BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepercayaan pada atasan Kepercayaan dikonsepsikan dalam
berbagai hal yang berhubungan
dengan situasi yang melibatkan konflik personal, hasil yang tidak jelas dan pemecahan masalah. Kepercayaan memiliki tiga pembentuk utama yaitu : keadilan, keyakinan dan pengambilan resiko. Kepercayaan dapat juga diartikan sebagai keinginan untuk bergantung kepada pihak lain serta harapan bahwa pihak lain membalas apabila pihak tersebut bekerja sama. Oleh Misra kepercayaan didefinisikan sebagai kemauan satu pihak terbuka kepada pihak kedua berdasarkan keyakinan bahwa pihak kedua memenuhi sifatsifat sebagai berikut (Nyhan, 2000 : 89) : a. Kompeten b. Terbuka c. Peduli d.
Bisa diandalkan Sedang menurut Matthai, Kepercayaan adalah perasaan percaya diri yang
dimiliki oleh karyawan bahwa pada saat-saat menghadapi situasi tidak pasti atau beresiko maka perilaku dan kata-kata pimpinan menampakkan konsistensi dan sangat membantu. Bagi Griffin, kepercayaan adalah keyakinan terhadap
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perilakuseseorang dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan namun tidak pasti dalam situasi yang memiliki resiko (Nyhan, 2000 : 89). Butler mengidentifikasikan kondisi yang mendukung kepercayaan menjadi 11 hal yaitu : adanya perbedaan, ketersediaan, kompetensi, keadilan, integritas, kesetiaan, keterbukaan, kepercayaan menyeluruh, terpenuhinya janji dan kesediaan menerima (Laschinger et al; 2001 : 8). Kepercayaan telah dipertentangkan dalam teori X dan teori Y yang dikemukakan oleh McGregor (1960), teori X menyatakan bahwa karyawan diandaikan dengan sifat-sifat negatif seperti : tidak menyukai pekerjaannya, malas, tidak bertanggung jawab dan harus dipaksa agar berprestasi, sedang teori Y mengandaikan karyawan memiliki sifat-sifat positif seperti : menyukai pekerjaannya, kreatif, berusaha bertanggungjawab dan dapat menjalankan pengarahan diri (Robbins, 1996 : 200). Sedangkan teori Z oleh Ouchi (1981) lebih menekankan pada peningkatan kesempatan bagi semua orang untuk mencapai tujuan organisasi (Nyhan, 2000 : 88). Pandangan terhadap kepercayaan dapat dibagi menjadi dua dimensi tak terpisahkan, yang menjadikannya disebut ganda (dyadic), yaitu (Costigan et al; 1998 : 306) a.
Komponen Kognitif Orientasi komponen kognitif ini berhubungan dengan keputusan rasional
untuk percaya atau tidak percaya kepada pihak lain. Keputusan ini didasarkan pada alasan-alasan yang bagus seperti : tanggungjawab, dapat diandalkan dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kompetensi, hal-hal yang memberikan bukti bahwa seseorang bisa dipercaya. Ketiga alasan tersebut melibatkan karyawan, atasan langsung dan tidak langsung, dengan ukuran-ukuran seperti kompetensi dilihat dari apakah tugas yang diberikan telah dilaksanakan tanpa kesalahan, dapat diandalkan bisa diukur dari apakah tugas yang diberikan telah dikerjakan tepat pada waktunya. Dimensi ini menjadi tidak rasional bila tidak didasarkan pada pengetahuan terhadap orang lain. Dengan kata lain, keputusan untuk percaya atau tidak baru bisa disebut rasional bila masing-masing personil didalam organisasi mengenal dengan baik. b.
