13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebermaknaan Hidup
1. Definisi Hidup Bermakna Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar, didambakan, dan dapat memberikan nilai khusus bagi seseorang (Bastaman, 1996). Kehidupan akan terasa berarti dan berharga ketika seseorang mampu menemukan dan memenuhi makna hidupnya. Kebermaknaan hidup akan merujuk pada hasil akhir berupa kebahagiaan. Makna hidup juga dapat diartikan sebagai tujuan hidup sebab keduanya tidak dapat dipisahkan (Bastaman, 1996). Pengertian mengenai makna hidup menunjukkan bahwa di dalamnya terkandung juga tujuan hidup, yaitu hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi (Yalom dalam Bastaman, 1996). Makna hidup juga diartikan sebagai suatu proses penemuan makna yang terkandung dalam dunia (Frankl dalam Debats, 1996). Makna hidup ini hanya dapat ditemukan dengan cara dicari oleh individu. Keinginan untuk hidup secara bermakna merupakan motivasi utama pada diri manusia untuk bekerja, berkarya, dan mengerjakan kegiatan-kegiatan penting lainnya. Hal ini bertujuan agar hidup manusia dapat menjadi berharga dan dihayati secara bermakna. Tujuan hidup bagi manusia menjadi pemberi arah terhadap setiap kegiatan.
13
14
14
14
Kehidupan manusia seringkali memberikan peristiwa tragis yang tidak dapat dihindari. Peristiwa tersebut kemudian dapat menyebabkan penderitaan, yaitu perasaan tak menyenangkan dan reaksi-reaksi yang ditimbulkan sehubungan dengan kesulitan yang dialami seseorang (Bastaman, 1996). Frankl (dalam Bastaman, 1996) menyebutkan ada tiga jenis penderitaan yang paling sering ditemukan dalam kehidupan manusia, yaitu pain (sakit), guilt (salah), dan death (maut). Sakit dapat diartikan menjadi dua definisi yaitu sebagai keadaan mental atau fisik yang kurang baik dan sebagai kegelisahan mental dan fisik. Guilt (salah) adalah penderitaan yang berkaitan dengan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hati nurani dan norma-norma yang berlaku. Kematian adalah tragedi alami dan setiap orang akan mengalaminya. Travelbee (dalam Bastaman, 1996) menyebutkan bahwa manusia memiliki tiga jenis reaksi yang dapat ditunjukkan ketika tengah berada dalam kondisi
penderitaan.
Pertama
adalah
the
why
me
reaction,
yaitu
mempertanyakan mengapa penderitaan tersebut menimpa mereka. Hal ini merupakan reaksi yang paling umum terjadi pada individu yang mengalami penderitaan. Kedua adalah the acceptance reaction, yaitu menerima penderitaan yang dialami dengan kesabaran. Ketiga adalah the why not me reaction, yaitu kesediaan untuk mengambil alih dan mengalami sendiri penderitaan yang menimpa orang lain, terutama bagi orang yang dikasihi. Manusia memiliki kemungkinan untuk mengembangkan sikap mental dan citra negatif terhadap diri sendiri sebagai akibat dari penderitaan yang dialami. Meski begitu, manusia merupakan the self determining being
15
(Bastaman, 1996). Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan sikap terhadap kondisi tidak menyenangkan yang dialami. Manusia dapat memilih untuk menemukan makna hidupnya di dalam penderitaan yang dirasakan. Makna yang telah ditemukan, apabila berhasil dipenuhi akan membawa manusia kedalam kehidupan yang berharga dan penuh makna. Manusia juga akan mendapatkan kebahagiaan sebagai akibat dari keberhasilan pemenuhan makna hidup (Bastaman, 2007). Mencari arti atau makna hidup merupakan tugas yang membingungkan, menantang, dan menambah tegangan batin (Schultz, 1991). Namun peningkatan tegangan batin ini menurut Frankl merupakan salah satu syarat kesehatan psikologis. Suatu kehidupan tanpa tegangan merupakan kehidupan yang kekurangan arti. Kepribadian sehat mengandung tingkat ketegangan tertentu antara siapa kita dan bagaimana kita seharusnya (Schultz, 1991). Adanya ketegangan ini membuat individu berhadapan dengan tantangan untuk memperoleh makna yang harus dipenuhi. Perjuangan ini bersifat terus menerus dan kemudian akan menghasilkan kehidupan yang penuh semangat. Kegagalan untuk memenuhi makna hidup akan mengantarkan manusia pada penghayatan hidup tak bermakna (Bastaman, 1996). Hal ini dapat disebabkan karena kesadaran yang kurang akan adanya makna hidup yang potensial untuk ditemukan serta dikembangkan dalam setiap pengalaman kehidupan. Kurangnya pengetahuan mengenai prinsip dan cara menemukan makna hidup juga dapat menyebabkan penghayatan hidup tak bermakna tersebut terjadi. Manusia yang yang tidak berhasil menemukan dan memenuhi
16
makna hidupnya dapat berada dalam kondisi kehampaan, tak memiliki tujuan hidup, merasa hidup tak berarti, bosan, dan apatis (Bastaman, 1996). 2. Sumber Kebermaknaan Hidup Makna hidup bersumber dari pendalaman tiga nilai (Bastaman, 1996), yaitu : a. Nilai kreatif Nilai Kreatif atau nilai daya cipta mendorong individu untuk berkarya, bekerja, dan mendapatkan pencapaian-pencapaian yang berguna serta berharga dalam hidup (Bastaman, 1996). Nilai ini menyangkut pemberian individu kepada dunia dan diwujudkan dalam aktivitas yang kreatif serta produktif (Schultz, 1991). Nilai kreatif membuat manusia lebih mencintai dan menekuni pekerjaan yang dimilikinya sehingga dapat melakukannya dengan sungguh-sungguh (Bastaman, 1996). Setiap pekerjaan dapat mengantarkan individu dalam pemenuhan makna selama pekerjaan tersebut merupakan usaha untuk memberikan sesuatu pada kehidupan diri sendiri dan sesama (Koeswara, 1992). Nilai kreatif memang berhubungan dengan pekerjaan, tetapi nilai tersebut juga dapat diungkapkan dalam semua bidang kehidupan (Schultz, 1991). Nilai kreatif memberikan kesempatan kepada manusia untuk mendapatkan makna kehidupan melalui berbagai kegiatan yang kemudian menciptakan suatu hasil yang terlihat atau suatu ide yang tidak terlihat. Kegiatan untuk mendapatkan makna hidup melalui nilai kreatif juga dapat diwujudkan dengan melayani orang lain.
