BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Staphylococcus sp Bakteri ini bersifat Gram-positif yang berbentuk kokus dan tersusun dalam rangkaian tidak beraturan yang terdapat garis tengah dengan ukuran 1μm. Staphylococcus sp. tidak bergerak serta tidak mampu membentuk spora. (Soedarmo et al, 2008). Staphylococcus sp adalah flora normal pada kulit manusia, saluran pernapasan dan saluran pencernaan hampir 40-50% manusia merupakan pembawa Staphylococcus sp. Bakteri ini bersifat patogenik karena mempunyai enzim ekstraseluler, toksin, serta sifat invasif strain tersebut (Greenwood et al, 2007). Bakteri Staphylococcus sp menghasilkan
koagulase positif. Bakteri ini dapat
menimbulkan infeksi bernanah dan abses yang biasa menyerang anak – anak, usia lanjut dan orang yang daya tahan tubuhnya menurun. Staphylococcus sp mampu tumbuh dalam keadaan aerobik atau mikroaerofilik. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 37°C tetapi paling baik dalam pembentukan pigmen pada suhu kamar (20-25°C). Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat, halus, menonjol dan berkilau (Jawezt et al, 2007). Toksin yang diproduksi Staphylococcus sp relatif tahan panas dan tidak mudah dimusnahkan dengan pemanasan normal. Keracunan oleh bakteri ini sebagian besar terjadi pada makanan yang telah dimasak. Bakteri ini memproduksi enterotoksin yang bersifat stabil terhadap pemanasan, tahan terhadap aktifitas pemecahan oleh enzim – enzim pencernaan dan relatif resisten terhadap pengeringan sehingga mudah tahan pada pemanasan 60ºC selama 30
menit., selain itu juga memproduksi hemolisin yang mampu merusak dan memecah sel darah merah (Pratiwi, 2008). Staphylococcus sp dapat menyebabkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan melalui pembentukan berbagai enzim ekstraseluler (Greenwood et al, 2007). Zat yang disebut enzim ekstraseluler, antara lain : 1.
Katalase adalah enzim yang mengubah hydrogen peroksida menjadi air dan oksigen (Gould et al, 2003).
2.
Koagulase adalah enzim yang mengaktifkan faktor yang mereaksi koagulase (Coagulase – Reacting Factor-CRF) yang biasanya terdapat dalam plasma, yang menyebabkan plasma menggumpal karena pengubahan fibrinogen (Jawezt et al, 2005).
3.
Leukosidin adalah zat yang dapat larut dan mematikan sel darah putih dari berbagai spesies binatang yang kontak dengannya. Zat ini bersifat antigen, tetapi tidak tahan panas terhadap eksotoksin. Antibodi terhadap leukosidin dapat berperan dalam resistensi terhadap infeksi Staphylococcus berulang (Greenwood et al, 2007).
4.
Eksotoksin adalah protein bakteri yang diproduksi dan dikeluarkan ke lingkungannya selama petumbuhan bakteri patogen. Toksin ini dapat bekerja dengan cara menghancurkan bagian tertentu dari sel inang atau menghambat fungsi metabolik tertentu. Eksotoksin sangat sensitif terhadap suhu 70°C, alkohol 50%, formaldehida dan asam – asam encer (Purwoko, 2007).
Enterotoksin adalah toksin yang mempengaruhi sel – sel pada saluran pencernaan.
5.
Enterotoksin merupakan suatu protein dengan berat molekul 3,5 × 104, yang tahan terhadap pendidihan selama 30 menit atau enzim – enzim usus dan termasuk salah satu dari 6 tipe antigen (A-F). Enterotoksin terdapat 6 toksin yang dapat larut yaitu A (SEA), B (SEB, C1 (SEC1), C2(SEC2), D (SED) dan E (SEE). 50% dihasilkan oleh strain Staphylococcus aureus (Jawezt et al, 2007). Staphylococcus sp yang patogen dan invasif cenderung menghasilkan koagulase dan pigmen kuning yang bersifat hemolitik sedangkan yang nonpatogen dan tidak invasif, seperti S.epidermidis cenderung bersifat koagulase-negatif dan tidak hemolitik dan pada S.saprophyticus secara khas tidak berpigmen, resisten terhadap novobiosin dan non hemolitik (Brooks et al, 2005). Tabel 1. Sifat dari spesies Staphylococcus Sp Sifat
S.aureus
S.epidermidis
S.saprophyticus
Kuning – Putih
Putih
Putih
Manitol
+
-
+
Hemolisa
+
±
-
Pertumbuhan
+
+
±
Koagulase
+
-
-
Peragian Gluosa
+
+
-
Peragian manitol
+
-
-
Novobiosin
S
S
R
Warna Koloni
Sumber : ( Warsa, 2002 ).
B. Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus merupakan organisme komensal pada manusia dan menyebabkan infeksi yang dapat menyebar luas. Staphylococcus aureus mempunyai berbentuk kokus, gram positif, koloni bergerombol dan bersifat kagulase positif, sifat ini yang membedakan dengan spesies yang lain. S.aureus biasanya membentuk koloni abu – abu
hingga kuning emas dan pada pembenihan padat berbentuk bulat, halus, menonjol dan berkilau serta membentuk pigmen. Beberapa galur Staphylococcus aureus mempunyai kapsul yang dapat menghambat fagositosis oleh leukosit polimornuklear kecuali jika terdapat antibodi spesifik. S.aureus mempunyai toksin yang dapat membunuh sel darah putih pada binatang. Protein pada permukaan S.aureus dapat disintesis selama fase stasioner yaitu protein A dan adhesi. Infeksi S.aureus tidak hanya melalui makanan dan minuman, tapi juga berasal dari kontaminasi langsung terhadap luka (Jawetz et al, 2007). Bakteri S.aureus tergolong flora normal pada kulit dan mukosa manusia dan dapat menyebabkan penanahan, abses serta berbagai infeksi. S.aureus mengandung polisakarida dan protein yang berfungsi sebagai antigen dan merupakan substansi penting didalam struktur dinding sel, tidak membentuk spora dan tidak membentuk flagel. Bakteri ini mampu tumbuh cepat pada suhu 37ºC, tetapi paling baik pada suhu kamar 20º - 25ºC (Greenwood et al, 2007). C. Staphylococcus epidermidis S.epidermidis termasuk dalam golongan koagulase negatif. Koloni bakteri ini berwarna abu – abu hingga putih terutama pada isolasi primer. Bakteri S.epidermidis termasuk flora normal pada kulit manusia, saluran respirasi dan gastrointestinal. Bakteri ini bersifat tidak patogen, nonhemolitik, tidak bersifat invasive, tidak membentuk koagulase dan tidak meragi monitol serta bersifat fakultatif. (Warsa, 2002). Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri pencemar, dalam habitat aslinya merupakan flora normal, namun dalam habitat lain bakteri ini dapat menimbulkan infeksi terutama dalam keadaan imunitas yang lemah. Infeksi bakteri S.epidermidis sulit untuk disembuhkan, karena bakteri ini dapat tumbuh pada alat prostese yang dimana bakteri ini
dapat menghindar dari sirkulasi sehingga mampu terhindar dari obat antimikroba, hampir 75% strain S.epidermidis resisten terhadap nafsilin. Bakteri ini mampu bertahan dalm lapisan kulit walaupun sudah diberi desinfektan saat pengambilan darah sehingga masuk kedalam aliran darah menjadi batrekimia (Vandepitte et al, 2010). D. Staphylococcus saprophyticus Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi pada saluran urin pada wanita usia muda. S.saprophyticus tidak mempunyai pigmen serta bakteri ini resisten terhadap novobiosin dan non hemolitik. Bakteri ini termasuk dalam golongan koagulase negative serta tidak mampu memfermentasi manitol. Bakteri S.saprophyticus dapat menyebabkan sititis yaitu peradangan pada kandung kemih (Jawezt et al, 2007). A. Antibiotik Penemuan antibiotik pertama kali ditemukan oleh Alexander Flaeming pada tahun 1920 yang berawal dari penemuan enzim lisozim pada air mata manusia yang dapat melisis sel bakteri dan pada tahun 1928, Alexander Fleaming menemukan Penicillium sp pada saat melakukan uji terhadap bakteri Staphylococcus yang ditumbuhkan dengan metode streak (gores silang) pada media agar yang hasilnya mengalami lisis disekitar pertumbuhan koloni tersebut (Pratiwi, 2008). Tahun 1945 Waksman menggunakan istilah antibiotik sebagai nama dari suatu golongan substansi yang berasal dari bahan biologis yang kerjanya antagonistik terhadap mikroorganisme. Pengertian antibiotik sendiri adalah zat yang dihasilkan oleh organisme hidup yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain atau bahkan dapat memusnahkannya. Antibiotika yang biasa digunakan dari genus Bacillus, Penicillium dan Streptomyces (Irianto, 2006).
Mekanisme kerja dari antibiotik adalah mengganggu bagian – bagian yang peka di dalam sel, yaitu : 1.
Antibiotika yang Mempengaruhi Dinding Sel Sel kuman dikelilingi oleh struktur kaku yang disebut dinding sel. Setiap zat yang mampu merusak dinding sel atau mencegah sintesisnya, menyebabkan terbentuknya sel – sel yang peka terhadap tekanan osmotik. Mekanisme kerja dengan mengganggu pembentukan dinding sel terutama pada tahap terakhir serta merusak
lapisan
peptidoglikan
yang
menyusun
dinding
sel
sehingga
menyebabkan terbentuknya sferoplas, yaitu kuman tanpa dinding sel atau kuman bentuk L. Contoh : penisilin, sefalosporin, basitrasin, sikloserin, ristosetin dan vankomisin (Pratiwi, 2008). 2.
