuk, seperti teka-teki, pepatah, sumpah serapah, guna-guna, sampai hal-hal yang sukar di ucapkan dari permainan kata-kata. Akan tetapi, sastra lisan lebih sering dipergunakan sebagai istilah pengganti cerita rakyat. Sastra lisan adalah hasil karya sastra yang tertua di dunia. Sastra lisan tetap hidup dalam segala perubahan zaman. Sastra daerah bersifat lisan yang disebarkan dari mulut ke mulut yang menggunakan bahasa sebagai media. Sastra lisan ini juga merupakan tradisi lisan. Selanjutnya pengertian sastra lisan dikaitkan pada bagian tradisi lisan. Menurut Robson dalam Yulisma, dkk, (1997:1) bahwa “tradisi lisan
Universitas Sumatera Utara
bukan hanya ide satu orang, tetapi mungkin berasal dari masyarakat yang diangkat oleh seseorang berkat ketajaman penghayatannya”. Tradisi lisan memegang peran aktif dalam jangka waktu yang lama yang dijadikan pedoman hidup. Tradisi lisan dilisankan dengan bahasa daerah dan berasal dari bahasa daerah sehingga dapat menghasilkan sastra lisan daerah. Seperti yang dikatakan Shiply (1962:102) dalam Yulisma, dkk, (1997:4) “Sastra lisan daerah adalah jenis atau kelas karya sastra tertentu yang dituturkan dari mulut ke mulut tersebar secara lisan, anonim, dan menggambarkan kehidupan masyarakat masa lampau”. Sastra lisan dalam suku Melayu yaitu berupa pepatah. Sebagai sastra lisan, penyebarannya sangat terbatas, dan mungkin akan perlahan-lahan hilang karena penuturnya satu per satu meninggal dan generasi muda sekarang kurang berminat terhadap sastra daerahnya. Maka akan punah juga cerminan jiwa, sikap, watak dan peradaban manusia dalam tradisi. Seperti yang dikatakan Yulisma, dkk (1997:2) bahwa “hilangnya kekayaan bahasa dan sastra itu akan hilang pulalah nilai – nilai yang mencerminkan kekayaan jiwa, filsafat, watak, dan lingkungan peradaban yang sudah terbentuk dan terbina dalam tradisi”. Dalam hal ini sastra Melayu dari dahulu berubah terus, walaupun beberapa ragam dasar bertahan lama. Pepatah dikategorikan ke dalam karya sastra, khususnya sastra Indonesia. Dalam sastra Melayu Serdang, pepatah merupakan karya sastra lisan yang diucapkan secara spontan sesuai dengan keadaan dan situasi tentang apa yang dibicarakan.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Pengertian Emosi Emosi adalah kata serapan dari bahasa Inggris, yakni ‘emotion’. Emosi digunakan untuk menggambarkan perasaan yang kuat akan sesuatu dan perasaan yang sangat menyenangkan atau sangat mengganggu. Menurut Goleman (1997) dalam Safaria dan Saputra (2009:12) ”emosi dalam makna paling harfiah didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu dari setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Emosi yang merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan bertindak. Chaplin
(2002)
dalam
Safaria dan Saputra, 2009:12) merumuskan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku. Charles Darwin dalam Astrada, (2008:49) menemukan bahwa beberapa ekspresi emosi bersifat bawaan, universal, lintas budaya, lintas spesies yang terdapat pada beragam jenis makhluk hidup. Izard dalam Astrada (2008:49) mengatakan “ekspresi emosi seperti senang, kaget, sedih, amarah, sebal, jijik dan takut ditemukan dalam berbagai budaya manusia baik yang melek maupun buta huruf. Plutchik dalam Mahriyuni (2009:43) mengategorikan emosi ke dalam beberapa segmen bersifat positif dan negatif (they are positive or negative), primer dan campuran (they are primary or mixed), banyak yang bergerak ke kutub yang berlawanan (many are polar and opposites), dan intensitasnya bervariasi (they vary in intensity). Jadi emosi adalah satu ciri jiwa manusia yang memamerkan perasaan-perasaan kuat yang berpuncak
Universitas Sumatera Utara
daripada psikologi (mental) seseorang dan emosi dapat berlaku secara naluri bergantung pada situasi. Menurut Wierzbicka (1996), emosi diekspresikan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Misalnya menulis dalam kata-kata, dan perubahan ekspresi wajah. Ekspresi dari kedua bentuk tersebut dapat berupa sedih, marah, takut, senang, bahagia, ceria, atau cinta. Pengategorian emosi yang cukup bermanfaat adalah dengan membedakan emosi berdasarkan skenario kognitif yang dimiliki seseorang terhadap emosi yang dialami, berdasarkan nilai positif dan negatif, dan kedekatan makna antara kata-kata emosi, dan lainnya. Dari pendapat para pakar di atas, dihubungkan dalam emosi Melayu yaitu emosi merupakan luapan perasaan seseorang yang terpendam berupa marah, sedih, senang, malu, bosan, benci, dan ego dari jiwa Melayu. Emosi adalah bagian dari alam dan makhluk ciptaan Allah. Awang, dkk (2005:199) mengatakan “emosi dapat dikaitkan dengan permasalahan hubungan antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan Tuhan. Semua emosi dikenal sebagai bagian dari kognitif atau kemauan-kemauan yang terjadi secara sadar”. Awang, dkk (2005:173-174) menyatakan “luapan emosi Melayu selalu direalisasikan dengan mengunakan pepatah. Sebagaimana pepatah merupakan hasil dari sastra lisan, pepatah sebagai media ekspresi emosi bangsa Melayu digunakan untuk mendidik masyarakat supaya menghayati nilai-nilai akhlak mulia dan budaya bangsa. Emosi Melayu berhubungan dengan budaya, contohnya: emosi dendam yang memperlihatkan beberapa aspek budaya Melayu yang sensitif, termasuk marwah,
Universitas Sumatera Utara
martabat, dan sistem nilai. Emosi Melayu yang lebih tinggi derajatnya adalah emosi malu dan marah, yaitu” Orang Melayu mempunyai konsep malu yang lebih tinggi”. Konsep malu telah menetapkan dan memerlukan cara seseorang individu Melayu bertingkah laku dalam amalannya sehari-hari sehingga dapat memperlihatkan nilai yang suci dan murni dalam keseluruhan hidupnya. Oleh karena itu emosi yang dinyatakan dalam setiap petuturan sebaiknya dipilih ungkapan yang tidak mempunyai makna langsung. Hal ini dilakukan karena apabila lawan bicara yang terkena ungkapan emosi langsung tidak akan bersenang hati dan memikirkan cara untuk melakukan dan akhirnya terpengaruh dengan situasi yang lebih emosional sifatnya.