17
b. Nilai penghayatan Nilai penghayatan atau nilai pengalaman berarti pengalaman positif yang dialami manusia seperti cinta dan apresiasi akan keindahan yang kemudian memberikan sesuatu yang bermakna (Bastaman, 1996). Nilai ini menyangkut penerimaan manusia terhadap dunia (Schultz, 1991). Manusia dapat mengerti, mendalami, meyakini, dan menghayati nilai-nilai yang ditemukan dalam kehidupan sehingga akan merasakan berbagai emosi positif dalam dirinya (Bastaman, 1996). Nilai-nilai tersebut dapat berasal dari agama yang dianut oleh individu maupun berasal dari filsafat hidup di luar agama (Fabry dalam Koeswara, 1992). c. Nilai sikap Nilai sikap berarti bagaimana individu menentukan sikap mereka terhadap kondisi negatif yang tidak dapat dihindari yang mereka hadapi. Setiap mengalami peristiwa tragis, yang harus dilakukan oleh seorang individu adalah mengubah sikap. Pengambilan sikap yang tepat membuat individu dapat menemukan pelajaran berharga dan makna tertentu dari peristiwa tragis yang dialami (Bastaman, 1996). Salah satu sikap yang tepat yang dapat ditunjukkan individu terhadap kondisi negatif yang tidak dapat diubah lagi adalah sikap ikhlas. Individu yang mampu ikhlas menerima keadaan dan mewujudkan sikap ikhlas tersebut dalam bentuk perbuatan nyata, mampu mencapai hidup bermakna dengan lebih baik (Lubis dan Maslihah, 2012).
18
Realisasi nilai sikap menunjukkan keberanian dan kemuliaan individu dalam menghadapi penderitaannya (Frankl dalam Koeswara, 1992). Realisasi tersebut juga membuat manusia berpeluang menemukan makna hidupnya. 3. Komponen Kebermaknaan Hidup Bastaman (1996) menyebutkan terdapat beberapa komponen yang menentukan keberhasilan perubahan dari penghayatan hidup tak bermakna menjadi bermakna, yaitu : a. Pemahaman diri Pemahaman diri berarti meningkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri akibat peristiwa tragis yang tengah dialami. Individu menyadari kelemahan dan kelebihan yang dimiliki serta bagaimana kondisi lingkungan di sekitarnya saat itu. Pada diri individu kemudian timbul keinginan kuat untuk melakukan perubahan sehingga mencapai kondisi yang lebih baik. Langkah yang dilakukan untuk melakukan perubahan tersebut adalah dengan mulai merumuskan secara lebih jelas dan nyata hal-hal yang diinginkan untuk masa depan serta menyusun rencana realistis untuk mencapainya. b. Makna hidup Makna hidup memiliki pengertian berupa nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi seseorang. Nilai-nilai berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan menjadi pengarah bagi segala kegiatan yang dilakukan individu tersebut.
19
c. Pengubahan sikap Pengubahan sikap berarti melakukan perubahan terhadap sikap sehingga dapat menghadapi masalah dengan lebih tepat. Masalah yang dihadapi dapat berupa kondisi hidup yang dialami dan musibah yang tidak terelakkan. Pengubahan sikap dapat dilakukan dengan merealisasikan langkah-langkah yang telah disusun untuk dapat mengatasi masalah atau kondisi yang tengah dihadapi. d. Keikatan diri Keikatan diri berarti memiliki komitmen terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang telah ditetapkan. Individu memiliki tekad untuk berusaha memenuhi makna dan tujuan hidup yang telah ditentukan. Tanpa adanya keikatan diri, makna hidup hanya akan menjadi hayalan dan tidak bisa terwujudkan. e. Kegiatan terarah Kegiatan terarah adalah segala upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan segala potensi positif dalam diri pribadi seperti bakat, kemampuan, dan keterampilan. Penelitian yang dilakukan oleh Amaliah (2014) dan Bukhori (2012) menunjukkan bahwa melakukan aktivitas keagamaan seperti beribadah dengan sungguhsungguh secara rutin maupun menghadiri kegiatan keagamaan lainnya seperti pengajian, mampu membantu individu dalam mencapai hidup bermakna.