Antibiotika yang Mengganggu Fungsi Membran Sel Membran sel mempunyai fungsi sebagai penghalang dengan permeabilitas selektif, melakukan pengangkutan aktif dan mengendalikan susunan dalam sel. Mekanisme kerja dengan merusak satu atau lebih dari fungsi tersebut sehingga akan menyebabkan gangguan terhadap kehidupan sel. Contoh : polimiksin, kolistin, nistatin dan amfoterisin B (Waluyo, 2008).
3.
Antibiotika yang Menghambat Sintesis Protein Sintesis protein merupakan hasil dari dua proses utama, yaitu transkripsi (sintesis ribonukleat) dan translasi (sintesis protein yang ARN-dependent). Mekanisme kerjanya aktif pada bakteri gram positif dan negatif yang dimana mempunyai spektrum anti bakteri yang luas dan bersifat bakterisida atau bakteriostatik. Contoh : aktinomisin, rifampisin, streptomisin, tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin, klindamisin, linkomisin, kanamisin, neomisin, netilmisin dan tobramisin (Pratiwi, 2008). 4.
Antibiotika yang Menghambat Sintesis Asam Nukleat Mekanisme kerja antibiotik ini dengan menghambat sintesis ADN yang bersifat kompleks yang dimana mampu menghambat polimerase ARN yang bergantung pada ADN serta menahan pembentukan ARN-m pada aktinomisin sedangkan pada mitomisin menghasilkan hubungan silang yang kuat dari untaian komplementer ADN dan sebagai akibatnya menahan replikasi ADN. Contoh : nalidiksat, novobiosin, pirimetamin, sulfonamide dan trimetoprim (Waluyo, 2008).
Tujuan pemberian antibiotik sebagai penyembuhan pasien atau memberikan kemoprofilaksis sementara meminimalkan efek samping dan rasa tidak nyaman. Antobiotik diberikan kepada seorang pasien dengan jalan penelanan atau penyuntikan melalui intra vena atau intra muscular (Gould & Brooker, 2003). Kebijakan penggunaan antibiotik biasanya dengan spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat ,interval dan lama pemberian yang tepat serta ditandai dengan pengutamaan penggunaan antibiotik lini pertama dan pembatasan penggunaan antibiotik. Pembagian antibiotik dibedakan menjadi tiga tipe yaitu tipe pertama sebagai rejimen dosis yang ideal yaitu memaksimalkan kadar, karena semakin tinggi kadar, semakin ekstensif dan cepat tingkat bakterisidalnya contohnya adalah Aminoglikosid, Fluorokuinolon, Klorampenikol dan Ketolid. Tipe dua menunjukkan sifat yang berlawanan yang bertujuan untuk memaksimalkan durasi paparan contohnya Karbapenem, Sefalosporin, Eritromisin, Linezolid, Oxasilin dan Penicillin. Tipe tiga yang bersifat sebagai campuran bertujuan
memaksimalkan jumlah obat yang masuk sirkulasi sitemik contohnya Azitromisin, Klindamisin, Oksazolidinon, Tetrasiklin dan Vankomisin (Permenkes, 2011). B. Uji Sensitivitas Sensitivitas adalah kemampuan organisme untuk berinteraksi antara obat dengan mikroba patogen diawali dengan transport aktif ke dalam sel, sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi antibiotik bebas intraseluler. Sensitivitas berfungsi untuk menentukan reaksi kerja antibiotik terhadap organisme yang belum diketahui (Irianto, 2006). Prinsip umum pada uji sensitivitas terhadap pengukuran kemampuan zat antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri secara in vitro. Kemampuan ini dengan menggunakan metode Kirby Bauer yaitu cakram kertas yang diresapi antibiotika dalam jumlah tertentu, diletakkan pada media padat yang telah ditanami bakteri uji secara merata. Suatu gradien konsentrasi zat antibiotik yang terbentuk oleh difusi dari cakram dan pertumbuhan organisme uji dihambat pada suatu jarak dari cakram yang terkait dengan kepekaan bakteri ( Vandepitte et al, 2010). C. Isolat Telepon Genggam Telepon genggam adalah alat komunikasi yang berfungsi sebagai alat penerima dan memanggil melalui suara yang dipancarkan oleh gelombang radio. Alat ini sering digunakan setiap hari oleh manusia. Telepon genggam merupakan perangkat alat elektronik portabel untuk telekomunikasi jarak jauh. (Kilic et al, 2009). Isolat Telepon genggam adalah pemisahan mikroba yang terdapat pada telepon genggam sebagai bahan uji laboratorium. Organisme diisolasi secara konsisten dengan frekuensi kejadian berdasarkan pada kolonial, mikroskopis, morfologi dan biokimia. Bakteri
ini terdiri dari Staphylococcus sp (84%), Streptococcus pneumoni (16%), Aspergilles sp (32%), Bacillus subtilis (100%) dan Enterobacter aerogenes (40%) (Yusha’u et al, 2010). Pengisolasian terhadap mikroba harus memperhatikan sifat spesies mikroba yang diisolasi, medium untuk pertumbuhan yang sesuai, tempat hidup, cara inkubasi, cara menguji dan cara pemeliharan mikroba (Waluyo, 2008).