2.3.1. Emosi Dasar Masyarakat Melayu Serdang Pada dasarnya emosi manusia bisa dibagi menjadi dua kategori, yaitu pertama; emosi positif atau afek positif; yang memberikan dampak menyenangkan dan menenangkan. Jenis dari emosi positif ini seperti tenang, santai, rileks, gembira, lucu, haru dan senang. Penentuan emosi dasar MMS berdasarkan pada pemakaian kata-kata emosi atau nama-nama emosi yang menggambarkan jiwa mereka, dan gambaran itu adalah emosi yang sesungguhnya. Emosi dasar memiliki bentuk ungkapan emosi (tingkah laku tertentu) yang melekat dan diketahui dengan baik oleh informan (Mahriyuni, 2009:136). Menurut Mahriyuni (2009:137) dari hasil penelitian tentang emosi Bahasa Melayu Serdang, emosi dasar Melayu Serdang yang diperoleh dari emosi penutur Bahasa Melayu yaitu sebagai berikut: senang, sedeh, marah, malu, takut, bosan dan
Universitas Sumatera Utara
benci. Jenis emosi dasar dan bentuknya yang muncul berdasarkan rasa/perasaan MMS adalah sebagai berikut: Tabel 1. Jenis Emosi Dasar Melayu Serdang (Mahriyuni, 2009: 141) No 1
Jenis Emosi Senang
2
Sedeh
3 4 5
Marah Malu Takut
6 7
Bosan Benci
Makna Suke, bahagie, puas, gembire, gemar, hoji, cinte, damai, enak, nikmat, sedap, bangge, riang, kaseh, sayang, birahi, tenang, ikhlas, tenteram, rindu, dendam, leluase, lege, sejahtere Susah, duke, gundah, saket, haru, sedu, sengsare, gelisah, merane, nyeri, lare, pedeh, ibe, pilu, terenyuh, khawatir, cemas, lelah, leteh, lesu, lemas, lelah, lunglai, hamper, penat geram, palak, garang, gemas, jengkel, kecewa, kesal hina, canggung, riseh, segan, kaku, rimas, malas, sungkan Tesiau, khawatir, ngeri, gentar, tegang, tekimput, gelisah, bimbang. cemas, gamang, seram, bingung, kacau, tebere, resah, sangsi, ragu, curige, gugup kalut. muak, luat, muntah, jijik, mual Iri, hambar, jijik, dengki, cemburu, sirik
2.3.2. Makna Emotif dari Emosi Dasar Masyarakat Melayu Serdang Makna dalam pepatah berupa ajaran, pendidikan, petunjuk, peringatan, nasihat, sindiran dan pujian yang termasuk dalam makna emotif dengan menngunakan kajian semantik kognitif. Dalam menentukan makna dilakukan pendefinisian makna berdasarkan kelompok emosi dasar MMS. Tabel 2. Berikut definisi makna emosi tergolong dalam emosi dasar senang: (Mahriyuni, 2009: 142) No 1
Jenis Emosi Senang
2
Suka
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Bahagia Gembira Ikhlas Lega Puas Girang Enak Gemar
Makna puas dan lega, tanpa rasa susah dan kecewa, betah, berbahagia, suka, gembira, sayang, keadaan baik, mudah, serba mudah. berkeadaan senang, girang hati, mau, sudi, rela, menaruh simpati, setuju, menaruh kasih sayang, acak mudah sekali. keadaan atau perasaan senang dan tenteram. suka, bahagia, bangga, snang, rinag, senang hati, bersuka cita, ria. Bersih hati, tulus hati. Lapang, luas, tidak sempit, berasa senang, tidak sibuk. Merasa senang karena sudah terpenuhi hasrat hatinya. Riang, gembira Sedap, lezat, sehat/segar, nikmat dan menyenangkan. Suka sekali, sangat menyenangkan.
Universitas Sumatera Utara
No 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Jenis Emosi Sejahtera Hoji Ria Damai Cinta Sayang Bangga Gemar Leluase Rindu
21.
Sedap
22.
Dendam
Makna Aman sentosa dan makmur Perasaaan hati dalam keadaan suka terhadap suatu benda Riang, suka cita, gembira ramai. Tidak ada perang, tidak ada kerusuhan. Suka sekali, saying Kasih sayang, cinta kasih, amat suka akan mengasihi Besar hati, merasa gagah. Suka sekali. Lapang, bebas, tidak terbatas, berbuat sesuka hati. Sangat ingin dan berharap benar terhadap sesuatu, memiliki keinginan yang kuat untuk bertemu. Enak, tentang perasaan pada umumnnya, bersih dan rapi, harum baunya, lezat. Perasaan rindu, menaruh cinta kasih.
Makna emosi dasar senang, dalam masyarakat Melayu Serdang merupakan dimensi semantik reaksi perasaan yang timbul melalui perasaan dari rasa nikmat, gairah, atau keinginan karena melakukan sesuatu dan suka terhadap seseorang. Penyebab munculnya perasaan senang, yaitu karena memperoleh hasil yang diharapkan, mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan tujuan akhir tercapai, masalah yang diemban sudah selesai, mendapatkan kabar yang baik, sudah sampai pada tujuan, melakukan pekerjaan yang diminati, mendapatkan pujian, mendapatkan perhatian, cinta dan kasih sayang. Semua peristiwa yang dipaparkan adalah merupakan emosi dasar senang pada MMS. Tabel 3. Definisi makna emosi tergolong dalam emosi dasar sedeh: (Mahriyuni, 2009: 145) No 1 2 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Emosi Sedeh Merane Gundah Pedeh Pilu Ibe Sedu Terenyuh Hampe
Makna Susah hati, sangat pilu, berduka cita Lama menderita sakit, selalu sakit-sakit, selalu menderita sedih. Sedih, bimbang, gelisah. Berasa sakit hati, bercampur sedeh. Sangat sedeh, terharu. Belas kasihan, merasa terharu dan kasihan Sedih, susah hati, sedeh hati. Terharu dan sedih sekali. Tidak berisi, kosong, tidak bergairah, tidak ada hasilnya, bodoh, tidak berpengetahuan.
Universitas Sumatera Utara
No 10. 11. 12. 13.
Jenis Emosi Duke Letih Lesu Lelah
Makna Susah hati, sedih hati. Tidak bertenaga, sedih sekali. Tidak berdaya sama sekali karena lelah. Penat, payah, tidak bertenaga.
14.
Lemah
Tidak kuat, tidak bertenaga, tidak tegas
15.
Ngeri
Berasa takut atau khawatir.
16. 17.
Haru Sengsare
Kasihan, iba karena mendengar/melerai sesuatu. Kesulitan atau kesusahan hidup, kesukaran.
Makna emosi dasar sedeh, dalam MMS merupakan dimensi semantik reaksi perasaan negatif yang ditimbulkan oleh sesuatu kehilangan atau masalah. Berdasarkan klasifikasi jenis dan makna emosi yang dihasilkan menunjukkan ekspresi negatif pada seseorang dari pengalaman hidup. Tetapi ada juga yang menunjukkan ekspresi positif seperti perasaan emosi terenyuh, ibe, dan terharu, bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Tabel 4. Definisi makna emosi tergolong dalam makna emosi dasar marah (Mahriyuni, 2009: 147) No 1
Jenis Emosi Marah
1. 3. 4. 5. 6. 7.
Geram Palak garang Jengkel Kecewe Kesal
Makna Merasa sangat tak senang dan panas karena diperlakukan kurang baik, gusar, berang Marah sekali, gemas. Panas hati, marah, merasa benci, kesal, menjadi sangat berani. Pemarah lagi bengis, galau, ganas. Kesal, perasaan mendongkol. Kecil hati, tidak puas, cela, cacat, tidak berhasil. Mendongkol, sebal, kecewa, tidak suka, jemu.
Makna emosi dasar marah, dalam MMS merupakan dimensi semantik reaksi perasaan negatif yang ditimbulkan karena tidak tercapainya suatu tujuan, merasa tidak puas terhadap sesuatu atau seseorang. Klasifikasi emosi marah dari leksem geram dan palak, termasuk kedalam kelompok negatif, karena menimbulkan perasaan tidak menyenangkan bagi orang lain. Selain itu emosi marah merugikan bagi setiap
Universitas Sumatera Utara
orang yang marah karena dapat mengganggu kesehatan dan membuat kondisi jiwa yang tidak stabil, rasa marah yang tinggi dan membuat orang melakukan tindakan anarkis berupa memukul, berbicara kasar dan yang lainnya. Tabel 5. Definisi makna emosi yang tergolong dalam makna emosi dasar Malu (Mahriyuni, 2009:147) No 1
Jenis Emosi Malu
2 3 4 5 6 7 8
Hina Canggung Riseh Segan Kaku Malas Rimas
Makna Merasa sangat tidak enak hati karena sesuatu yang kurang baik, mempunyai cacat, hina. Rendah kedudukan (pangkat/martabatnya). Kurang mahir/tidak terampil dalam menggunakan sesuatu. Berasa jijik, berasa malu, merasa tersinggung, cemas. Malas, enggan, tidak sudi, tidak mau, tidak suka Keras tidak dapat dilenturkan, sukar dibantah. Tidak mau bekerja/atau melakukan sesuatu. Perasaan riseh dan segan.
Makna emosi dasar malu, dalam MMS merupakan dimensi semantis reaksi perasaan negatif yang timbul karena kegagalan seseorang dalam memenuhi norma yang berlaku. Berdasarkan klasifikasi emosi canggung, riseh, kaku, malas dan rimas, dapat digolongkan dalam kriteria emotif negatif bagi seseorang karena menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan, merasa memiliki kekurangan, tidak percaya diri, tetapi dapat berdampak positif apabila perasaan segan terjadi pada emosi dasar malu. Tabel 6. Definisi Makna emosi yang tergolong dalam makna emosi dasar Benci (Mahriyuni, 2009: 148) No 1 2 3. 4.
Jenis Emosi Benci Iri Hambar Dengki
5. 6. 7.
Cemburu Sirik Jojok
Makna Sangat tidak suka. Tidak sanggup melihat kelebihan orang lain, cemburu, sirik, dengki. Tidak ada rasanya, kurang bergairah. Menaruh perasaan marah karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan orang lain. Merasa kurang senang melihat orang lain beruntung. Iri hati, dengki, cemburu. Perasaan hati yang sangat benci pada seseorang.
