BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Sebagai Proses Simbolik Komunikasi sebagai simbolik merupakan salah satu prinsip utama dalam komunikasi. Salah satu kebutuhan pokok manusia , seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolis atau penggunaan lambang. Manusia memang satu-satunya hewan yang
menggunakan lambang , dan itulah yang
membedakan manusia dengan hewan lainnya. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Kemampuan
manusia
menggunakan
lambang
verbal
memungkinkan
perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek (baik nyata maupun abstrak) tanpa kehadiran manusia atau obyek tersebut.1
Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dengan objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks, namun ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Representasi ini ditandai dengan kemiripan misalnya patung Soekarno adalah ikon Soekarno, dan foto Anda pada KTP Anda adalah ikon Anda. Berbeda dengan lambang dan ikon, indeks adalah tanda yang secara alamiah merepresentasikan objek lainnya. Istilah lain yang sering digunakan untuk indeks adalah sinyal (signal), yang dalam bahasa sehari-hari disebut juga gejala (symptom). Indeks muncul berdasarkan 1
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung:ROSDA, 2008, hlm. 92-93.
10
hubungan antara sebab dan akibat yang punya kedekatan eksistensi. Misalnya awan gelap adalah indeks hujan akan turun, sedangkan asap merupakan indeks api.2 Namun bila asap itu disepakati sebagai tanda bagi masyarakat untuk berkumpul misalnya, seperti dalam kasus suku primitif, maka asap menjadi lambang
karena
maknanya
telah
disepakati
bersama.
Lambang mempunyai beberapa sifat sebagai berikut:
1. Lambang bersifat sembarang atau sewenang-wenang.
Apa saja bisa dijadikan lambang, bergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata (lisan atau tulisan), isyarat anggota tubuh, makanan dan cara makan, tempat tinggal, jabatan (pekerjaan), olahraga, hobi, peristiwa, hewan, tumbuhan, gedung, alat (artefak), angka, bunyi, waktu, dan sebagainya. Semua itu bisa menjadi lambang. Makanan saja bersifat simbolik. Banyak orang makan McDonald’s burger atau Kentucky fried chicken di restoran cepat saji, bukan karena mereka benar-benar menyukai makanan itu, namun karena makan di tempat itu member mereka status tertentu. Padahal di kota-kota besar Amerika, menengah atasnya malah enggan makan di tempat-tempat itu karena makanan itu mereka anggap “makanan sampah” (junkfood). Tinggal di apartemen di Indonesia dianggap keren dan dianggap kaya, padahal di Negara Barat tinggal di apartemen diasosiasikan dengan hidup serba sederhana.
2
Ibid 9
11
2. Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna; maka kitalah yang memberikan makna terhadap lambang.
Makna sebenarnya ada dalam kepala kita, bukan terletak pada lambang itu sendiri. Dengan kata lain, sebenarnya tidak ada hubungan yang alami antara lambang dengan referent (objek yang dirujuknya). Sebagian orang percaya bahwa angka-angka tertentu mengandung makna-makna tertentu, misalnya: kualitas (bagus atau jelek), kekuatan, keberuntungan, atau kesialan. Begitulah, angka 9 atau 10, seperti huruf A (nilai ujian mahasiswa), sering diasosiasikan dengan prestasi yang tinggi. Ada kalanya sebagian orang menggantungkan nasib dan keselamatan mereka pada lambang-lambang tertentu.
3.
Lambang itu bervariasi
Lambang itu bervariasi dari suatu budaya ke budaya lain, dari suatu tempat ke tempat lain, dan dari suatu konteks waktu ke konteks waktu lain. Makna yang kita berikan kepada benda-benda tertentu, kendaraan misalnya, juga berubah. Hingga tahun 1960-an orang berpikir hanya orang-orang kelas atas yang punya mobil. Kini, orang-orang kelas menengah pun dan menengah bawah pun mampu punya mobil. Telepon genggam yang dianggap status sosial istimewa pada dekade 1990-an, hingga banyak orang petantang-petenteng menggunakan telepon genggam mereka di tempat umum, ternyata tidak lagi dipandang demikian pada zaman sekarang.
12
2.1.1 Teori Verbal dan Nonverbal
Dalam kebanyakan kegiatan komunikasi yang terjadi hampir selalu menggunakan lambang-lambang verbal dan nonverbal, keduanya memiliki sifat holistik, tidak dapat di pisahkan. Dalam banyak kegiatan komunikasi, bahasa nonverbal menjadi pelengkap bahasa verbal. Namun bahasa nonverbal juga dapat sebagai pengganti dari bahasa verbal, misal seperti saat
kita
“mengangukan
kepala” mengartikan iya atau setuju dalam bahasa verbalnya. Ada tiga ciri yang menandai wujud atau bentuk komunikasi verbal dan nonverbal: 1. Lambang-lambang nonverbal sudah kita gunakan sejak pertama lahir kemuka bumi ini. 2. Bertambahnya usia kita tentu menambah ilmu kita, sehingga kita mulai bisa menggunakan komunikasi verbal. 3. Saat kita di luar negeri kesulitan berbahasa, bahasa nonverbal dapat sangat membantu dengan isyarat-isyarat untuk berkomunikasi, serta nonverbal itu bukan abstrak karena lewatnya kita bisa menyampaikan ungkapan emosi, yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.
Baiknya kita memahami dahulu batasan mengenai komunikasi nonverbal. Mengapa kita hanya membahas nonverbal? Karena jika membahas verbal hampir ada seratus definisi lebih yang membahasnya melainkan nonverbal. Don Stacks dalam
bukunya
Introduction
to
Communiccation
Theory
menjelaskan
pemahaman tentang nonverbal masih sangat minim dicontohkan Frank E.X.
13
Dance dan Carl E. Larson menawarkan lebih dari seratus definisi tentang verbal, namun mereka hanya menawarkan satu definisi tentang nonverbal.3
Tabel 1 TIPE-TIPE KOMUNIKASI4 KOMUNIKASI
KOMUNIKASI
VOKAL
NONVOKAL
KOMUNIKASI
Bahasa Lisan
Bahasa Tertulis
VERBAL
(spokenwords)
(writtenwords) Isyarat (gesture),
Nada Suara (tone gerakan (movement), of voice), Desah KOMUNIKASI
penampilan (sighn),Jeritan
NONVERBAL
(appearance), ekspresi (screams),kualitas vokal wajah (facial ex(vocalqualities) pression)
Malandro dan Barker memberi batasan sebagai berikut:
Komunikasi nonverbal ialah komunikasi tanpa kata-kata.
Komunikasi nonverbal terjadi bila individu berkomunikasi tanpa suara.
Komunikasi nonverbal adalah setiap hal yang dilakukan oleh seseorang yang diberimakna oleh orang lain
3 4
Introduction to Communiccation Theory, Don Stacks Understanding Human Communication, Adler dan Rodman
14
Perbedaan antara Komunikasi Verbal dan Nonverbal:
Komunikasi nonverbal yaitu studi mengenai ekpresi wajah, sentuhan, waktu, gerak isyarat, bau, perilaku mata,dll.
Komunikasi verbal dan ninverbal adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, maksudnya keduanya saling bekerja sama untuk menciptakan suatu makna dari komunikasi tersebut.
Don Stack, dkk. Memberi pemikiran tentang perbedaan komunikasi verbal dan nonverbal ada tiga perbedaan utama, yaitu :
1. Kesengajaan
Dikirimkan oleh sumber dengan sengaja dan,
Diterima oleh penerima dengan sengaja juga
2. Perbedaan simbolik Mehrabian menjelaskan bahwa komunikasi verbal dipandang lebih eksplisit dibanding bahasa nonverbal yang bersifat implisit. Artinya, isyarat-isyarat verbal dapat didefinisikan melalui sebuah kamus yang eksplisit dan lewat aturan-aturan sintaksis (kalimat), namun hanya ada penjelasan yang samar-samar dan informal mengenai signifikansi beragam perilakunonverbal.
15
3.
Mekanisme pemprosesan Komunikasi nonverbal kurang terstruktur. Aturan-aturan yang lebih sederhana dibanding komunikasi verbal yang mempersyaratkan aturanaturan tata bahasa dan sintaksis. Komunikasi nonverbal secara tipikal diekspresikan pada saat tindakan komunikasi berlangsung
2.1.2 Fungsi Komunikasi Verbal dan Nonverbal Meskipun komunikasi verbal dan nonverbal memiliki perbedaanperbedaan, namun keduanya dibutuhkan untuk berlangsungnya tindak komunikasi yang efektif. Pemikiran ini disampaikan oleh Samovar (Ilya Sunarwinandi: Komunikasi antar Budaya), bahwa dalam suatu peristiwa
komunikasi, perilaku
nonverbal digunakan secara bersama-sama dengan bahasa verbal: a. Perilaku nonverbal memberi aksen atau penekanan pada pesan verbal. b. Perilaku nonverbal sebagai pengulangan dari bahasa verbal. c. Tindak Komunikasi nonverbal melengkapi pernyataan verbal. d. Perilaku nonverbal sebagai pengganti dari komunikasi verbal
2.2 Periklanan Periklanan
merupakan
seluruh
proses
yang
meliputi
penyiapan,
perencanaan, pelaksanaan, dan umpan balik dari pesan komunikasi pemasaran. Sedangkan yang dimaksud perusahaan periklanan merupakan suatu organisasi yang memiliki keahlian untuk merancang, mengkoordinasi, mengelola dan
16
atau memajukan merek, pesan dan atau media komunikasi pemasaran untuk dan atsa nama pengiklan dengan memperoleh imbalan atas layanan tersebut.5 Sebagai bagian dari komunikasi maka strategi kreatif akan semakin penting peranannya dalam upaya perusahaan membuat periklanan itu berhasil. Kotler dan Armstrong (2004:147) merumuskan tiga langkah strategi kreatif yang harus dikembangkan, yaitu : 1.
Pembangkitan Pesan Menurut Sutherland dan Sylvester (2005:130) , agar pesan iklan yang disampaikan tidak menimbulkan kekesalan atau tampak membosankan bagi para audiens, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi respon mereka pada iklan keseluruhan ada lima cara yang dapat digunakan yaitu : a. Tidak membuat penonjolan b. Berbicara pelan atau mengurangi penonjolan itu c. Menempatkan informasi sebagai sesuatu yang telah diketahui d. Mengemas informasi itu sebagai hiburan e. Membuat audiens merasa memiliki peran, bukan sekedar memosisikan sebagai penonton8
2.
