BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsepsi Pariwisata Pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktifitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat maju dan sebagian kecil masyarakat negara berkembang. Hidup seolah-olah didesain untuk produksi dan pekerjaan, sehingga tidak jarang mengakibatkan orang stress. Pariwisata kemudian menjadi kanal yang tepat untuk membebaskan masyarakat dari tekanan tersebut (Janianton, 2006 : 1) Pada tahun 1980’an, pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan kebijakannya di bidang pariwisata (Pendit, 1999 : 80) melandaskan pembangunan daerah tujuan wisata ini atas dasar-dasar pokok pikiran : 1. Tersedianya prasarana, sarana dan fasilitas-fasilitas lainnya serta besarnya potensi kepariwisataan di daerah yang berssangkutan 2. Asas pemerataan pembangunan, sehingga pengembangan pariwisata dapat dilaksanakan serempak tanpa mengabaikan potensi sumber-sumber yang dimiliki di tiap daerah. Berdasarkan dua pokok pikiran tersebut, skala prioritas pembangunan dan pengembangan daerah tujuan wisata, diputuskan untuk dibangun sebagai 10 daerah tujuan wisata di sepuluh provinsi, yaitu: 1. Sumatera Utara, meliputi wilayah Danau Toba dengan Pulau Samosir dan sekitarnya, Dataran Tinggi Karo dengan Brastagi
Universitas Sumatera Utara
2. Sumatra Barat, meliputi wilayah Bukittinggi dengan Danau Maninjau, Danau Singkarak, Payakumbuh, dan Batusangkar, serta Kotamadya Padang beserta objek-objek wisata di sekitarnya 3. Jawa Barat, meliputi wilayah kota Bandung, Jabotabek, Gunung Gede, Banten, Cirebon, Tasikmalaya, dan Ciamis 4. Jawa Tengah dan Jogjakarta, meliputi wilayah Merapi-Merbabu, Semarang, Ambarawa, Kopeng, Dieng,
Solo, Yogyakarta, serta lingkungan Candi
Borobudur dan Candi Prambanan, termasuk Kudus dan Demak 5. Jawa Timur, meliputi wilayah kota Surabaya, Malang (Trowulan, Pandaan, Tretes), Gunung Bromo, dan Pulu Madura serta Banyuwangi 6. Sulawesi Selatan, meliputi Kotamadya Ujung Pandang, Maros, Gowa, Jeneponto, Bulukumba, Selayar, Kabupaten Luwu dan terutama Tanah Toraja 7. Sulawesi Utara, meliputi wilayah Kabupaten Minahasa, Air Madidi, Rembokan, Taratara dan Tasik Ria. Pariwisata memiliki 10 faktor daya tarik, yaitu: 1. Alam a. Keindahan alam (topografi umum seperti flora dan fauna di sekitar danau, sungai, pantai, laut, pulau-pulau, mata air panas, sumber mineral, teluk, gua, air terjun, cagar alam, hutan, dsb.) b. Iklim (sinar matahari, suhu udara, cuaca, angin, hujan, panas, kelembaban, dsb.)
Universitas Sumatera Utara
2. Sosial Budaya a. Adat-istiadat (pakaian, makanan dan tata cara hidup daerah, pesta rakyat, kerajinan tangan dan produk-produk lokal lainnya.) b. Seni bangunan (arsitektur setempat seperti candi, pura, mesjid, gereja, monument bangunan adat, dsb.) c. Pentas & pagelaran, festival (gamelan, musik, seni tari dan pecan olahraga, kompetisi&pertandingan, dsb.) d. Pameran pecan raya (pekan-pekan raya yang bersifat industry komersial) 3. Sejarah - Peninggalan purbakala (bekas-bekas istana, tempat peribadahan, kota tua dan bangunan-bangunan purbakala peninggalan sejarah, dongeng atau legenda.) 4. Agama - Kegiatan masyarakat (kehidupan beragama tercermin dari kegiatan penduduk setempat sehari-harinya dalam soal beribadah, upacara, pesta, dsb.) 5. Fasilitas rekreasi a. Olahraga (berburu, memancing, berenang, main ski, berlayar, golf, naik kuda, mendaki, dsb.) b. Edukasi (museum arkeologi dan etnologi, kebun binatang, kebun raya, akuarium, planetarium, laboratorium, dsb.) 6. Fasilitas kesehatan – untuk istirahat, berobat dan ketenangan (spa mengandung mineral, spa air panas, sanatorium, tempat mendaki, piknik, tempat semedi, istirahat, dsb.) 7. Fasilitas berbelanja – beli ini-itu (toko-toko souvenir, toko-toko barang kesenian dan hadiah, toko-toko keperluan sehari-hari, kelontong, dsb.)