Universitas Sumatera Utara
Makna emosi dasar benci, dalam MMS merupakan dimensi semantik reaksi perasaan negatif yang ditimbulkan karena merasa tidak suka terhadap sesuatu atau seseorang. Berdasarkan ekspresi emosi dalam kelompok benci cenderung menggambarkan ketidaksenangan manusia terhadap sesuatu atau seseorang. Emosi benci yang muncul pada seseorang dapat mengakibatkan hal negatif pada orang lain. Tabel 7. Definisi Makna emosi yang tergolong dalam makna emosi dasar Takut (Mahriyuni, 2009: 148) No 1
Jenis Emosi Takut
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Bimbang Gelisah Gugup Ngeri Kalut Tesiau Khawatir Gentar Tegang Cemas Gamang Seram Bingung Kacau Tebere Resah Sangsi Ragu Curige Tekimput
Makna Merasa tidak berani (ngeri, gentar) melihat sesuatu yang mendatangkan bencana pada dirinya Merasa tidak tetap hati, ragu-ragu, cemas, khawatir Tidak tenteram hatinya, selalu merasa khawatir, dsb Perasaan tidak karuan karena bingung, tergesa-gesa Berasa takut (seram) karena melihat yang membahayakan Kusut tak karuan, kacau, perasaan yang tak tentu arah Kecut hati Takut akan suatu hal yamg belum terjadi, merasa gelisah. Merasa takut diiringi dengan gerakan yang cepat Perasaan yang tidak tenang karena merasa ngeri Merasa sangat gelisah Merasa takut atau ngeri, merasa kesunyian. Meremang, menakutkan menyebabkan ngeri Hilang akal, tidak tahu arah, gugup tidak karuan, tolol Kalut tak karuan, rusuh tidak aman, tidak tentram Rasa takut sambil seperti ada yang mau keluar dari tubuh Tidak tenang, gugup, rusuh hati, Bimbang, ragu-ragu Bingung, ragu, bimbang Rasa was – was, khawatir, perasaan kurang percaya. Kecut hati, ciut.
akan
Makna emosi dasar takut, dalam MMS merupakan dimensi semantis reaksi perasaan negatif yang ditimbulkan karena keadaan bahaya atau ancaman dari lingkungan sekitar. Ekspresi emosi dasar takut tergolong dalam emosi negatif karena menunjukkan perasaan yang tidak mengenakkan terhadap orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 8. Definisi makna emosi yang tergolong dalam makna emosi dasar Bosan (Mahriyuni, 2009: 149) No 1. 2. 3. No 4.
Jenis Emosi Bosan Luat Muak Jenis Emosi Muntah
5.
Jijik
6.
Mual
Makna Sudah tidak suka lagi, jemu Mual, berasa mau muntah. Merasa jijik hendak muntah, karena yang kerap dilakukan Makna Keluar kembali apa yang ditelan, merasa jijik dengan tingkah laku manusia yang membuat kesal. Tidak suka melihat sesuatu yang kotor, tidak suka terhadap sikap manusia yang membuat kesal. Sudah jemu, merasa jijik, bosan mendengar atau melihat sesuatu (terutama sikap).
Makna emosi dasar bosan, dalam MMS merupakan dimensi semantis reaksi perasaan yang ditimbulkan karena terlalu sering melakukan sesuatu. Berdasarkan klasifikasi emosi digolongkan dalam emosi negatif karena seseorang menunjukkan ketidaksenangan terhadap orang lain, sikap, perbuatan orang lain yang berlebihlebihan dan sikapnya menimbulkan orang lain jijik, muak, mual luat. Biasanya sikap bosan ini ditunjukkan melalui perilaku yang tidak baik, seperti mengomel, tidak ingin bertemu lagi, dan lain sebagainya. 2.3.3. Teori Semantik Kognitif Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantic) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik. Chaer (2002:2) mengatakan” semantik adalah sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tatanan analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik”. Dari pengertian di atas, semantik adalah ilmu yang mempelajari hubungan
Universitas Sumatera Utara
antara tanda linguistik dengan hal yang ditandainya atau ilmu yang mempelajari makna atau arti dalam setiap bahasa atau kalimat yang diucapkan oleh manusia. Dalam tesis ini semantik yang berhubungan erat dengan pepatah BMS yang diteliti dalam makna emotif adalah semantik kognitif. Karena semantik kognitif mengupas makna kata atau kalimat berdasarkan pada pikiran manusia. Makna kata atau kalimat berdasarkan pada pikiran manusia mencakup kerja seperti kategorisasi, mengingat, menganalisa, menafsirkan, evaluasi dan lainnya. Inti tujuan dari kerja kognitif adalah memahami segala sesuatu tentang lingkungan dan diri sendiri. Sedangkan emosi dan pikiran (kognisi) memiliki kaitan erat dan tidak terpisahkan karena terdapat struktur kognitif dalam emosi yaitu cara bagaimana emosi dibedakan satu sama lain. Emosi muncul setelah melalui penafsiran terhadap suatu kejadian. Meskipun demikian, proses kognitif yang melahirkan emosi tidak selalu dapat disadari. Misalnya marah. Sebelum marah, maka ada penilaian yang dilakukan sebelumnya. Pikiran selalu bekerja sebelum maupun pada saat emosi. Diunduh dari http://smartpsikologi.blogspot.com. tanggal 12 Maret 2011. Kognitifisme mengacu pada teori linguistik yang berdasar pada pandangan tradisional tentang arah hubungan sebab akibat antara bahasa dan pikiran (Lyons, 1995:97). Kognitifisme merupakan bagian dari linguistik fungsional yang menawarkan prinsip yang sangat berbeda dari linguistik formal dalam memandang bahasa. Secara eksternal, linguis fungsional berpendapat bahwa prinsip penggunaan bahasa terwujudkan dalam prinsip kognitif yang sangat umum; dan secara internal mereka berpendapat bahwa penjelasan linguistik harus melampaui batas antara
Universitas Sumatera Utara
berbagai macam tingkatan analisis (Saeed 1997:300). Misalnya, penjelasan tentang pola gramatikal tidak dapat hanya dianalisis melalui prinsip sintaksis yang abstrak, tetapi juga melalui sisi makna yang dikehendaki pembicara dalam konteks tertentu penggunaan bahasa. Penganut semantik kognitif berpendapat bahwa kita tidak memiliki akses langsung terhadap realitas, dan oleh karena itu, realitas sebagaimana tercermin dalam bahasa merupakan produk pikiran manusia berdasarkan pengalaman mereka berkembang dan bertingkah laku. Dengan kata lain, makna merupakan struktur konseptual yang konvensionalisasi. Proses konseptualisasi ini menurut penganut semantik kognitif, sangat dipengaruhi oleh metafora sebagai cara manusia memahami dan membicarakan dunia. Selain itu, dalam semantik kognitif juga ditelaah proses konseptual pembicara, meliputi viewpoint shifting, figure-ground shifting, dan profiling (Saeed 1997: 302). Perspektif kognitif menemukan bahwa emosi bukan sekedar masalah fisiologi (suka, gembira, sedih, dan marah), bahkan melibatkan proses mental. Stanley Schachter dan Jerome Singer (1962) dalam Awang, dkk, (2005:133) menyatakan bahwa emosi bersandarkan dua faktor yaitu munculnya hormon dan tafsiran kognitif karena munculnya hormon tersebut. Contohnya badan manusia mengalami perubahan misalnya menggeletar, setiap manusia pasti mempunyai tafsiran itu; bisa marah atau takut. Levenson (1992) dalam Awang, dkk, (2005:317) mengatakan “emosi ada kaitannya dengan pola aktivitas yang berlainan di dalam otak dan sistem syaraf yang autonomik”. Jadi kognisi yang melibatkan emosi lebih berhasil daripada persepsi
Universitas Sumatera Utara
manusia yang bersangkut paut dengan falsafah hidupnya. Makna emotif yang terkandung dalam pepatah terdapat dalam bahasa kiasan atau figuratif yang digunakan. Bahasa yang digunakan sangat erat kaitannya dengan sistem kognitif (pikiran) manusia. Hal ini dikarenakan oleh bahasa sebuah kelompok masyarakat memperlihatkan pola pikir anggota masyarakatnya dan pengalaman mereka.
