BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendekatan Agency Theory Kesenjangan anggaran dapat ditelusuri dari pengembangan agency theory yang mencoba menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan akan berprilaku, karena pada dasarnya mereka memiliki kepentingan yang berbeda. Agency theory yang dikemukakan oleh Jansen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak yang mana satu atau lebih (principal) menyewa orang lain (agent) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka dengan mendelegasikan beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agent. Teori ini juga menjelaskan fenomena yang terjadi apabila atasan mendelegasikan wewenangnya kepada bawahan untuk melakukan suatu tugas dalam membuat keputusan (Anthony dan Govindarajaran, 2011). Manajemen diberikan kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan principal. Oleh karena itu manajemen wajib mempertanggung jawabkan semua upayanya kepada principal. Agency theory merupakan suatu kontrak antara agent dan principal maka fokus dari teori ini merupakan penentuan kontrak yang paling efisien antara principal dan agent. Sukartha (2007) menyatakan suatu kontrak dikatakan efisien jika memenuhi dua faktor yaitu (1) agent dan principal memiliki informasi yang simetris artinya baik agent maupun pricipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi yang tersembunyi yang
8
9
dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri, (2) risiko yang dipikul agent berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil, yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya. Jika dilihat kenyataan informasi yang didapat oleh principal tidak selalu sama dengan informasi yang diperoleh oleh agent, kontrak yang efisien tersebut tidak pernah dapat diperoleh. Hal tersebut karena agent selaku bawahan selalu memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan atasannya. Eisenhardt (1989) dalam Sukartha (2007) menyatakan bahwa teori keagenan tersebut dilandaskan pada asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi tersebut antara lain asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia dikatakan bahwa manuasia memiliki sifat yang mementingkan dirinya sendiri (self-interest), memiliki keterbatasan rasional (bounded rationality), dan tidak menyukai resiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian menyatakan bahwa adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas, dan adanya asimetris informasi antara prinsipal dan agen. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan. Latuheru (2005) menyatakan jika bawahan (agent) ikut berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran serta mempunyai informasi khusus tentang kondisi lokal, maka hal ini akan memungkinkan bawahan dapat memberikan informasi yang dimilikinya untuk membantu perusahaan. Tetapi keinginan atasan tidak selalu sama dengan bawahannya sehingga hal ini dapat menimbulkan konflik. Bawahan cenderung memberikan informasi yang bias agar anggaran
10
dapat mudah dicapai sehingga rewards akan diberi sesuai dengan pencapaian anggaran tersebut. Kondisi inilah yang memicu terjadinya senjangan anggaran.
2.2 Pendekatan Contingency Theory Pada penelitian sebelumnya banyak yang mengindikasikan hasil yang saling bertentangan mengenai hubungan antara partisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran. Penelitian yang dilakukan oleh Latuheru (2005) dan Desmiyawati (2009) menyatakan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat mengurangi senjangan anggaran. Hal ini terjadi karena bawahan membantu memberikan informasi mengenai prospek masa depan sehingga anggaran yang disusun mejadi lebih akurat. Sedangkan berbeda dengan hasil penelitian dari Husnatarina dan Nor (2007), Falikhatun (2007) dan Sardjito dan Muthaher (2007) menyatakan bahwa partisipasi penganggaran yang tinggi semakin meningkatkan senjangan anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa bawahan memberikan informasi yang bias dalam penyusunan anggaran, sehingga mengurangi keakuratan dalam penyusunan anggaran. Karena ketidak konsistenan hasil tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kontijensi untuk menyelesaikan perbedaan dari berbagai penelitian tersebut. Fahrianta dan Ghozali (2002) mengatakan kemungkinan belum adanya kesamaan hasil penelitian mengenai partisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran disebabkan oleh adanya faktor-faktor tertentu yaitu situasional factors atau yang dikenal dengan istilah variabel kontijensi (contingency variabels). Govindarajan (1986) menyatakan bahwa jika penelitian-penelitian sebelumnya
11
mengindikasikan hasil yang saling bertentangan mengenai hubungan antara partisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran, maka dapat digunakan pendekatan kontijensi sebagai prediktor adanya senjangan anggaran. Penelitian ini menggunakan faktor kontijensi untuk mengevaluasi keefektifan hubungan partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. Pendekatan kontijensi memungkinkan adanya intervening variabel atau moderating variabel yang mempengaruhi hubungan partisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran. Pendekatan contingency pada akuntansi manajemen didasari pada suatu anggapan bahwa sistem akuntansi secara universal selalu tepat untuk dapat digunakan pada seluruh organisasi dalam keadaan apapun, tetapi sistem akuntansi manajemen juga bergantung pada faktor-faktor situasional yang ada dalam organisasi tersebut. Dalam penelitian ini pendekatan contingency akan diadopsi untuk mengevaluasi partisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran. Pendekatan contingency memungkinkan adanya variabel-variabel lain yang bertindak sebagai variabel
moderating
yang
mempengaruhi
hubungan
antara
partisipasi
penganggaran dengan senjangan anggaran. Faktor contigency dalam penelitian ini adalah informasi asimetri dan motivasi.