5
Evaluasi dan pemilihan pesan
Tatakrama Periklanan
17
Pengiklan harus mengevaluasi pesan-pesan iklan yang mungkin dapat digunakan. Daya tarik yang digunakan dalam pesan harus memiliki tiga karakteristik. Pertama, daya tarik itu berarti, yaitu menunjukkan manfaat yang membuat konsumen lebih menyukai atau lebih tertarik pada produk itu. Kedua, daya tarik itu harus khas, harus menyatakan apa yang membuat produk pengiklan lebih baik daripada produk-produk pesaing. Ketiga, seruan dalam pesan pengiklan harus dapat dipercaya. 3.
Penyampaian pesan Dalam suatu pesan tidak hanya bergantung pada apa yang dikatakan
tetapi
juga
bergantung
pada
bagaimana
pesan
disampaikan. Pengiklan harus menempatkan pesan dengan cara sedemikian rupa sehingga mampu merebut minat dan perhatian audiens sasaran. Pengiklan harus dapat menemukan gaya, titi nada, kata-kata, dan format yang cocok untuk menyampaikan pesan (Kotler dan Armstrong, 2004 : 148).
Menurut Kotler (2004:254) perumusan pesan memerlukan pemecahan empat masalah : 1.
Isi Pesan Dalam menentukan isi pesan yang perlu diperhatikan adalah daya tarik, tema, gagasan atau usulan penjualan yang unik. Ada tiga
18
jenis daya tarik, pertama daya tarik rasional membangkitkan minat pribadi, artinya bahwa daya tarik rasional menyatakan bahwa produk itu akan menghasilkan manfaat tertentu. Kedua adalah daya tarik emosional, yang berupaya membangkitkan emosi positif atau negatif yang akan memotivasi pembelian antara lain daya tarik rasa takut, rasa bersalah, dan rasa malu yang mendorong orang untuk berbauat hal yang harus mereka lakukan atau berhenti melakukan hal-hal yang seharusnya tidak mereka lakukan. Ketiga, daya tarik moral, diarahkan pada perasaan pendengar tentang apa yang benar dan pantas. Daya tarik ini sering digunakan untuk tujuan-tujuan sosial.
2.
Struktur Pesan Efektivitas pesan tergantung pada struktur dan isinya. Dalam hal ini komunikator harus memutuskan tiga hal. Pertama adalah apakah harus menarik suatu konklusi yang pasti atau membiarkannya terserah pada audiens. Kedua, apakah harus menyajikan suatu argumen bersisi satu atau bersisi dua. Yang ketiga adalah apakah harus menyajikan suatu argumen yang paling kuat pada awal-mula atau terakhir kalinya.
19
3.
Format Pesan Komunikator harus menggunakan suatu format yang kuat untuk pesan. Agar menarik perhatian, pengiklan menggunakan beraneka ragam sarana seperti : menampilkan sesuatu yang baru dan kontras, headline dan gambar yang menawan, format yang khas, posisi dan ukuran pesan, dan warna serta bentuk gerakan.
4.
Sumber Pesan Pesan yang disampaikan sumber yang menarik atau terkenal akan memperoleh perhatian dan daya ingat yang lebih tinggi. Itulah sebabnya pemasang iklan sering menggunakan selebriti sebagai juru bicara. Selebriti kemungkinan akan efektif apabila mereka melambangkan ciri utama produk dan yang terpenting adalah kredibilitas juru bicara tersebut. Ada tiga faktor yang melandasi kredibilitas sumber, yaitu keahlian, kelayakan dipercayai dan kemampuan disukai.
2.2.1 Teori Produksi Iklan
Iklan merupakan berita pesanan untuk mendorong, membujuk orang agar tertarik pada barang yang ditawarkan. Secara garis besar iklan dibagi menjadi dua, yang pertama iklan komersil yaitu iklan yang bertujuan untuk meningkatkan pemasaran suatu produk dan jasa.
20
Yang kedua iklan non komersil yaitu bagian dari kampanye sosial dengan tujuan mengajak, menghimbau atau menyampaikan gagasan demi kepentingan umum. Iklan non komersil lebih dikenal dengan iklan layanan masyarakat. Televisi sebagai media utama dalam penyampaian pesan merupakan sarana tepat dalam memasarkan produk, karena audio visual termasuk didalamnya, sehingga edukasi singkat mengenai produk dapat tersampaikan dengan cara yang menarik.
Dan berikut merupakan tahapan pembuatan produkssi iklan. Tahapan-Tahapan Pembuatan Iklan Televisi Tahapan-tahapannya adalah :
1. Pre Production
Proses kerja di Pre-Production adalah menentukan ide cerita kemudian membuat sketsa beberapa adegan penting ke dalam bentuk naskah cerita. Lalu dibuat storyboard untuk menerjemahkan naskah menjadi cerita yang lebih mendetail. Pada proses selanjutnya dibuatlah karakter tokoh dan backgroundawal. Setelah itu lalu membuat keyframe. Test
Shot,
yaitu
render dengan full
sebuah
rangkaian
color untuk
pendek
memastikan
gambar teknik
yang
di-
pergerakan
dan rendering-nya sesuai rencana. Sebelum proses cells animation sendiri dimulai, dibutuhkan konsep cerita yang harus dibuat dalam bentuk narasi. Beberapa elemen yang perlu dipertimbangkan dalam proses PreProduction adalah:
21
Apa tujuan dan pesan yang ingin disanpaikan? Dan apa essensinya?
Siapa pemirsa yang menjadi target? Siapa yang akan menjadi pengguna akhir dari karya ini? Seperti apa platform media pemutaran multimedia mereka?
Apa keinginan klien?
Proyek ini adalah re-design atau new project?
Apakah sarana dan prasarana yang menunjang untuk pembuatan proyek telah terpenuhi?
Menginventarisir perangkat lunak yang dibutuhkan.
Menginventarisir orang yang terlibat serta pembagian tanggung jawabnya.
Membuat jadwal kerja.
Merencanakan biaya yang dibutuhkan.
Merencanakan distribusi hasil kerja.
Merencanakan adanya update hasil kerja sesuai evaluasi.
2. Production
Tahap produksi adalah tahap dimana film dibuat, Produksi adalah proses yang paling menentukan keberhasilan penciptaan sebuah karya film. proses yang dalam kata lain bisa disebut dengan shooting (pengambilan gambar) ini dipimpin oleh seorang sutradara, orang yang paling bertanggung jawab dalam proses ini. orang yang ikut dalam proses ini antara lain kameraman atau DOP (Director Of Photography) yang mengatur cahaya, warna, dan merekam
22
gambar. Artistik yang mengatur set, make up, wardrobe dan lain sebagainya. dan Soundman yang merekam suara.
Tahapan ini dimana hampir seluruh team work mulai bekerja. Seorang sutradara, produser atau line produser sangat dituntut kehandalannya untuk mengatasi kru dalam tiap tahap ini.
3. Post Production, inilah proses akhir produksi iklan televisi. Pada dasarnya ada 2 hal pokok dalam post production yaitu off line dan on line
a) Off Line
Tahapan post production sebuah iklan TV. Pada tahap ini dilakukan pemilihan shot untuk membentuk sebuah struktur editing (jalan cerita) iklan tersebut. Iklan diedit tanpa music sebenarnya atau hanya dengan music reference yang telah di-present saat PPM. Musik dan VO hanya berfungsi sebagai guide saja. Pengertian gampangnya sih offline ini cuma potong-potong dan nyambungin gambar-gambar secara kasar biar sesuai dengan urutan ceritanya. Musik dan suara belum melalui proses editing pada tahap ini.
b) On Line
Hasil offline yang dibuatkan effect agar tampil lebih sempurna, misalnya saat perpindahan frame/scene, atau untuk memperhalus tampilan gambar dan lain-lain. Animasi dan musik/VO juga di-compose (ditempel) pada saat online
23
editing. Dalam kegiatan shooting ini, meskipun anda bekerja di advertising dan karenanya bertindak hanya sebagai supervisi, ada baiknya anda juga mengetahui istilah-istilah teknis dalam shooting, antara lain sebagai berikut : Angle Sudut kamera atau sudut dari mana kita memotret peristiwa. Angel dapat
mempengaruhi emosi dan psikologi penonton, karena shot yang dihasilkan bisa bersifat objektif dan subjektif. Ada lima jenis macam angle bedasarkan ketinggian objek: Tabel 2 Tipe Angle (Sudut Kamera) Tipe
Keterangan
Normal Angle
Kamera disejejarkan dengan objek. Efek dari pandangan ini adalah pandangan mata normal seperti melihat langsung.
Low Angle
sudut kamera rendah. Kamera diletakan dibawah obyek sehingga obyek nampak besar atu raksasa.
High Angle
sudut kamera tinggi. Letak kamera diatas obyek sehingga perlu menundukan kamera. Menimbk kecil atau luas.
Extreme Low Angle
sudut kamera rendah sekali. Mengambil gambar dari super dekat dan rendah.
Extreme High Angle
sudut kamera tinggi sekali. bird eye karena memang mengambil sudut pandang burung.
Gambar
24
Tipe Shot / Size Shoot
Shot adalah potongan gambar yang terekam oleh kamera, sedangkan Tipe shot / Size Shot atau ukuran gambar merupakan besar kecilnya subyek dalam sebuah frame. Masing masing ukuran shot memiliki makna yang berbeda ketika diimplementasikan pada pengambilan sebuah gambar.
Berikut ini akan dijelaskan secara rinci tentang tipe shot yang sering di pakai diantaranya : o ECU (Extreme Close Up) : Teknik pengambilan gambar sebagian dari keseluruhan obyek yang di bidik, misalnya mata, kuping,atau benda lain seperti pisau, pistol dan sebagainya. Fungsi dari teknik ini adalah ingin menyampaikan karakter detail dari sebuah obyek, sehingga karakternya dapat dilihat secara nyata dan jelas oleh pemirsa.
