BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diare Diare merupakan keadaan dimana seseorang mengalami buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lembek atau cair (Suharyono, 2008). WHO pada tahun 1984 mendefiniskan diare sebagai buang air besar dengan frekuensi tiga kali atau lebih dalam sehari. Diare merupakan penyebab kurang gizi yang penting terutama pada anak. Diare menyebabkan anoreksia (kurangnya nafsu makan) sehingga mengurangi asupan gizi dan diare dapat mengurangi daya serap usus terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari makanan pada anak yang mengalami diare akan meningkat, sehingga setiap serangan diare menyebabkan kekurangan gizi. Diare dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : a. Keadaan lingkungan b. Perilaku masyarakat c. Pelayanan masyarakat d. Gizi e. Pendidikan dan f. Keadaan sosial masyarakat. Penyebab utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit melaui tinja. Penyebab kematian ini adalah disentri, kurang gizi dan infeksi. Penyakit diare dapat ditanggulangi dengan penanganan yang
7
Universitas Sumatera Utara
tepat sehingga tidak sampai menimbulkan kematian terutama pada balita. (Widoyono, 2008). Penyebab diare dalam volume besar akibat iritasi adalah infeksi virus atau bakteri di usus halus dan usus besar. Iritasi usus oleh patogen mempengaruhi lapisan mukosa usus sehingga terjadi peningkatan produk sekretorik. Iritasi mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas. Peningkatan motilitas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang (Corwin, 2008). 2.1.1 Klasifikasi Diare Berdasarkan klasifikasinya, diare dibagi kedalam tiga kelompok yaitu: 1.
Berdasarkan adanya infeksi, dibagi atas : a. Diare infeksi enternal, yaitu diare karena di usus misalnya infeksi bakteri (vibrio chlorea, eschericia coli, salmonella dan shigella), infeksi virus (rotavirus dan enterovirus) dan infeksi parasit (cacing, protozoa dan jamur). b. Diare infeksi parenteral, yaitu diare karena infeksi diluar usus misalnya infeksi saluran pernafasan.
2.
Berdasarkan lamanya diare, dibagi atas yaitu : a. Diare akut, yaitu diare yang terjadin secara mendadak yang segera berangsur sembuh pada seseorang yang sebelumnya sehat. Diare kronis ini biasanya berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. b. Diare kronis, yaitu diare yang timbul perlahan-lahan berlangsung 2 minggu atau lebih, baik menetap atau bertambah hebat.
8
Universitas Sumatera Utara
3.
Berdasarkan penyebab terjadinya diare, dibagi atas : a. Diare spesifik, yaitu diare yang disebabkan oleh adanya infeksi misalnya infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit dan enterotoksin. b. Diare non spesifik yaitu diare yang tidak disebabkan oleh adanya infeksi misalnya alergi makanan atau minuman (intoleransi), gangguan gizi, kekurangan enzim dan efek samping obat (Suharyono, 2008).
2.1.2 Penyebab diare Penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi : a. Virus
: Rotavirus (40-60%), Adenovirus
b. Bakteri
: Escherichia coli (20-30%), Shigella sp (1-2%).
c. Parasit
: Entamoeba histolytica (<1%), Cryptosporidium (4-11%).
