BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Diare adalah suatu penyakit dengan gejala adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari dengan atau tanpa darah atau lendir (Herniyanti, Hasanah, dan Rahmalia, 2012: 2). Banyak faktor risiko yang diduga dapat menyebabkan terjadinya kejadian diare. Salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya diare adalah faktor
kesehatan, pendidikan,
ekonomi, dan perilaku masyarakat di lingkungan sekitar yang kurang baik serta sanitasi lingkungan yang buruk. Wabah diare dapat mengakibatkan kematian dan kerugian secara ekonomi, maka diare dapat berpengaruh pada faktor kesehatan dan ekonomi (Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, 2010: 39). Kasus kejadian diare di Kabupaten Bekasi tahun 2009 dan 2010 dapat di bagi berdasarkan golongan usia 1 sampai 4 dan 5 sampai 44 tahun. Persentase kejadian diare pada tahun 2009 dan 2010 untuk golongan usia 1 sampai 4 tahun dan 5 sampai 44 tahun dapat dilihat pada Gambar 1.1. Jumlah kejadian diare tahun 2009 untuk golongan usia 1 sampai 4 tahun adalah sebesar 9.03% dan mengalami kenaikan sebesar 11% pada tahun 2010. Kasus kejadian diare pada usia tersebut menduduki peringkat ke tiga dibanding jenis penyakit lainnya, dan mengalami kenaikan menjadi peringkat kedua pada tahun 2010. Persentase dan peningkatan yang berbeda terjadi pada golongan usia 5 sampai 44 tahun. Pada usia tersebut, kejadian diare tahun 2009 adalah sebesar 6.87% dan menurun menjadi 5.13% pada tahun 2010. Penurunan persentase kejadian diare pada usia tersebut tidak diikuti oleh turunnya peringkat
1
2 penyakit tersebut. Tahun 2009 kejadian diare menduduki peringkat ke delapan dan mengalami kenaikan menjadi peringkat ke tiga pada tahun 2010 (Dinkes dan Kesos Kabupaten Bekasi, 2010: 81-82). Kejadian diare di Kabupaten Bekasi pada tahun 2010 dari 23 kecamatan, daerah yang menunjukkan persentase tertinggi di daerah Setu sebesar 7.1% dan terendah di Kecamatan Tambun Selatan sebesar 0.19%. Persentase kejadian diare di kecamatan lainnya mempunyai angka yang bervariasi yang menunjukkan adanya pola spasial tertentu.
Gambar 1.1 Persentase Kejadian Diare Tahun 2009 dan 2010
Menurut Lee dan Wong (2011), “Pola spasial adalah pola yang berhubungan dengan penempatan atau susunan benda-benda di permukaan bumi”. Pola spasial ini menjelaskan
bagaimana
fenomena
geografis
terdistribusi
dan
bagaimana
perbandingan dengan fenomena-fenomena lainnya. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare, yang dipengaruhi oleh karakteristik wilayah itu sangat penting. Pemodelan tersebut adalah model spasial, dimana pengamatan di wilayah tertentu dipengaruhi oleh pengamatan dilokasi lain. Beberapa metode yang telah berkembang adalah geographically weighted regression (GWR), Spatial Autoregressive (SAR), Spatial Error Model (SEM), dan Spatial Autoregressive
3 Moving Average (SARMA). Setiap nilai parameter dihitung pada setiap titik lokasi georafis, sehingga setiap titik lokasi geografis mempunyai nilai parameter regresi yang berbeda-beda. Beberapa pemodelan pola spasial diantaranya, pendeskripsian dan pembuatan peta penyebaran kejadian penyakit DBD pada periode 2006 sampai 2009 di Kota Surabaya. Hasil penelitian ini adalah persebaran kejadian DBD cenderung berada pada wilayah Surabaya utara, pusat sampai timur. Terdapat beberapa bulan yang mengindikasikan bahwa angka kejadian penyakit DBD Kota Surabaya memiliki hubungan spasial, sehingga dapat dikatakan bahwa angka DBD di Kota Surabaya memiliki hubungan spasial (Arrowiyah, 2011). Pemodelan spasial yang berhubungan denga karakteristik area diantaranya tentang hubungan antara aset kehidupan masyarakat Jawa Timur dalam memenuhi kebutuhan pangan terhadap kemiskinan. Berdasarkan hasil penelitian, dimana metode spasial memberikan pemodelan yang lebih baik untuk pengamatan yang saling berkorelasi atau berhubungan (Bekti, 2010). Pemodelan spasial pada penelitian lain yang menggunakan model spasial adalah untuk mengetahui hubungan faktor risiko lingkungan dengan kasus demam berdarah di kota Salatiga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor risiko lingkungan dan penyebaran kasus DBD di kota Salatiga menggunakan pendekatan analisis spasial. Dimana faktor risiko lingkungan yang dapat berpengaruh dalam kejadian DBD seperti suhu, kelembaban, curah hujan, hari hujan, kepadatan penduduk, keberadaan dan kepadatan vektor (Mulyono, 2011). Beberapa