2.3 Pengertian Anggaran Anggaran merupakan komponen utama dalam perencanaan dan pengendalian. Anggaran sering kali digunakan untuk mengukur atau menilai kinerja aktual para atasan dan bawahan sehingga anggaran berpengaruh besar
12
terhadap perilaku atasan dan bawahan (Putranto, 2012). Setiap perusahaan baik itu perusahaan jasa, industri, maupun perusahaan dagang memerlukan anggaran untuk operasional perusahaannya. Anggaran merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting baik itu bagi perusahaan yang mencari laba maupun perusahaan yang tidak mencari laba. Anggaran merupakan rencana kegiatan yang terdiri dari sejumlah target yang akan dicapai oleh pemimpin dalam organisasi. Anggaran dapat diartikan sebagai estimasi kinerja yang ingin dicapai selama periode waktu tertentu dalam ukuran finansial (Mardiasmo, 2002). Anggaran adalah rencana keuangan untuk masa depan, rencana tersebut mengidentifikasikan tujuan dan tindakan yang diperlukan untuk mencapainya (Hansen dan Mowen, 2009). Di satu sisi anggaran berperan sebagai alat untuk perencanaan dan di sisi lain anggaran digunakan sebagai alat pengendalian. Adapun tujuan penyusunan anggaran menurut Anthony dan Govindarajan (1998) adalah sebagai berikut: 1) Memperbaiki rencana strategis 2) Mengkoordinasikan aktivitas berbagai bagian organisasi 3) Mengarahkan tanggung jawab kepada manajer, memberikan umpan balik kepada manajer atas kinerjanya 4) Sebagai perjanjian atau komitmen yang merupakan dasar untuk mengevaluasi kinerja manajer sesungguhnya Sedangkan manfaat dari penyusunan anggaran menurut Yusfaningrum dkk. (2005) adalah sebagai berikut:
13
1) Anggaran merupakan hasil dari proses perencanaan dan anggaran berarti mewakili kesepakatan negosiasi diantara partisipasi dominan dalam suatu organisasi mengenai tujuan kegiatan pada masa akan datang. 2) Anggaran merupakan gambaran tentang prioritas alokasi sumber daya karena dapat bertindak sebagai blue print aktivitas perusahaan. 3) Sebagai alat komunikasi antar divisi, dimana anggaran dapat sangat membantu melakukan komunikasi internal antar divisi dalam organisasi maupun manajemen puncak. Proses penyusunan anggaran menurut Abbas (2008) dibagi menjadi dua yaitu imposed budget yang dikenal dengan pendekatan top-down sedangkan participative budgeting dikenal dengan bottom up.
2.4 Partisipasi Penganggaran Partisipasi dalam penyusunan angggaran dapat diartikan sebagai keikutsertaan manager tingkat bawah dalam memutuskan bersama dengan komite anggaran mengenai rangkaian kegiatan dimasa yang akan datang dalam mencapai sasaran anggaran (Mulyadi, 2001). Brownell (1982) menyatakan partisipasi penganggaran sebagai suatu proses dalam organisasi yang melibatkan para manajer dalam penentuan tujuan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Kenis (1979) menyatakan partisipasi penganggaran adalah sejauh mana manajer berpartisipasi dalam menyiapkan anggaran dan mempengaruhi sasaran anggaran dari masing-masing pusat pertanggungjawaban. Darlis (2002) menyatakan partisipasi penganggaran terutama dilakukan oleh manajer tingkat menengah yang
14
memegang
pusat-pusat
pertanggungjawaban
dengan
menekankan
pada
keikutsertaan mereka dalam proses penyusunan dan penentuan sasaran anggaran yang menjadi tanggung jawabnya. Keterlibatkan manager dalam penyusunan anggaran, akan menambah informasi bagi atasan mengenai lingkungan yang sedang dan yang akan dihadapi serta membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan anggaran.