d. Keracunan makanan e. Malabsorpsi
: karbohidrat, lemak dan protein
f. Alergi
: makanan dan susu sapi
g. Imunodefisiensi
: AIDS (Widoyono, 2005)
2.1.3 Pengobatan diare Atas dasar patogenesis terjadinya diare serta khasiat farmakologisnya, maka obat antidiare dibagi dalam lima golongan besar (Sunoto, 1987), yaitu : a. Adsorben Obat golongan adsorben dapat mengikat atau menyerap toksin, bakteri dan hasil metabolismenya, melapisi permukaan usus sehingga toksin dan mikroorganisme tidak dapat merusak serta menembus mukosa usus. Contoh obat
9
Universitas Sumatera Utara
golongan adsorben yaitu: kaolin, pektin,
karbon aktif (norit),
tabonal,
magnesium aluminium silikat, dan sebagainya. b. Antisekretorik Absorpsi air dan elektrolit akan dihambat oleh cAMP (cyclic Adenosine Monophosphate) dan sekresi air dan elektrolit akan dirangsang sehingga akan menyebabkan diare sekretorik yang hebat (profuse diarrhea). Toksin seperti heat stable toxin dari ETEC juga akan menyebabkan diare sekretorik melalui perubahan aktivitas enzim guanil siklase yang dapat menghasilkan peningkatan cGMP (cyclic Guanosine Monophosphate). obat antisekretorik mempunyai khasiat yang berlawanan dengan cAMP dan cGMP yaitu Meningkatkan penyerapan air dan elektrolit di daerah epitel dan menghambat sekresi air dan elektrolit. Contoh obat : bismut subsalisilat, klorpromazin dan kolestiramin. c. Antimotilitas Obat-obat derivat opium seperti tingtur opiat, kodein fosfat dan opiat sintesis seperti difenoksilat, difenoksin dan loperamid selain mempunyai efek antimotilitas juga mempunyai efek antisekretorik. Di antara obat-obat tersebut di atas loperamid adalah derivat opium yang paling banyak digunakan. Loperamid dalam percobaan terbukti dapat meningkatkan absorpsi air, natrium dan klorida. Obat ini juga dapat menghambat toksin kolera, heat stable enterotoxin ETEC dan prostaglandin E2. Contoh obat : loperamid dan difenoksilat. d. Antikolinergik Digunakan untuk meredakan kejang otot yang mengakibatkan nyeri perut pada diare. Contoh obat : atropin, papaverin dan oksifenonium.
10
Universitas Sumatera Utara
e. Antimikroba Antimikroba atau antibiotika dan anti parasit hanya berguna untuk diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Diare karena sebab lain seperti sindroma malabsorpsi, infeksi oleh virus, infeksi oleh parasit selain oleh entamuba histolitika dan giardia larnblia (misal jamur, kriptsoridium, golongan cacing) tidak dapat disembuhkan oleh antibiotika. Sebagian besar etiologi diare adalah bukan oleh infeksi bakteri, karena itu hanya sebagian kecil saja yang memerlukan antibiotika. Contoh obat : tetrasiklin, ampisilin dan furazolidon. 2.2 Oleum ricini Oleum ricini atau castor oil atau minyak jarak berasar dari biji Ricinus communis suatu trigliserida risinoleat dan asam lemak tidak jenuh.Di dalam usus halus minyak jarak dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam risinoleat.Asam risinoleat inilah yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar.Minyak jarak juga bersifaat emolien.Sebagai pencahar obat ini tidak banyak digunakan lagi karena banyak obat yang lebih aman.Obat ini merupakan bahan induksi diare pada penelitian diare secara eksperimental pada hewan percobaan (Agoes, 1992).
2.3 Loperamid Loperamide merupakan derivat difenoksilatdan haloperidol, suatu anti psikotikum dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tetapi tanpa efek terhadap sistem saraf pusat (SSP) oleh karena itu kurang menyebabkan efek sedasi dan efek ketergantungan dibanding golongan obat lainnya seperti difenoksilat dan kodein HCl. Loperamide mampu menormalkan keseimbangan
11
Universitas Sumatera Utara
resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerja loperamide lebih cepat dan bertahan lebih lama.Durasi kerja loperamid adalah 46 jam, onset aksi 30-60 menit (Nusratini, 2006). 2.4 Teh (Camellia sinensis) Habitus
: Perdu, tinggi 5-10 m.
Batang
: Berkayu, tegak, bercabang-cabang, ujung ranting berambut, coklat kehijauan.
Daun
: Tunggal, tersebar, kaku, elips ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi, panjang 12-14 cm, lebar 3½-4½ cm, pertulangan menyirip, hijau.
Bunga
: Berkelamin dua, diketiak daun, diameter 3-4½ cm, kelopak bentuk mangkok, hijau, benang sari membentuk lingkaran.
Buah
: Kotak, keras, diameter ±2,3 cm, masih muda hijau setelah tua coklat kehitaman.