Universitas Sumatera Utara
8. Fasilitas hiburan – waktu malam (kasino, night club, disko, bioskop, teater, sandiwara, dsb.) 9. Infrastruktur – kualitas wisata (jalan-jalan raya, taman, listrik, air, pelayanan keamanan, pelayanan kesehatan, komunikasi, kendaraan umum, dsb.) 10. Fasilitas pangan dan akomodasi – makanan & penginapan (hotel, motel, bungalow, inn, cottage, guest house, restoran, coffeeshop, rumah makan, dsb.) Pesat tidaknya perkembangan kegiatan kepariwisataan sangat erat kaitannya dengan penyediaan sarana dan prasarana kepariwisataan sebagai penunjang. i. Prasarana kepariwisataan Prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan proses perekonomian dapat berjalan dengan lancar sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi fungsinya adalah melengkapi sarana kepariwisataan sehingga dapat memberikan pelayanan sebagaimana mestinya. Dalam pengertian ini, yang termasuk dalam kategori prasarana adalah: a. Prasarana umum (general infrastructure) Yaitu prasarana yang menyangkut kebutuhan umum bagi kelancaran perekonomian. Adapun yang termasuk kelompok ini, antara lain: -
Sistem penyediaan air bersih
-
Pembangkit tenaga listrik
-
Jaringan jalan raya dan jembatan
-
Airport, pelabuhan laut, terminal, stasiun
-
Kapal ferry, kereta api dan lain-lain
-
Telekomunikasi
Universitas Sumatera Utara
b. Kebutuhan masyarakat banyak (Basic Needs of Civilized Life) Yaitu prasarana yang menyangkut kebutuhan masyarakat banyak. Dan yang termasuk dalam kelompok ini adalah: -
Rumah sakit, klinik, puskesmas
-
Apotek
-
Bank
-
Kantor Pos
-
SPBU (Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum)
-
Administration offices (pemerintahan umum, polisi, pengadilan, badanbadan legislatif, dsb.)
Tanpa
adanya
prasarana
tersebut,
sukarlah
bagi
sarana-sarana
kepariwisataan dapat memenuhi fungsinya dalam memberikan pelayanan bagi wisatawan. ii. Sarana kepariwisataan terdiri dari tiga macam, di mana satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Dalam hubungan usaha setiap Negara untuk membuat wisatawan lebih banyak datang, lebih lama tinggal, lebih banyak mengeluarkan uangnya di tempat yang dikunjunginya, maka ketiga sarana ini sangat memegang peranan penting. Ketiga sarana yang dimaksudkan ialah: a. Sarana Pokok Kepariwisataan (Main Tourism Superstructure) Yang dimaksud dengan sarana pokok kepariwisataan adalah perusahaanperusahaan yang hidup dan kehidupannya sangat tergantung pada lalu lintas wisatawan. Fungsinya ialah menyediakan fasilitas pokok yang dapat memberikan pelayanan bagi kedatangan wisatawan. Adapun perusahaanperusahaan yang masuk dalam kelompok ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
-
Perusahaan-perusahaan yang usaha kegiatannya mempersiapkan dan merencanakan perjalanan wisatawan. Di dalam literatur kepariwisataan disebut dengan “Receptive Tourist Plan”. Yang dimaksudkan dengan “Receptive Tourist Plan” ialah perusahaan yang mempersiapkan perjalanan dan penyelenggaraan tour, sightseeing bagi wisatawan, seperti: travel agent, tour operator, tourist transportation (tourist bus, taxi, coach bus, rent-a-car, dsb.)