Gambar 1 contoh extereme close up
o BCU (Big Close Up) : Teknik pengambilan gambar sebagian dari wajah, dari dagu hingga kepala atau kening. Pengambilan gambar ini lebih tajam dari pengambilan gambar Close Up.
25
Gambar 2 contoh big close up
Tipe shot ini dapat mewujudkan kedalaman pandangan mata, kebencian raut wajah, emosi hingga keharuan. Tanpa kata kata , tanpa bahasa tubuh, tanpa intonasi BCU sudah mewujudkan semuanya. Contoh ini dapat dilihat pada bentuk frame yang menceritakan ekspresi wajah seorang lagi menangis, takut, terharu, tertawa serta yang lainnya. o CU (Close Up) : Teknik pengambilan gambar sebagian dari keseluruhan obyek, dari ujung kepala sampai batas bahu atau dada seseorang.
Gambar 3 contoh close up
Pengambilan gambar ini biasanya menampilkan identifikasi psikologi sebuah karakter yang memerlukan perkuatan rincian detail berbagai aksi. o MCU (Medium Close Up) : Teknik pengambilan gambar dari ujung kepala sampai ulu hati seseorang.
Gambar 4 contoh medium close up
26
o MS (Medium Shot) : Teknik ini akan memvisualisasikan setengah dari keseluruhan bidikan obyek manusia misalnya dari ujung kepala hingga pinggang obyek atau seseorang.
Gambar 5 contoh medium shot
Fungsi dari teknik ini ingin menyampaikan keadaan obyek beraktifitas. Contoh ini dapat dilihat pada bentuk frame yang menceritakan keadaan seseorang atau komunitas melakukan sesuatu diantaranya makan, mengadakan rapat, melakukan pembicaraan dan sebagainya. Selain itu juga mengambil tampilan pada saat dua orang berbicara, sehingga bisa membuat penonton merasa berada sejajar dengan orang yang di tampilkan.
o Knee Shoot : Teknik ini dengan ukuran gambar tiga perempat (¾) dari keseluruhan bidikan obyek manusia misalnya dari ujung kepala sampai lutut obyek atau seseorang.
Gambar 6 contoh knee shot
27
o FS (Full Shot) : Teknik pengambilan gambar keseluruhan bidikan obyek manusia atau binatang maupun kendaraan, misalnya dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Gambar 7 contoh full shot
o LS (Long Shot) : Teknik pengambilan gambar yang menunjukkan kesan luas pandang dan mengecilnya obyek dari pandangan, sehingga keberadaan obyek terlihat jauh dari pandangan mata.
Gambar 8 contoh long shot
Fungsi dari teknik ini ingin menyampaikan keadaan obyek yang beraktifitas dengan keluasan suasana lingkungan dimana obyek berada.
o Extreme Long Shot : Teknik pengambilan gambar yang mana obyeknya lebih kecil dari Long Shot dengan menampakkan suasana keberadaan obyek yang lebih luas. Shot ini digunakan apabila gambar yang ingin diambil adalah gambar yang sangat sangat jauh, panjang, luas dan berdimensi lebar.
28
Gambar 9 contoh extreme long shot
o Establishing Shot : Pengambilan gambar secara keseluruhan suatu tempat atau pemandangan untuk memberi orientasi tempat dimana peristiwa atau adegan itu terjadi, biasa disingkat Establish saja,
Gambar 10 contoh establishing shot
o One Shot : Shot yang menampilkan satu orang / Obyek terlepas dari jauh atau dekatnya pengambilan gambar. o Two Shot : Shot yang menampilkan dua orang / Obyek terlepas dari jauh atau dekatnya pengambilan gambar. o Three Shot : Shot yang menampilkan tiga orang / Obyek terlepas dari jauh atau dekatnya pengambilan gambar.
29
o Groub Shot : Shot yang menampilkan sekelompok orang / Obyek atau lebih dari tiga orang / obyek terlepas dari jauh atau dekatnya pengambilan gambar. o OSS (Over Shoulder Shot) : Pengambilan gambar dimana kamera berada di belakang bahu salah satu pelaku atau di belakang objek yang membelakangi, dan tampak di dalam frame. Sementara obyek utama tampak menghadap kamera dengan bahu lawan main.
Gambar 11 contoh pengambilan Over Shoulder Shot
o POV (Point Of View) : Kamera sebagai sudut pandang pelaku atau subjek gambar.
Gambar 12 contoh point of view
Camera Movement o Panning : Gerak kamera secara horizontal. Pergerakan kamera dengan poros horisontal ke kiri atau ke kanan dengan atau tanpa tripod. Poros yang di
30
maksud disini adalah kepala tripod yang bisa bergerak, atau pergelangan tangan kita saat memegang kamera.
-
Pan Left
: Pergerakan kamera menoleh kekiri
-
Pan Right
: Pergerakan kamera menoleh ke kanan
o Tilting : Pergerakan kamera dengan poros vertikal di mana kamera menunduk atau mendonga/menengadah dengan atau tanpa tripod
-
Tilt Up
: Menengadah ke atas
-
Tilt Down
: Menunduk ke bawah
o Tracking : Pergerakan kamera mendekati atu menjauhi obyek (diam) dengan atau tanpa tripod/dolly.
-
Track in
: Mendekati obyek
-
Track out
: Menjauhi obyek
o Crab : Pergerakan kamera dimana kamera di geser ke kiri maupun ke kanan dengan atau tanpa tripod. Sesuai dengan namanya yang dalam bahasa indonesia artinya ‘kepiting’ maka pergerakan ini adalah menyerupai jalannya kepiting, menyamping.
-
Crab Left
: Kamera bergerak ke kiri
-
Crab Right
: Kamera bergerak ke kanan
31
o Zooming : Dalam zooming ini yang bergerak bukannya kamera tetapi lensa kamera yang bergerak maju atau mundur
mendekati/menjauhi obyek
sementara kamera nya diam
-
Zoom In
-
Zoom Out : Lensa bergerak mundur (gambar melebar / menjauh)
: Lensa bergerak maju (gambar menyempit / mendekat)
o Follow : Adalah gerakan kamera yang dilakukan dengan mengikuti object bergerak. Berbeda dengan panning, follow dilakukan dengan cara kamera ikut bergerak searah dengan object. o Level : Pergerakan kamera dimana kamera di geser ke atas atau kebawah.
-
Level Up
: Kamera digeser ke atas
-
Level Down
: Kamera digeser ke bawah
Camera Effect o Filter : suatu cara menciptakan sejumlah efek khusus (langit biru jadi gelap, warna kemerah-merahan dsb) o
Slow Motion : gerak kelihatan melambat
o
Fast Motion : gerak cepat menghentak-hentak
o
Freeze Frame (frame beku) : gerak yang berkesinambungan normal lalu tiba-tiba gerak itu dibekukan (berhenti sama sekali)
o Zoom In/Out : suatu cara menciptakan efek gerak yang mulus dan lancar ke arah subyek, atau menjauh dari subyek, tanpa
32
harus menggerakkan kamera itu sendiri melalui jalan menggunakan lensa zoom.
Lights on Camera o Low Key : penatacahayaan di mana sebagian besar set berada dalam
lingkungan
bayang-bayang,
sedangkan
subyek
didefinisikan oleh penyinaran tinggi (cocok untuk film-film misteri atau horor) o
High Key : Penatacahayaan yang memperlihatkan bagianbagian yang cerah dibanding dengan bagian-bagin yang diliputi bayang-bayang; sedang subyek kelihatan dalam warna separuh kelabu dan cerah, dengan kontras cahaya yang jauh lebih kecil (teknik ini cocok untuk film komedi, musikal, dan film-film ringan).
Break : Istilah untuk istirahat dalam shooting
Dalam shooting itu, narasi (copy iklan TV) yang telah disetujui oleh klien (saat final pre production dengan klien/agency) bisa diambil secara langsung disebut Direct Sound Atau bisa juga tidak, apabila suara model iklan ternyata tidak oke. Untuk itu biasanya suara model iklan tersebut akan diganti dengan suara Dubber yang profesional di studio Recording di hari-hari berikutnya (menjelang prose on line).
33
Begitulah antara lain jalannya shooting iklan televisi. Setelah shooting iklan televisi selesai sesuai waktu yang direncanakan, negative film kemudian dikirim untuk diprose di Kuala Lumpur atau Singapore, sesuai perjanjian (saat final pre production).
2.2.2 TVC (Audio Visual Production) Tiba saatnya kita memasuki pembahasan Audio Visual Production. Disini akan membicarakan bagaimana sebuah iklan televisi (TV Comercial) diproduksi. Dari segi teknis, iklan televisi bisa dibuat sebagai :
a. Live Action
b. Animasi, baik secara manual maupun komputer.
c. Gabungan dari keduanya.
Pembuatan sebuah iklan televisi pada dasarnya mirip dengan pembuatan sebuah film. Diperlukan suatu naskah tertulis yang berisi cerita (story line), yang kemudian dituangkan dalam bentuk story board.Story board mirip dengan sebuah komik. Ada gambar yang menunjukkan bagian adegan, ada tulisan yang menunjukkan dialog atau narasi atau suara yang harus terdengar pada saat gambar muncul.