20
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan juga bertujuan untuk peningkatan kualitas kehidupan pribadi. Hal lain yang termasuk dalam kegiatan terarah adalah pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan hidup. f. Dukungan sosial Dukungan sosial dapat berarti kehadiran orang-orang yang memiliki hubungan akrab dengan individu bersangkutan, dapat dipercaya, dan selalu bersedia memberikan bantuan pada saat-saat yang diperlukan. Orangorang tersebut dapat mengarahkan, memberi nasihat, dan menunjukkan jalan keluar saat individu mengalami hidup tak bermakna. Komponen-komponen tersebut kemudian dapat dimasukkan ke dalam empat kategori besar, yaitu : a. Kelompok komponen personal : pemahaman diri dan pengubahan sikap b. Kelompok komponen sosial : dukungan sosial c. Kelompok komponen nilai : makna hidup, keikatan diri, dan kegiatan terarah. 4. Karakteristik Kebermaknaan Hidup Bastaman (2007) menyebutkan terdapat beberapa karakteristik makna hidup, yaitu : a. Unik dan personal Sesuatu yang dianggap penting bagi seseorang belum tentu akan dianggap penting oleh orang lain. Sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang pada saat ini mungkin akan dianggap penting oleh orang lain
21
pada waktu yang berlainan. Setiap individu memiliki tugas kehidupan yang unik dan mengalami kejadian-kejadian dalam hidup yang berbeda dengan individu lainnya (Schultz, 1991). Berdasarkan hal tersebut, setiap orang harus menemukan caranya sendiri untuk memberi respon terhadap tugas kehidupan dan peristiwa yang mereka alami. Setiap individu harus menemukan arti kehidupan yang sesuai dengan diri mereka masingmasing. Jika seseorang menghadapi situasi hidup yang berbeda, ia harus menemukan arti yang berbeda pula untuk diberikan kepada kehidupan (Schultz, 1991). Makna hidup seseorang dan hal yang bermakna baginya bersifat khusus, berbeda dengan orang lain, dan cenderung berubah dari waktu ke waktu (Bastaman, 1996). b. Spesifik dan konkret Makna hidup dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari dan tidak harus dikaitkan dengan hal-hal yang abstrak dan filosofis, tujuan-tujuan idealis, prestasi-prestasi akademis yang tinggi, atau hasil-hasil renungan filosofis yang kreatif. Makna hidup bahkan dapat ditemukan dalam peristiwa-peristiwa sederhana seperti menyaksikan matahari terbit, mendengarkan khotbah yang mengungkapkan kebenaran serta kebijakan, dan melakukan kegiatan yang disenangi. c. Memberi pedoman dan arah terhadap kegiatan individu Makna hidup membuat kegiatan yang dilakukan individu menjadi lebih terarah. Makna hidup bersifat sebagai tantangan. Saat seseorang telah menemukan dan menentukan makna hidupnya, individu tersebut
22
seakan-akan ditantang dan diajak untuk memenuhi makna hidup yang telah ditemukan. Kegiatan yang dilakukan selanjutnya menjadi lebih terarah kepada pemenuhan makna hidup tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka karakteristik makna hidup adalah unik dan personal, spesifik dan konkrit, serta mampu memberi pedoman dan arah terhadap setiap kegiatan yang dilakukan individu. Makna hidup ini secara keseluruhan bersihat unik dan khusus. Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapapun sehingga setiap individu harus menemukan dan menetapkan makna hidupnya masing-masing. Menemukan makna hidup dapat dilakukan ketika individu tengah mengalami kejadian hidup yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Individu juga dapat menentukan bagaimana tujuan dan arah hidupnya sehingga akan mampu mencapai makna hidup. 5. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup Bastaman (1996) menggambarkan proses pencapaian kebermaknaan hidup dalam beberapa tahap yang terbagi menjadi lima kategori, yaitu : a. Tahap derita : Peristiwa tragis dan penghayatan tanpa makna b. Tahap penerimaan diri : Pemahaman diri dan pengubahan sikap c. Tahap penemuan makna hidup : Penemuan makna dan penentuan tujuan hidup d. Tahap realisasi makna : Keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup e. Tahap kehidupan bermakna : Hidup bermakna dan kebahagiaan.
23
Hidup yang tengah dijalani seseorang tidak selalu berada dalam kondisi yang menyenangkan. Seseorang seringkali menghadapi situasi yang tidak mengenakkan dan terjadi di luar harapan (the tragic event). Peristiwa tidak menyenangkan ini dapat bersumber dari diri sendiri maupun dari orang lain. Individu yang mengalami peristiwa tragis akan merasakan stres dan menimbulkan perasaan kecewa, tertekan, susah, sedih, maupun cemas. Bahkan peristiwa tragis ini dapat menimbulkan perasaan hampa dan mendorong individu ke dalam kondisi hidup tak bermakna (the meaningless life). Individu yang berada dalam kondisi hidup tak bermakna akan menyebabkan individu tersebut merasa tidak lagi memiliki tujuan dalam hidupnya. Individu tersebut akan merasakan kebosanan dan apatis. Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang mengembangkan minat. Apatis adalah ketidakmampuan untuk melakukan usaha atau tindakan untuk mengubah kondisi buruk yang tengah dihadapi. Kondisi hidup tak bermakna tidak bersifat permanen. Individu dapat keluar dari kondisi tersebut dan mengembangkan penghayatan hidup bermakna. Individu tersebut harus memunculkan pemahaman diri (self insight) untuk mengubah kondisi dirinya menjadi lebih baik. Pemahaman diri berarti individu memahami seperti apa keadaan yang tengah dialami dan menyadari bahwa sikap yang telah diambil sebagai respon terhadap keadaan buruk yang dialami tidaklah tepat. Pemahaman diri ini muncul karena didorong oleh beberapa sebab seperti perenungan diri, konsultasi dengan para
24
ahli, mendapatkan nasihat dari seseorang, hasil dari berdoa dan beribadah, belajar dari pengalaman orang lain, dan mengalami kejadian tertentu yang dapat mengubah sikap secara dramatis. Individu yang berada dalam pemahaman diri akan mengenali kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Tahap penerimaan diri ini sangat penting. Tanpa adanya penerimaan diri atas peristiwa tragis yang dialami, individu akan sulit mengembangkan diri dan keluar dari kondisi hidup tak bermakna. Kesadaran diri itu kemudian membuat individu menyadari adanya nilainilai yang berharga atau hal-hal yang sangat penting dalam hidup (meaning of life) yang kemudian ditetapkan menjadi tujuan hidup (the purpose of life). Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar, didambakan, dan dapat memberikan nilai khusus bagi seseorang (Bastaman, 1996). Individu dapat menemukan makna hidup dengan cara membuka diri dan berani menghadapi tantangan kehidupan (Abidin, 2007). Makna hidup tidak dapat diberikan oleh orang lain, melainkan harus dicari sendiri oleh individu bersangkutan. Pemahaman diri dan penemuan makna hidup ini akan menimbulkan pengubahan sikap (changing attitude) dalam menghadapi masalah, yaitu dari kecenderungan berontak (fighting), melarikan diri (flight), atau bingung dan tak berdaya (freezing), menjadi kesediaan untuk lebih berani dan realistis menghadapi masalah tersebut (facing). Tahap pengubahan sikap secara teoritis dapat terjadi baik sebelum, bersamaan, ataupun setelah tahap penerimaan diri.