-
Perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan di daerah tujuan ke mana wisatawan pergi. Dalam istilah kepariwisataan perusahaan ini biasa disebut dengan “Residental Tourist Plan”. Yang dimaksudkan dengan “Residental Tourist Plan” adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan pelayanan untuk menginap, menyediakan makanan dan minuman di daerah tujuan, misalnya hotel, motel, youth hostel, cottages, camping areas, caravanning taverns, dsb. Serta catering establishments, seperti bar and restaurant, coffee shop, cafeteria, grill-room, self-service, dan sebagainya. Dapat pula ditambahkan di sini, kantor-kantor pemerintah seperti: tourist information center, government tourist office, dan tourist association dapat pula dimasukkan ke dalam kelompok ini, karena mereka juga memberikan pelayanan kepada wisatawan yang datang, walaupun secara tidak langsung. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Harry G. Clement
(dalam Oka, 1996 : 11) yang dipaparkan dalam bukunya The Future In Pacific and Far East, pemencar pengeluaran wisatawan digunakan untuk keperluan hal-hal sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
PEMENCAR PENGELUARAN WISATAWAN 1.
Accomodation
25,4 %
2.
Foods & Beverages
38,8 %
3.
Purchases
26,3 %
4.
Lokal Transportation
4,5 %
5.
Others
5,0 % 100 %
b. Sarana Pelengkap Kepariwisataan (Supplementing Tourism Superstructure) Yang dimaksudkan dengan sarana pelengkap kepariwisataan adalah fasilitas-fasilitas yang dapat melengkapi sarana pokok sedemikian rupa, sehingga fungsinya dapat membuat wisatawan lebih lama tinggal di tempat atau daerah yang dikunjunginya. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: fasilitas untuk berolahraga, baik di musim dingin atau di musim panas (seperti ski, golf course, tennis court, swimming pool, boating facilities, hunting safari dengan segala perlengkapannya. Jadi harus ada sesuatu yang dapat dilakukan di tempat yang dikunjungi, sehingga ada perintang yang membuat wisatawan tidak cepat bosan di tempat tersebut.
c. Sarana Penunjang Kepariwisataan (Supporting Tourism Superstructure) Yang dimaksudkan dengan sarana penunjang kepariwisataan ialah fasilitas yang diperlukan wisatawan (khususnya bussinness tourist), yang berfungsi tidak hanya melengkapi sarana pokok dan sarana pelengkap, tetapi fungsinya yang lebih penting adalah agar wisatawan lebih banyak membelanjakan uangnya di tempat yang dikunjunginya tersebut. Termasuk di dalam kelompok ini adalah night club, steambath, casino, souvenir shop,
Universitas Sumatera Utara
cinema, opera. Sarana semacam ini perlu diadakan untuk wisatawan, namun tidaklah begitu mutlak pengadaannya, karena tidak semua wisatawan senang dengan kegiatan tersebut.
2.2. Hasil (produk) industri pariwisata Pariwisata sebagai suatu industri menghasilkan jasa-jasa (services) sebagai produk yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan travelers pada umumnya. Dapat dikatakan, yang dimaksudkan dengan hasil (produk) industri pariwisata adalah: semua jasa (services) yang dibutuhkan wisatawan semenjak ia berangkat meninggalkan tempat kediamannya, sampai ia kembali ke rumah di mana ia tinggal. Pada dasarnya, tiga golongan pokok industri pariwisata tersebut, yaitu: a. Tourists objects: Objek pariwisata yang terdapat pada daerah-daerah tujuan wisata, yang menjadi daya tarik orang-orang yang datang berkunjung ke daerah tersebut b. Facilities: Fasilitas-fasilitas yang diperlukan di tempt tujuan tersebut, seperti akomodasi perhotelan (accommodation), bar dan
restoran (catering),
entertainment dan rekreasi c. Transportation: Transportasi yang menghubungkan negara asal wisatawan dengan daerah tujuan wisata serta transportasi di tempat tujuan ke objek-objek pariwisata. Secara terperinci, dapat kita gambarkan jasa-jasa yang merupakan produk industri pariwisata yang dibutuhkan seorang wisatawan, semenjak ia meninggalkan tempat kediamannya hingga ia kembali ke rumahnya, secara berurutan adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Jasa-jasa travel agent untuk mengurus dokumen perjalanan, seperti paspor, exit-permit, visa ataupun tiket pesawat 2. Jasa-jasa taxi service/ coach bus untuk transfer dari rumah ke bandara pada saat berangkat (departure) 3. Jasa-jasa maskapai penerbangan (airlines) yang akan membawanya ke tempat tujuan yang dikehendaki 4. Jasa-jasa taxi service/ coach bus untuk transfer dari bandara ke hotel pada saat kedatangan (arrival) di tempat tujuan 5. Jasa-jasa akomodasi perhotelan/ motel di tempat yang dituju selama tinggal berkunjung di sana 6. Jasa-jasa bar dan restoran, baik di dalam maupun di luar hotel 7. Jasa-jasa tour operator/ tour guide untuk kegiatan sightseeing tour ke objekobjek pariwisata 8. Jasa-jasa yang diberikan pada objek pariwisata, atraksi dan entertainment show di tempat yang dikunjungi 9. Jasa-jasa souvenir shop dan handicraft center, dll.