Story board bisa berbentuk detil, bisa pula berbentuk luwes. dalam pembuatannya untuk menjadi iklan televisi, story board ini akan diolah lagi oleh Production
34
House (PH) yang ditunjuk Agency. Untuk iklan televisi ada beberapa teknik visual yang dapat digunakan untuk membuat naskah iklan yang dramatis dan mempunyai kemampuan menjual yang kuat. Menurut Russel dan kawan-kawan, teknik-teknik itu adalah : Spakesperson. Teknik ini menampilkan seseorang di hadapan kamera yang lamgsung membawakan iklan kepada pemirsa televisi. Contohnya adalah salah satu iklan pasta gigi. Dalam iklan itu, seorang pria berdasi dengan gaya seorang salesman berada didalam ruang praktek dokter gigi. Ia berbicara tentang pengalamannya mengatasi dan mencegah gangguan gusi berdarah dengan selalu menggunakan Pepsodent. Testimonial. Teknik ini mempergunakan seseorang yang dikenal luas yang mampu memberikan kesaksian atau jaminan tentang suatu produk. Misalnya artis Marisa Haque yang memberi komentar tentang sebuah sabun kecantikan bermerek Lux. Demonstration. Teknik ini cukup populer mengingat televisi adalah media yang ideal untuk memberikan demontrasi kepada konsumen tentang manfaat suatu produk. Misalnya saja prosse menghilangkan kotoran dari baju yang dicuci dengan Rinso Super Aktif. Closeups. Teknik ini pun ideal untuk dipergunakan oleh televisi. Misalnya saja menampilkan closeup Indo Mie yang telah dimasak dan masih mengepul panas siap untuk segera disantap. Story Line. Teknik ini mirip membuat sebuah film yang sangat pendek. Misalnya salah satu iklan Pepsi Cola yang dimulai dengan adegan banyak
35
orang yang tengah berjemur di pantai. Matahari kebetulan bersinar sangat terik. Tidak jauh dari tempat itu tiba-tiba sebuah kios minuman ringan dibuka. Perlahan-lahn, satu persatu orang yang terjemur di pantai mendatangi kios tersebut sambil berjingkat dan mengeluhkan pasir yang panas. Akhirnya semua orang termasuk seekor anjing menyerbu kios tersebut. Sementara selama itu penyiar memberikan komentar betapa minuman tersebut didambakan oleh mereka yang kehausan. Direct Product Comparison. Gaya ini membandingkan dua buah produk secara langsung. Di Amerika Serikat gaya ini cukup sering dipakai, tetapi kelihatannya akan agak sulit kita saksikan di Indonesia. Sebab agaknya pemirsa di Indonesia belum siap menerima iklan yang cenderung menunjukkan kekurangan produk pesaing seraya menonjolkan kelebihan produk
sendiri.
Misalnya
saja
iklan
sebuah
minuman
yang
menggambarkan suasana studi wisata para pelajar sebuah sekolah menengah
pada
abad
mendatang.
Para
pelajar
tersebut
sedang
mengunjungi sebuah situs purbakala yang sedang digali. Sambil mendengarkan keterangan pemandu wisata mereka menggenggam kaleng minuman Pepsi Cola tiba-tiba seorang pelajar menemukan sebuah botol kosong Coca Cola yang telah membatu. Ia menunjukkan botol tersebut kepada pemandu wisata dan bertanya benda apakah itu. sang pemandu yang tampaknya juga seorang profesor,setelah melihat sebentar, mengatakan bahwa itu adalah minuman ringan yang populer pada abad yang lampau.
36
Humor. Gaya ini termasuk salah satu gaya yang digemari oleh copywrite maupun konsumen. Akan tetapi gaya ini sebenarnya mengandung resiko yang sangat besar. Apabila pengarapan humornya tidak hati-hati, pemirsa malah bisa menjadi sebel dan jengkel. Apalagi jika diingat, humor akan kehilangan daya tariknya apabila sudah sering disaksikan atau didengarkan. Iklan yang terjebak dalam penampilan seperti ini, meskipun menggunakan pelawak yang paling lucu sekalipun, biasanya tidak tertolong lagi. Slice of Life. Pendekatan ini mempergunakan penggalan dari adegan sehari-hari. Rumusnya adalah dengan menggabungkan keadaan yang menjengkelkan + penyelesaian masalah + kebahagiaan. Contohnya adalah iklan obat sesak napas. Pertama-tama digambarkan orang yang sedang menderita sesak napas. Dadanya bagai diikat dengan tali yang besar dan kuat. Wajahnya memelas. Stelah ia menelan satu atau dua butir Napacin, sesak napasnya pun segera hilang. Ia lega dan wajahnya menjadi berseri. Customer Interview. Cara ini juga kerap kali ditemui. Misalnya ikla Bodrex. Seseorang pria berdasi digambarkan memegang sebuah mikrofon. Dengan gaya seorang reporter ia mewawancarai seorang supir taksi tentang apa yang ia lakukan apabila sakit kepala datang menyerang. Vignettes dan Situations. Produk-produk yang sering menggunakan teknik seperti ini adalah minuman, permen, rokok, dan produk-produk lain yang
sering
dikonsumsi.
Gambar
yang
disampaikan
biasanya
menunjukkan sejumlah orang tengah menikmati sesuatu produk seperti
37
menikmati hidup. Sementara itu musik dan liriknya memberikan suasana yang mendukung. Misalnya iklan susu cap Nona. Seorang anak kecil digambarkan giat mengikuti ayahnya berolahraga pada pagi hari. Setelah itu ia dipanggil oleh ibunya untuk minum segelas susu. Animation. Animasi biasa kita kenal sebagai gambar kartun. Teknik seperti ini biasanya menggunakan gambar atau tokoh kartun sebagai ganti suasana atau manusia sebenarnya. Contoh yang pernah sangat populer pada masa iklan masih muncul di TVRI adalah iklan pembasmi serangga merek Raid. Stop Motion. Meskipun mampu menampilkan gambar bergerak, televisi sering kali juga menampilkan iklan yang disajikan hanya sebagi stop motion, dan mungkin juga merupakan suatu rangkaian gambar berseri. Contoh yang paling jelas adalah iklan-iklan mengenai berbagai obyek wisata di Indonesia yang sering ditampilkan oleh RCTI. Rotoscope. Teknik ini menggabungkan teknik animasi dengan gambaran nyata . Misalnya iklan bumbu masak Royco. Digambarkan bagaimana seorang ibu rumah tangga menyiapkan hidangan untuk keluarganya. Sementara itu seorang pria gemuk berpakaian lengkap seperti seorang juru masak, yang merupakan tokoh kartun, berloncat-loncat ke sana ke mari mendampinginya. Combination. Teknik ini pada dasarnya merupakan penggabungan dari dua atau beberapa teknik dasar diatas.
38
Pengenalan Atribut-Atribut Sebuah Iklan Pengenalan atribut-atribut sebuah Iklan di antaranya : a. Lead in headline, kata-kata/kalimat yang biasanya menerangkan jenis produk apa yang akan dipromosikan. b. Flagger, Splash, Label, kegunaan ketiganya hampir sama yaitu memperkuat
atau
memperjelas
penyampaian
informasi
kapan,
bagaimana, untuk apa produk itu dijual. c. Judul (heading) Sebuah judul harus mampu menarik perhatian agar pembaca memperhatikan tulisan yang ada, apakah secara visual ataupun secara verbal, keduanya bisa memikat pembaca berkat bentuk penampilan secara visual yang artistik. Oleh karena itu untuk menyiapkan sebuah judul atau heading diperlukan pengolahan disain secara khusus.
Untuk mendisain judul hendaknya memperhatikan hal-hal berikut : Pilih jenis dab bentuk huruf untuk mendukung judul yang dapat mengexpresikan watak dari sebuah tulisan. Tipe huruf brush scipt tentu tidak cocok untuk iklan otomotif atau alat-alat berat. Judul dibuat kontras dengan tulisan atau illustrasi yang ada disekitarnya. Tempatkan judul dalam satu bingkai (frame) khusus. Agar tampak lebih menonjol bentuk huruf hendaknya lebih besar dari artikel, tetapi jangan terlalu mendominasi.
39
Sedapat mungkin judul menjadi perhatian pertama sebelum membaca artikel lain. Pembuatan huruf dapat dilakukan dengan huruf capital atau huruf capital undercast. Dalam mevisualisasikan bentuk judul, hendaknya benar-benar menujang pesan yang dimaksud.
d. Sub judul (subhead) Bagaimana atau apa yang diperbuat untuk menarik perhatian para pembaca supaya terpancing, maka sub judul harus terkait dengan judul. Sub
judul
dimaksudkan
untuk
mempengaruhi
pembaca
dengan
memperluas dan memperjelas judul secara emosional. Fungsi sub judul akan ikut mempermudah pembaca dalam mencerna artikel untuk mengetahui
sebuah
isi
pesan
yang
disampaikan
padanya.
e. Artikel (body copy) Artikel atau tulisan harus disiapkan secara matang untuk menunjang keberhasilan iklan yang akan disajikan. Dalam menetukan jenis huruf yang akan digunakan, tinggi dan lebarnya huruf perlu diperhatikan. Bila tulisannya banyak, sedang ruang yang tersedia hanya sedikit, sebaiknya dipergunakan model huruf yang padat dan condenced untuk menghemat ruang. Meskipun setiap huruf masing-masing memiliki
40
karakter dan tipografi yang berbeda, tetapi pada beberapa kombinasi yang serasi bisa mebuat lay out tampak lebih bagus.
f. Keterangan gambar (caption) Gambar atau foto yang dipasang perlu dilengkapi caption, guna menunjukkan dan menceritakan apa yang ada didalam gamabr atau foto tersebut. Paduan antara gambar atau foto dengan caption harus sepadan, singkat dan jelas. Caption harus berada dekat dengan gambar atau foto yang kan dijelaskan. Posisi katakata bisa diatas, dibawah, disamping atau didalam gambar atau foto. Point huruf biasanya lebih kecil dari teks yang lain.
g. Illustrasi (gambar) Illustrasi digunakan untuk membantu mengkomunikasikan pesan dengan tepat, cepat, tegas dan merupakan terjemahan dari sebuah judul. Dengan illustrasi maka pesan menjadi lebih berkesan, karena pembaca alkan lebih mudah mengingat gambar daripada kata-kata. Illustrasi, merupakan suatu cara untuk menciptakan efek atau untuk memperlihatkan suatu subjek dengan tujuan : • Untuk menggambarkan suatu produk yang belum pernah ada. • Menggambarkan kejadian atau peristiwa yang agak mustahil, misalnya mobil memakai sayap.
41
• Memperjelas suatu artikel teknik, dengan gambar akan lebih mudah untuk memperlihatkan belahan sebuah mesin. • Memberikan suatu komentar atau sindiran, dapat berbentuk karikatur atau kartun.
h. Box (bingkai) Kolom bingkai atau box pada umumnya merupakan tempat informasi dari hal-hal yang akn dipromosikan, atau untuk spesifikasi sebuah produk.
i. Asterisk (tanda keterangan) Suatu tanda biasanya bintang (*) yang dipakai untuk menerangkan kata-kata atau kalimat yang tersamar atau kurang jelas. Tulisan dibuat paling kecil (6pt. Italic), untuk menghindari kesan yang kuat dan menonjol.