Komponen Afektif Dimensi afektif melibatkan adanya hubungan emosi yang mendalam
dimana orang-orang yang mempercayai memiliki perhatian dan kepedulian yang mendalam terhadap orang yang dipercayai. Perhatian dan kepedulian yangn mendalam ini menjadi ciri hubungan ini. Untuk itu atasan diharapkan bisa menjabarkan perilaku karyawan yang sekiranya lebih istimewa, apakah kualitas emosi yang muncul dalam hubungan ini adalah perhatian dan kepedulian yang mendalam. Para Pemimpin perlu dipercayai oleh pengikutnya karena kepercayaan merupakan
mortar
(lesung)
yang
mengikatkan
para
bawahan
kepada
pemimpinnya. Keprecayaan pada pemimpin memiliki korelasi positif dengan berbagai hasil seperti perilaku keanggotaan organisasi, kinerja dan komitmen organisasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 Komitmen Organisasi Satu yang dicari oleh organisasi adalah memiliki karyawan yang memiliki komitmen tinggi. Komitmen ini penting sekali, karena tanpa komitmen, sepandai apapun karyawan itu, akan kurang bermanfaat bagi perusahaan. Karena pentingnya komitmen, banyak ahli yang telah mengkaji konsep ini. Price (2002) dengan indah menyatakan hal itu “Tanyakan pada anggota tim, manajer atau pemimpin senior tentang sikap dan sifat-sifat yang mereka anggap paling berharga, dan komitmen normalnya muncul teratas pada daftar. Dan penelitian mengkonfirmasi apa yang telah diketahui oleh intuisi – bahwa perbaikan pada komitmen karyawan akan menaikkan produktivitas, karyawan tetap bekerja di organisasi itu, dan tingkat profitabilitasnya yang membaik. Komitmen adalah sikap global seseorang sebagai akibat dari pengenalan lingkungan, kemauan yang kuat untuk mendukung organisasi, dan perasaan bahwa upaya orang itu akan diakui dan dibalas oleh perusahaan (Stephen & Annette, 1997). Komitmen organisasi ini membahas kedekatan karyawan terhadap organisasi dimana mereka berada (laschinger, 2001 : 10). Komitmen organisasi ini merefleksikan kekuatan, keterlibatan dan kesetiaan karyawan pada organisasi. Keterlibatan dan kesetiaan ini sangat dipengaruhi oleh seberapa besar pekerjaan yang dibebankan pada karyawan sesuai dengan harapan mereka (babakus et al., 1996 : 37).Satu yang dicari oleh organisasi adalah memiliki karyawan yang memiliki komitmen tinggi. Komitmen ini penting sekali, karena tanpa komitmen,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sepandai apapun karyawan itu, akan kurang bermanfaat bagi perusahaan. Karena pentingnya komitmen, banyak ahli yang telah mengkaji konsep ini. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai ukuran kekuatan identifikasi karyawan terhadap tujuan dan nilai organisasi serta keterlibatan didalamnya. Dalam studi psikologi, komitmen organisasi ini justru menjadi indikator yang lebih baik bagi karyawan yang ingin tetap pada pekerjaannya atau ingin pindah (McNeese-Smith 1996 : 164). Menurut Meyer dan Allen, ada tiga tipe komitmen organisasi (Laschinger, 2001 : 10) : 1. Komitmen efektif adalah ikatan emosional seseorang, identifikasi dengan, dan keterlibatan dalam sebuah organisasi. 2. Komitmen Continuance (tetap) mencerminkan kesadaran seseorang karyawan akan resiko-resiko yang terkait dengan ditinggalkannya sebuah organisasi. 3. Komitmen normatif mencerminkan rasa kewajiban diri seorang individu untuk tetap dalam organisasi. Mowday mendefinisikan komitmen organisasi dengan memberikan sifat setidaknya 3 hal (Cheng dan Kelleberg, 1996 : 119) : a. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai organisasi. b. Kemauan untuk melakukan usaha yang bermanfaat untuk kepentingan organisasi. c. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan organisasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fenomena komitmen telah banyak diteliti dengan alasan bahwa komitmen itu mempengaruhi sikap dan perilaku individu di tempat kerja. Di antara perilaku itu, fokusnya adalah pada tingkat keluar masuknya karyawan dan bagaimana hal itu dipengaruhi oleh komitmen (Eunmi; 1999). Komitmen seperti sebuah jalan dua arah. Orang yang memiliki komitmen bertanya, “Apa yang dapat saya kerjakan untuk mengejutkan dan menyenangkan mitra saya?” Sedangkan hubungan yang berdasar hanya pada traksaksi atau legal bertanya, “Hal-hal minimal apa yang harus saya kerjakan untuk memenuhi kontrak kerja yang ada? (Grenny; 1993). Menurut Bragg (2002) ada empat komitmen karyawan, yaitu mereka yang: ingin, harus, hendak, dan tidak komit. Tipe komitmen karyawan yang terbaik adalah ingin berkomitmen.Kepuasan bekerja dan komitmen pada organisasi telah ditemukan memiliki korelasi positif pada beberapa studi yang telah dilakukan oleh para ahli (Bateman & Strasser, 1984; Bluedorn, 1982) dalam Martin (1996). Dalam studi pertama mereka, Neubert dan Cady (2001) menemukan bahwa komitmen terhadap program yang diadakan organisasi berhubungan secara positif dengan