25
Individu yang telah mengalami perubahan sikap akan melakukan keikatan diri (self commitment). Pada tahap ini, individu memantapkan niat dan mengikrarkan diri untuk berusaha memenuhi makna dan tujuan hidupnya. Tahap ini bersifat penting dan menentukan keberhasilan realisasi makna hidup yang telah ditemukan. Tanpa adanya keterikatan diri, makna hidup yang telah ditemukan hanya akan menjadi hayalan dan tidak dapat memberi manfaat bagi kehidupan nyata dan bagi pengembangan diri untuk mencapai hidup bermakna. Keberhasilan memenuhi tahap keikatan diri akan mendorong individu untuk memenuhi tahap selanjutnya yaitu melakukan berbagai kegiatan yang lebih terarah (direct activities) sebagai usaha untuk memenuhi makna hidup dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Kegiatan terarah tersebut dapat berupa pengembangan bakat, keterampilan yang dimiliki, dan berbagai potensi positif lainnya yang sebelumnya terabaikan. Individu yang berhasil melewati tahap kegiatan terarah akan mengalami perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan mengembangkan penghayatan hidup bermakna (the meaningful life). Individu yang berhasil mengembangkan penghayatan hidup bermakna akan menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh semangat serta terhindar dari perasaan hampa. Individu tersebut memiliki tujuan hidup yang jelas, baik tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan juga menjadi terarah. Individu yang telah berhasil memenuhi tahap ini akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan apa yang terjadi pada mereka. Selain itu, mereka juga mampu membentuk kesadaran bahwa makna hidup tetap dapat ditemukan
26
meskipun dalam keadaan yang buruk. Peristiwa tragis yang terjadi tidak akan membuat mereka mengambil sebuah sikap yang buruk sebagai respon seperti dengan bunuh diri. Pencapaian hidup bermakna ini selanjutnya akan memberikan individu rasa kebahagiaan (happiness) sebagai hadiahnya (reward).
27
Proses individu mencapai kebermaknaan hidupnya dapat digambarkan pada bagan berikut :
Pengalaman Tragis (Tragic Event) Tahap derita Penghayatan Tak Bermakna (Meaningless Life)
Pemahaman Diri (Self Insight) Tahap penerimaan diri Penemuan Makna dan Tujuan Hidup (Finding Meaning and Purpose of Life)
Tahap penemuan makna hidup
Pengubahan Sikap (Changing Attitude)
Keikatan Diri (Self Commitment)
Kegiatan Terarah dan Pemenuhan Makna Hidup (Directed Activities and Fulfilling Meaning)
Hidup Bermakna (Meaningfull life)
Tahap realisasi makna
Tahap kehidupan bermakna
28
Bagan 1. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup pada Individu (Bastaman, 1996) B. Cerebral Palsy
1. Pengertian Cerebral Palsy (CP) adalah gangguan gerakan dan postur tubuh yang muncul selama masa bayi atau anak usia dini (Berker dan Yalcin, 2010). Hal ini disebabkan oleh kerusakan nonprogresif pada otak sebelum, selama, atau segera setelah lahir. Kerusakan otak tersebut bersifat permanen dan tidak dapat disembuhkan, tetapi konsekuensi akibat kerusakan tersebut dapat diminimalkan. Proses gangguan tersebut juga tidak bersifat sementara waktu (Miller dan Bachrach, 2006). Oleh karena itu, seorang anak yang memiliki masalah motorik sementara, atau yang memiliki masalah motorik dengan kondisi memburuk dari waktu ke waktu tidak dapat dikategorikan sebagai cerebral palsy. Gejala gerakan abnormal dari cerebral palsy juga dapat diperoleh di kemudian hari jika otak mengalami kerusakan oleh infeksi atau cedera (Leonard, 1997). Cerebral palsy juga merupakan gangguan atau kerusakan yang disebabkan kerusakan pada saraf secara permanen yang terjadi pada anak hingga usia 5 – 6 tahun. Gangguan cerebral palsy memiliki skala dari ringan hingga parah. Penyandang cerebral palsy ringan memiliki kekakuan pada salah satu lengan atau kaki dan permasalahan tersebut hampir tak terlihat. Penyandang cerebral palsy berat memiliki banyak kesulitan dalam bergerak dan mengerjakan tugas sehari-hari. Fungsi motorik kasar pada penyandang cerebral palsy
dapat
29
dilihat dalam The Gross Motor Function Classification System (GMFCS). Metode ini terbagi menjadi lima tingkatan yang memberi penekanan pada kemampuan dan keterbatasan dalam duduk, berdiri, dan berjalan. Berikut adalah pembagian tingkatan dalam GMFCS : a. GMFCS Level I Individu dapat berjalan ke rumah, sekolah, dan di lingkungan sekitar. Individu juga dapat menaiki tangga tanpa berpegangan pada susuran tangga. Mereka juga dapat berlari dan melompat meski memikili batasan dalam kecepatan, keseimbangan, dan koordinasi. b. GMFCS Level II Individu dapat berjalan, tetapi pada situasi tertentu mereka membutuhkan alat bantu. Mereka dapat menaiki tangga sambil berpegangan. Individu membutuhkan kursi roda untuk berpergian dalam jarak jauh. c. GMFCS Level III Individu dapat berjalan menggunakan alat bantu dan menaiki tangga dengan berpegangan serta dibantu oleh pendamping. Individu juga mengoperasikan kursi roda manual atau kursi roda bertenaga mesin. d. GMFCS Level IV Individu menggunakan kursi roda hampir pada setiap situasi. Individu membutuhkan pendamping untuk membantu mobilitas mereka seperti dalam kegiatan berjalan dan mengoperasikan kursi roda manual.