2.3. Dampak Pariwisata Terhadap Masyarakat Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Murniatmo., Gatut., Tashadi., Muryantoro., Hisbaron., Taryati., Suyami : 1993/1994, 136-143 ; Erawan, I Nyoman : 1989 ; I Made Suradnya : 2005., dipaparkan berbagai dampak/ konsekuensi yang muncul dari pengembangan atau pembangunan pariwisata, diantaranya:
Universitas Sumatera Utara
a. Bagi pemerintah daerah, berkembangnya pariwisata yang disertai dengan kunjungan wisatawan yang mau tinggal lama adalah menguntungkan, karena pemasukan devisa dapat diharapkan, bahkan mungkin melebihi target tahunan b. Membuka kesempatan kerja, yaitu dengan munculnya hotel-hotel, restoran, toko-toko penjual cindera mata, dan bahkan masyarakat yang menciptakan usaha sendiri (berwirausaha) guna menyediakan kebutuhan wisatawan yang berkunjung ke daerah wisata tersebut. Selain itu, disebutkan pula dampak negatif yang timbul antara lain: a. Ketimpangan ekonomi yang mendatangkan kecemburuan sosial, pergeseran norma, sistem nilai budaya, kesenian, alih fungsi teknologi, cara berpakaian, dan perilaku bermasyarakat b. Kenaikan harga barang dan jasa c. Penduduk setempat khususnya kalangan remaja suka mengikuti pola hidup para wisatawan seperti meniru cara berpakaian, cara makan, serta cara hidup lainnya yang tidak sesuai dengan budaya dan kepribadian setempat d. Wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan hal-hal yang tidak pantas seperti pemerasan, perampokan, pencurian, perjudian e. Wisatawan asing yang datang melakukan pengedaran barang-barang terlarang seperti narkotika, opium, minuman keras, pornografi-pornoaksi f. Semakin
memburuknya
kesenjangan
pendapatan
antarkelompok
masyarakat, memburuknya ketimpangan antardaerah g. Hilangnya kontrol masyarakat lokal terhadap sumberdaya ekonomi
Universitas Sumatera Utara
h. Munculnya neo-kolonialisme atau neo-imperialisme i. Pariwisata menjadi wahana eksploitasi dari negara-negara maju (negara asal wisatawan) terhadap negara-negara berkembang (daerah tujuan wisata) j. Terjadinya pengerusakan lingkungan baik karena pembangunan prasarana dan sarana pariwisata maupun karena ulah pengunjung atau tangan-tangan jahil.
2.4. Perubahan pada Masyarakat yang Berdomisili pada Daerah Tujuan Wisata Pada penelitian yang dilakukan oleh I Nyoman Erawan (1989:34) masyarakat yang berdomisili di daerah tujuan wisata memiliki dua pengaruh, yaitu pengaruh sosial dan pengaruh ekonomi 1. Pengaruh sosial Pengaruh pariwisata dalam bidang sosial yang terpenting ialah pada gaya hidup masyarakatnya atau penduduk di daerah penerima wisatawan tersebut sebagai akibat adanya kontak langsung secara terus menerus antara penduduk setempat dengan para wisatawan tersebut. Keadaan seperti ini disebut sebagai efek demonstratif (demonstrative effect) yang
dalam
hal
ini
bisa
diartikan dengan cara yang sedikit berbeda, yaitu perubahan sikap, nilai-nilai atau tingkah laku yang diakibatkan hanya karena sering-seringnya masyarakat setempat bergaul dan melihat pola hidup wisatawan tersebut di daerah yang dikunjungi. Pengaruhnya yang paling mudah dan sering sering terlihat adalah pola konsumsi masyarakat lokal yang cenderung berubah dan meniru pola
Universitas Sumatera Utara
konsumsi para wisatawan tersebut. Selanjutnya kadang-kadang dikatakan bahwa efek demonstratif yang terjadi pada penduduk setempat tersebut mempunyai pengaruh yang dapat menolong mereka-mereka ini untuk bekerja lebih keras, agar mereka dapat memperbaiki standar hidupnya. Namun berlawanan dengan pendapat ini dinyatakan bahwa kemakmuran ataupun kemewahan yang ditunjukkan oleh para wisatawan tersebut di tengah-tengah kemiskinan penduduk lokal, dapat menimbulkan rasa sakit hati atau dendam, hingga hal ini sering-sering menimbulkan tindak kejahatan. Pandangan yang lain menyatakan bahwa pencampuran social antara wisatawan dan penduduk local menimbulkan situasi harga-menghargai (goodwill) di