2.3.4. Makna Emotif Makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria antara lain berdasarkan jenis semantiknya, nilai rasa, referensi dan ketepatan makna. Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Makna emotif menurut Shiply dalam Pateda, (2001:101) adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai atau terhadap sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan. Contoh: dalam kalimat Engkau kerbau., Kata kerbau mengandung makna emosi, dihubungkan dengan sikap atau perilaku malas, lamban, dan dianggap sebagai penghinaan. Bagi orang yang mendengarkan hal tersebut sebagai sesuatu yang ditujukan kepadanya tentunya akan menimbulkan rasa ingin melawan. Makna emotif menurut Suwandi (2006:94) “Makna emotif (emotive meaning) adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau rangsangan pembicara mengenai penilaian terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan. Jika ada orang berkata/setan kau/, leksem /setan/ dihubungkan dengan makna bohong, penipu, licik, dan sedangkan bagi pendengar berhubungan dengan cacian atau penghinaan.
Universitas Sumatera Utara
Makna emotif menurut Ullmann (2007:157). Ullmann banyak berbicara tentang apa yang disebutnya emotive overtone. Kata overtone berarti ‘makna yang tersembumyi’, sehingga emotive overtone dapat diartikan ‘makna tersembunyi yang bersifat emotif’. Dengan demikian, makna emotif adalah makna dalam suatu kata atau kalimat yang dapat menimbulkan pendengarnya emosi dan hal ini jelas berhubungan dengan perasaan.
2.3.4.1. Overtone Emotif Menurut Ullmann (2007:157) bahwa bahasa itu tidak hanya wahana komunikasi, melainkan juga alat untuk mengekspresikan emosi dan untuk menggunakan emosi Hal itu ”memengaruhi” orang lain. Seorang ahli psikologi Perancis, R.Delacroix, dalam Ullmann (2007:157) mengemukakan bahwa “tiap bahasa mempunyai nilai emotif; andai kata apa yang saya katakan tidak cocok untuk saya, maka saya tidak akan mengatakannya. Di samping itu tiap bahasa bermaksud mengomunikasikan sesuatu. Jika seseorang memang benar-benar tidak mempunyai sesuatu untuk dikatakan maka dia tidak mengatakan apa-apa”. Penggunaan emotif terhadap kata merupakan hal yang lebih sederhana, yaitu penggunaan kata untuk mengekspresikan atau melepaskan perasaan dan sikap. Bahasa emotif itu menggabungkan sejumlah fungsi yang berbeda-beda yaitu mengekspresikan perasaan tidaklah sama dengan melepaskan perasaan dan sikap. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang memperkuat overtone emotif, menurut Ullmann dalam Sumarsono (2007:157-171) yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor fonetis. Struktur fonetis sebuah kata dapat menyebabkan efek emotif dengan cara yaitu salah satunya adalah onomatope yang mempunyai hubungan intrinsik antara bunyi dan makna. 2. Faktor Konteks. Tiap kata, termasuk kata yang bersifat umum sekalipun, baik dalam nomina, verba, adjektiva, dan keterangan di dalam konteks tertentu mungkin dipenuhi oleh unsur emotif. Ullmann dalam Sumarsono (2007:164) memberi contoh kata wall ‘tembok’ dalam sebuah puisi berbahasa Inggris kuno. Kata ini mampu memperoleh overtone yang kuat. Bagi orang hukuman atau penyandang cacat yang dikepung tembok, ini akan diisi dengan signifikansi emosional yang intens. Contoh: I saw the dungeon wall and floor Close slowly around me as before These heavy walls to had grown A hermitage ---and all my own. (Byron, The prisoner of Chillon) dalam Ullmann (2007:164) Tembok penjara akan mempunyai makna yang berbeda bagi tahanan penghuninya dan bagi warga negara yang melanggar hukum. Bagi hakim makna sebuah tembok merupakan barang bisu, tuli, dan gelap, sebuah sel, moralitas, dan keadilan. Bagi para tahanan tembok adalah suatu benda yang menjadikan mereka kaku, mati, hampa, dan jauh dari segalanya, termasuk keluarga. Itulah makna emotif seorang hakim dan penghuni penjara terhadap tembok. 3. Faktor Slogan. Faktor slogan ialah frase atau kalimat pendek sebagai penanda yang digunakan untuk memberi tahu atau menjelaskan tujuan organisasi, ideologi golongan dan sebagainya. Contoh dalam BMS (motto dari Kabupaten Serdang
Universitas Sumatera Utara
Bedagai) “Tanah bertuah, negeri beradat”, Dan motto dari Kabupaten Tapanuli Selatan
“Sahata
Saoloan”
(sumber:
http://abdullatiflubis.blogspot.
com
/2010/11/tapanuli-selatan.html).
2.3.4.2. Sumber-Sumber Overtone Emotif Selain beberapa faktor yang memperkuat overtone emotif, ada beberapa sumber yang mempengaruhinya diantaranya yaitu: 1. Derivatif emotif. Ada sufiks-sufiks tertentu seperti diminutive (pengecilan), augmentative (pembesaran), pejorative (perendahan), dan sebagainya. Yang menambahkan nada emotif atau nilai rasa terhadap makna stem atau bentuk dasarnya. Penggunaan sufiks emotif misalnya dalam bahasa Inggris: prince – princelet, princeling, princekin ‘raja kecil’. Sufiks ‘let’ artinya kecil menunjukkan makna ‘pengecilan’ pada stemnya, (Ullmann dalam Sumarsono, 162: 2007) 2. Elemen Evaluasi. Beberapa kata mengandung suatu elemen evaluasi yang berada di atas atau mengatasi makna utamanya. Dalam bahasa Inggris, misalnya, kata hovel adalah ‘tempat tinggal yang semrawut atau mengerikan’ (makna sebenarnya ‘rumah yang tidak layak huni’ Dalam bahasa Indonesia ragam kolokial frasa nggak lucu sering dipakai untuk mengacu kepada perilaku orang yang ‘tidak masuk akal’, tidak pantas; tidak layak (Ullmann) dalam Sumarsono (162:2007). Contoh dalam BMS kata ‘gubuk’. 3. Nilai Emotif. Nilai emotif dilihat dari kata yang fungsi utamanya adalah mengungkapkan penilaian seseorang terhadap sesuatu secara emotif. Misalnya kata sifat seperti ‘baik, lucu, bodoh’ dan lawan kata dari itu. Unsur emotifnya lebih
Universitas Sumatera Utara
dari sekedar overtone: kata-kata seperti itu dipakai untuk ‘menilai’ sifat keadaan seseorang atau keberadaan suatu benda. 4. Nilai Evokatif. Nilai evokatif yang terdapat dalam kata-kata yang digunakan membangkitkan kesan lingkungan itu, walaupun istilah yang dipakai berbeda dengan konteks (ruang pembicaraan). Contohnya Arkaisme, kata-kata asing, slang, contoh: ‘gue, elo, bro’ dan vulgarisme, contoh:’bangke’ sebutan untuk orang yang dibenci, atau tubuh manusia. Setiap kata dalam imajinasi mempunyai daya pembangkit yang sama kekuatannya dengan makna dalam pengertian yang sebenarnya.