30
Individu dalam tingkatan ini membutuhkan penopang tubuh. Meski begitu, mereka mampu mengoperasikan kursi roda bertenaga mesin.
e. GMFCS Level V Individu menggunakan kursi roda dalam setiap situasi dengan bantuan pendamping. Individu dalam tingkatan ini memiliki keterbatasan dalam kemampuan menegakkan kepala dan mempertahankan postur tubuh, gerakan kaki, dan tangan. 2. Etiologi a. Congenital Etiologies Etiologi congenital adalah penyebab terbentuknya kondisi cerebral palsy pada anak karena faktor-faktor yang ada sejak anak berada dalam kandungan. 1) Prematur Sekitar 40% dari anak-anak dengan cerebral palsy lahir dengan kondisi prematur dan memiliki lahir rendah berat badan yaitu dibawah 2500 g. Prevalensi cerebral palsy pada kelahiran bayi dengan berat badan sangat rendah dibawah 1500 g (Very Low Birth Weight = VLBW) adalah 40 sampai 100 kali lebih tinggi dibandingkan pada bayi yang terlahir dengan berat badan normal. Bayi dengan kondisi VLBW hanya memiliki kemungkinan 0,68% untuk terlahir selamat. Kondisi
tersebut
juga
berkontribusi
hingga
28%
dari
total
kemungkinan anak yang terlahir dengan cerebral palsy (Scherzer dan
31
Tscharnuter, 2001). Kelahiran prematur dapat menyebabkan terjadinya kerusakan otak yang mengarah pada cerebral palsy.
2) Asphyxia (Kekurangan Oksigen) Kondisi asphyxia terjadi ketika kerja organ yang berperan dalam pertukaran gas (plasenta atau paru-paru), mengalami kegagalan saat lahir. Hal tersebut menyebabkan kekurangan oksigen dan keadaan sesak nafas hingga kemudian berujung pada terjadinya perubahan aliran darah dalam otak yang berfungsi untuk mempertahankan homeostasis sirkulasi ke daerah yang lebih penting. 3) Faktor lain. Beberapa faktor lain selama masa kehamilan yang dapat menyebabkan kelahiran anak dengan kondisi cerebral palsy adalah hiperbilirubinemia dan infeksi. Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang melebihi batas normal. Pada bayi baru lahir, kondisi ini dapat disebabkan karena faktor ketidakcocokan Rh dan golongan darah. Namun hal tersebut saat ini sudah berkurang dengan adanya kemajuan teknologi dalam deteksi dan identifikasi sebelum proses tranfusi dilakukan. Infeksi selama periode perinatal menjadi faktor yang signifikan, terutama jika infeksi tersebut menyebabkan sepsis, meningitis, dan herpes simpleks. Jika infeksi tersebut terjadi pada periode perinatal,
32
maka dapat menyebabkan kerusakan otak dan mengakibatkan cerebral palsy maupun keterbelakangan mental.