antara bangsa-bangsa dan dapat membina saling pengertian yang lebih baik mengenai kebudayaan dan persahabatan di antara mereka. Keadaan ini kemungkinan hanya benar di negara-negara yang jumlah wisatawannya yang datang ke daerah itu relatif jarang. Akan tetapi bila jumlah wisatawan yang datang ke daerah itu sudah berlebih-lebihan maka selera dan kebiasaan dari para wisatawan dapat dipandang sebagai suatu penjajahan oleh penduduk lokal, karena mereka merasa cara hidupnya dirongrong. Selain daripada itu adanya pembangunan pariwisata pada beberapa daerah berarti sumber-sumber yang biasanya digunakan oleh penduduk setempat sekarang harus dibagi dengan para wisatawan, hingga situasi demikian ini dapat
menimbulkan benih-benih sakit hati, khususnya pada masyarakat
setempat yang merasa tidak diuntungkan secara langsung oleh adanya kegiatan pariwisata itu. Meningkatnya benih-benih dendam tersebut dapat diharapkan
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada penduduk setempat pada saat sumber-sumber yang disebut sebagai sumber milik umum (common resources) harus dibagi, atau sepenuhnya tidak bisa digunakan oleh penduduk setempat.
2. Pengaruh lingkungan Tidak seperti ekspor barang-barang biasa maka pariwisata tergantung pada kedatangan langganannya ke tempat produsen atau daerah wisata tersebut. Adanya pola musiman dalam bidang pariwisata ini telah menimbulkan keadaan penuh sesak dan kemacetan-kemacetan terutama di bidang lalu lintas khususnya pada musim wisatawan ramai (peak season). Dengan semakin meningkatnya jumlah wisatawan tersebut maka keadaan seperti itu akan semakin parah, dan ini akan cenderung mengakibatkan rusaknya fasilitas-fasilitas yang sebenarnya ingin mereka lihat. Dan ini akan mengurangi nilai keindahan daerah tersebut. Di samping itu, keadaan penuh sesak tersebut dapat menimbulkan kerusakan lingkungan baik pencemaran udara, pencemaran pantai, dan lain sebagainya. Akibat yang lain adalah timbulnya pembangunan fisik yang tidak terkontrol, dan ini dapat merusak keadaan lingkungan. Namun bila pengembangan pariwisata dibina secara baik justru dapat menjadi pendorong pemeliharaan lingkungan yang baik, atau bahkan dapat memanfaatkan lingkungan alam yang terlantar. Wisatawan yang mempunyai tujuan untuk rekreasi menginginkan suasana baru yang terlepas dari kebisingan seperti yang mereka alami sehari-hari di tempat asalnya. Daerah yang diinginkan ialah suatu daerah yang tenang, pemandangannya yang asli, yang
Universitas Sumatera Utara
nyaman untuk keperluan istirahat. Gairah wisatawan yang demikian justru akan mendorong pemeliharaan lingkungan alam, sebab seandainya daerah tujuan atau objek wisata tersebut rusak atau tidak terpelihara, maka wisatawan tidak akan mendatangi objek wisata itu lagi di masa-masa yang akan datang.
2.5. Manfaat Pariwisata Beberapa manfaat pariwisata dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Peningkatan pertumbuhan urbanisasi sebagai akibat adanya pembangunan prasarana dan sarana kepariwisataan dalam suatu wilayah atau suatu daerah tujuan. 2. Pertumbuhan kegiatan beberapa industri, yang berhubungan dengan pelayanan wisatawan, seperti perusahaan angkutan, akomodasi perhotelan, restoran, entertainments, souvenir shop, handicraft¸ kesenian daerah, perusahaan mebel, decoration and gardening, pendidikan, dan lain-lain. 3. Meningkatkan produk hasil kepariwisataan disebabkan meningkatnya konsumsi wisatawan, seperti timbulnya istilah kebudayaan komersil demi kebutuhan wisatawan. 4. Menyebarkan pemerataan pendapatan. 5. Membantu dalam pemerataan pendapatan penduduk dunia. Hal ini dapat terjadi dengan adanya perpindahan uang dari negara-negara kaya ke negaranegara miskin. Lebih jauh, pariwisata dapat membantu mendistribusikan modal (capital) antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang. 6. Salah satu jalan atau usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan devisa negara.