Biji
: Keras, diameter ±1½ cm, masih muda kuning muda setelah tua coklat.
Akar
: Tunggang, putih kotor (Depkes RI., 2001). Teh (Camellia sinensis) merupakan bahan minuman yang dibuat dari
pucuk muda daun teh yang telah mengalami proses pengolahan tertentu seperti pelayuan, penggilingan, oksidasi enzimatis dan pengeringan. Manfaat yang dihasilkan dari minuman teh adalah memberi rasa segar dan dapat memulihkan
12
Universitas Sumatera Utara
kesehatan badan. Khasiat yang dimiliki minuman teh berasal dari kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam daun teh (Rohdiana, 2015). 2.4.1
Sistematika tumbuhan
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Guttiferales
Suku
: Theaceae
Marga
: Camellia
Jenis
: Camellia sinensis (L.) O.K.
Sinonim
: Thea sinensis L.; T. assamica Masters.;Camellia theifera Dyer; C. thea Link.
2.4.2
(Depkes RI, 2001).
Kandungan kimia (Camellia sinensis) Kandungan senyawa kimia dalam daun teh dapat digolongkan menjadi
empat kelompok besar, yaitu: golongan fenol, bukan fenol, enzim dan aromatis. Keempat golongan tersebut bersama-sama mendukung terjadinya sifat-sifat baik pada teh, apabila pengendaliannya selama pengolahan dapat dilakukan dengan tepat (Towaha dan Balittri, 2013). a. Golongan fenol Golongan fenol yang terdapat dalam daun teh adalah: i. Katekin Katekin adalah senyawa metabolit sekunder yang secara alami dihasilkan oleh tumbuhan dan termasuk dalam golongan flavonoid. Senyawa ini memiliki
13
Universitas Sumatera Utara
aktivitas antioksidan berkat gugus fenol yang dimilikinya. Katekin pada daun teh merupakan senyawa yang sangat kompleks, tersusun sebagaikomponen senyawa katekin (C), epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG), epigalokatekin (EGC), galokatekin (GC) dan epigalokatekin galat (EGCG). Kandungan total katekin pada daun teh segar berkisar 13,5-31% dari seluruh berat kering daun (Towaha dan Balittri, 2013). Selain itu senyawa katekin juga berperan dalam menentukan sifat produk teh seperti rasa, warna dan aroma. Katekin menentukan warna seduhan terutama pada teh hitam, pada proses oksidasi enzimatis (oksimatis) sebagian katekin terurai menjadi senyawa theaflavin yang berperan memberi warna kuning dan senyawa thearubigin yang berperan memberi warna merah kecoklatan. Selama proses pengolahan teh kandungan katekin akan berkurang. Kandungan katekin akan mengalami penurunan akibat proses pelayuan, oksidasi enzimatis, penggilingan dan pengeringan (Towaha dan Balittri, 2013). ii. Flavanol Flavanol pada daun teh meliputi senyawa kaemferol, kuersetin dan mirisetin dengan kandungan 3-4% dari berat kering (Towaha dan Balittri, 2013). b. Golongan bukan fenol Golongan bukan fenol yang terdapat dalam daun teh adalah karbohidrat, pectin, alkaloid, protein dan asam amino, klorofil dan zat warna yang lain, asam organic, resin, vitamin-vitamin dan mineral (Towaha dan Balittri, 2013).