4) Faktor prenatal Usia kehamilan, kondisi prenatal ibu seperti status kesehatan ibu, penggunaan narkoba, alkohol, tembakau, dan paparan radiasi memberi efek negatif pada perkembangan janin. 5) Faktor genetik Keluarga yang memiliki keturunan cerebral palsy memiliki kemungkinan untuk melahirkan anak dengan kondisi cerebral palsy pada generasi selanjutnya. Jenis cerebral palsy yang sering disebabkan oleh faktor genetik antara lain paraplegia, spastik, athetosis, dan ataksia. 6) Faktor prekonsepsi Keguguran yang dialami pada kehamilan dapat mengarah pada terlahirnya anak dengan cerebral palsy dalam kelahiran selanjutnya. b. Postnatal Causes Cerebral palsy yang terjadi pada anak setelah kelahiran dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti trauma postnatal, infeksi, dan keracunan. 10% hingga 25% dari kasus cerebral palsy yang terjadi disebabkan oleh faktor postnatal. Kekerasan pada anak dan kecelakaan dapat menyebabkan trauma atau cedera pada otak. Trauma tersebut juga
33
dapat disebabkan oleh benturan benda tumpul pada kepala anak yang menyebabkan patah tulang tengkorak. Kasus lain yang menyebabkan trauma otak adalah shaken baby syndrome yang terjadi pada anak kurang dari 1 tahun ketika pengasuh menenangkan bayi yang sedang menangis dengan cara mengguncang-guncangkannya. Guncangan yang terlalu kuat akan menyebabkan peregangan, pergeseran, dan robeknya akson panjang serta kapiler di korteks otak. Jika bayi tersebut bertahan hidup, sebagian besar
dari mereka menjadi tunadaksa dengan terjadinya kejang yang
cukup sering dan parah serta mengalami pertumbuhan yang buruk. Penelitian pada tahun 2008 menunjukkan bahwa sekitar 75% dari seluruh kasus cerebral palsy disebabkan oleh masalah yang terjadi selama kehamilan, 10-15% disebabkan oleh kesulitan pada saat proses kelahiran atau pada masa neonatus, dan 10% oleh penyakit atau kecelakaan pada minggu-minggu awal, bulan atau tahun kehidupan (Bajraszewski dkk, 2008). 3. Jenis-jenis Cerebral Palsy Cerebral palsy terbagi menjadi beberapa tipe. Berdasarkan jenis pergerakannya, Bajraszewski et al (2008) membagi cerebral palsy menjadi : a. Spastic Tipe spastic adalah tipe yang paling umum terjadi dari seluruh kasus cerebral palsy. Penyandang cerebral palsy tipe spastic menunjukkan kekakuan atau ketegangan pada otot. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kesalahan pada penerusan pesan yang dilakukan oleh bagian otak yang
34
rusak. Untuk menghasilkan satu gerakan pada manusia, dibutuhkan kerja dua kelompok otot yang berlawanan. Pada individu kebanyakan, satu kelompok otot akan berkontraksi dan kelompok lainnya berelaksasi untuk menghasilkan sebuah gerakan. Sedangkan pada penyandang cerebral palsy, kedua kelompok otot tersebut akan berkontraksi bersamaan sehingga menyebabkan kesulitan dalam pergerakan. b. Ataxic Cerebral palsy jenis ataxic ditandai dengan adanya ketidakstabilan dan tremor pada gerakan. Ciri-ciri yang dapat terlihat seperti berjalan dengan kaki terbuka lebar serta kesulitan melakukan gerakan cepat dan tepat seperti mengancingkan baju atau menulis. Tremor yang dialami seringkali terjadi pada gerakan volunter seperti ketika mengambil buku, sehingga menyebabkan gerakan mereka terlihat seperti menggigil pada bagian tubuh yang digunakan untuk bergerak. Penyandang cerebral palsy tipe ataxic juga memiliki gangguan pada keseimbangan dan persepsi kedalaman yang mereka miliki. c. Dyskinetic Penyandang cerebral palsy jenis dyskinetic menunjukkan gerakan involunter yang abnormal. Selanjutnya, tipe ini terbagi kembali menjadi dua jenis, yaitu : 1) Athetosis Tipe athetois menunjukkan gerakan ekstra yang tidak terkendali yang terjadi terutama pada lengan, tangan dan kaki, dan
35
sekitar mulut. Kurangnya kontrol seringkali terlihat ketika anak mulai bergerak misalnya, ketika anak mencoba untuk meraih suatu benda.
2) Dystonia Tipe dystonia menunjukkan kontraksi otot berkelanjutan yang sering menyebabkan gerakan memutar atau gerakan berulang, serta postur yang abnormal. d. Mixed (campuran) Penyandang cerebral palsy campuran memiliki lebih dari satu tipe cerebral palsy. Cerebral palsy juga dapat dikategorikan berdasarkan area tubuh yang terkena gangguan (Scherzer dan Tscharnuter, 2001), yaitu : 1) Monoplegia Cerebral palsy tipe monoplegia menunjukkan gangguan yang terjadi pada satu ekstremitas, biasanya pada lengan. 2) Hemiplegia Cerebral palsy tipe hemiplegia menunjukkan gangguan yang mengenai salah satu sisi tubuh secara keseluruhan dan seringkali bagian lengan lebih parah. 3) Paraplegia Cerebral palsy tipe paraplegia menunjukkan gangguan yang hanya menyerang tubuh bagian bawah. 4) Diplegia
36
Cerebral palsy tipe diplegia menunjukkan gangguan yang menyerang keempat anggota gerak tubuh yaitu kedua lengan dan kedua kaki, tetapi anggota gerak bagian atas (lengan) lebih parah.