2.3.4.3. Perangkat Emotif (Emotive Device) Penelitian makna emotif dalam pepatah, digunakan perangkat emotif untuk mempermudah pemahaman analisis emotifnya Karena pepatah selalu menggunakan bahasa kiasan atau figuratif dan diucapkan dengan intonasi yang kadang-kadang tinggi dan rendah sesuai dengan emosi yang ingin diungkapkan. Untuk mensignifikasikan maksud dan tujuan hati dari pepatah, selalu diulang-ulang atau dibolak-balikkan dalam kalimat. Setiap bahasa mempunyai perangkat khusus, disebut dengan perangkat emotif yang dapat memperkuat dan membangkitkan signifikan emotif suatu kata. Perangkat tersebut digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu: fonetik, leksikal, dan sintaksis. 1. Perangkat Fonetik; di bawah suatu tekanan emosi tertentu, bentuk suatu kata bisa diubah dengan berbagai cara. Dalam seruan “Well I never!”, kata never diucapkan dengan tekanan berat dan konsonan awalnya cenderung dipanjangkan. Contoh
Universitas Sumatera Utara
dalam Bahasa Indonesia: “cepatlah!”. kata ‘lah’ diucapkan dengan tekanan berat dan konsonan awalnya cenderung dipanjangkan. Perangkat yang biasa disebut perangkat ’fonostilistik’ ini dalam beberapa bahasa ditata secara sistematis. Tekanan emotif mengambil bentuk sentakan hembusan nafas yang kuat. Adanya perubahan suprasegmental yaitu adanya penambahan huruf vokal, contoh: banyak menjadi “buanyak” maknanya “banyak sekali”. Selain menggunakan perangkat fonetik teori Ullmann, analisis pepatah nasihat dalam perangkat fonetik juga menggunakan teori nada atau pitch menurut Chaer. Menurut Chaer (2007: 121) “nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi”. Ada lima macam nada, yaitu: nada naik atau meninggi biasanya diberi tanda garis ke atas /…../. Nada datar biasanya diberi tanda garis lurus mendatar /…../. Nada turun atau merendah diberi tanda garis menurun /……/. Nada turun naik yaitu nada yang merendah lalu meninggi, biasanya diberi tanda seperti /….../. Nada naik turun yaitu nada yang meninggi lalu merendah, biasanya ditandai dengan /….. /. Kelima nada ini terdapat dalam pepatah nasihat Melayu Serdang Bedagai pada saat diucapkan. 2. Perangkat Leksikal. Perangkat leksikal yang paling potensial yang tersedia untuk tujuan-tujuan emotif dan ekspresif adalah bahasa figuratif (kias). Perangkat ini bisa beroperasi baik secara eksplisist, dengan cara perbandingan, maupun secara implisit, dengan metafora. Contoh: “rambutnya bak mayang terurai” maknanya lebih tajam daripada mengatakan”rambutnya cantik sekali”. Dalam penelitian ini, perangkat leksikal menggunakan metafora leksikal, karena pepatah BMS dalam menajamkan, memadatkan arti, dan menyatakan perasaan yang kuat dengan cara
Universitas Sumatera Utara
melebih-lebihkan, banyak menggunakan leksikal. Contoh dalam bahasa Inggris: awful ’dasyat’, dreatful ’dasyat, hebat’ frightful’ dasyat, menakutkan’, terrific’mengerikan’. 3. Perangkat Sintaksis. Salah satu perangkat emotif yang sangat penting dalam sintaksis adalah urutan kata. Kata-kata dapat dipindah-pindahkan dengan bebas untuk mengatakan bahwa ada suatu tujuan penekanan atau pengutamaan dan untuk mencapai efek emotif. Nilai emotif dari kata sifat dalam posisi terbalik dapat diperkuat dengan mengulangnya. Contoh: “Menjadikan muslim yang intelektual dan intelektual muslim” ( Motto Yayasan Hajjah Rahmah Nasution/ Perguruan AlAzhar Medan). Dalam menganalisis makna emotif dalam pepatah BMS ini dibatasi dengan menggunakan perangkat emotif saja untuk mempermudah pemahamannya terhadap subjek yang dikaji dan tidak simpang siur.
2.4. Aspek-aspek Makna Aspek-aspek makna dalam semantik menurut Shiply dalam Suwandi (2006: 63) dapat dilihat dari empat aspek, yaitu: (1) Pengertian (sense); (2) perasaan (feeling), (3) Nada (tone), dan maksud (Intention). Uraian berikut ini akan menjelaskan aspek-aspek ujaran tersebut. Pengertian (sense). Aspek makna sering disebut dengan tema. Pengertian dapat dicapai apabila antara pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi memiliki kesamaan bahasa. Contoh, kita ingin menyatakan suasana piknik yang menyenangkan:/asyik banget tempatnya, sejuk/, maka pendengar harus menpunyai
Universitas Sumatera Utara
pengertian satuan-satuan/asyik, banget, tempatnya, dan sejuk/. Jadi Pengertian adalah pengetahuan tentang suatu dalam pikiran dan kesanggupan intelegensi untuk menangkap makna suatu situasi atau perbuatan. Perasaan (nilai rasa/feeling). Bentuk dasar kata perasaan adalah rasa. Kata rasa antara lain mempunyai pengertian: (1) tanggapan lain melaui indera; rasa sedih, bimbang, takut, dan sebaginya; (2) pendapat (pertimbangan) mengenai baik atau buruk, salah atau benar, adil atau tidak, dan sebagainya. Dalam hidup keseharian senantiasa berhubungan dengan rasa dan perasaan, dapat merasa sedih, gembira, jengkel, benci, dingin dan sebagainya. Nilai rasa yang berkaitan dengan makna adalah kata-kata yang berhubungan dengan perasaan, Jadi, setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan. Nada (tone). Aspek makna nada menurut Shiply adalah sikap pembicara terhadap mitra bicara dalam (Pateda, 2001:94). Aspek nada berhubungan dengan aspek makna yang bernilai rasa. Hubungan antara pembicara dengan pendengar akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan. Maksud (intention). Aspek maksud menurut Shiply dalam Pateda (2001: 95) merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan. Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklarasi, imperatif, narasi, pedagogis, persuasi, rekreasi atau politik. Aspek makna terhadap pepatah BMS adalah aspek nilai rasa karena pepatah yang diucapkan masyarakat berdasarkan rasa yang ada di hati, yaitu maksud hati dan
Universitas Sumatera Utara
perasaan mereka sesuai dengan keadaan emosi jiwa mereka. Oleh karena itu, dalam tesis ini pepatah BMS di kaji dalam makna emotif sesuai dengan nilai rasa dan dalam kajian semantik kognitif. Karena suku Melayu dalam mengungkapkan isi hatinya baik dalam hal baik atau buruk selalu mempertimbangkan perasaan orang lain (terkandung nilai rasa) dan selalu dipikirkan terlebih dahulu sebelum diungkapkan. Ucapan yang dipikirkan adalah tergolong ke dalam semantik kognitif. Karena semantik kognitif adalah makna kata yang diperoleh dari pikiran yang kemudian diungkapkan. Dari penjabaran jenis-jenis makna di atas, dapat ditentukan dalam tesis ini bahwa pepatah BMS dapat dikaji secara semantik kognitif dalam makna emotif dan aspek makna yang ada dalam lingkungan emosi. Karena dalam makna emotif bertalian erat dengan leksem yang ducapkan masyarakat pemakai bahasanya, pandangan hidup yang ada dalam masyarakatnya, serta mengandung makna nilainilai moral dari leksem yang diucapkan. Misalnya: pepatah Melayu Serdang “Selubung menolak mayang’/‘Habis manis sepah dibuang’, maknanya /seseorang dengan mudahnya melupakan kebaikan orang lain setelah ia menikmati kebaikan orang yang membantunya. Dalam pepatah ini makna emotifnya dipengaruhi oleh perangkat leksikal. Karena makna emotif dalam pepatah tersebut sudah jelas terlihat kesedihan dan kekecewaan penutur terhadap seseorang atas perlakukan jahat seseorang yang menjadi teman dekatnya dari kata selubung = penutur (berfungsi sebagai penutup mayang) dan mayang = seseorang sebagai (yang ditutupi oleh selubung). Pepatah ini diucapkan oleh penutur setelah dipikirkannya kata-kata apa yang pantas yang bisa mengungkapkan rasa marah, kecewa dan sedih untuk
Universitas Sumatera Utara
seseorang yang telah mengecewakannya. Kajian ini yang mengeratkan kajian semantik kognitif dengan makna emotif.