2.3 Periklanan dan Gender Periklanan tidak bisa dipisahkan dengan masalah gender. Menurut Herbert Rittlinger (1972) fisik perempuan memiliki daya tarik tersendiri. Tidak heran bila perempuan menjadi sasaran favorit berbagai pihak dan profesi, baik fotografer, kameramen, pengiklan, pemasar dan sebagainya. Daya tarik perempuan tersebut sangat khas, unik, spesifik yang tidak bisa ditemui pada laki-laki. Bahkan menurut Budi Sampurno tidak saja postur tubuh perempuan yang mendatangkan daya tarik, daya tarik perepmuan juga dapat dilihat dari perilakunya. Semuanya
42
menarik perhatian, bahkan tidak saja lawan jenis, tetapi juga bagi sesame perempuan itu sendiri.6 Karakter menarik perempuan itu juga disadar oleh permbuat iklan, termasuk iklan telvisi. Dengan menggunakan perempuan, pesan iklan diyakini lebih menarik. Menurut Nurul Arifin (2001), penggunaan perempuan dalam iklan karena perempuan memiliki seluruh karakter yang bisa diperjual belikan. Senada dengan Nurul, menurut Martadi (1999), penggunaan perempuan dalam iklan dipercaya mampu meningkatkan penjualan produk. Bila target pasarnya adalah perempuan kehadirannya merupakan wajah akktualisasi yang mewakili jati diri/eksistensinya. Sedemikian penting kehadiran perempuan dalam iklan, sehingga muncul distorsi yang merugikan kaum perempuan. Perempuan dijadikan sebagai obyek iklan yang mengarah pada rangsangan tubuh sehingga terjadi bad taste advertising. Bersama laki-laki dan perempuan ditampilkan dalam iklan televise cukup menonjol, namun cenderung direpresentasikan secara bias.7 Perbedaan gender tersebut berlangsung terus menerus dalam sejarah sangat panjang dan kompleks hingga sekarang. Ia dibentuk, disosialisasikan dan ddperkuat, bahkan dikosntruksikan secara social sehingga banyak dianggap sebagai ketentuan Tuhan (seolah-olah biologis dan tidak dapat dirubah), sehingga perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai sebuah kodrat (Mansour Fakih,2001). Menurut Judith Waters dan George Ellis (1996) gender merupakan kategori dasar dalam buadya, yaitu sebagai proses dengan identifikasi tidak hanya 6 7
Widyatama, Rendra, Bias Gender, Yogyakarta. 2006, hal 1-3 Ibid, hal 10-12
43
orang, tapi juga perbendaharaan kata, pola bicara , sikap, dan feminitas. Berbagai pembedaan itu akhirnya memunculkan stereotip tertentu yang disebut dengan stereotip gender. Stereotip kadang bersifat positif kadang bersifat negative. Keindahan yang dimiliki perempuan membentuk stereotip dan membawa mereka ke sifat-sifat di sekitar keindahan itu. Misalnya, perempuan harus tampil menawan, pandai mengurus rumah tangga, memasak, tampil prima untuk menyenangkan suami, dan pantas diajak ke berbagai acara (Kompas No.51,1999); cerdas, serta menjadi sumber pengetahuan dan moral keluarga (Burhan Bungin,2002:128);sebagai “penjaga nilai halus dan adiulung”di rumh, sebagai penyambung keturunan, lemah lembut, pandai memasak, lebih emosional, fisik kurang kuat, lincah, keibuan, manja (Martadi,2001); tidak bernalar, bergantung, pasif, lemah, penakut, sebagai
obyek
seksual,
menekanan
pada
figur
dan
pakaian
cantik
(Suharko,1998);sosok lebih kecil, lembut, halus, tidak asertif, pasif, inferior, dan cenderung mengalah. Eksploitasi perempuan dengan segala stereotip gender tradisional tersebut cenderung
mengimplisitkan
kualitas
pemaknaan
yang
dangkal,
yang
menghadirkan konsep pemaknaan perempuan tidak lebih dari sebuah benda (bukan mahluk/insani). Sebagaimana disampaikan oleh Rosnita Situmorang, dalam wacana iklan media massa perempuan sering diposisikan sebagai obyek tanda. Obyek yang dimasukan kedalam sitem tanda di dalam system komunikasi ekonomi capital (Rosnita Situmorang,1999). Media menjadikan tubuh dan fragmen tubuh perempuan sebagai penanda yang dikaitkan dengan pertanda tentu
44
yang dimanifestasikan secara dangkal sesuai dengan “politik ekonomi libidinal” (Kasiyan, 2001) Dalam perspektif gender, maskulin maupun feminism merupakan pilihan. Artinya pria dan wanita dapat secara bebas memiloh penampilannya sesuai dengan diri yang disukai. Tidak ada kewajiban bahwa pria harus menampilakn sosok maskulin dan perempuan harus feminine. Namun tampaknya stereotip diatas sudah sangat melekat ditengah masyarakat, mencerminkan ideologi patrilineal yang kuat, menempatkan perempuan sebagai housewifization (Arief Agung Suwasana,2001). Ideologi gender tersebut hidup menurut Priyo Soemandoyo (1999), karena didukung oleh sistem kepercayaan gender yang mengacu pada serangkaian kepercayaan dan pendapat tentang laki-laki dan perempuan serta kualitas maskulinitas dan feminitas.
Stereotip muncul seiring dengan perubahan zaman.
Berbagai konsruksi social itu tergantung pada konstruksi social dan budaya masyarakat. Ciri dari sifat-sifat laki-laki dan perempuan dapat berbeda antara satu zaman dengan zaman lainnya. Perubahan itu dapat berbeda-beda. Artinya setiap komunitas masyarakat di berbagai belahan bumi yang berlainan zaman dapat berbeda dalam melakukan konstruksi gender. Sekalipun terdapat kecenderungan yang sama tentang pandangan manusia terhadap perempuan dan laki-laki.
Pada
masyarakat
Indonesia perbedaan laki-laki dann perempuan karena konstruksi sosial dan budaya banyak dipercaya sebagai kodrat yang berarti ketentuan biologis dan
45
ketentuan Tuhan. Dan hal tersebut dapat kita saksikan dalam aktivitas iklan televisi.
2.3.1 Karakter Laki-laki dan Perempuan Dalam Iklan Televisi Pada hakikatnya, iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi (Noviani, 2002: 22). Namun, iklan juga unik karena memiliki kemampuan mempengaruhi yang cukup kuat. Dari aspek pengaruh ekonomi, iklan terbukti telah banyak memberikan keuntungan ekonomi yang sangat besar pada perorangan atau agen yang terlibat di baliknya (Widyatama, 2007: 156). Namun, iklan tidak hanya memiliki pengaruh ekonomi saja. Dia juga memiliki pengaruh psikologis dan pengaruh sosial budaya. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, pengaruh iklan secara sosial budayalah yang lebih disorot, di mana pesan-pesan yang ditampilkan melalui iklan akan mengkristal secara kolektif dan menjadi perilaku masyarakat secara umum. Perilaku masyarakat yang umum ini pada akhirnya akan membentuk sistem nilai, gaya hidup, maupun standar budaya tertentu. Iklan, sebagai alat (komunikasi) pemasaran yang berfungsi sebagai media untuk mengkomunikasikan produk dari produsen (pengiklan) kepada calon konsumen (audience), memerlukan perencanaan yang matang agar selain pesan yang diinginkan (oleh pengiklan) sampai ke calon konsumen dengan utuh, calon konsumen juga menjadi percaya pada isi pesan dan karenanya berminat untuk mencoba maupun membeli produk yang diiklankan.
46
Untuk mencapai tujuan ini, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pemilihan endorser yang mampu membantu membawakan pesan iklan dengan meyakinkan dan sekaligus membantu membentuk citra yang diharapkan untuk produk yang diiklankan. Selain pemilihan endorser, pengiklan juga harus merancang bagaimana endorser ini harus ditampilkan mulai dari segi penampilan fisik hingga perkataan dan perbuatan. Secara fisik, endorser perempuan yang sering muncul dalam iklan biasanya berwajah cantik, berkulit putih mulus, tubuh langsing, dan rata-rata berusia muda. Sedangkan laki-laki yang menjadi endorser biasanya berwajah tampan, berkulit putih, bertubuh tinggi atletis, dan juga berusia muda. Sedangkan dari segi karakterisasi, perempuan ditampilkan dengan kepribadian yang
dikategorikan
sebagai
karakteristik
feminin:
anggun,
lemah
lembut, pasif, dan emosional. Sedangkan laki-laki ditampilkan dengan sifat-sifat yang dikelompokkan dalam kategori maskulin, misalnya kuat (secara fisik dan mental), rasional, tegas, dan agresif. Dari aspek setting, iklan juga stereotipikal dalam menampilkan perempuan dan laki-laki, di mana karakter perempuan hampir selalu ditampilkan berada di rumah atau di lingkungan rumah sedangkan tokoh laki-laki sering kali ditampilkan sedang sibuk beraktivitas di luar rumah, misalnya kegiatan didalam kantor atau luar ruangan. Umumnya, dalam iklan, perempuan dan laki-laki sering kali ditampilkan dalam kerangka jender yang sama dari waktu ke waktu. Pada bagian awal subbab ini telah disebutkan bahwa iklan memiliki pengaruh sosial budaya. Pengaruh ini
47
bisa timbul salah satunya dikarenakan adanya stereotipisasi dalam penampilan sosok laki-laki dan perempuan dalam iklan, gaya penampilan yang mengikuti suatu pola dan peran jender tertentu.
2.3.2 Feminisme Dalam Iklan Pada konteks pencitraan perempuan, kehadiran perempuan dalam iklan baik dari segi explorasi mind (intelegensia) ataupun exploitasi body (tubuh) dengan cerita budaya stereotip yang melekat pada diri perempuan, telah mentransformasikan tatanan kehidupan secara meluas dibangun sebagai standar atau patokan baru untuk ukuran kecantikan. Gambaran perempuan dalam iklan merupakan citra ideal perempuan yang mempunyai tubuh sempurna, berambut indah dan penampilan fisik yang menarik. Hasil
penelitian
menemukan
bahwa
secara
semiosis
perempuan
ditampilkan sebagai perempuan yang berpusat pada kecantikan diri dalam ruangan dan rumah ditafsirkan sebagai teks domestik. Wacana feminim dalam teks-teks iklan
menunjukkan
feminitas
seorang
perempuan
diidentifikasi
dengan
kecantikan, kelembutan dan kehalusan kulit.