Partisipasi juga dapat mengurangi tekanan serta
kegelisahan pada bawahan. Hal ini karena mereka dapat mengetahui suatu tujuan yang relevan, yang dapat diterima dan dapat dicapai. Keikutsertaan dalam penyusunan anggaran merupakan suatu cara efektif untuk menciptakan keselarasan tujuan setiap pertanggungjawaban dengan tujuan organisasi secara umum. Partisipasi akan mengarah pada komunikasi yang positif, karena dengan partisipasi akan terjadi mekanisme pertukaran informasi. Manfaat partisipasi penganggaran dalam penyusunan anggaran secara partisipasi akan menyebabkan manager tingkat bawah memiliki rasa tanggung jawab atas realisasi dari pelaksanaan anggaran tersebut (Sugiwardani, 2012). Peningkatan tanggung jawab dan kreativitas akan memberikan kontribusi yang baik bagi organisasi terutama menyangkut kinerja dan produktivitas karyawan. Sedangkan kelemahan partisipasi penganggaran menurut Hansen dan Mowen (2009) adalah: 1) Penetapan standar yang terlalu tinggi atau rendah. 2) Masuknya slack (senjangan) dalam anggaran. 3) Partisipasi Semu.
15
2.5 Senjangan Dalam Anggaran (Budgetary Slack) Senjangan anggaran adalah perbedaan antara jumlah anggaran yang diajukan oleh subordinates dengan jumlah estimasi yang terbaik dari organisasi (Anthony dan Govindarajan, 2011). Senjangan anggaran (budgetary slack) adalah selisih atau perbedaan antara sumber daya yang sebenarnya dibutuhkan untuk melaksanakan sebuah pekerjaan dengan sumber daya yang diajukan dalam anggaran (Sugiwardani, 2012). Senjangan anggaran merupakan suatu tindakan dari bawahan yang mengecilkan kapabilitas produktifnya ketika ia diberi kesempatan untuk menentukan standar kinerjanya (Young, 1985). Selain itu senjangan anggaran juga dapat diartikan sebagai perbedaan jumlah anggaran yang diajukan oleh bawahan dengan jumlah estimasi terbaik dari organisasi (Antony dan Govindarajan, 2005). Apabila bawahan berada dalam keadaan senjangan anggaran maka akan lebih cenderung untuk menganggarkan pendapatan lebih rendah dan pengeluaran lebih tinggi, dibandingkan dengan estimasi terbaik mereka mengenai jumlah-jumlah tersebut sehingga target anggaran akan lebih mudah dicapai. Senjangan anggaran dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk diantaranya partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran (Yuwono, 1999). Penjelasan di atas menggambarkan partisipasi penganggaran digunakan untuk melihat keikutsertaan seseorang terhadap aktivitas anggaran yang sedang dibuat, sedangkan keterlibatan seseorang digunakan untuk melihat pandangan dan pengaruh seseorang dalam pekerjaannya (Latuheru, 2005). Senjangan anggaran itu sebenarnya muncul karena keinginan dari atasan dan bawahan yang tidak sama
16
terutama jika kinerja tergantung pada pencapaian sasaran anggaran, karena mereka akan membuat senjangan anggaran melalui proses partisipasi (Schiff dan Lewin, 1970; Chow et al. 1988; Grediani dan Sugiri, 2010).
2.6 Informasi Asimetri Informasi asimetri adalah perbedaan informasi yang diperoleh antara salah satu pihak dengan pihak lainnya dalam kegiatan ekonomi.