Universitas Sumatera Utara
7. Menimbulkan multiplier effect (efek pengganda) pada negara-negara “tourist receiving countries”, diantaranya berupa: a. Tourist Multiplier Hal ini timbul sebagai akibat pengeluaran wisatawan, karena timbul transaksi
berantai
dalam
masyarakat
yang
dapat
menciptakan
pendapatan (income) bagi kegiatan ekonomi umumnya. b. Investment Multiplier Banyaknya wisatawan yang datang pada suatu Negara atau suatu daerah tujuan, selalu memerlukan peralatan berupa barang-barang modal guna melengkapi baik prasarana maupun sarana kepariwisataan, sehingga perlu diadakan investasi yang cukup besar pada beberapa daerah tujuan wisata. c. Foreign Trade Multiplier Datangnya wisatawan pada beberapa Negara dapat menimbulkan pandangan atau saling interaksi timbal balik antara individu-individu yang saling berkomunikasi. 8. Memperluas pasaran barang-barang yang dihasilkan dalam negeri. 9. Pariwisata dapat memulihkan kesehatan, baik jasmani, maupun rohani sebagai akibat terhindar dari kesibukan dan tekanan sehari-hari, memperoleh udara segar dan menikmati perlakuan yang menyenangkan. 10. Pariwisata dapat menghilangkan prasangka (prejudice) dan kepicikan dan membantu terciptanya saling pengertian antar penduduk yang datang dengan penduduk negara yang dikunjungi. (Oka, 1996 : 24)
Universitas Sumatera Utara
2.6. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Lokal Atas Kepariwisataan Persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus di dalam lingkungan (Atkinson dalam Ginting, 2006). Chaplin dalam Ginting (2006) memandang persepsi sebagai proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra. Proses perseptual ini dimulai dengan perhatian, yaitu merupakan proses pengamatan selektif. Didalamnya mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadiankejadian (Chaplin dalam Ginting, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Baltus dalam Ginting (2006) adalah : 1. Kemampuan dan keterbatasan fisik dari alat indera dapat mempengaruhi persepsi untuk sementara waktu ataupun permanen. 2. Kondisi lingkungan. 3. Pengalaman masa lalu. Bagaimana cara individu untuk menginterpretasikan atau bereaksi terhadap suatu stimulus tergantung dari pengalaman masa lalunya. 4. Kebutuhan dan keinginan. Ketika seorang individu membutuhkan atau menginginkan sesuatu maka ia akan terus berfokus pada hal yang dibutuhkan dan diinginkannya tersebut. 5. Kepercayan, prasangka dan nilai. Individu akan lebih memperhatikan dan menerima orang lain yang memiliki kepercayaan dan nilai yang sama dengannya. Sedangkan prasangka dapat menimbulkan bisa dalam mempersepsi sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Chaplin dalam Ginting (1999) persepsi secara umum bergantung pada faktor-faktor perangsang, cara belajar, keadaan jiwa atau suasana hati, dan faktor-faktor motivasional. Maka, arti suatu objek atau satu kejadian objektif ditentukan baik oleh kondisi perangsang maupun faktor-faktor organisme. Dengan alasan sedemikian, persepsi mengenai dunia oleh pribadi-pribadi yang berbeda juga akan berbeda karena setiap individu menanggapinya berkenaan dengan aspek-aspek situasi tadi yang mengandung arti khusus sekali bagi dirinya. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai persepsi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses yang melibatkan aspek kognitif dan afektif individu untuk melakukan pemilihan, pengaturan, dan pemahaman serta penginterpretasian rangsang-rangsang indrawi menjadui suatu gambar obyek tertentu secara utuh. Pengelolaan lingkungan sosial sebagai upaya pemberdayaan masyarakat pelestarian lingkungan secara edukatif ialah menegakan keadilan sosial, mengembangkan demokrasi politik dan kebebasan budaya. Tanpa keadilan sosial (social justice) niscaya pengelolaan lingkungan sosial dapat memberdayakan mereka sebagai mitra, melainkan hanya akan menciptakan museum hidup yang layak menjadi tontonan. Hak-hak mereka untuk mengembangkan usaha, mengolah sumber daya dan mengelola lingkungannya secara aktif harus dipulihkan. Hak-hak masyarakat atas tempat berlindung, sumber makanan, tempat mendidik anak-anak, sarana integratif maupun arena aktualisasi diri harus dihormati. Karena itu tegakan kembali kedaulatan rakyat (political democracy) agar mereka dapat ikut serta dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program-program pembangunan yang menyangkut kepentingan mereka secara
Universitas Sumatera Utara
langsung atau tidak langsung. Kemudian yang tidak kalah pentingnya ialah memberikan kebebasan budaya (cultural freedom) untuk merangsang kreativitas ke arah
pembaharuan
dalam
menanggapi
tantangan
pembangunan.