5) Quadriplegia Cerebral palsy tipe quadriplegia menunjukkan gangguan yang menyerang keempat ekstrimitas dengan derajat yang sama. Beberapa ahli menambahkan jenis triplegia dalam klasifikasi cerebral palsy berdasarkan distribusi gangguan. Cerebral palsy jenis triplegia menunjukkan gangguan yang menyerang tiga ekstrimitas, biasanya kedua kaki dan salah satu lengan (Saharso, 2006). 4. Gangguan Lain yang Menyertai Cerebral Palsy Anak yang terlahir dengan kondisi cerebral palsy memiliki beberapa gangguan lain (Bajraszewski et al, 2008), yaitu : a. Masalah pendengaran b. Masalah pengelihatan Anak dengan cerebral palsy memiliki mata yang juling atau terkena gangguan pengelihatan lainnya. Pada masa-masa perkembangan awal, anak dengan cerebral palsy harus segera diperiksa oleh dokter spesialis mata. c. Epilepsi Epilepsi dapat terjadi pada satu diantara tiga anak dengan cerebral palsy. Beberapa anak mungkin hanya mengalami kejang dengan periode
37
yang sangat sesekali sedangkan sebagian anak epilepsi terjadi cukup parah sehingga membutuhkan pengobatan dari ahli saraf pediatrik. d. Masalah intelektual dan gangguan belajar Anak yang terlahir dengan kondisi cerebral palsy memiliki keterlambatan perkembangan dibandingkan dengan anak-anak lain pada usia yang sama. Gangguan intelektual berat (IQ kurang dari 50) terjadi pada penyandang cerebral palsy dengan presentase 25% hingga 30%. Sebanyak 50% dari anak-anak dengan cerebral palsy memiliki yang taraf intelegensi yang normal, sisanya memiliki retardasi mental ringan dengan IQ berkisar dari 50 hingga 70. e. Masalah persepsi Masalah persepsi yang terjadi pada penyandang cerebral palsy seperti menilai ukuran dan bentuk dari sebuah objek. f. Gastroesofagus reflux Kondisi ini berupa kembali masuknya makanan yang telah ditelan ke dalam kerongkongan. Gejalanya termasuk muntah dan perasaan tidak nyaman selama proses makan berlangsung. Sebuah komplikasi yang diakibatkan oleh kondisi ini adalah peradangan pada esofagus bagian bawah (disebut esofagitis). Anak-anak dengan masalah ini akan merasa sangat gelisah atau pemarah. g. Masalah ortopedi Selama masa pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dengan cerebral palsy, otot yang mengalami spastisitas atau kekakuan dapat
38
memperpendek dengan sendirinya sehingga menyebabkan kontraktur pada otot atau sendi. Hal ini paling sering terjadi di pergelangan kaki, lutut, pinggul, siku dan pergelangan tangan. Selain itu, penyandang dengan cerebral palsy beresiko untuk mengalami dislokasi. Hal ini kemungkinan besar terjadi pada penyandnag cerebral palsy yang tidak berjalan secara independen. Masalah ortopedi lain yang sering terjadi adalah scoliosis (kelengkungan tulang belakang). h. Masalah defekasi Masalah ini umum terjadi pada penyandang cerebral palsy. Penyebabnya tidak selalu jelas. Masalah ini dapat berkaitan dengan kurangnya mobilitas atau berkaitan dengan kesulitan dalam mencerna makanan
sehingga
penyandang
cerebral
palsy
tersebut
kurang
mengkonsumsi makanan berserat tinggi. i. Kekurangan nutrisi Beberapa penyandang cerebral palsy yang berat memiliki kesulitan dalam mengunyah dan menelan makanan. Hal ini dapat menyebabkan asupan makanan yang diberikan tidak memadai. Pada kasus lainnya penyandang cerebral palsy memiliki kecenderungan memiliki berat badan berlebihan karena kurangnya aktivitas fisik. j. Masalah pengontrolan saliva Penyandang cerebral palsy memiliki masalah dalam pengontrolan saliva sehingga banyak dari mereka yang mengeluarkan air liur secara terus menerus.
39
k. Infeksi dada Masalah ini terjadi hanya pada sebagian kecil penyandang cerebral palsy. Kesulitan mengunyah dan menelan yang terjadi pada penyandang cerebral palsy menyebabkan beberapa makanan atau minuman tertelan tanpa dicerna dengan sempurna. Makanan dan minuman tersebut seringkali masuk ke dalam paru-paru dan berujung pada batuk serta sesak napas. Gejalanya terlihat seperti pada penderita asma. Keadaan seperti ini apabila bertambah parah dapat berkembang menjadi pneumonia yang berulang atau kambuhan. l. Penyakit tulang Penyandang cerebral palsy tidak dapat beraktivitas dengan aktif seperti individu kebanyakan dan rentan terkena osteoporosis. Fraktur dapat terjadi bahkan pada luka yang sangat kecil dan terkadang terjadi selama aktivitas normal seperti memakai baju. Penyandnag cerebral palsy membutuhkan vitamin khusus untuk meningkatkan kada mineral pada tulang.
C. Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup pada Ibu dari Penyandang Cerebral Palsy
Gangguan atau kelainan yang dimiliki oleh bayi akan memberikan dampak yang terhadap orang tua dan bagaimana fungsi keluarga (Miller dan Bachrach, 2006). Seringkali hal tersebut mulai berdampak bahkan sebelum diagnosis
40