2.5. Pepatah Pepatah adalah hasil budaya manusia dalam bidang bahasa, dimana pepatah dikategorikan kedalam karya sastra lisan, khususnya sastra Indonesia. Kebanyakan suku di Indonesia ini dari zaman dahulu sampai sekarang (walaupun zaman sekarang ini sudah jarang digunakan orang) dalam bercakap-cakap atau dalam suatu acara dalam menyampaikan isi hati, maksud dan tujuan, mereka selalu menggunakan peribahasa. Menurut Iper, dkk (1997:15) peribahasa adalah bagian dari pepatahpetitih. Pepatah adalah salah satu revolusi bahasa yang digunakan MMS sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pikiran, maksud hati kepada orang lain, dan itu sudah menjadi budaya dan kebiasaan mereka. Dalam pepatah tersimpan pesan-pesan moral untuk memperbaiki pola hidup, tingkah-laku, berbicara, sopan-santun dan budi bahasa mereka terhadap orang lain. Seperti yang dikatakan Awang, dkk (2005:139) bahwa “pepatah Melayu adalah sekelompok atau susunan kata-kata atau percakapan pendek, tetap susunan yang mengandung maksud tertentu termasuk pengajaran dan kebenaran tentang sesuatu. Pepatah Melayu mengandung nilai-nilai mengenai cara berpikir dan bertindak di masyarakat. Ia adalah warisan orang tua dahulu dan berkembang dari generasi ke generasi secara lisan dan tulisan”. Nilai-nilai dan cara berpikir ini adalah tergolong ke dalam ungkapan emosi melalui perasaan dan perasaan itu berbentuk
Universitas Sumatera Utara
nilai rasa yaitu rasa marah, benci, suka, senang, bahagia, gembira, peduli, dan cinta. Karena dalam emosi manusia, bahasa berperan sangat penting dan bahasa merupakan alat utama untuk mengungkapkan penghayatan serta pengalaman emosi yaitu melalui kata-kata yang mengandung emosi. Relevan dengan pendapat Brunvan (1987;62-63) dalam Sinar (2002;111): yaitu, bahasa paling tidak berfungsi untuk menyampaikan pesan-pesan yang bermanfaat, berperan edukatif, bahkan pula sebagai ”social pressure” dan “social control”. Menurut Abdullah Hussein (1991) dalam Awang, dkk, (2005:62) mengatakan bahwa” pepatah Melayu sama tuanya dengan bahasa bangsa Melayu dan ia mula digunakan apabila manusia mulai mengenal peradaban. Beliau juga mengatakan bahwa pepatah Melayu berasal dari tiga sumber utama yaitu, pertama dari rakyat jelata yang mencipta pepatah melalui pengalaman hidupnya, kedua, orang-orang arif dan bijaksana yang mengeluarkan ungkapan kata-kata dari hasil renungannya, dan ketiga dari Kitab suci”. Jadi pepatah dalam BMS berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan moral secara lisan dan tulisan. Pesan moral secara lisan dan tulisan merupakan ide-ide (pikiran) serta satu sistem dari nilai-nilai murni yang ada dalam pikiran MMS untuk menyampaikan rasa yang ada dalam hati berupa bunyi dalam bentuk pepatah. 2.5.1. Jenis-Jenis Pepatah Pepatah dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: bidal, pepatah, perumpamaan, dan ungkapan. Untuk lebih memahami pemahaman tersebut, dikutip
Universitas Sumatera Utara
dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988): (1) Bidal adalah pribahasa atau pepatah yang mengandung nasihat, peringatan, sindiran, dan sebagainya. Contoh:” Arang habis abu binasa” artinya: tiada guna bertengkar karena tidak ada untungnya, samasama merugi. (2). Pepatah adalah peribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran dari orang tua-tua (bisanya dipakai atau diucapkan untuk mematahkan lawan bicara) seperti: ‘Air beriak tanda tak dalam” artinya orang yang banyak cakapnya berarti kurang ilmunya. (3) Perumpamaan yaitu cara berumpama, pribahasa yang berupa perbandingan, Contoh: “Bagai air di daun talas” artinya orang lupa balas budi. “Bagai pinang dibelah dua” artinya wajah dua orang yang tiada bedanya. (4) Ungkapan yaitu gabungan kata yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya. Contohnya: ‘Patah tumbuh hilang berganti’ artinya: apabila seorang pemimpin meninggal maka selalu ada gantinya. 2.5.2. Kedudukan dan Fungsi pepatah Di Indonesia pepatah itu selain sebagai alat untuk mengemukakan tujuan ia juga sebagai mutiara bahasa, bunga bahasa dan juga sebagai kalimat yang memberikan pengertian yang dalam, lebih luas dan tepat yang disampaikan dengan halus dan dengan kiasan (Iper, dkk, 1997:16). Pepatah sering digunakan untuk memberi nasihat, sindiran halus, memberi pujian, untuk mematahkan pembicaraan lawan bicara dan sebagai bahasa diplomasi (Iper, dkk, 1997:17). Pepatah Melayu sering digunakan sebagai suatu cara untuk memberi nasihat kepada orang karena cara ini lebih berkesan dari pada menyampaikan secara terang-terangan. Sesuai dengan emosi masyarakat Melayu yang beradab sopan dan lemah lembut, peribahasa ini
Universitas Sumatera Utara
dapat membantu supaya nasihat yang diberi tidak melukai hati orang yang dinasihati. Selain itu juga digunakan untuk menyindir, memuji, dan berdiplomasi (Awang, dkk, 2005:62). 2.5.2.1. Nasihat Pepatah yang dipakai untuk memberi nasihat lebih efisien dan efektif karena lebih lembut dan dapat diterima dari pada memberi nasihat secara terus terang. Contohnya: Ada periuk berkerak, ada lesung berdedak. Maknanya : apabila hendak senang, harus sanggup susah.
2.5.2.2. Sindiran Halus Pepatah digunakan untuk menghindarkan penggunaan kata-kata yang kasar dan tajam dalam menyindir perbuatan atau sifat yang kurang baik atau salah supaya tidak melukai hati orang yang dimaksud. Contoh: Tong kosong nyaring bunyinya. Maknanya: Orang yang tidak berilmu, tetapi banyak bicaranya. 2.5.2.3. Pujian Pujian yang disampaikan melalui pepatah terdengar lebih enak didengar, halus dan menyenangkan hati. Kalau disampaikan secara terus terang dikhawatirkan bisa dianggap mengejek. Contoh: Bibirnya bak delima merekah, rambutnya bak mayang terurai dan alisnya bak semut beriring. Maknanya: memuji kecantikan seorang wanita dari bibirnya, rambut adan alisnya.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2.4. Bahasa Diplomasi Dalam berdiplomasi seseorang harus mempunyai kecakapan menggunakan pilihan kata yang tepat bagi keuntungannya berunding, berdagang, dan sebagainya. Contoh: Habis beralur maka beralu-alu. Maknanya: Mula-mula berunding dengan baik, tetapi kalau tidak dapat juga mencapai persetujuan barulah kekuatan tenaga diadu. beralur = berunding. 2.6. Kajian Terdahulu 2.6.1. Pepatah-Petitih Dalam Bahasa Dayak Ngaju oleh Dunis Iper, dkk (1997) Penduduk asli Kalimantan Tengah adalah suku Dayak Ngaju. Ditinjau dari sudut kebudayaan asli rakyat Kalimantan Tengah, pepatah-petitih ini mempunyai peranan yang penting, yaitu: dengan menggunakan pepatah-petitih dalam pergaulan sehari-hari, bahan pembicaraan akan lebih bermakna. Penulis melakukan penelitian ini karena hanya sebagian kecil saja generasi muda Kalimantan Tengah yang menggunakan bahasa Dayak Ngaju yang lancar dan benar, terutama pepatah-petitih dalam kehidupan sehari-hari. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah masalah pepatah-petitih bahasa Dayak Ngaju, yang meliputi aspek-aspek berikut: Konsep pengertian pepatah-petitih, jenis-jenis pepatah-petitih Bahasa Dayak Ngaju yaitu: Bidal, pepatah, Perumpamaan, dan Ungkapan; serta Arti pepatah-petitih dalam bahasa Dayak Ngaju dalam Bahasa Indonesia. Tujuan penelitian adalah untuk pemerian data tentang pepatah-petitih, jenis-jenis pepatah-petitih bahasa Dayak Ngaju; bidal, pepatah, perumpamaan dan ungkapan, serta Arti pepatah-petitih bahasa Dayak Ngaju dalam bahasa Indonesia
Universitas Sumatera Utara
metode pengumpulan data ialah metode studi lapangan dengan teknik wawancara, rekaman, dan studi pustaka. Metode dalam menganalisis digunakan metode deskriptif. Metode analisis data untuk penelitian ini menggunakan metode terjemahan kedalam bahasa Indonesia secara harfiah. Sumber data diperoleh dari informan yaitu semua penutur asli pepatah-petitih. Penelitian ini menemukan keseluruhan pepatahpetitih yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: (1) bidal 147 buah, (20) pepatah 385 buah, (3) perumpamaan 307 buah, (4) ungkapan 116 buah, jumlah keseluruah 955 buah. Pepatah-petitih dayak Ngaju berisikan materi yang mengandung pengajaran, pendidikan, nasihat, pujian, sindiran, petunjuk, peringatan, dan bahasa diplomasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai studi perbandingan antara bahasa Dayak ngaju dengan bahasa lain. Kajian di atas sangat relevan dengan penelitian dalam tesis ini yaitu sama-sama mengkaji masalah pepathpetitih, hanya berbeda objek kajian dan metode analisisnya. Dalam tesis ini objek kajiannya adalah upacara adat pernikahan, khatam Al-Qur’an dan Sunat Rasul dalam adat Melayu Serdang. Metode analisisnya menngunakan metode reduksi data (penelaahan, menafsirkan arti dan menghubungkannya dengan aspek makna), model data (dengan menggunakan model bagan dan tabel), dan verifikasi data (mencari makna, pola, tema, hubungan dan persamaan), sedangkan dalam penelitian Iper, dkk objek kajiannya adalah kehidupan sehari-hari masyarakat Dayak Ngaju yang ada di Kalimantan Tengah dengan metode terjemahan.