Berikan
keleluasaan kepada masyarakat untuk mengembangkan kemampuan mengatasi kesulitan dan meningkatkan kesejahteraan dengan mengacu pada kebudayaan mereka sebagai pedoman dalam beradaptasi terhadap lingkungannya secara aktif. Dengan demikian, masyarakat lokal (terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata) menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata. Pengelolaan lahan pertanian secara tradisional seperti di Bali, upacara adat, kerajinan tangan dan kebersihan merupakan beberapa contoh peran yang memberikan daya tarik bagi pariwisata. Selain itu, masyarakat lokal merupakan ‘pemilik’ langsung atraksi wisata yang dikunjungi sekaligus dikonsumsi wisatawan. Air, tanah, hutan, dan lanskap yang merupakan sumberdaya pariwisata yang dikonsumsi oleh wisatawan dan pelaku wisata lainnya berada di tangan mereka. Kesenian yang menjadi salah satu daya tarik wisata juga hampir sepenuhnya milik mereka. Oleh sebab itu perubahanperubahan yang terjadi di kawasan wisata akan bersentuhan langsung dengan kepentingan mereka. Tidak jarang masyarakat lokal ini sudah terlebih dulu terlibat dalam pengelolaan aktivitas pariwisata sebelum ada kegiatan pengembangan dan perencanaan. Oleh sebab itu, peran mereka, terutama tampak dalam bentuk penyediaan akomodasi dan jasa guiding dan penyediaan tenaga kerja (Damanik, 2006 : 23)
Universitas Sumatera Utara
Secara evolutif, Greenwood (1977) melihat bahwa hubungan antara wisatawan dengan masyarakat lokal menyebabkan terjadinya proses komersialisasi dari keramahtamahan masyarakat lokal. Pada awalnya wisatawan dipandang sebagai
'tamu'
dalam
pengertian
tradisional,
yang
disambut
dengan
keramahtamahan tanpa motif ekonomi. Dengan semakin bertambahnya jumlah wisatawan, maka hubungan berubah terjadi atas dasar pembayaran, yang tidak lain daripada proses komersialisasi, dimana masyarakat lokal sudah mulai agresif terhadap wisatawan, mengarah kepada eksploitasi dalam setiap interaksi, tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Pada fase-fase seperti ini, banyak ditemui tindakan kriminal terhadap wisatawan. Fase ini biasanya direspon oleh Pemerintah dengan melakukan pengaturan pariwisata secara melembaga dan profesional, sehingga hubungan wisatawan dengan masyarakat lokal tidak semakin memburuk. Profesionalisme menjadi inti pokok untuk membina hubungan baik dengan wisatawan, dan sangat memperhatikan kelanjutan hubungan di masa-masa yang mendatang. Dalam hubungan dengan evolusi sikap masyarakat terhadap wisatawan, Doxey (1976) sudah mengembangkan sebuah kerangka teori yang disebut irendex (irritation index). Model Irendex dari Doxey ini menggambarkan perubahan sikap masyarakat lokal terhadap wisatawan secara linier. Sikap yang mula-mula positif berubah menjadi semakin negatif seiring dengan pertambahan jumlah wisatawan. Tahapan-tahapan sikap masyarakat terhadap digambarkan sebagai berikut: 1. Euphoria. Kedatangan wisatawan diterima dengan baik, dengan sejuta harapan. Ini terjadi pada fase-fase awal perkembangan pariwisata pada suatu
Universitas Sumatera Utara
daerah tujuan wisata, dan umumnya daerah tujuan wisata tersebut belum mempunyai perencanaan. 2. Apathy. Masyarakat menerima wisatawan sebagai sesuatu yang lumrah, dan hubungan antara masyarakat dengan wisatawan didominasi oleh hubungan komersialisasi. Perencanaan yang dilakukan pada daerah tujuan wisata pada fase ini umumnya hanya menekankan pada aspek pemasaran. 3. Annoyance. Titik kejenuhan sudah hampir dicapai, dan masyarakat mulai merasa ternganggu dengan kehadiran wisatawan. Perencanaan umumnya berusaha meningkatkan prasarana dan sarana, tetapi belum ada usaha membatasi pertumbuhan. 4. Antagonism. Masyarakat secara terbuka sudah menunjukkan ketidaksenangannya, dan melihat wisatawan sebagai sumber masalah. Pada fase ini perencana baru menyadari pentingnya perencanaan menyeluruh.