penelitian
lain
tentang
pemodelan
spasial
diantaranya
pemberantasan penyakit Aujeszky dengan mengetahui faktor yang berperan secara geografis di Catalonia Spain (Allepuz, 2008). Penelitian lain pada pemodelan spasial
4 adalah Spatial analysis of tuberculosis in an Urban West African. Dimana penelitian ini untuk menguji pengelompokan spasial pada Mycobacterium tuberculosis (Touray et.al., 2010). Hasil estimasi parameter regresi pada data spasial akan lebih baik apabila menyertakan pengaruh spasial. Pengaruh spasial tersebut meliputi dependensi spasial (spatial dependence) dan heterogenitas spasial (spatial heterogenity). Spasial tak bebas pada suatu kumpulan data sampel yang berarti observasi pada suatu lokasi berkorelasi dengan observasi pada lokasi lain. Sehingga asumsi error antar observasi yang saling bebas tidak terpenuhi. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu model yang memperhitungkan adanya korelasi spasial yaitu model spasial tak bebas. Model spasial tak bebas terbagi menjadi dua yaitu spasial lag dan spasial error. Model spasial lag merupakan model regresi linier dimana variabel tak bebas terdapat korelasi spasial sedangkan model spasial error merupakan model regresi linier dimana pada error terdapat korelasi spasial. Analisis regresi merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel respon dengan variabel prediktor dalam bentuk persamaan. Dalam analisis regresi terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi. Pemodelan regresi klasik dengan Ordinary Least Square (OLS) sangat ketat terhadap beberapa asumsi residual. Apabila ada asumsi yang tidak terpenuhi, maka terdapat indikasi adanya pengaruh spasial. Sehingga apabila model regresi klasik tetap digunakan sebagai alat analisis pada data spasial, maka dapat menyebabkan kesimpulan yang kurang tepat karena asumsi error saling bebas dan asumsi homogenitas tidak terpenuhi (Andra, 2007: 52). Pengkajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare di Kabupaten Bekasi merupakan hal yang penting, khususnya dengan melibatkan
5 pengaruh spasial. Setelah membuat pemodelan spasial, dapat di gambarkan pola spasial. Oleh karena itu penelitian ini melakukan pemodelan spasial SAR dan SEM untuk mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Semakin lama perkembangan teknologi informasi semakin cepat, baik perangkat keras maupun perangkat lunak. Teknologi informasi berkaitan dengan proses komputer, dimana komputer berinteraksi dengan pemakai melalui antarmuka (interface). Proses perhitungan dan pemodelan pada penelitian ini membutuhkan suatu aplikasi berbasis komputer yang berfungsi sebagai alat bantu untuk mempercepat proses. Penelitian ini akan mengaplikasikan pemodelan spasial berbasis komputer yang bertujuan memudahkan peneliti untuk mengetahui karakteristik wilayah kejadian diare khususnya di Kabupaten Bekasi. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dimunculkan rumusan masalah sebagai
berikut : 1.
Bagaimana model spasial SAR dan SEM untuk kejadian diare dan faktorfaktor yang mempengaruhinya?
2.
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare di Kabupaten Bekasi?
3.
Bagaimana pola spasial pada kejadian diare berdasarkan model SAR dan SEM?
1.3
Ruang Lingkup Lingkup penelitian ini adalah:
1.
Wilayah penelitian adalah Kabupaten Bekasi dan data yang digunakan adalah data kejadian diare pada balita di tiap-tiap kecamatan.
6 2.
Aplikasi statistik yang digunakan pada penelitian ini menggunakan bahasa pemrograman R Language, untuk mengetahui bagaimana model spasial pada kejadian diare dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3.
Aplikasi program yang digunakan pada penelitian ini menggunakan Java programming, untuk memudahkan pengaplikasian statistik dalam pemodelan spasial.
1.4
Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui model spasial SAR dan SEM untuk kejadian diare dan faktorfaktor yang mempengaruhinya.
2.
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare di Kabupaten Bekasi.
3.
Mengetahui pola spasial pada kejadian diare berdasarkan model SAR dan SEM.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1.
Peneliti : Untuk dapat menerapkan aplikasi model spasial kejadian diare berbasis komputer.
2.
Instansi : Khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, sebagai bahan kajian dan kebijakan terhadap kesehatan masyarakat di Kabupaten Bekasi dan memberikan informasi mengenai pola kejadian diare.