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Emosi Melayu (Pepatah Melayu: Hubungan Antara Emosi Melayu Dengan Pemikiran Sufisme oleh Awang, dkk (2005) Penelitian ini menelaah tentang emosi Melayu, yaitu emosi Melayu dalam pepatah dan kaitannya dengan pemikiran sufisme. Penelitian ini memokuskan pada emosi yang berdasarkan pada gambaran emosi seseorang baik dalam tuturan dengan intonasi, konteks, perlafazan, dan tinggi rendahnya suara. Penelitian ini menemukan emosi orang Melayu berbeda dengan emosi orang India, orang Cina, dan sebagainya. Dalam konteks budaya Melayu, emosi dapat berbentuk verbal dan non-verbal. Dalam bentuk verbal contohnya, leksikon kata-kata yang digunakan berupa sedih, suka, gembira, marah, sayang, benci, dan sebagainya. Dalam bentuk non-verbal emosi Melayu diperlihatkan melalui mimik muka dan pergerakan “body language”. Contohnya: dengan cara membeliakkan bola mata sudah menunjukkan emosi marah, dan tidak suka secara terang-terangan. Emosi non-verbal ini bersifat “cultural specific”, yang diinterpretasikan. Emosi merajuk pada orang Melayu dapat dilihat dalam pepatah Melayu. Emosi orang Melayu selalu mengikuti hati dan perasaan yang menyebabkan munculnya suatu konflik akhirnya menimbulkan perpecahan dan pertengkaran yang merugikan orang Melayu. Inilah yang menjafi fenomena dalam emosi Melayu. Pepatah Melayu penuh dengan kata-kata yang membangkitkan nilai-nilai murni dari ajaran Islam. Pepatah ini ada kaitannya dengan pemahaman para sufisme yang mencoba memperlihatkan perkembangan pepatah seiring dengan ajaran Islam. Contoh: “Rezeki Secupak Tak Kan Jadi Segantang”. Pepatah ini ada kaitannya dengan konsep rezeki seorang Islam itu ditentukan oleh Allah S.W.T. Unsur-unsur
Universitas Sumatera Utara
keislaman dan tauhid jelas terlihat dalam pepatah ini, karena persoalan rezeki memang sudah ditakdirkan oleh Allah. Tujuan utama dari penelitian ini adalah membicarakan emosi orang Melayu dari berbagai sudut dan disiplin ilmu untuk melihat bagaimana emosi ini diarahkan supaya tidak merugikan orang Melayu. Diharapkan orang lain akan lebih mengenali dan memahami jiwa, cita rasa, emosi, dan wawasan orang Melayu. Kajian di atas mempunyai relevansi yang sangat erat dengan kajian dalam tesis ini, yaitu: pengkajian emosi Melayu yang muncul dalam pepatah dari segala segi kehidupan yang menyatakan rasa senang, sedih, marah, dendam, suka, benci, takut, malu, dan bosan. Sedangkan tesis ini meneliti tentang makna emotif dalam pepatah nasihat yang dikhususkan dalam acara adat pernikahan, khatam Al-Qur’an, dan sunat Rasul. 2.6.3. Representasi Ideologi Masyarakat Melayu Serdang dalam Teks Situasi dan Budaya oleh T.Thyrhaya Zein (2009) Penelitian ini bertujuan mengkaji fenomena semiotik sosial Melayu Serdang (MS). Penelitian difokuskan pada pengungkapan representasi ideologi dalam bahasa (teks), situasi, dan budaya. Penelitian ini menemukan bahwa ideologi Masyarakat Melayu Serdang (MMS) diwarnai dan diwataki oleh Proses Material, Proses Relasional, dan Proses Mental (Trilogi MMS). Pencirian ideologi MMS oleh ketiga jenis proses transitivitas ini dimotivasi oleh realita sosial MMS, yang menganut dan mengamalkan trilogi MMS sebagai ideologinya, dalam berbagai peristiwa dan kegiatan situasional dan budayawi. Trilogi MMS ini direpresentasikan dalam pengalaman, situasi, dan budaya dan diorientasikan untuk berbuat, bekerja, bergerak, berkegiatan, bertindah, dan bereaksi. Bahasa dengan gramatika transitivitasnya
Universitas Sumatera Utara
sebagai
representasi
simbolik
mengobservasi
realitas
sosial
MMS
dan
mewujudkannya melalui Proses Material. Kemunculan Proses Mental sebagai dipicu oleh banyaknya keterlibatan fungsi Partisipan Pengindera sebagai Subjek klausa yang berjenis manusia, terutama dalam peristiwa dan kegiatan faktual maupun imajinatif yang mengandung nilai dan ajaran budi pekerti, terutama yang diungkap dalam syair lagu dan cerita rakyat. Pada tataran konteks Budaya, teks merepresentasikan fungsi sosial, struktur generik, dan ciri linguistik pada teks MS. Teks pantun, syair, mantra, cerita rakyat, pidato, khotbah Jumat, dan wawancara (percakapan) dengan nelayan dan petani MS menjadi bagian budaya dan produk budaya MS. Bahasa, situasi, dan budaya secara bersama-sama merupakan bentuk ekspresi ideologi MS yang memuat nilai-nilai dan norma-norma sosial yang tercermin dalam trilogi Manusia dengan Pencipta (MP), Manusia dengan Alam (MA), dan Manusia dengan Manusia (MM). Rangkuman kajian Zein (2009) sangat relevan diungkapkan dalam tinjauan tesis ini dan perbedaannya, kajian Zein tidak menganalisis makna emotif dalam pepatah bahasa Melayu Serdang tetapi fokus kepada Bahasa dengan gramatika transitivitasnya sebagai representasi simbolik mengobservasi realitas sosial MMS dan mewujudkannya melalui dominasi Proses Material. Contohnya dalam teks pantun, pepatah, syair, mantra, dan cerita rakyat yang dikaitkannya dengan aktivitas dan karakter budaya BMS karena bahasa merupakan salah satu wujud dari budaya dan kebiasaan karakter.
Universitas Sumatera Utara
2.6.4. Konfigurasi Medan Leksikal oleh Mahriyuni (2009)
Emosi
Bahasa
Melayu
Serdang
Studi ini menelaah sejumlah medan leksikal emosi yang dihasilkan oleh penutur Melayu Serdang berdasarkan variasi sosial. Studi ini memokuskan pada makna kata leksikon emosi Melayu Serdang. Teori yang digunakan adalah teori semantik struktural. Berdasarkan reaksi semantik bersama yang mengandung makna umum dan makna khusus yang menandai komponen tertentu, dari seratus lima puluh tiga emosi terbentuk tujuh medan leksikal emosi yaitu(1) Medan Leksikal (EMOSI) Senang; (2) Medan Leksikal Sedeh; (3) Medan Leksikal Marah; (4) Medan Leksikal Bosan; (5) Medan Leksikal Benci; (6) Medan Leksikal Takut; (7) Medan Leksikal Malu. Ketujuh medan leksikal itu dapat ditata secara hierarki menjadi sepuluh tataran dari medan leksikal terbesar atau terluas sampai dengan medan leksikal terkecil. Untaian, lirik, pantun dan ungkapan leksikal emosi bahasa Melayu Serdang tidak hanya memiliki makna kebahasaan, tetapi juga mencerminkan nilai budaya dan sikap positif yang bernuansa ajaran Islam. Hal ini memberi pedoman bagi hidup dan kehidupan manusia sebagai makhluk Allah untuk berkepribadian baik dan jujur agar berguna bagi lingkungannya. Dari uraian singkat tentang konfigurasi medan leksikal emosi dan aspek semantik penutur bahasa Melayu menurut Mahriyuni, diperoleh beberapa medan leksikal emosi berdasarkan reaksi semantik yang mengandung makna umum dan makna khusus, yaitu: medan lesikal senang, sedeh, marah, bosan, benci, takut, dan malu. Medan leksikal ini diperoleh berdasarkan variasi sosial masyarakat Melayu Serdang. Medan leksikal emosi ini diungkapkan melalui untaian, lirik, pantun, dan
Universitas Sumatera Utara
ungkapan. Medan leksikal emosi dari ungkapan adalah yang menjadi relevansi dengan penelitian ini dan perbedaannya adalah kajian ini difokuskan terhadap kajian analisis makna emotif dalam pepatah BMS. Emosi diungkapkan melalui kata-kata yang diucapkan dalam pepatah maka diperoleh makna emosi. Keistimewaan penelitian ini adalah menganalisis pepatah yang merupakan output dari ungkapan emosi dan langsung terlihat dari kata-kata yang diucapkan.