2.3.3 Diskursus Gender/Masalah Posisi dan Fungsi Gender Dalam Relasi Sosial Problematika konsep ideologi gender yang telah terintegrasi dalam akumulasi ruang dan waktu yang amat panjang di masyarakat, kemudian telah menghasilkan semacam wacana standarisasi pelabelan antara laki-laki dan
48
perempuan dalm konteks sosial. Atau dalam istilah lain, adanya sebuah konsep stereotip gender laki-laki dan perempuan, secara sosial. Dalam hal ini, segala yang dianggap ‘pantas’ dan ‘biasanya’ diekspresikan oleh perempuan atau lakilaki, kemudian dikenal dengan sifat stereotip perempuan (feminity stereotype) dan laki-laki (masculinity stereotype). Oleh karena stereotip gender maskulinitas dan feminitas ini dikonstruksikan secara kultural dalam periode waktu yang panjang, bahkan diwariskan dari generasi ke generasi, kemudian menjelma menjadi seolaholah merupakan kodrat Tuhan.8 Stereotip maskulinitas senantiasa dilekatkan pada kaum laki-laki, dalam bentuk konsepsi sifat-sifat yang selalu bermakna positif, di antaranya yakni: rasional, tegar, kuat, mandiri, tegas, dan dominan. Di samping stereotip potensi unsur-unsur psikologis, juga yang tak kalah besar dan dominannya, adalah stereotip yang berangkat dari persoalan kultur sosial yang ada, berlaku, dan berkembang di masyarakat. Misalnya, di berbagai budaya, merokok dipandang tidak pantas dilakukan perempuan, bahkan dalam kadar tertentu dijadikan simbol ‘kebinalan yang destruktif’, sedangkan sebaliknya bagi laki-laki, justru dianggap sebagai ‘lambang kejantanan’ sejati, yang layak dibanggakan. 9 Secara linguistik`, dalam kamus Oxford, masculine adalah like men, atau dalam bahasa Indonesia bersifat laki-laki. Sejalan dengan kamus Oxford, menurut Nuraini Juliastuti, maskulin menunjuk pada sifat atau nilai yang lazim dimiliki
8
Kasiyan. Manipulasi dan Dehumanisasi Dalam Iklan. Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2008. Hal.52 9 Kasiyan. Manipulasi dan Dehumanisasi Dalam Iklan. Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2008. Hal.53
49
laki-laki.10 Menurut Archer dan Lloyd dalam Indiwan Seto, ada beberapa stereotip yang berkenaan dengan gender, melalui tabel berikut:
Tabel 3 Pertentangan Gender: stereotip-stereotip kontemporer pria dan wanita Pria
Wanita
Bertindak sebagai pemimpin
Penuh kasih sayang
Agresif
Emosional
Ambisius
Feminin
Tegas
Lembut
Kompetitif
Menyukai anak-anak
Dominan
Halus
Kuat
Paham
Pandai berolahraga
Hangat
Independen Ramai Mudah membuat keputusan Maskulin Sumber: Archerdan Lloyd dalam Anthony Synnot. Tubuh sosial, simbolisme, diri, dan masyarakat. Jalasutra: Yogyakarta. 2003. Hal. 129 Dalam buku Sex & Gender, ada kata stereotip kata sifat yang mencerminkan seorang laki-laki11
Tabel 4 Adjectives stereotypically associated with men Adventurous (Petualang)
Enterprising (Giat)
Aggressive (Agresif)
Forceful (Kuat)
10
http://issuu.com/kunci/docs/kunci_8/3?e=1331043/6681071 Hilary Lips. Sex & Gender: An Introduction 6 ed. New York: The McGraw-Hill Companies Inc. 2008. Hal. 7 11
50
Ambitious (Ambisius)
Handsome (Tampan)
Assertive (Asertif)
Independent (Mandiri)
Autocratic (Otokratis)
Jolly (Riang gembira)
Boastful (Sombong)
Logical (Logis)
Coarse (Kasar)
Loud (Lantang)
Confident (Percaya Diri)
Masculine (Maskulin)
Courageous (Penuh rasa ingin tahu)
Rational (Rasional)
Cruel (Garang)
Realistic (Realistis)
Daring (Berani)
Robust (Tegap)
Disorderly (Suka melanggar peraturan)
Self-confident (Percaya diri)
Dominant (Dominan)
Severe (Hebat)
Stable (Stabil)
Stern (Tegang)
Strong (Kuat)
Tough (Tangguh)
Unemotional (Tidak Menunjukkan Emosi)
Unexcitable (Tidak antusias)
Perbedaan laki- laki dan perempuan dalam konstruksi sosial budaya telah merugikan perempuan seperti melahirkan pembagian kerja yang tidak seimbang, perempuan mempunyai beban kerja lebih berat apabila harus bekerja mencari nafkah. Subordinasi terhadap perempuan dengan anggapan perempuan memiliki kualitas rendah telah merugikan perempuan sehingga perempuan didorong untuk bertanggungjawab pada tugas rumahtangga. Kegiatan rumahtangga tidak menghasilkan
uang/
upah
dan
kegiatan
tersebut
identik
dengan
perempuan bahkan selayaknya menjadi kewajiban dan tanggung jawab perempuan. Kenyataan bahwa perempuan harus bertanggung jawab atas seluruh
51
beban
kerja
di
rumahtangga meskipun perempuan
mampu
memberikan
sumbangan pendapatan dari pekerjaan di luar rumah tangga. Kerancuan dalam mempersepsi perbedaan seks dalam kontek sosial budaya dan status, serta peran yang melakat pada relai laki-laki perempuan pada akhirnya menumbuhsuburkan banyak asumsi yang memposisikan perempuan sebagai subordinat laki-laki. Ketimpangan relasi laki-laki perempuan ini muncul dalam anggapan, laki-laki memiliki sifat misalnya assertif, aktif, rasional, lebih kuat, dinamis, agresif, pencari nafkah utama, bergerak di sektor publik, kurang tekun. Sementara itu di lain sisi, perempuan diposisikan tidak assertif, pasif, emosional, lemah, statis, tidak agresif, penerima nafkah, bergerak di sektor domestik, tekun, dll Contoh peran gender berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain sebagai berikut: Masyarakat Bali menganut sistem kekerabatan patrilineal, berarti hubungan keluarga dengan garis pria (ayah) lebih penting atau diutamakan dari pada hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu). Masyarakat
Sumatera
Barat
menganut
sistem
kekerabatan
matrilineal, berarti hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu) lebih penting dari pada hubungan keluarga dengan garis pria (ayah). Masyarakat Jawa menganut sistem kekerabatan parental/ bilateral, berarti hubungan keluarga dengan garis pria (ayah) sama pentingnya dengan hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu).
52
Jadi status dan peran pria dan wanita berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, yang disebabkan oleh perbedaan norma sosial dan nilai sosial budaya. Contoh peran gender berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan jaman sebagai berikut. Pada masa lalu, menyetir mobil hanya dianggap pantas dilakukan oleh pria, tetapi sekarang wanita menyetir mobil sudah dianggap hal yang biasa. Contoh lain, pada masa silam, jika wanita ke luar rumah sendiri (tanpa ada yang menemani) apalagi pada waktu malam hari, dianggap tidak pantas, tetapi sekarang sudah dianggap hal yang biasa. Contoh peran gender yang dapat ditukarkan antara pria dengan wanita sebagai berikut. Mengasuh anak, mencuci pakaian dan lain-lain, yang biasanya dilakukan oleh wanita (ibu) dapat digantikan oleh pria (ayah). Contoh lain, mencangkul, menyembelih ayam dan lain-lain yang biasa dilakukan oleh pria (ayah) dapat digantikan oleh wanita (ibu). Dalam kenyataannya, ada pria yang mengambil pekerjaan urusan rumah tangga, dan ada pula wanita sebagai pencari nafkah utama dalam rumah tangga mereka, sebagai pilot, pencangkul lahan dan lain-lain. Dengan kata-kata lain, peran gender tidak statis, tetapi dinamis (dapat berubah atau diubah, sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi). Berkaitan dengan gender, dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut: 1) Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun
53
untuk diperdagangkan. Peran ini sering pula disebut dengan peran di sektor publik. 2) Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan alat-alat rumah tangga, menyetrika, membersihkan rumah, dan lain-lain. Peran reproduktif ini disebut juga peran di sektor domestik. 3) Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong-royong dalam menyelesaikan beragam pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama. (Kantor Menteri Negara Peranan Wanita, 1998 dan Tim Pusat Studi Wanita Universitas Udayana, 2003).
2.4 Representasi Secara semantik, representasi bisa diartikan to depict, to be a picture of atau to act or speak for (in the place of, in the name of) somebody. Berdasarkan kedua makna tersebut, to represent bisa di definisikan sebagai to stand for. Ia menjadi sebuah tanda (a sign) untuk sesuatu atau seseorang, sebuah tanda yang tidak sama dengan realitas yang dipresentasikan tapi dihubungkan dengan dan
54
mendasarkan diri pada realitas tersebut. Jadi, representasi mendasarkan diri pada realitas yang menjadi referensinya.12 Representasi berarti menggunakan bahasa untuk menyatakan sesuatu secara bermakna atau merepresetasikan pada orang lain. Representasi dapat berwujud kata, gambar, sekuen, cerita, dsb yang ‘mewakili’ ide, emosi, fakta, dan sebagainya. Representasi bergantung pada tanda dan citra yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pembelajaran bahasa dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem tekstual secara timbal balik. Hal ini melalui fungsi tanda ‘mewakili’ yang kita tahu dan mempelajari realitas.13 Representasi
merupakan
kegunaan
dari
tanda,
Marcel
Danesi
mendefinisikiannya sebagai berikut: “proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa cara fisik disebut representasi. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan, atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik…..dapat dikarakterisasikan sebagai proses konstruksi bentuk X untuk menimbulkan perhatian kepada sesuatu yang ada secara material atau konseptual, yaitu Y, atau dalam bentuk spesifik Y,X = Y”.14 Representasi Bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah. Selalu ada pemkanaan baru. Menurut Nuraini Julianti representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubah12
Ratna Noviani. Jalan Tengah Memahami Iklan Antara Realitas, Representasi dan Simulasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hal: 22-23 13 John Hartley, Communication, Cultural, and Media Studies: Konsep Kunci, Jalasutra, 2010,h.265 14 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, Mitra Wacana Media, 2013, h.122
55
ubah. Setiap waktu terjadi proses negosiasi dalam proses pemaknaan.15 Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah.