partisipasi pada program itu serta kinerja yang terkait dengan program tersebut. Dalam studi kedua, mereka mendapati bahwa komitmen organisasi, kesediaan untuk berubah, orientasi kepada kerja tim secara signifikan merupakanpendahulu (antecedents) terhadap komitmen karyawan terhadap program yang diadakan oleh organisasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kepercayaan bahwa komitmen dapat menyediakan baik manfaat (bisa dipercaya, hubungan jangka panjang) maupun kerugian (berupa ada potensi dirugikan oleh pihak yang oportunis) menyatakan pentingnya memeriksa struktur dari komitmen itu. Satu dimensi dari struktur komitmen adalah kredibilitas, yaitu besarnya komitmen yang dilakukan oleh masing-masing pihak. Semakin besar dan semakin pribadi sumber daya yang dijanjikan oleh kedua belah pihak, semakin signifikan pula kepentingan diri sendiri yang dipertaruhkan dalam komitmen itu. Sehingga semakin kuat iklim normatif dari hubungan itu, semakin besar pula komitmen jangka panjang kedua belah pihak. Hal-hal sepele, atau komitmen yang kurang terpercaya akan menghasilkan insentif yang campur aduk, kurangnya budaya normatif yang kuat, dan akhirnya hanya ada komitmen jangka panjang yang rendah (Gunlach; 1995).Berkaitan dengan
dunia
profesi,
komitmen
ini
memiliki
pengaruh
positif,
sedangkan stres memiliki pengaruh negatif pada kepuasan bekerja dan komitmen pada organisasi (Lopopolo; 2002). Komitmen juga mampu mengikat pribadi dalam organisasi. Keterikatan pribadi diantara karyawan di unit kerja lokal menunjukkan bahwa hal itu memiliki efek positif pada komitmen terhadap organisasi yang menaungi unit kerja itu. Sedangkan keterikatan pribadi antara posisi yang tidak sama namun dalam unit kerja yang sama menunjukkan bahwa hal itu memiliki pengaruh lebih positif pada komitmen dibanding karyawan pada posisi yang sama (Yoon; 1994).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dalam organisasi orang memiliki berbagai pilihan rasional. Perpektif pilihanrasional (rational choice perspective) memandang kepentingan pribadi individu sebagai anggota organisasi adalah pendorong terpenting dibalik perilakunya di dalam organisasi. Sebagai hasilnya, insentif yang cukup dibutuhkan untuk membangun perilaku demi kepentingan organisasi. Sebaliknya, perspektif perilaku organisasi memandang bahwa tetap ada kemungkinan individu bertindak untuk kepentingan organisasi bahkan jika tidak ada insentif pribadi. Kedua perspektif itu memberi kontribusi pada pemahaman praktis dan teoritis tentang dinamika membangkitkan komitmen di organisasi yang terdiri dari bermacam-macam kepentingan (Robertson : 1995) Dari studinya terhadap lima komitmen kerja yaitu: etika protestan, komitmen terhadap karir, keterlibatan dalam bekerja, komitmen untuk tetap di dalam organisasi (continuance commitment), dan afektif komitmen, Freund dan Carmeli (2003) mendapati bahwa keterlibatan dalam bekerja dan komitmen terhadap karir menjadi variabel penengah, walau keterlibatan dalam bekerja secara langsung berhubungan dengan komitmen afektif. Komitmen terhadap karir hanya berhubungan langsung dengan komitmen untuk tetap tinggal di dalam organisasi, dan bukan terhadap komitmen afektif. Manajemen puncak harus menunjukkan komitmen yang kuat karena tidak ada yang lebih merisaukan karyawan akan keamanan kerja dan keengganan berubah daripada persepsi kurangnya komitmen manajemen puncak (Grenny; 1993). Apa pun komitmen yang dibuat oleh pemimpin perusahaan, komitmen
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
timbal balik dari karyawan bergantung kepada seberapa baik para pemimpin peduli kepada kebutuhan orang – bukan hanya karena mereka adalah asset manusia, tapi mereka adalah manusia seutuhnya. Komitmen ini memungkinkan orang membawa ‘hati’ mereka pada pekerjaan. (Grenny; 1993). Beberapa penelitian bahkan telah meramalkan bahwa di masa datang, karyawan akan menitikberatkan kebutuhan ‘bukan pekerjaan’ (nonwork) sebagai sesuatu yang harus diperhitungkan dengan komitmen mereka kepada majikannya (Cohen; 1995). Beberapa peneliti seperti Becker (1992), Blau (1986), Cohen (1993) dalam Cohen (1995) menjelaskan bahwa bentuk komitmen pada pekerjaan telah menunjukkan bahwa hal tersebut bisa meramalkan hasil kerja yang penting seperti, perputaran karyawan, niat untuk keluar dari pekerjaan, kinerja, perilaku karyawan teladan di organisasi, absensi, dan datang terlambat di tempat kerja. Semakin tinggi respek yang ditunjukkan oleh organisasi terhadap hal-hal yang berhubungan dengan bukan pekerjaan (nonwork domain), semakin tinggi pula tingkat komitmen karyawan itu terhadap organisasinya (Cohen; 1995). Kiesler dan Sakumura (1966) dalam Mark dan Mark (1999) menjelaskan bahwa berdasar pada penelitian yang bersifat eksperimental, disimpulkan bahwa komitmen
dapat
bertahan
terhadap
pengaruh
dan
perubahan.