2.6.5. Ciri Akustik Bahasa Melayu Serdang (BMS) oleh Syarfina.T dan Sinar,T.S (2010) Penelitian ini menelaah tentang ciri akustik tuturan BMS menjadi penanda social penutur yang terbagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan variable bebas, seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, kelas sosial, dan keseringan pemakaian BMS. Penelitian ini memokuskan pada ciri akustik mana yang signifikan sebagai penanda modus, apakah ketiga modus tuturan yang diamati menandai kelompok sosial tertentu, dan mencari ciri suprasegmental apa yang sesungguhnya yang menandai keompok-kelompok sosial itu. Penelitian ini menemukan nada tertinggi, nada dasr, nada final, nada rendah, durasi, dan intensitas dapat dijadikan pemarkah sosial penutur Bahasa Melayu Deli. Perbedaan yang signifikan untuk intensitas ditemukan pada tuturan kelas social saja. Tuturan dalam BMS hanya bergulat nada 1 oktaf saja. Tidak ditemukan perbedaan pada eksekusi nada final pada variabel jenis kelamin perempuan. Pada variabel generasi ditemukan tuturan usia muda lebih tinggi julat nada, nada dasar, nada final dan ekserkusi nada final dari pada tuturan usia tua. Durasi deklaratif lebih besar disbanding dengan durasi interaktif.
Universitas Sumatera Utara
Adanya perbedaan pada intensitas dasar, final, tertinggi, dan rendah pada variabel jenis kelamin generasi, pendidikan, dan pekerjaan. Simpulannya ciri akustik tuturan BMS menjadi penanda sosial penutur yang terbagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan variabel bebas, seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, kelas sosial, dan keseringan pemakai BMS. Relevansi kajian ini adalah kajian akustik BMS yang meneliti tentang tinggi dan rendahnya nada, nada final, durasi dan intensitas tuturan yang menggunakan instrumen praat object berkenaan dengan kajian dalam tesis ini dalam hal analisis makna emotif dalam pepatah berdasarkan pada perangkat fonetik dengan cara mencari tekanan suara pada leksem atau kata dan hembusan nafas yang kuat pada silabel yang mana dalam pepatah. Cara mencari tekanan suara dan hembusan nafas yang kuat dengan menggunakan alat perekam (walkman) dan mendengarkan suara dengan seksama.
2.6.6. Ungkapan Verbal Etnis Melayu dalam Pemeliharaan Lingkungan oleh Sinar, T.S (2010) Penelitian ini menelaah tentang sastra lisan dan falsafah keekologian bahasa Melayu Serdang sebagai aset budaya komunitas penuturnya, baik dari sejarah perkembangannya, keberadaannya secara fungsional terutama pada era dan arus budaya global untuk dipertahankan karena sebagai salah satu kekuatan dan ciri jati diri masyarakat Melayu Serdang di antara komunitas-komunitas tutur lainnya di Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Ungkapan kelisanan dan kefalsafahan ekologis Melayu Serdang adalah kekuatan lokal yang menjadi pilar penyangga bangsa Indonesia karena menyimpan kekayaan makna dan nilai-nilai kehidupan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Masalahnya pilar-pilar tersebut hampir punah karena adanya perubahan ragawi pada masyarakat Melayu yaitu hancurnya kerajaan Kesultanan Serdang oleh Belanda tahun 1946. Hal ini memengaruhi pada perubahan infrastruktur (kerajaan) dan suprastruktur (konsep, ide khususnya pepatah, jargon, dan larangan-larangan yang terkait dengan lingkungan). Penelitian ini menemukan konteks situasi ungkapan verbal secara eksprensial telah mengungkapkan realitas medan ungkapan verbal melalui leksikogramatika, secara interpersonal mengungkapkan hubungan dan interaksi sosial pelibat, dan secara tekstual mengungkapkan sarana merangkai peristiwa lingkungan alam disuarakan secara fonologis dan dituliskan secara grafologis. Dari permasalahan dan penemuan penelitian, maka hasil dari penelitian adalah menemukan ideaologiideologi yang terkandung di balik ungkapan-ungkapan dalam bahasa Melayu Serdang adalah berguna untuk kehidupan mental dan kepribadian generasi baru sebagai pewaris nilai-nilai masa lalu yang memang perlu dilanjutkan. Oleh karena itu perlu adanya gerakan untuk merekontekstualisasikan sebagai konsep pemerintah dan mensosialisasikan pemeliharaan lingkungan kepada masyarakat berlangsung lewat bahasa. Relevansi penelitian ini dengan kajian tesis, adalah ungkapan digali kembali karena untuk membangun lingkungan, mental dan jiwa generasi muda yang baik lewat bahasa. Dalam tesis ini kajiannya adalah pepatah, dan ungkapan adalah bagian dari pepatah. Tesis ini menganalisis makna emotif dalam pepatah yang berhubungan dengan perkembangan jiwa/mental generasi muda yang sudah meninggalkan jauh pepatah dalam hidup mereka.
Universitas Sumatera Utara
2.6.7. Pergeseran Leksikon Kuliner Melayu Serdang Terhadap Remaja Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai oleh Sinar,T.S, dkk (2011) Penelitian ini bertujuan menemukan dan mendeskripsikan leksikon kuliner nomina bahasa Melayu Serdang, untuk diwariskan sebagai pengetahuan dan pemahaman generasi muda dan mengenai leksikon kuliner nomina Kesultanan Serdang dan memberikan informasi yang merujuk kepada pentingnya keterpeliharaan lingkungan kesultanan Serdang sehingga masyarakat masa kini yang bermukim di sekitarnya bertanggung jawab dalam pemeliharaan lingkungan. Saat ini generasi muda Melayu Serdang sudah mulai tidak mengenal lagi pangan kuliner Melayu Serdang, dan lebih mengenal kuliner yang modern saat ini yang cepat saji dan praktis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan dan metode kuantitatif dan kualitatif dengan instrumen untuk pengumpulan data dilakukan di Kec. Perbaungan yang berada dalam lingkungan Kesultanan Serdang masa lalu di Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini menemukan beberapa pangan kuliner yang sudah mulai tidak dikenal lagi seperti: anyang kepah, botok kampong, bubur lambuk, bubur sup, gulai darat atau terung sembah, gulai pisang emas, gulai kacang hijau dengan daun buasbuas, gulai lambuk kemuna, gulai telur terubuk, pekasam kepah, pekasam maman, rendang santan telur terubuk, emping padi, senat, sambal lengkong, sambal tempoyak durian,sambal terasi asam sundai, sambal belacan asam binjei,
kue
danagi, halwa masekat, lubuk haji pantai surga, lempeng putih, kueh makmur, kueh
Universitas Sumatera Utara
pakis, kueh pelita daun, tepung gomak, cucur badak, kueh cara, halwa renda, halwa cermai, halwa rukam. 2.6.8. Pergeseran Pepatah Nasihat pada Remaja Melayu Serdang oleh Sinar,T.S, dkk (2010) Penelitian ini adalah mengenai pergeseran penggunaan pepatah oleh masyarakat Desa Besar II Terjun. Metode penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik analisis model analisis Miles dan Huberman, dilakukan peneliti melalui tiga tahap, reduksi data, model data dengan menggunakan tabel, dan verifikasi data yaitu mengambil kesimpulan. Penelitian ini menemukan bahwa pepatah nasihat sudah jarang digunakan oleh para remaja di daerah Serdang. Dari 20 pepatah nasihat yang diajukan sebagai instrumen penelitian berbentuk kuisioner terhadap 50 responden, terbukti bahwa 39% responden sama sekali tidak mengenal dan tidak pernah mendengar 20 pepatah nasihat, 15% responden kenal dan pernah mendengar pepatah nasihat, 29% responden kenal dan tidak pernah menggunakan pepatah nasihat, dan 17% kenal dan pernah menggunakan pepatah nasihat. Kedua hasil penelitian Sinar (2011) di atas sangat relevan dengan penelitian dalam tesis ini untuk melengkapi kajian terdahulu tentang bahasa Melayu Serdang khususnya kajian tentang pergeseran faktor-faktor yang berkaitan dengan kebahasaan Melayu Serdang yang sudah jarang digunakan generasi muda. Perbedaannya adalah kajian ini membahas masalah bahasa dalam kuliner dan pergeseran penggunaan pepatah nasihat, sedangkan kajian tesis membahas masalah makna emotif dalam pepatah nasihat oleh generasi muda di daerah Melayu Serdang Bedagai.
Universitas Sumatera Utara