2.4.1 Representasi Gender Dalam Iklan Representasi juga merupakan salah satu memiliki arti sebuah paparan atau gambaran tentang sesuatu. Representasi dalam iklan televis memiliki
kajian
yang cukup kompleks. Dalam analisis televisi atau yang bisa yang disebut television commercial (TVC) memiliki karakkter khusus yang berbda dengan produksi televisi lainnya. Contoh adalah iklan Sabun Lux Versi Beauty Gives You Super Powers dipilih mewakili iklan-iklan lainnya, karena melalui penampilan modelnya yang tidak menampilkan sosok perempuan cantik dengan segala kelembutan dan kemewahannya tetapi menggantikannya dengan sosok perempuan cantik yang kuat. Keempat model perempuan cantik yang menjelma menjadi bintang Lux didandani layaknya perempuan Super Hero, tanpa mengurangi sisi feminitas dan keanggunan mereka. Hal ini menarik perhatian peneliti untuk mengkaji lebih jauh tentang pencitraan atau image perempuan dalam iklan televisi, dilihat dari perspektif semiotika. Dalam melakukan interpretasi terhadap fenomena diatas, teori yang digunakan antara lain, Iklan dalam pandangan Cultures studies (Barker, 2005;259) Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, Mitra Wacana Media, 2013, h.123
15
56
dan (Strinati, 2003;269), Iklan sebagai bagian dari pemasaran (Kasali, 1994;10), Iklan dalam masyarakat Industri dimana didalamnya membahas periklanan dari biro iklan hingga unsur ideology dalam iklan (Noviani, 2002;19), Mitos kecantikan perempuan (Wolf, 2004;23), Pencitraan perempuan dari masa-kemasa (Melianna, 2006;14), Iklan televisi sebagai teks (Piliang, 2003;270), Kajian mengenai Feminisme (Tong, 1998;15). Sedangkan konsep semiotik yang digunakan adalah, konsep Roland Barthes, melalui Barthes pemaknaan atas tanda dilakukan
dengan
dua
tingkatan
yaitu
denotasi
dan
konotasi,
tanpa
mengesampingkan mitosnya. Pemaknaan iklan televisi harus dilakukan dengan metode khusus yang cermat agar mendapatkan makna yang sesuai dengan yang dirumuskan. Dalam penelitian ini metode yang dipilih adalah metodologi kualitatif sementara metodenya semiotik dengan analisis interpretatif pada data-data yang ada pada iklan sabun Lux versi Beauty Gives You Super Powers dengan memfokuskan pada Setting, Angle, Warna, Kostum, Gesture, Jingle, dan pemaknaan pada keseluruhan makna tanda yang terdapat pada iklan tersebut. Setelah di interpretasikan lebih mendalam maka diperoleh pemaknanaan mengenai pencitraan atau penggambaran sosok perempuan yang sangat ekspresif, kreatif dan atraktif. Iklan sabun Lux versi Beauty Gives You Super Powers ini merepresentasikan bentuk lain mitos dalam masyarakat tradisional-patriarkhi, yaitu adanya pembalikan posisi gender sang patriarch yang berganti kelamin menjadi perempuan. Dimana sub-ordinannya adalah kaum perempuan dan kaum lelaki adalah pihak ordinan, dalam konteks ini pusat makna berada dipihak
57
ordinan yang berubah menjadi sub-ordinan. Kaum perempuan ditampilkan sebagai karakter yang cerdas, berwibawa dan mampu berkuasa atas kaum lakilaki, berhasil memperoleh status sosial lebih tinggi. Pencitraan perempuan dalam iklan disatu sisi membuka pilihan yang semakin luas dimana perempuan dapat secara penuh menggali potensi diri dan membangun citra baru dalam sebuah pencitraan. Relasi perempuan dan lelaki merupakan relasi yang tidak bisa saling meniadakan satu sama lainnya. Untuk itu pembagian peran perempuan dan laki-laki sesungguhnya bukanlah suatu konsep mati namun dapat bergeser seiring dengan perubahan situasi dan kondisi sosial masyarakatnya.
2.5 Semiotika Komunikasi dan tanda tidak bisa dipisahkan. Theodorson memberikan suau definisi yang menekankan pada penggunaan tanda atau simbol-simbol dalam komunikasi. Semiotika adalah “ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Artinya, semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna”16 Secara etimologis, istilah semiotik berasala dari kata Yunani ‘semion’ yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat mewakili sesuatu yang lain. Secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai “ilmu yang 16
Terrence A.Shimp. Periklanan dan Promosi, Jakarta: Erlangga. 2003 hal.165-166
58
mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda”35. Semiologi atau semiotika berakar dari studi klasik dan skolasik atas seni logika, retorika dan poetika. Yang nampaknya diturunkan dari kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simptomatologi dan diagnostik. ”Tanda” pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya asap menunjukan api. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi atau pesan baik secara verbal maupun non-verbal sehingga bersifat komunikatif, hal tersebut memunculkan suatu proses pemaknaan oleh penerima tanda akan makna informasi atau pesan dari pengirim pesan. Disamping itu, semiotika (semiotics) adalah salah satu dari ilmu yang oleh beberapa ahli atau pemikir dikaitkan dengan kedustaan, kebohongan, dan kepalsuan. Sebuah teori dusta. Jadi, ada asumsi terhadap teori dusta ini serta beberapa teori lainnya yang sejenis, yang dijadikan sebagai titik berangkat dari sebuah
kecendrungan
semiotika,
yang kemudian
disebut
juga
sebagai
hipersemiotika. Umberto Eco (dalam buku Hipersemiotik yang ditulis oleh Yasraf Amir Piliang) menulis tentang teori semiotika ini mengatakan bahwa semiotika”...pada prinsipnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta.”17 Sebagaimana dijelaskan Ferdinand De Sausurre, semiotika adalah “ilmu yang mempelajari peran tanda (sign) sebagai bagian dari kehidupan sosial”. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari struktur, jenis, tipologi, serta relasi-
17
Yasraf Amir Piliang, Opcit, hal.43-44
59
relasi tanda dalam penggunaannya di dalam masyarakat. ”Oleh sebab itu semiotika mempelajari relasi diantara komponen- komponen tanda, serta relasi antara komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya”.18 Semiotika mempunyai tiga bidang studi utama: 1. “tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya manusia sendirilah yang mampu memahaminya. 2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda.Dalam hal ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan ’guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengekploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya 3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri”19 Penafsiran atas tanda yang diterima oleh seseorang sangat berpengaruh kuat dalam pemikiran, emosi, pengetahuan, serta latar belakang tempat kebudayaan si penafsir tanda itu hidup. Makna yang tercipta dari penafsiran atas tanda itu sangat bersifat subjektif dan interpretatif. Seperti yang diungkapkan Danesi dan Perron yang dikutip oleh Benny Hoed dalam bukunya, “penelitian semiotik mencakup tiga ranah yang berkaitan dengan apa yang diserap oleh
18
Kurniawan, Semiologi Roland Barthes, INDOSIATERA, Anggota IKAPI, 2003, hal. 49
19
John Fiske, Op.cit, hal.60
60
manusia dari lingkungannya (the world), yakni yang bersangkutan dengan “tubuh”nya, “pikiran”nya, dan “kebudayaan”nya”20
2.5.1 Tanda, Makna dan Simbol Komunikasi Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Dalam “bahasa” komunikasi pernyataan dinamakan pesan (message), orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator sedangkan orang yang menerima pesan disebut dengan komunikan. Untuk tegasnya, komunikasi berarti “proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan, pesan komunikasi tersebut terdiri dari dua aspek, yaitu : isi pesan (content of the message) dan yang kedua adalah lambang (symbol). Konkretnya, isi pesan itu adalah pikiran atau perasaan dan lambang adalah “bahasa”21 John Fiske, dalam Cultural and Communication Studies, dijelaskan bahwa terdapat dua mahzab utama dalam studi komunikasi. Mahzab pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Ia tertarik dengan bagaimana pengirim dan penerima mengkonstruksi pesan (encode) dan menerjemahkan (decode), dan dengan bagaimana transmitter menggunakan saluran dan media komunikasi. “Mahzab ini cenderung berbicara tentang kegagalan komunikasi, dan ia melihat ke tahap-tahap dalam proses tersebut guna mengetahui dimana kegagalan tersebut
20 21
Benny H, Hoed, Op.cit, hal.21 Dendi Sudianan, Komunikasi periklanan Cetak, Remadja Karya, Bnadung 1986, hal. 8
61
terjadi”.22 Dalam mahzab ini komunikasi dilihat sebagai suatu proses untuk merubah perilaku orang lain. Mahzab kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi mahzab ini, studi tentang komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan. Ia berkenaan dengan bagaimana pesan atau teks berinteraksi dengan orang-orang dalam rangka menghasilkan makna; yakni, “berkenaan dengan peran teks dalam kebudayaan dan menggunakan istilah-istilah seperti pertanda (signification), dan tidak memandang kesalahpahaman sebagai bukti yang penting dari kegagalan komunikasi (hal itu dimungkinkan karena adanya perbedaan budaya antara pengirim dan penerima)”.23 Upaya memahami makna, sesungguhnya merupakan “salah satu masalah filsafat yang tertua dalam umur manusia. Itu sebabnya, beberapa pakar komunikasi
sering menyebut
kata
makna
ketika
merumuskan
definisi
komunikasi”10. Dan sebagaimana telah dikemukakan oleh Fisher, makna merupakan “konsep yang abstrak, yang telah menarik perhatian para ahli filsafat dan para teoritis ilmu sosial selama 2000 tahun silam”.24 Memberikan makna merupakan upaya lebih jauh dari penafsiran, dan mempunyai kesejajaran dan ekstrapolasi (perluasan data dari data yang sudah ada). Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integrative manusia: inderawinya, daya pikirnya, dan akal budinya. Ada beberapa pandangan yang menjelaskan ihwal teori atau konsep makna. Model proses makna Eendell Johnson, menawarkan sejumlah implikasi bagi komunikasi antarmanusia: 22
John Fiske, Cultural and Communication Studies, Jalasutra Yogyakarta:1990, hal 8 Ibid, Hal.8 24 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, PT Remadja Rosdakarya, Bandung :2006, hal.255 23
62
a. Makna ada dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. b. Makna berubah. Kata-kata relative statis. Tetapi makna dari kata-kata ini terus berubah, dan ini khususnya terjadi pada dimensi emosional dari makna. c. Makna membutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. d. Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah masalah komunikasi yang timbul akibat dari penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkannya dengan acuan yang konkret dan dapat diamati. Penyingkatan perlu dikaitkan dengan objek, kejadian dan prilaku dalam dunia nyata. e. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu, kebanyakan kata mempunyai banyak makna.