diberikan. Ketika orang tua mengetahui bahwa anak mereka tidak berkembang atau berperilaku seperti yang mereka harapkan, mereka mulai khawatir bahwa ada sesuatu yang salah dengan bayi mereka. Kecemasan, ketegangan, dan ketakutan yang dirasakan orang tua sering menyebabkan stres dan mungkin mulai merusak unit keluarga bahkan sebelum diagnosis telah dibuat. Ketika mereka mendengar bahwa bayi mereka mengalami cerebral palsy, orang tua akan mengalami shock atau rasa tidak percaya. Ayah dan Ibu dari anak dengan cerebral palsy juga akan merasa bersalah dan merasa mereka yang telah menyebabkan adanya gangguan pada anak mereka. Perasaan cemas dan takut yang dirasakan orang tua dari anak dengan cerebral palsy tidak berhenti setelah diagnosis diberikan, tetapi akan berlanjut selama masa perkembangan anak (Miller dan Bachrach, 2006). Semakin bertambah usia anak, semakin keras usaha yang dibutuhkan orang tua untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan. Proses mendampingi dan merawat penyandang cerebral palsy membuat orang tua merasakan banyak emosi negatif. Paragraf di atas telah menyebutkan orang tua dari penyandang cerebral palsy merasa cemas, takut dan merasa bersalah ketika mengetahui anak mereka terlahir berbeda. Ibu memiliki peran sentral dalam keluarga dan bertanggung jawab dalam hal merawat anak (Borzoo, Nickbakht, dan Jalalian, 2014). Ibu lebih banyak mengerjakan pekerjaan rumah tangga dibanding ayah (Santrock, 1995). Pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang dilakukan ibu sifatnya berulang-ulang dan rutin seperti memasak, beres-beres rumah, berbelanja, mencuci, dan merawat
41
anak. Sedangkan ayah dalam keluarga lebih berperan sebagai pencari nafkah dan menyediakan sumber ekonomi keluarga. Pekerjaan rumah tangga yang dilakukan ibu dapat menimbulkan munculnya berbagai emosi negatif dalam diri ibu seperti kekhawatiran dan kelelahan. Ibu juga berperan lebih banyak dalam merawat dan mendampingi penyandang cerebral palsy. Seorang ibu akan merasakan beberapa perasaan seperti ketidakberdayaan, ketidakpercayaan terhadap instansi kesehatan, merasa kehilangan, dan merasa bersalah ketika mengetahui anaknya didiagnosis cerebral palsy (Huang, Kellet, dan St, John, 2010). Perasaan-perasaan tersebut akan timbul secara berulang ketika ibu mengalami kesulitan-kesulitan berkaitan dengan pengasuhan anak seiring dengan perkembangan anak tersebut (Logar, 2012). Emosi negatif yang dirasakan ibu selama mengasuh dan merawat penyandang cerebral palsy dapat juga disebabkan oleh pandangan masyarakat yang cenderung menyalahkan sosok ibu ketika seorang anak mengalami perkembangan yang terganggu atau terhambat (Santrock, 1995). Kesulitan yang dialami oleh ibu tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Gangguan cerebral palsy pada anak dapat menyebabkan ibu kehilangan konsentrasi dalam setiap pekerjaan, kehilangan pekerjaan yang tengah ditekuni, dan kehilangan kebahagiaan dalam keluarga (Olawale, Deih, dan Yaadar, 2013). Kesulitan lainnya yang dialami seorang ibu berkaitan dengan masalah fisik. Penyandang cerebral palsy berat memiliki kesulitan dalam aktivitas fisik seperti berjalan. Mereka seringkali membutuhkan bantuan untuk bergerak dan berpindah tempat. Ibu yang menghabiskan lebih banyak waktu dalam hal merawat dan mengasuh penyandnag cerebral palsy harus membantu mereka untuk bergerak
42
dengan cara dipapah, digendong, atau didorong menggunakan kursi roda. Semakin anak bertumbuh, berat badan yang dimiliki akan semakin bertambah. Membantu penyandang cerebral palsy untuk bergerak seringkali menimbulkan permasalahan fisik pada ibu (Miller dan Bachrach, 2006). Emosi negatif yang dirasakan ibu dapat mengarahkan pada kehilangan makna hidup. Namun kondisi tersebut tidak bersifat menetap. Ibu tetap dapat menemukan kebermaknaan hidupnya meski dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Penemuan makna hidup tersebut dapat dicapai dengan melakukan perubahan sikap terhadap kondisi yang tengah dihadapi. Kebermaknaan hidup merupakan motivasi utama dalam diri manusia untuk bekerja, berkarya, dan melakukan kegiatan-kegiatan penting lainnya (Bastaman, 1996). Ibu yang menemukan kebermaknaan hidupnya akan lebih mampu memberikan upaya maksimal dalam merawat dan mendampingi penyandang cerebral palsy. Sebaliknya, ibu terjebak dalam emosi negatif akan memberikan dampak yang tidak baik bagi anak serta keluarga. Emosi negatif tersebut juga akan mengurangi kedekatan antara ibu dengan anak. Makna hidup memiliki sifat yang penting bagi hidup seseorang. Keberhasilan menemukan makna hidup akan menyebabkan kehidupan ini terasa berarti dan berharga (Bastaman, 1996). Makna hidup juga mengandung tujuan hidup, yaitu hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi selama seseorang menjalani kehidupan. Pencapaian makna hidup ini tetap dapat dilakukan meskipun dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Ibu yang telah menemukan makna hidupnya akan mengalami perubahan sikap akan melakukan keikatan diri untuk melakukan
43
berbagai kegiatan yang lebih terarah termasuk usaha untuk merawat dan mengasuh anak dengan semaksimal mungkin. Ibu yang berhasil melewati tahap ini
akan
mengalami
perubahan
kondisi
hidup
yang
lebih
baik
dan
mengembangkan penghayatan hidup bermakna. Pencapaian hidup bermakna ini akan memberikan individu rasa kebahagiaan (happiness) sebagai hadiahnya.
44
Kondisi anak dengan cerebral palsy yang membutuhkan bantuan orang tua dalam setiap aktivitas sehari-hari dan perkembangan anak yang lebih lambat dibanding anak-anak sebaya pada umumnya. Tahap Tahap
Anak terlahir Ibu menyadari kondisi yang
Ibu mengalami emosi Ibu melakukan usaha untuk
Ibu menemukan makna hidupnya Ibu memiliki Ibu melakukan Tahap komitmen untuk berbagai kegiatan Ibu berhasil memenuhi makna dan tujuan hidup Tahap Bagan 2. Kerangka Berpikir Proses Pencapaian Kebermaknaan Hidup pada Ibu
Tahap
45
D. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SLB YPAC (Yayasan Pendidikan Anak Cacat) Surakarta.
E. Pertanyaan Penelitian Bagaimana proses yang dilalui oleh ibu dari penyandang cerebral palsy untuk mencapai kebermaknaan hidup?