Informasi
asimetri timbul dari teori keagenan yaitu teori yang menjelaskan hubungan antara principal dan agen (Jansen and Meckling, 1976). Abdul (2008) juga menyebutkan bahwa manajer tingkat bawah memiliki informasi yang lebih mengenai aktivitas dilapangan dibandingkan dengan atasannya. Jika atasan mampu memperoleh semua informasi yang dimiliki oleh bawahannya maka ia akan lebih mudah untuk membuat keputusan.
Informasi asimetri yaitu kondisi di mana atasan tidak
memiliki informasi yang cukup dibandingkan bawahannya atau sebaliknya. Secara konsep Informasi Asimetris merupakan keadaan dimana atasan atau pemegang kuasa anggaran mempunyai pengetahuan yang lebih daripada bawahan ataupun sebaliknya. Bila kemungkinan atasan atau pemegang kuasa memiliki pengetahuan yang lebih besar daripada bawahan atau pelaksana anggaran, maka akan muncul tuntutan yang lebih besar dari atasan atau pemegang kuasa anggaran. Bawahan atau pelaksana anggaran akan dituntut untuk mencapai target anggaran yang menurut bawahan atau pelaksana anggaran terlalu tinggi, tetapi sebaliknya apabila bawahan atau pelaksana anggaran memiliki pengetahuan yang lebih besar daripada atasan atau pemegang kuasa anggaran maka bawahan atau pelaksana
17
anggaran akan menyatakan target lebih rendah daripada yang dimungkinkan untuk dicapai. Informasi asimetri dapat dibagi menjadi 2 yaitu: 1) Adverse Selection Adverse Selection adalah keadaan dimana para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar, dan faktanya mengenai hal tersebut yang dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan kepeda pemegang saham (Scott, 2000). Adverse selection adalah asimetri informasi yang mana satu pihak memiliki informasi tetapi menyampaikan informasi tersebut salah ke pihak luar, sehingga keputusan yang akan dibuat oleh pihak luar menjadi tidak benar karena informasi yang didapat salah. 2) Moral Hazard Moral Hazard yaitu kegiatan yang dilakukan oleh manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman, sehingga manajer yang dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan (Scott, 2000). Moral hazard adalah dimana informasi yang didapat oleh si pengambil keputusan sudah benar tetapi dengan sengaja si pengambil keputusan membuat keputusan yang salah karena dia akan membuat keputusan yang hanya menguntungkan dirinya sendiri.
18
2.7 Motivasi Motivasi menurut teori kebutuhan Abraham Maslow mengacu pada 5 kebutuhan pokok yang disusun secara hirarkies adalah sebagai berikut:
a) Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah). Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah dan kendaraan. Menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi. b) Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja (Safety Needs). Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan, wewenang dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan wewenangnya. c) Kebutuhan sosial (Social Needs). Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, meningkatkan relasi dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam organisasi. d) Kebutuhan akan prestasi (Esteem Needs). Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbol-simbol dalam statusnya seseorang serta prestise yang ditampilkannya.
19
e) Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (Self actualization). Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan/kebolehannya dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi. Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing yang harus dicapai dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang manusia yang dapat dikembangkan sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang ada pada dirinya berkisar sekitar imbalan moneter dan imbalan non moneter yang dapat mempengaruhi kinerjanya secara positif atau negatif tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan (Winardi, 2003). Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Donald, 1950). Lain halnya pernyataan dari (Usman, 2000) yang
20
menyatakan bahwa motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan/tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan/keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan. Motivasi merupakan proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang diinginkan (Husnan dan Heidjrachman, 2011). Motivasi menjelaskan mengenai proses seorang individu mengenai intensitas, arah dan ketekunan seorang individu tersebut dalam mencapai tujuannya. Motivasi merupakan penggerak dalam diri individu untuk melakukan aktivitas tertentu dalam mencapai tujuan. Seseorang akan memiliki keinginan terhadap suatu hal jika termotivasi untuk dapat meraih keinginannya. Adapun empat pola motivasi yang sangat penting yaitu prestasi, afiliasi, kompetensi, dan kekuasaan. Indikator dari motivasi yaitu tanggung jawab, keterlibatan, penghargaan, dan kesempatan.