2.5.2 Iklan Sebagai Tanda dan Makna Abstract Iklan merupakan medium pesan komersial, yang secara semiotik dikatakan mengandung unsur tanda dan makna. Perkembangan iklan dan periklanan (advertising) di dalam masyarakat konsumer dewasa ini telah
63
memunculkan berbagai persoalan sosial dan cultural mengenai iklan, khususnya mengenai tanda (sign) yang digunakan, serta citra (image) yang ditampilkan. Iklan adalah suatu alat berisikan tanda/lambang yang mempunyai makna sebagai suatu misi dari pesan yang dianjurkan. Makna mempunyai 3 jenis, yaitu: 1). Makna denotasi 2). Makna konotasi 3). Makna bangun
Dalam penyampaian pesan melalui iklan diperlukan juga alat penyandi/ encoder dan alat pengubah/decoder untuk dapat menarik dan mempermudah penyampaian pesan serta mempengaruhi penerimaan pesan. Dengan kemajuan pengetahuan dan teknologi dari kehidupan manusia, maka tanda makin meningkat menjadikan tujuan penyampaian pesan dan informasi sudah tidak mengalami kesulitan untuk dicerna dan dimengerti. Hubungan komunikasi tersebut terjadi karena mempunyai beberapa unsur tanda-tanda yang saling terkait antara Media, Objek dan Interpretan. IkIan merupakan suatu media penawaran dari objek yang diharapkan menjadikan suatu ingatan atau pemikiran untuk disampaikan kepada interpretan. Objek disini sudah merupakan simbol, yang mempunyai makna dari barang yang ditawarkan dan berusaha untuk menjadikan pemikiran yang dapat menjadi suatu argumen atau keputusan terhadap penawaran objek tersebut. Jadi iklan adalah suatu pesan yang merujuk kepada isi maupun penggarapannya sebagai suatu
64
totalitas yang akan mengalami proses persepsi pemirsanya/pelihat. Persepsi dapat diidentifikasikan sebagai proses-proses dimana sese-orang memelihara kontak dengan lingkungannya, atau suatu proses penerimaan rangsang inderawi dan penafsirannya. Rangsang dapat ber-asal dari benda atau pengalaman pribadi. Hal ini menjadikan makna tanda iklan adalah berusaha membuat ingatan dan rangsangan kepada pata pelihat untuk berbuat sesuatu sebagai kelanjutannya. Berkomunikasi melalui iklan atau secara gratis pada dasarnya reka rupa sesuai dengan khalayak tertentu, agar menimbulkan dampak yang diharapkan. Reka rupa atau reka bentuk berarti merencana untuk mengatasi masalah (problem solving). Media iklan bermuara kepada tiga bentuk media utama, yaitu: Kasat mata (cetak) Rungu (radio/suara) Rungu kasatmata (televisi/film)
Dalam melaksanakan kebutuhan iklan untuk media-media tersebut mempunyai sifat yang berlainan, seperti untuk media karat mata tidak membutuhkan suara, sedangkan untuk media rungu tidak memerlukan tulisan dan gambar, sedangkan untuk media rungu-kasatmata dapat meng-gunakan gambar, tulisan dan suara. Dan untuk dapat mengolah pesan keperluan di atas maka diperlukannya judul naskah, ilustrasi, logo serta warna sebagai persiapannya. Hal penting dalam mengolah pesan, yaitu meletakkan tanda-tanda. Menurut Charles
Morris,
tanda-tanda
mengandung
3
aspek
atau
65
dimensi, yaitu: Suatu tanda merujuk sesuatu lagi bagi yang lain. (Asign refers to something for someone). Dalam kalimat tersebut dapat kita temukan bahwa:
Tanda itu sendiri dengan organisasi atau sintaksisnya.
Merujuk apa, atau dimensi semantiknya.
Bagaimana orang menggunakannya, atau dimensi pragmatisnya.
2.5.3 Semiotika Barthes: Penanda, Petanda dan Mitos Awal mulanya konsep semiotik diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure melalui dikotomi sistem tanda: signified dan signifier atau signifie dan significant yang bersifat atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi atau in absentia antara ‘yang ditandai’ (signified) dan ‘yang menandai’ (signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau“coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa (Bertens, 2001:180).
Suatu penanda
tanpa petanda tidak berarti apapun dan karena itu
tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang ditandakan itu termasuk
66
tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistik. “Penanda dan petanda merupakan
kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata
Saussure. Louis Hjelmslev, seorang penganut Saussurean berpandangan bahwa sebuah tanda tidak hanya mengandung hubungan internal antara aspek material (penanda) dan konsep mental (petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya. Semiotik, atau dalam istilah Barthes semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal
ini
tidak
dapat
dicampuradukkan
dengan
mengkomunikasikan
(to
communicate). Tabel 5 Peta tanda Roland Barthes25
1. Signifier (penanda)
2. Signified (petanda)
3. Denotative sign (tanda denotatif) 4. Connotative signifier
5. Connotative signified
(penanada konotatif)
(Petanda konotatif)
6. Connotative sign (tanda konotatif)
25
Sumber : Alex Sobur. Semiotika Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2009, hal. 69
67
Dari peta Roland Barthes terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Untuk menganalisis iklan dapat menggunakan model Roland Barthes, yaitu dilakukan dengan mengkaji pesan yang dikandungnya. Metode ini sebenarnya diterapkan dalam film namun dapat digunakan dalam iklan. Menganalisis iklan berdasarkan pesan yang dikandungnya yaitu: 1. Pesan linguistik (semua kata dan kalimat dalam iklan) 2. Pesan ikonik yang terkodekan (konotasi yang muncul dalam foto iklanyang hanya berfungsi jika dikaitkan dengan sistem tanda yang lebih luas dalam masyarakat) 3. Pesan ikonik tak terkodekan (denotasi dalam foto iklan) 26 Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu
Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca
(the
reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara lugas mengulas apa yang sering disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem 26
Ibid, Hal. 118
68
lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam buku Mythologies-nya secarategas ia bedakan dari denotative atau sistem pemaknaan tataran pertama.
Pada bagian selanjutnya
Barthes berbicara tentang mitos.
Mitos bukanlah pembicaraan atau wicara yang sembarangan, bahasa membutuhkan kondisi-kondisi khusus untuk menjadi mitos. Tetapi yang harus ditetapkan secara tegas pada awalnya adalah bahwa mitos merupakan suatu sistem komunikasi, bahwa mitos adalah suatu pesan. Hal ini memungkinkan kita untuk memahami bahwa mitos tidak mungkin merupakan “suatu objek, konsep atau gagasan; mitos merupakan mode pertanda, suatu bentuk. Kemudian kita mesti menerapkan kepada bentuk-bentuk itu batas-batas historis, kondisi-kondisi penggunaan, dan memperkenalkan kembali masyarakat kedalamnya”27. Dengan kata lain mitos dapat berubah menurut kurun waktu yang berbeda, mitos tercipta dari persepsi manusia yang disetujui secara konvensional. Mitos kerap dianggap sebagai cerita yang “aneh”, yang sulit kita pahami maknanya atau menerima kebenrannya karena kisah didalamnya irrasional, “tidak masuk akal”, atau tidak sesuai dengan apa yang kita temui sehari-hari. Tetapi atas dasar itulah, mitos kerap kali juga dipakai sebagai sumber kebenaran dan menjadi
27
Roland Barthes, Membedah Mitos-mitos Budaya Massa, Jalasutra Yogyakarta. 2007, hal. 295
69
alat pembenaran ini, telah lama menarik perhatian para ahli. Kajian mitos atau mitologi ini sekarang begitu banyak menghasilkan berbagai macam teori”28. Menurut urban, mitos adalah “cara utama yang unik untuk memahami realitas”. Atau, seperti kata Molinowski, mitos adalah “suatu pernyataan purba tentang realitas yang lebih relevan”. Dalam nada yang sama, Langer menilai mitos sebagai “pandangan yang serius jauh ke muka tentang kebenaran yang paling mendasar”29 Bagi Barthes, mitos merupakan “cara berfikir dari suatu kebudayaan tentang sesuatu, cara untuk mengkonseptualisasikan atau untuk memahami sesuatu. Bila konotasi merupakan pemaknaan tatanan kedua dari penanda, maka mitos merupakan pemaknaan tatanan kedua dari pertanda”30. Barthes menegaskan bahwa cara kerja pokok mitos adalah untuk menaturalisasikan sejarah”31 Barthes juga mengungkapkan bahwa mitos merupakan “sebuah sistem komunikasi, yaitu sebuah pesan, suatu cara penandaan dan sebuah bentuk. Mitos tidak didefinisikan oleh objek pesannya, tapi oleh cara pengungkapan pesan”. 46Secara sederhana dapat dikatakan bahwa mitos merupakan sebuah pernyataan atas pemaknaan terhadap sesuatu dalam sebuah budaya, yang telah diyakini dan disetujui bersama dalam suatu kebudayaan, yang berguna untuk memahami sebuah realitas.
28
Alex Sobur, Op.cit, hal. 222 Ibid, hal.222 30 John Fiske, Op.cit, hal.121 31 Ibid, hal.122 29
70