Mereka
menggambarkan bahwa komitmen yang dimiliki oleh pelanggan merupakan selera yang sifatnya stabil yang ditunjukkan oleh sikapnya yang tidak terpengaruh oleh perubahan yang ada.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya awal dari Salancik (1977) dalam Mark dan Mark (1999) menyediakan suatu kontras yang menarik. Dia mengatakan bahwa komitmen akan menguat ketika orang merasa bahwa keputusannya tidak mudah dibatalkan, diketahui oleh orang lain yang cukup banyak, dan ketika keputusan itu diambil berdasar pada pilihan bebas yang ada dihadapan orang itu. Robinson dkk. (1994) dalam Eunmi (1999) menjelaskan bahwa sesudah masuk ke suatu perusahaan, karyawan menilai apakah perusahaan memenuhi kontrak yang telah disepakati, di mana hal itu akan mempengaruhi perilaku atau sikap terhadap perusahaan itu. Ketika karyawan merasa bahwa majikan mereka gagal memenuhi kewajiban mereka, karyawan cenderung mengurangi kewajiban mereka dengan cara menunjukkan absensi dan menurunnya tingkat komitmen. Individu
dengan
derajat
komitmen
karir
yang
tinggi
mungkin
menunjukkan tingkat harapan dan tuntutan yang lebih tinggi dari organisasi di mana mereka telah membina hubungan. Ini berarti bahwa individu dengan komitmen karir yang tinggi mungkin akan lebih termotivasi ketika harapan mereka terpuaskan oleh organisasi dibanding mereka yang kurang memiliki komitmen (Eunmi; 1999). Karyawan kontrak menunjukkan komitmen yang lebih rendah terhadap tim dan juga kepada organisasi, dan mereka juga menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan jika dibanding dengan karyawan tetap (Gilder; 2003). Porter dan Lawler (1968) dalam Stephen (1997) melihat komitmen adalah kemauan karyawan untuk melakukan upaya yang tinggi untuk kepentingan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perusahaan, keinginan yang kuat untuk tetap berada dalam organisasi itu dan menerima sepenuhnya tujuan-tujuan utama dan nilai-nilai perusahaan. Karyawan yang memiliki pengetahuan atau informasi lebih luas tentang organisasi tempat mereka bekerja diperkirakan akan mengalami tingkat komitmen lebih tinggi daripada karyawan yang menerima informasi yang tidak jelas atau tidak ada informasi tentang organisasi. Komunikasi yang tidak terbuka dan tidak jelas cenderung akan membuka ruang akan adanya bias dan persepsi ketidakadilan, oleh karenanya, itu akan menimbulkan komitmen yang rendah (Ogilvie, 1987) dalam Stephen & Annette (1997). Putti, Aryee, dan Phua (1990) dalam Stephen dan Annette (1997) menemukan bahwa kepuasan anggota organisasi dengan banyaknya informasi yang tersedia dari organisasi itu akan mempertinggi komitmen. Pemikiran ini terjadi karena rasa puas dengan informasi itu mungkin akan mendorong rasa memiliki dan identifikasi orang itu dengan nilai dan tujuan-tujuan organisasi. Sebagaimana ditunjukkan oleh penelitian Benkhoff, komitmen organisasi memegang peranan yang penting bagi peningkatan kinerja yang baik. Karena Benkhoff mengatakan bahwa pengabaian terhadap komitmen pada organisasi akan menimbulkan suatu kerugian (Benkhoff, 1997 : 718). 2.3
Kinerja Karyawan Kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional
organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Srimindarti, 2006).Kinerja dianggap