2.8 Penelitian Sebelumnya Penelitian Latuheru (2005) yang menguji pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran dengan komitmen organisasi sebagai variabel moderating. Hasil dari penelitian ini adalah interaksi antara variabel komitmen organisasi dengan partisipasi anggaran akan menurunkan kecenderungan manajer dalam menciptakan senjangan anggaran (negative dan signifikan). Penelitian Husnatarina dan Nor (2007) yang menguji pengaruh keterlibatan pekerjaan dan budget emphasis dalam hubungan antara partisipasi
21
anggaran dengan senjangan anggaran. Hasil dari penelitian ini adalah partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh signifikan terhadap senjangan anggaran, interaksi antara partisipasi anggaran dengan keterlibatan kerja dan budget emphasis berpengaruh positif tapi tidak signifikan terhadap senjangan anggaran (Interaksi antara partisipasi anggaran dengan keterlibatan kerja dan budget emphasis akan menurunkan terjadinya senjangan anggaran). Penelitian Ikhsan dan Ane (2007) yang menguji pengaruh partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran dengan menggunakan lima variabel pemoderasi. Hasil dari penelitian ini adalah partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap senjangan anggaran, variabel kecukupan anggaran berlaku sebagai moderator dalam hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran. Variabel ketidakpastian strategik, ketidakpastian lingkungan, komitmen organisasi, dan gaya kepemimpinan berlaku sebagai quasi moderator. Falikhatun (2007) yang menguji mengenai pengaruh partisipasi penganggaran
terhadap
budgetary
slack
dengan
variabel
pemoderasi
ketidakpastian lingkungan dan kohesivitas kelompok. Hasil dari penelitian ini adalah partisipasi anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap budgetary slack (semakin tinggi partisipasi penyusunan anggaran, maka senjangan anggaran makin tinggi), ketidakpastian lingkungan bukan merupakan variabel yang memoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack (negative dan tidak signifikan), kohesivitas kelompok bukan merupakan variabel yang memoderasi pada pengaruh partisipasi penganggaran terhadap budgetary slack (negative dan tidak signifikan)
22
Yilmaz dan Ozer (2011), melakukan penelitian mengenai senjangan anggaran dengan menggunakan variabel ketidakpastian lingkungan dan efektivitas pengendalian anggaran pada sektor publik. Hasil dari penelitian ini menemukan hubungan negarif dan signifikan antara ketidakpastian lingkungan dan efektivitas pengendalian anggaran yang cenderung dapat menciptakan senjangan anggaran, namun ketidakpastian lingkungan memiliki hubungan positif signifikan pada senjangan anggaran. Putranto (2012) yang menguji pengaruh moderasi informasi asimetri dan group cohisiveness terhadap hubungan partisipasi penganggaran dengan budgetary slack. Hasil dari penelitian ini variabel asimetri informasi tidak berpengaruh signifikan terhadap hubungan partisipasi anggaran dan budgetary slack sehingga asimetri informasi bukan merupakan variabel moderator, variabel group cohesiveness tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hubungan partisipasi anggaran dan budgetary slack, sehingga group cohesiveness bukan merupakan variabel moderasi. Sugiwardani (2012), yang menguji partisipasi anggaran, informasi asimetri, budaya dan komitmen organisasi secara keseluruhan berpengaruh signifikan terhadap budgetary slack di SKPD kota Kediri. Hasil dari penelitian ini secara parsial partisipasi anggaran, informasi asimetri, dan komitmen organisasi memiliki pengaruh signifikan terhadap budgetary slack di SKPD kota Kediri,. secara parsial budaya budgetary slack.
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
23
Stede (2000) penelitian ini mengumpulkan data menggunakan kuisioner dengan 341 responden, responden dalam penelitian ini yaitu manajer unit bisnis umum dengan garis pelaporan langsung ke perusahaan di Belgia. Penelitian ini menemukan bukti bahwa budgetary control berpengaruh negatif dan signifikan pada senjangan anggaran. Rankin et al. (2008) yang menguji pengaruh kejujuran dan otorisasi yang unggul pada proposal anggaran dengan metode kuisioner yaitu 60 lulusan sarjana dari sebuah Universitas besar di Amerika Serikat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa saat bawahan memiliki wewenang akhir atas anggaran, secara signifikan slack berkurang dengan adanya faktual dalam budget communication.