Adanya berbagai kritik terhadap interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal telah disadari oleh berbagai pihak, termasuk organisasi-organisasi pariwisata internasional. Untuk mengurangi berbagai dampak negatif dan meningkatkan dampak positif, PATA dan WTO telah mengeluarkan kode etik bagi wisatawan. WTO juga sudah mengeluarkan Kode Etik Pariwisata Global, yang sudah dijadikan resolusi PBB, yaitu resolusi No. 37 tahun 2001 tertanggal 26 Oktober 2001, tentang 'Global Code of Ethics for Tourism' Kode etik bagi wisatawan yang dikeluarkan oleh PATA (2002) adalah sebagai berikut: PATA Traveller's Code: Sustaining Indigenous Cultures "Travel is a passage through other people's lives
Universitas Sumatera Utara
and other people's places. Perjalanan adalah menuju ketempat kehidupan orang lain dan menuju tempat orang lain. 1. Be Flexible. Are you prepared to accept cultures and practices different from your
own?
(Jadilah Fleksibel. Apakah Anda siap untuk menerima budaya dan praktekpraktek yang berbeda dari yang anda alami sendiri?) 2. Choose Responsibly, Have you elected to support businesses that clearly and actively address the cultural and environmental concerns of the locale you are visiting? (Pilih secara bertanggung jawab, apakah Anda memilih untuk mendukung bisnis yang jelas dan secara aktif mengatasi masalah budaya dan lingkungan dari lokasi yang Anda kunjungi.) 3. Do your homework. Have you done any research about the people and places you plan to visit so you may avoid what may innocently offend them or harm their environment? (Kerjakan pekerjaan
rumah Anda. Sudahkah Anda meneliti orang dan
tempat-tempat yang akan
anda kunjungi sehingga Anda dapat
menghindarkan apa yang secara tidak sengaja dapat menyinggung perasaan atau merugikan lingkungan mereka?) 4. Be Aware. Are you informed of the holidays, holidays and general religious and social customs of the places you visit? (Sadarilah.
Apakah anda diinformasikan mengenai liburan dan kebiasaan
keagamaan serta kebiasaan sosial dari tempat-tempatyang anda kunjungi?)
Universitas Sumatera Utara
5. Support Local Enterprise. Have you made a commitment to contribute to the local economy by using businesses that economically support the community you are visiting, eating in local restaurant and buying locally made artisan crafts as remembrances of your trip? (Dukunglah usaha lokal. Apakah Anda membuat sebuah komitmen untuk memberikan kontribusi terhadap ekonomi lokal dengan menggunakan usaha yang secaraekonomis mendukung komunitas yang Anda kunjungi, makan di restoran lokal dan membeli kerajinan buatan lokal sebagaikenangan dari perjalanan Anda?) 6. Be Respectful and observant. Are you willing to respect local laws that may include restrictions of your usage of or access to places and things that may harm or otherwise erode the environment or alter or run counter to the places your visit? (Bersikaplah hormat dan jeli. Apakah anda bersedia untuk menghargai peraturan daerah setempat yang dapat mencakup pembatasan penggunaan atau akses ketempat-tempat yang dapat membahayakan atau merusak lingkungan atau bertentangan dengan lingkungan pada tempat-tempat yang anda kunjungi?) (http://www.wisatakandi.com/2011/02/sosiologi-pariwisata-persepsi.html diakses pada 17 Oktober 2012 pukul 13:25 wib).
Universitas Sumatera Utara