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lebih dari sekedar produktifitas karena kinerja menyangkut perilaku alami yang dimiliki seseorang untuk bebas melakukan tindakan sesuai keinginannya. Perilaku bebas untuk bertindak ini tidak bisa dilepaskan dari syarat-syarat formal maupun peran seorang karyawan untuk meningkatkan fungsi efektif sebuah organisasi (Rich, 1997 : 322).Kinerja diasumsikan dipengaruhi oleh faktor-faktor karakteristik struktural dan tugas seperti apakah karyawan mampu melaksanakan otonomi dan pengambilan keputusan yanng diberikan oleh atasan dalam kerja mereka, apakah tugas-tugas mereka didefenisikan dengan jelas dan apakah kerja keras mereka mendapatkan penghargaan (Cheng dan Kelleberg, 1996 : 115). Banyak anggapan bahwa kinerja merupakan undimensional sehingga penilaian terhadap kinerja hanya menilai karyawan sebagai pelaksana yang baik atau buruk. Sebenarnya ada beberapa dimensi yang bisa digunakan dalam menilai karyawan, diantaranya (Simamora, 1997 : 418-419) : a. Memikat dan mempertahankan orang-orang dalam organisasi. Untuk memikat dan mempertahankan orang-orang dalam organisasi, harus dilakukan evaluasi terhadap kehadiran karyawan seperti : keterlambatan, tingkat absensi dan kemungkinan melakukan lembur. b. Penyelesaian tugas yang telah diberikan Dimensi ini mengukur
kuantitas dan kualitas kerja yang dilakukan
karyawan atas tugas yang telah dibebankan padanya dan dia diandalkan untuk bisa menyelesaikannya dengan baik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
c. Perilaku-perilaku inovatif dan spontan dalam menyelesaikan pekerjaan Disamping persyaratan-persyaratan tugas formal, diperlukan perilakuperilaku inovatif dan spontan yang tidak dimasukkan dalam syarat-syarat tugas formal. Perilaku-perilaku ini meliputi : 1) Kerjasama Dilihat dari bagaimana karyawan meminta bantuan atau membantu rekan sejawatnya dalam mencapai tujuan organisasi. 2) Tindakan-tindakan protektif Dinilai bagaimana karyawan berusaha mengatasi ancaman-ancaman terhadap organisasi. 3) Gagasan-gagasan konstruktif Dinilai apakah karyawan memberikan gagasan yang konstruktif dan kreatif demi perbaikan-perbaikan dalam organisasi. 4) Pelatihan Diri Apakah karyawan melakukan peningkatan keterampilan atas inisiatif sendiri guna mengisi kebutuhan organisasi atas tenaga-tenaga terlatih. 5) Sikap-sikap yangmenguntungkan Apakah
karyawan
berjuang
mengembang
sikap-sikap
yang
menguntungkan tentang organisasi diantara mereka sendiri, pelanggan dan masyarakat umum, dengan demikian memfasilitasi rekrutmen. Pengukuran
terhadap
kinerja
didapat
dari
:
atasan
langsung,
penanggungjawab, dan rekan kerja dengan dimensi-dimensi (Becker & Klimoski, 1989 : 348) :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a.
Kualitas Pekerjaan
b.
Kuantitas pekerjaan
c.
Sikap
d.
Kerjasama
e.
Komunikasi
f.
Kinerja Keseluruhan
Kualitas dan kuantitas kerja didasarkan pada laporan yang bersangkutan berdasarkan kinerja mereka dibandingkan dengan karyawan lain atas pekerjaan yang sama. 2.4
Penelitian Terdahulu
2.4.1 Hubungan kepercayaan pada atasan dan kinerja karyawan Penelitian terhadap kepercayaan pada atasan yang dihubungkan dengan variabel kinerja telah banyak dilakukan. Hal ini karena kepercayaan diyakini sebagai inti dari setiap hubungan sebagaimana diutarakan oleh Diffie-couch. Bahkan Ouchi mengatakan bahwa kepercayaan adalah hal pertama yang harus dipahami karena kepercayaan dan produktivitas berjalan seiring. Penelitian mengenai hubungan kepercayaan dengan kinerja dilakukan oleh Savage (1982) yang menyatakan bahwa metode kinerja yang baru menjadikan kepercayaan menjadi dasar.