14
Universitas Sumatera Utara
c. Enzim-enzim Enzim-enzim yang terkandung dalam daun teh diantaranya adalah invertase, amilase, β-glukosidase, oksimetilase, protease, dan peroksidase yang berperan sebagai biokatalisator pada setiap reaksi kimia di dalam tanaman. Selain itu terdapat juga enzim polifenol oksidase yang berpenarn penting dalam proses pengolahan teh yaitu proses oksidasi katekin. Dalam keadaan normal enzim polifenol oksidase tersimpan dalam kloroplast, adapun senyawa katekin berada dalam vakuola, sehingga dalam keadaan tidak ada perusakan sel, kedua bahan tersebut tidak dapat saling bereaksi (Towaha dan Balittri, 2013). d. Senyawa aromatis Aroma merupakan salah satu sifat yang penting sebagai penentu kualitas teh, dimana aroma tersebut sangat erat hubungannya dengan substansi aromatis yang terkandung dalam daun teh. Substansi aromatis pembentuk aroma the merupakan senyawa volatile (mudah menguap), baik yang terkandung secara alamiah pada daun teh maupun yang terbentuk sebagai hasil reaksi biokimia pada proses pengolahan teh. Substansi aromatis yang terkandung secara alamiah jumlahnya jauh lebih sedikit daripada yang terbentuk selama proses pengolahan teh. Adapun senyawa aromatis yang secara alamiah sudah ada diantaranya adalah linalool, linalool oksida, phenuetanol, geraniol, benzil alcohol, metil salisilat, nheksanal dan cis-3-heksenol(Towaha dan Balittri, 2013). 2.4.3
Jenis teh Berdasarkan proses pengolahannya, jenis teh dapat dibedakan menjadi teh
tanpa fermentasi (teh putih dan teh hijau), teh semi fermentasi (teh oolong), serta
15
Universitas Sumatera Utara
teh fermentasi (teh hitam). Belakangan istilah fermentasi menjadi kurang populer dan diganti dengan istilah yang lebih tepat, yaitu oksidasi enzimatis atau disingkat menjadi oksimatis. Semua jenis teh dihasilkan dari bahan baku yang sama yaitu tanaman teh atau Camellia sinensis (Rohdiana, 2015).
Pelayuan
Pengeringan
Pelayuan
penggulungan
Pelayuan
penggulungan Semi oksimatis
Pelayuan
Teh putih
Pengeringan
Teh hijau
penggulungan
Teh oolong
penggulungan
Teh hitam
penggulungan oksimatis
Gambar 2.1 Bagan proses pengolahan teh a. Teh hijau Secara umum, teh hijau dibedakan menjadi teh hijau China (Panning Type) dan teh hijau Jepang (Steaming Type). Baik teh hijau China maupun Jepang, prinsip dasar proses pengolahannya adalah inaktivasi enzim polifenol oksidase untuk mencegah terjadinya oksimatis yang merubah polifenol menjadi senyawa oksidasinya berupa teaflavin dan tearubigin. Daun teh yang sudah dilayukan, kemudian digulung dan dikeringkan sampai kadar air tertentu (Rohdiana, 2015).
16
Universitas Sumatera Utara
b. Teh putih Di antara jenis teh yang ada, teh putih atau white tea merupakan teh dengan proses pengolahan paling sederhana, yaitu pelayuan dan pengeringan. Bahan baku yang digunakan untuk proses pembuatan teh putih inipun hanya berasal dari pucuk dan dua daun dibawahnya. Pelayuan dapat dilakukan dengan memanfaatkan panas dari sinar matahari. Biasanya proses pelayuan ini mampu mengurangi kadar air sampai 12%. Selanjutnya, daun teh yang sudah layu dikeringkan menggunakan mesin pengering. Pucuk teh kemudian akan menjadi jenis mutu silver needle, sedangkan dua daun di bawahnya akan menjadi white poeny (Rohdiana, 2015). c. Teh oolong Setelah sampai di pabrik, daun teh sesegara mungkin dilayukan dengan menfaatkan panas dari sinar matahari sambil digulung halus secara manual menggunakan tangan ataupun menggunakan mesin.Tujuan penggulungan halus ini adalah untuk mengoksidasi sebagian polifenol yang terdapat dalam daun teh. Proses ini dikenal sebagai proses semi oksimatis. Setelah dipandang cukup semi oksimatisnya, daun teh kemudian dikeringkan (Rohdiana, 2015). d. Teh hitam Dibandingkan dengan jenis teh lainnya, teh hitam adalah teh yang paling banyak diproduksi yaitu sekitar 78%, diikuti teh hijau 20% kemudian sisanya adalah teh oolong dan teh putih yaitu 2%. Warna coklat dan hitam pada teh hitam sangat dipengaruhi oleh adanya feofirbid fan feofitin (Rohdiana, 2015).
17
Universitas Sumatera Utara