Dengan mengubah atmosfir kepercayaan akan
memberikan dampak pada produktifitas. Covey (1991) juga menunjukkan bahwa peningkatan kepercayaan meningkatkan kinerja bila dihubungkan dengan struktur organisasi yang lebih flat dan pengawasan yang lebih luas (Nyhan, 2000 : 94).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4.2 Hubungan Komitmen Organisasi dengan Kinerja Karyawan Komitmen karyawan terhadap organisasi sebagaimana dikemukakan dalam penelitian terdahulu (Porter, Steer, Boulian, dan Mowday 1974) adalah refleksi kekuatan keterlibatan dan kesetiaan karyawan terhadap organisasi (Babakus at al, 1996 : 37). Kalau komitmen karyawan terhadap organisasinya tinggi, maka akan berpengaruh terhadap kinerja, sedangkan kalau komitmen karyawan ini rendah akan mengakibatkan munculnya keinginan untuk keluar (Mac Kenzie, 1998 : 89). Karena dikatakan bahwa consequence dan komitmen pada organisasi ini adalah kinerja dan keinginan untuk keluar dari organisasi (Hackett, 1994 ; 17) 2.5 Kerangka Konseptual Sebagaimana dikemukakan oleh Mishra kepercayaan didefenisikan sebagai kemauan suatu pihak terbuka kepada pihak kedua berdasarkan keyakinan bahwa pihak kedua, dimana pihak kedua dalam hal ini adalah pihak yang dipercaya, memiliki sifat-sifat kompeten, terbuka, peduli dan bisa diandalkan (Nyhan, 2000:89) Menurut Robbins (2002:284), komitmen adalah “sikap kesediaan diri untuk memegang teguh visi, misi serta kemauan untuk mengerahkan seluruh usaha dalam melaksanakan tugas”. Menurut Simamora (2002:48), kinerja diartikan “tingkat hasil kerja karyawan dalam mencapai persyaratan-persyaratan kerja yang diberikan”. Dalam bekerja ada banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dalam hal ini kepercayaan kepada atasan dan komitmen organisasi karyawan tersebut merupakan sebagian faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut. Kinerja karyawan akan dipengaruhi secara langsung oleh kepercayaan pada atasan di tempat bekerja baik positif maupun negatif. Adanya pengaruh positif yang diberikan akan memperkuat komitmen karyawan dalam bekerja. 1.
Keterkaitan kepercayaan pada atasan terhadap kinerja karyawan Kepercayaan diyakini sebagai inti dari setiap hubungan sebagaimana
diutarakan oleh Diffie-couch. Tanpa adanya saling percaya antara satu dengan yang lain, mustahil sebuah kerjasama yang baik akan terjadi. Bahkan Ouchi mengatakan bahwa kepercayaan adalah hal pertama yang harus dipahami karena kepercayaan dan produktivitas berjalan seiring. Ketika seorang karyawan mempercayai atasannya dan meyakini bahwa atasannya tersebut tidak akan mengecewakannya, bahwa atasannya tersebut akan memperhatikan kebutuhan apa yang seharusnya dia dapatkan maka seorang karyawan akan bekerja dengan sepenuh hati tanpa ada ganjalan di dalam hatinya. Karyawan tersebut akan bekerja dengan sepenuh hati, dan itu akan berdampak positif terhadap kinerjanya. 2.
Keterkaitan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan Komitmen organisasi bisa dikatakan sebagai sebuah kesediaan seorang
karyawan untuk mengikuti setiap peraturan yang ada di dalam perusahaan. Dan juga bisa dikatakan sebagai sebuah bentuk keterlibatan dan kesetiaan seorang karyawan kepada perusahaan/organisasi. Apabila komitmen karyawan terhadap perusahaan tinggi maka akan berpengaruh terhadap kinerja, dan sebaliknya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
apabila komitmen seorang karyawan rendah maka akan muncul keinginan untuk keluar (Mac Kenzie, 1998:89) Kerangka konseptual bertujuan untuk mengemukakan secara umum mengenai penelitian yang dilakukan dari variabel yang akan diteliti dan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Kepercayaan Pada Atasan (X1)
KINERJA KARYAWAN (Y)
Komitmen Karyawan (X2)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian
2.6 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya maka hipotesis dari penelitian ini adalah “Kepercayaan pada atasan dan komitmen karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT.Indojaya Agrinusa, Tbk”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA