BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada awal abab ke-20 kanker paru masih jarang ditemukan, namun sekarang ini telah menjadi masalah global. Pada abab ke-21 kanker paru akan tetap menjadi penyebab kematian diseluruh dunia karena kanker, meskipun di negara maju penggunaan tembakau telah menurun, namun di negara berkembang prevalensi merokok masih tetap tinggi.14 2.1. Defenisi Kanker paru adalah kelainan disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada selsel
epitel
saluran
napas,
mengakibatkan
proliferasi
sel
yang
tidak
dapat
dikendalikan.15 Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru itu sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru). Kanker paru primer yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus atau bronchogenic carcinoma. 16 2.2. Epidemiologi Kanker paru adalah penyebab utama kematian terkait dengan kanker, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga diseluruh dunia. Diseluruh dunia kanker paru menyebabkan 1.4 juta kematian. 4 Pada tahun 2008 di Amerika Serikat diperkirakan 215.020 penderita kanker paru kasus baru dan sebanyak 161.840 jiwa diperkirakan meninggal karena kanker paru. Penderita kanker paru yang meninggal tahun 2009 adalah 159.000 jiwa, bila dibandingkan dengan jumlah kematian yang disebabkan oleh gabungan antara kanker kolorektal, payudara dan prostat sebanyak 118.000 jiwa. 1,4
Universitas Sumatera Utara
Insiden penderita kanker paru pada laki-laki diseluruh dunia sebagai berikut, insiden tinggi (>46/100.000 penduduk pertahun) yaitu di Kanada, Amerika Serikat, Pilipina, sebagian besar negara Eropah, Rusia, Korea, insiden menengah (25-46/100.000 penduduk pertahun) yaitu di Argentina, Kuba, Islandia, Norwegia, Finlandia, Portugal, Cina, Irlandia, Spanyol, Australia, Selandia Baru dan insiden rendah (< 25/100.000 penduduk pertahun) yaitu di Utah (Amerika Serikat), sebahagian negara Amerika Latin, Swedia, Afrika, dan sebagian besar negara Asia. Insiden kanker paru pada perempuan diseluruh dunia sebagai berikut:
relatif tinggi (>11.5/100.000 penduduk pertahun) yaitu di Kanada, Amerika
Serikat, Kuba, Eropah Utara dan Pusat Eropah, Asia Tenggara, Aus tralia, dan Selandia baru, insiden menengah (6.5-11.5/100.000 penduduk pertahun) yaitu di Meksiko, Amerika Latin, Eropah Selatan dan Eropah Timur, Afrika Selatan dan Rusia, sedangkan insiden rendah (<6.5/100.000 penduduk pertahun) yaitu di India, Afrika, Spanyol.
6
Di Jerman
insiden kanker paru setiap tahunnya adalah 65/100.000 pada laki-laki dan 21/100.000 pada perempuan dan insiden kanker paru meningkat pada usia 75-80 tahun. 17 Keberhasilan dalam upaya menurunkan prevalensi perokok di Amerika Serikat, menyebabkan kanker paru paling banyak ditemukan pada bekas perokok dari pada orang yang masih merokok. Pada penelitian lebih dari 5.000 penderita kanker paru yang didiagnosis tahun 1997-2002 di Amerika Serikat, hanya 25% penderita kanker paru masih merokok dan 60% penderita kanker paru adalah bekas perokok. 1 Di Amerika Serikat Pada tahun 2005 lebih dari setengah jumlah perokok, menjadi bekas perokok (berhenti merokok), namun sebahagian lagi terus merokok, diperkirakan 4.5 juta (20.9%) penduduk dewasa Amerika Serikat adalah perokok, dimana 80.8% dilaporkan merokok setiap hari dan 19.2% tidak merokok secara rutin setiap harinya, proporsi laki-laki perokok sebanyak 23.9% dan
Universitas Sumatera Utara
perempuan perokok sebanyak 18.1%.
18
Persentase perokok Asia pada umumnya tinggi,
namun paling tinggi ditemukan pada laki-laki, prevalensi merokok pada perempuan asia adalah rendah, namun prevalensi merokok mengalami peningkatan pada perempuan muda Asia. 6 Di Amerika serikat, biasanya perokok sudah memulai kebiasaan merokok mereka pada saat masih remaja. Sekitar 90% perokok dewasa, mulai merokok pada saat berusia 18 tahun dan 70% akan mejadi perokok aktif terus-menerus. 18 2.3. Etiologi Etiologi kanker paru dapat dibagi menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi termasuk jenis kelamin, faktor genetika dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain, paparan terhadap asap rokok, asap rokok lingkungan, karsinogen di lingkungan pekerjaan, polusi udara, makanan dan beberapa penyakit pada paru juga dapat meningkatkan risiko berkembangnya kanker paru. 2
A. Jenis Kelamin Bila dibandingkan antara perempuan dan laki-laki bukan perokok, maka perempuan memiliki risiko menderita kanker paru 2-7 kali seumur hidupnya dan jika dibandingkan antara perempuan dan laki-laki perokok, maka perempuan memiliki risiko lebih besar menderita kanker paru dibandingkan dengan laki-laki. Namun demikian penderita kanker paru, tetap lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan, hal ini terjadi karena
Universitas Sumatera Utara
biasanya laki-laki memiliki kebiasaan merokok dengan jumlah lebih banyak dengan hisapan yang lebih dalam dibandingkan perempuan biasanya merokok dengan jumlah lebih sedikit, hisapanlebih dangkal, memulai merokok pada usia yang lebih tua dan lebih menyukai rokok filter. 2 Zang dan Wynder dapat memberikan penjelasan, mengapa perempuan memiliki risiko lebih besar menderita kanker paru dibandingkan dengan laki-laki, hal ini terjadi karena metabolisme unsur-unsur tembakau pada perempuan rendah, terdapat perbedaan dalam enzym cytochorome P-450, dan kemungkinan efek estrogen terhadap perkembangan pertumbuhan kanker paru. 2 B. Suku Perbedaan genetika pada perderita yang memiliki risiko menderita kanker paru telah banyak diteliti. CYP1A1 adalah gen yang mengkode beberapa enzym yang terlibat dalam metabolisme dari polynuclear aromatic hydrocarbons (PAHs). PAH adalah karsinogen yang banyak ditemukan dalam asap rokok, pembakaran arang, gas dari pembakaran batu bara, asap kendaraan. Terdapat beberapa bukti, bahwa beberapa macam alel CYP1A1 berhubungan dengan peningkatan kecepatan kanker paru pada penduduk Afrikan Amerika yang merokok. 3 C. Faktor Genetika Samat melaporkan bahwa adanya riwayat orang tua menderita kanker paru, maka anaknya memiliki risiko menderita kanker paru lebih dari lima kali. Pada orang bukan perokok tetapi memiliki riwayat keluarga menderita kanker paru, maka risiko menderita kanker paru lebih besar, bila dibandingkan dengan orang perokok tetapi tidak memiliki riwayat keluarga menderita kanker paru. 3,11
Universitas Sumatera Utara
D. Merokok Sebahagian besar penelitian epidemiologi menyatakan bahwa merokok adalah penyebab utama kanker paru. Lebih dari 87% penderita kanker paru adalah perokok namun hanya sekitar 20% dari perokok yang berkembang menjadi kanker paru. 14 Asap rokok yang dihirup secara langsung maupun perokok pasif, mengandung sekitar 4.000 zat kimia dan lebih dari 60 zat karsinogen, yang dapat merangsang perubahan sebagian besar gen yang mengontrol homeostasis alveolar normal dan sel-sel bronkial. 14,18 Salah satu faktor penting, yang menjelaskan hubungan antara merokok dengan kanker paru pada penelitian epidemiologi adalah: 19 1.
Jumlah rokok yang dihisap perhari
2.
Jumlah maksimum rokok yang dihisap perhari
3.
Umur pada saat mulai merokok
4.
Jumlah dan lamanya tahun merokok
5.
Jenis hisapan/ kedalaman hisapan rokok
6.
Kandungan tar dan nikotin dalam rokok.
Tabel 1. Faktor risiko kanker paru. 20 Faktor Bukan perokok Perokok 1-2 pak/hari Bekas perokok Perokok pasif Paparan asbestos Paparan asbestos + perokok
Resiko relatif 1 42 1-10 1.5-2 5 90
Pada banyak penelitan derajat merokok sering diberi istilah ‘pack years’ atau pak pertahun adalah merupakan hubungan secara langsung, antara jumlah rokok dengan lamanya tahun merokok, rumusnya adalah: 21
Universitas Sumatera Utara
Derajat berat merokok dapat ditentukan berdasarkan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap seharinya, dikalikan dengan lamanya merokok dalam tahun : 22 1. Ringan : 0-200 2. Sedang : 200-600 3. Berat : >600 Terdapat literatur menyatakan bahwa indeks Brinkman lebih besar dari 400 merupakan kelompok resiko tinggi menderita kanker paru. Setelah berhenti merokok, resiko kanker paru menurun secara bertahap selama 15 tahun, tetapi tetap 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko menderita kanker paru pada perokok pasif sebesar 1.5%.
3,23
Berdasarkan jenis rokok yang digunakan, maka rokok kertas (sigaret) lebih besar risikonya menyebabkan kanker paru, dibandingkan dengan rokok pipa dan cerutu. Rokok pipa dan cerutu lebih besar kemungkinan menyebabkan kanker mulut dan faring, hal ini terjadi karena asap bakaran dari rokok pipa dan cerutu lebih alkali, sehingga nikotin dengan mudah dapat diserap melalui mukosa mulut, karena itu perokok cendrung tidak menghisap asap rokok masuk ke paru-paru. Berbeda dengan rokok kertas, asap bakaran rokok tersebut lebih asam, sehingga susah diserap oleh mukosa mulut, karena itu asap rokok harus dihisap, agar dapat masuk ke dalam paru-paru untuk diserap. 2,24 Pada pertengahan tahun 1950an diperkenalkan rokok rendah nikotin dengan filter, namun rokok filter kurang efektif dalam menyaring partikel-partikel berukuran lebih kecil,
Universitas Sumatera Utara
hal ini menyebabkan semakin banyak zat-zat karsinogenik yang tertumpuk dibagian perifer paru dan karena kandungan nikotinnya rendah, maka perokok biasanya mengkompensasi nikotin yang rendah, dengan merokok dengan jumlah lebih banyak dan hisapan lebih dalam, dan pada akhirnya akan meningkatkan insidensi kanker paru jenis adenokarsinoma.
6,19
Berdasarkan kandungan tar dan nikotinnya maka dikelompokkan menjadi : 19 1.
Jenis rokok diaggap mengandung nikotin tinggi, jika rokok tersebut mengandung nikotin 2.0 mg – 2.7 mg dan mengandung tar 25.8 mg - 35.7 mg.
2.
Jenis rokok dianggap mengandung nikotin sedang, jika rokok tersebut mengandung nikotin 1.2 mg - 1.9 mg dan kandungan tar 17.6 mg - 25.7 mg.
3.
Jenis rokok dianggap mengandung nikotin dan tar rendah, jika dibawah kriteria sedang.
E. Paparan Pekerjaan Walaupun merokok adalah penyebab utama kanker paru, namun sebanyak 3% sampai 17% kanker paru disebabkan oleh paparan unsur-unsur karsinogenik
yang terdapat di
lingkungan pekerjaan. Unsur-unsur karsinogenik tersebut antara lain misalnya: asbestos, arsen, etil krometil, hidrokarbon polisiklik, kromium. Paparan paling sering menyebabkan kanker paru-paru adalah asbestos. Merokok tembakau bersinergisme dengan asbestosis untuk meningkatkan risiko relatif kanker paru
6-60 kali dibandingkan dengan bukan
perokok. Gas radon yang ditemukan secara alami dalam batu, tanah dan air tanah dapat juga meningkatkan risiko kanker paru. 2,3,23 F. Polusi Udara Terdapat bukti kuat yang
menyatakan bahwa polusi udara adalah salah satu
penyebab kanker paru. Polusi udara di dalam atau di luar ruangan, gas buangan kenderaan
Universitas Sumatera Utara
bermotor juga mengandung unsur-unsur karsinogenik. Belakangan terakhir ini, bahan dekorasi ruangan seperti formaldehid dan gas radon, mungkin juga berisiko menimbulkan kanker paru. 3 G. Penyakit Paru Sebelumnya Peradangan pada saluran napas, dapat menyebabkan pengeluaran tumorigenesis melalui beberapa mekanisme, seperti menginduksi stres oksidan dan lipid preoxidation.
25
Bukti epidemiologi menunjukkan peningkatan resiko menderita kanker paru pada orang yang memiliki riwayat penyakit paru sebelumnya. Pada beberapa kondisi, seperti Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOK) dan penyakit tuberkulosis, dapat menyebabkan karsinogenesis dengan membentuk daerah peradangan dan
kerusakan sel epitel paru.
Beberapa penyakit paru kronis lainnya seperti, tuberkulosis, pneumonia dan penyakit yang berhubungan dengan paparan zat-zat karsinogenik di lingkungan pekerjaan (asbes dan silika), juga dapat menyebabkan pembentuk fibrosis paru (scarring), fibrosis ini adalah proses akhir suatu peradangan, dimana luka sembuh dengan pembentukan jaringan ikat. 26 H. Hormonal Beberapa penelitian menyatakan bahwa hormon estrogen memiliki peranan terhadap terjadinya kanker paru, khususnya pada perempuan. Taiolin dan Wynear tahun 2007 melaporkan bahwa menopause dini, dapat menurunkan risiko kanker paru jenis adenokarsinoma pada perempuan sedangkan
pemberian terapi hormonal dapat
menyebabkan peningkatan resiko menderita kanker paru. Hormon estrogen eksogen maupun endogen mungkin berhubungan dengan, terjadinya kanker paru jenis adenokarsinoma. 26 I. Ganja (Marijuana/Cannabis)
Universitas Sumatera Utara
Merokok ganja mungkin memiliki potensi lebih besar menyebabkan kanker paru dibandingkan dengan merokok tembakau. Walaupun ganja mengandung konsentrasi zat karsinogenik polycylic aromatic hydrocarbon lebih dari dua kali lipat bila dibandingkan dengan yang terdapat dalam rokok, namun secara kualitatif asap ganja sangat mirip dengan asap tembakau. Ganja cendrung dihisap tanpa menggunakan filter, biasanya dihisap dengan hisapan dalam dan menahan napas lebih lama, hal ini menyebabkan penumpukan zat karsinogenik pada saluran napas bagian bawah. Karbon monoksida diserap lima kali lebih besar pada perokok ganja bila dibandingkan dengan perokok tembakau dengan konsentrasi asap yang dihirup sama. 27 Didalam tembakau ditemukan nikotin sedangkan didalam ganja ditemukan delta9tetrahydrocannabinol (THC) yang menyebabkan kecanduan atau ketergantungan psikologis atau keduanya. Didalam asap ganja terdapat THC dan
sekitar 60 senyawa
cannabinoid. Marijuana merupakan hasil pengeringan pucuk bunga dan daun ganja. Pada awalnya THC yang terdapat dalam asap ganja merelaksasikan otot polos saluran pernapasan, pada orang sehat maupun pada penderita asma stabil, menyebabkan bronkodilatasi, namun efek bronkodilatasi tersebut hanya dalam waktu relatif singkat, efek bronkodilatasi akan berkurang apabila digunakan secara berulang ( tachyphylaxis). 28 J. Asap tembakau lingkungan ( Envirimental Tabacco Smoke, ETS) Asap tambakau lingkungan atau asap rokok pasif adalah gabungan antara asap yang dihasilkan oleh “ sidestream” yaitu asap yang dihasilkan oleh pembakaran tembakau dan asap “mainstream” yaitu asap yang dihembuskan oleh perokok.
14
Asap mainstream dan
asap sidetream secara kwantitas sangat mirip, tetapi secara kualitas berbeda, karena kondisi
Universitas Sumatera Utara
pembakarannya yang berbeda. Asap sidetream mengandung zat karsinogenik dan zat beracun lebih tinggi, yang kemudian akan bercampur udara sekitarnya. Kadar cotinine sebagai biomarker terhadap paparan asap tembakau lingkungan yang terdapat didalam serum, urine, air liur, dapat dideteksi pada ≥ 80% populasi yang bukan
perokok.
29
Seseorang bukan perokok dapat terpapar asap rokok yaitu dirumah, tempat kerja, dan ditempat-tempat umum. 30 Asap tembakau lingkungan, mengandung sekitar 5000 zat kimia, termasuk 43 zat kimia yang telah diketahui sebagai zat karsinogenik pada manusia maupun hewan. 2 Risiko kanker paru menunjukkan peningkatan akibat paparan terhadap asap tembakau lingkungan. Dikalangan orang bukan perokok terutama perempuan, asap
tembakau
lingkungan bertanggung jawab terhadap sekitar 3.000 kematian karena kanker paru setiap tahunnya di Amerika Serikat. 30,31 Asap rokok pasif dari suami perokok Perokok pasif sebagai faktor risiko kanker paru, pertama sekali dipublikasikan pada tahun 1981, ketika itu dipublikasikan dua penelitian yang menyatakan bahwa risiko kanker paru meningkat pada perempuan bukan perokok yang memiliki suami seorang perokok. Hirayana melaporkan hasil penelitiannya di Jepang, risiko kanker paru lebih tinggi pada perempuan bukan perokok yang memiliki suami perokok, dibandingkan dengan perempuan bukan perokok yang memiliki suami juga bukan perokok. Seorang perempuan bukan perokok jika tinggal dengan suami perokok, memiliki risiko 24% lebih besar menderita kanker paru. 31
Universitas Sumatera Utara
The National Reasearch Council, bukti epidemiologi yang terakhir menyimpulkan bahwa seseorang yang memiliki pasangan hidup seorang perokok, kemungkinan 30 % lebih besar menderita kanker paru, bila dibandingkan dengan seorang bukan perokok dengan pasangan hidup juga bukan perokok. Hampir seperempat kasus kanker paru yang ditemukan dikalangan bukan perokok diperkirakan terjadi karena paparan terhadap asap rokok pasif. 31 Asap rokok pasif selama masa kanak-kanak Risiko kanker paru pada orang dewasa dapat dipengaruhi oleh paparan asap rokok melalui plasenta atau pada masa kanak-kanak. Cotinine dapat diukur dalam cairan plasenta seorang ibu perokok maupun seorang ibu bukan perokok yang terpapar asap rokok pasif dan thiocyanate dapat diukur dalam darah plasenta. Penelitian juga menunjukkan peningkatan aktivitas enzim yang memetabolisme benzo(a)pyrene dalam plasenta seorang perempuan perokok dan bahkan dapat juga ditemukan dalam plasenta perempuan bukan perokok yang terpapar asap rokok. Peningkatan ini juga ditemukan pada janin atau pada anak-anak yang terpapar asap rokok. Beberapa penelitan epidemiologi menunjukkan bahwa seorang anak yang memiliki ayah maupun ibu seorang perokok, akan meningkatkan terjadinya kanker pada usia anak-anak.
32
Paparan asap tembakau lingkungan selama masa kanak-kanak dan
remaja, meningkatkan risiko kanker paru pada saat dewasa. 33 Penelitian terbaru melaporkan bahwa perokok pasif selama masa kanak-kanak, meningkatkan risiko kanker paru sebanyak 3.6 kali pada saat berusia dewasa. 1 Asap rokok pasif dilingkungan ditempat bekerja Lebih dari 50 penelitian epidemiologi pada orang bukan perokok yang terpapar asap rokok pasif didalam rumah dengan atau tampa paparan asap rokok pasif tempat bekerja,
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan risiko kanker paru. Menghilangkan paparan asap rokok pasif baik di rumah, di lingkunagan pekerjaan, ditempat-tempat umum sangat dibutuhkan untuk menurunkan risiko menderita kanker paru diantara orang bukan yang tidak merokok. 18 K. Asap Masakan Asap bahan bakar rumah tangga (misalnya batu bara, kayu, biomassa) yang digunakan untuk memasak dan pemanas, telah dihubungkan dengan berbagai masalah kesehatan ( Kim dan Henley tahun 2002; Kiriz dkk tahun 2003; Mishra dkk tahun 1999, 2004; Pokhrel dkk tahun 2005; Schei dkk tahun 2004; Shrestha dan Shrestha tahun 2005; Tang dkk tahun 2006; Whichmann dan Voyi tahun 2006), termasuk juga kanker paru ( Hernandez-Garduno dkk tahun 2004; Hosgood dkk tahun 2008; Lan dkk tahun 2002, 2008; Mumford dkk tahun 1987). Bahan bakar diklasifikasikan mejadi dua yaitu bahan bakar padat ( batu bara, kayu) dan bahan bakar bukan padat ( listrik, minyak dan gas). Bahan bakar yang paling banyak merugikan kesehatan adalah bahan bakar padat, karena menghasilkan asap lebih banyak dibandingkan dengan bahan bakar bukan padat ( Haines dkk tahun 2007). 34
Menurut analisa global terbaru, WHO memperkirakan bahwa penggunaan bahan bakar padat rumah tangga di Cina menyebabkan sekitar 420.000 kematian dini setiap tahunnya.
34
Disamping paparan terhadap asap tembakau (baik pasif maupun aktif) dan
partikel-partikel udara di dalam ruangan dianggap sebagai faktor risiko, yang berpotensial terhadap berkembangnya kanker paru, sebagai contoh: paparan asap minyak goreng, asap pemasak dan pemanas (pembakaran batu bara dan kayu bakar), dupa, obat nyamuk bakar, dan radon dalam ruangan (Ko dkk tahun 2000; Wang dkk tahun 2002; Yu dkk tahun 2006;
Universitas Sumatera Utara
Zhang dan Smith 2007). Asap minyak goreng diketahui mengandung paling sedikit dua senyawa karsinogenik yaitu benzo(a)pyrene dan 2,4-decadienal yang merangsang kelangsungan hidup sel-sel paru melalui the nuclear factor –kB pathway (Hung dkk tahun 2005, 2007). Perempuan bukan perokok apabila
terpapar dengan asap minyak
penggorengan bersuhu tinggi, memiliki risiko menderita kanker paru lebih tinggi dan risiko tersebut semakin tinggi jika asap tidak dikurangi dengan menggunakan ekstraktor ( Ko dkk tahun 2002). 35 Bakar padat paling banyak digunakan di negara Cina adalah batu bara, sedangkan di negara barat paling banyak menggunakan bahan bakar kayu. Diseluruh negara kawasan Asia menggunakan bahan bakar batu bara untuk memasak dan pemanas, dimana hal ini nantinya akan meningkatkan kadar zat karsinogenik di dalam ruangan seperti polycylic aromatic hydrocarbon (PAHs) (International Agency For Research on Cancer (IARC) tahun 1983; Zhang dan Smith 2003). 34 IARC tahun 2010 menyimpulkan bahwa emisi di dalam ruangan yang berasal dari pembakaran bahan bakar batu bara bersifat karsinogenik bagi manusia (kelompok 1), sedangkan emisi dalam ruangan yang berasal dari pembakaran bahan bakar biomassa terutama kayu dan emisi yang berasal dari suhu minyak penggorengan yang tinggi, diklasifikasikan sebebagai zat karsinogenik pada manusia (kelompok 2A). 34,36
K. Inflamasi kronik Bukti terakhir menunjukkan bahwa proses inflamasi mungkin memiliki peran utama terhadap karsinogenesis. Penyakit paru sebelumnya seperti penyakit paru obstruksi kronis (PPOK: emfisema dan bronkhitis kronis), pneumonia, TB adalah penyebab utama
Universitas Sumatera Utara
peradangan di paru, dimana kondisi tersebut dapat berperan sebagai katalisator terhadap terjadinya neoplasma di paru dan tampaknya berhubungan dengan kanker paru.
38
Infeksi
juga meningkatkan airway remodeling yang dapat meningkatkan karsinogenesis. 37 Pada orang perokok, paparan asap rokok dapat memicu respon inflamasi pada saluran napasnya. Asap rokok memicu pelepasan berbagai jenis mediator inflamasi dan faktor pertumbuhan termasuk TGF-β, EGFr, IL-1, IL-8 dan G-CSF melalui stress oksidatf dan peradangan yang terjadi dapat berlangsung selama puluhan tahun setelah berhenti merokok. PPOK meningkatkan risiko kanker paru hingga 4.5 kali lipat pada perokok dalam jangka waktu yang lama. Sejauh ini PPOK adalah faktor risiko terbesar terhadap berkembangnya kanker paru pada orang perokok dan PPOK ditemukan pada 50-90% penderita kanker paru. 39
2.4. Patologi Secara keseluruhan kanker paru, lebih banyak ditemukan pada paru kanan dibandingkan paru kiri. Berikutnya kanker paru lebih sering terjadi pada lobus atas daripada lobus bawah paru. Pasokan darah ke tumor, diperoleh melalui arteri bronkial dari epitel bronkus. Bentuk penyebaran yang khas pada kanker paru adalah pertama sekali kanker paru menyebar ke kelenjar limfe hilus, kemudian masuk ke kelenjar limfe mediastinum (biasanya ipsilateral). Kanker paru dapat menyebar secara hematogen ke hati, adrenal, paru, tulang, ginjal dan otak. Metastasis ke tulang biasanya adalah osteolytic. 12 2.5. Diagnosis Kanker Paru Seseorang yang disangkankan menderita kanker paru, maka tujuan pemeriksaan klinis adalah menentukan jesis histologi dan stadium kanker paru tersebut, hal ini penting
Universitas Sumatera Utara
untuk menentukan rencana pengobatan yang tepat. Komponen dalam pemeriksaan klinis tersebut adalah: 40 a.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
b.
Pemeriksaan darah rutin
c.
Foto toraks
d.
CT scan toraks
e.
Pencitraan tambahan lain yang diperlukan
f.
Biopsi diagnostik
2.5.1. Manifestasi Klinis Parenkim paru tidak memiliki serat saraf sensorik, karena itu gejala klinis kanker paru biasanya timbul setelah ada penekanan, invasi atau metastasis tumor ke organ atau struktur lainnya. 41 Manifestasi klinis dapat dibagi menjadi: A. Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal) Gejala lokal yang timbul berupa batuk berdahak, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, obstruksi saluran napas biasanya terjadi setelah tumor berukuran besar.40,41,42 1. Batuk disebabkan oleh tumor endobronkial, pneumonia atau efusi pleura.
Batuk
biasanya kronis dan tidak berdahak. Batuk berdahak yang berlebihan biasanya didapati pada bronkoalveolar sel karsinoma. Obstruksi pada bronkus utama atau bronkus lobaris, dapat mengganggu pengeluaran sputum, menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan akan menimbulkan pneumonia. 2. Batuk darah biasanya ditemukan pada lesi endobronkial, tetapi dapat juga terjadi sebagai konplikasi kanker paru itu sendiri, misalnya emboli paru dan pneumonia.
Universitas Sumatera Utara
3. Nyari dada, pada umumnya terjadi sebagai akibat invasi tumor ke pleura, ke dinding dada dan ke mediastinum. Invasi lokal tumor ke struktur yang berdekatan, seperti tulang rusuk dan tulang belakang dapat menyebabkan nyeri dada yang menetap. 4. Sesak napas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penyakit pada endobronkial, atelektasis, emboli paru, penyebaran tumor ke kelenjar limfe dan efusi perikardial yang menyebabkan aritmia dan temponade. B. Manifestasi Intratorakal Ekstrapulmonal 1. Sindroma Vena Kava Superior (SVKS) 2. Tumor yang berlokasi di lobus atas paru kanan atau kelenjar mediastinum, dapat menginvasi atau menekan vena kava superior. Gambaran klinis SVKS adalah sesak napas, bengkak pada muka, leher dan lengan, batuk, orthopnue, nyeri dada dan sakit kepala, sedangkan tanda klinis SVKS adalah pelebaran vena dileher, wajah sembab, venektasi vena dileher, daerah dada maupun punggung, bengkak pada lengan dan edema. 40,41,43 3.
Sindroma Horner,s Tumor
yang berada di apikal dapat meluas, melibatkan saraf simpatis dan
menyebabkan sindroma Horner,s (kelopak mata jatuh, pupul mengecil, tidak berkeringat pada satu sisi wajah).
41,43,44
Tumor apikal juga dapat melibatkan plexus
brakialis, menyebabkan nyeri pada bahu dan leher, terjadinya atropi pada otot-otot kecil di tangan. 41 4.
Suara Serak Tumor pada paru kiri, dapat menekan nervus laringeus rekurens yang berada tepat diatas arcus aorta menyebabkan paralisis pita suara sebelah kiri. 41 Tumor mediastinum
Universitas Sumatera Utara
yang besar, dapat menyebabkan paralisis pita suara bilateral, menyebabkan stridor akibat sumbatan pada saluran napas bagian atas. 40 5.
Disfagia Invasi tumor secara langsung atau kelenjar mediastinum yang membesar dapat menyebabkan penekanan pada oesophagus, menyebabkan disfagia. 45
C. Manifestasi Ekstratorakal Non Metastasis Kira-kira 10-20% penderita kanker paru mengalami sindroma paraneoplastik, hal ini terjadi bukan karena invasi tumor secara langsung, melainkan karena polipeptida yang dihasilkan oleh sel-sel tumor, yang menyerupai hormon. 45,46 Tabel 2. Sindroma paraneoplastik. 41 Sering terjadi Secara umum Anoreksia Kaheksia Penurunan berat badan Jari tabuh HPAO Demam Endokarditis mirantik Endokrin Hiperkalsemia SIADH Hematologi Anemia Polisitemia Neurologi Sindroma miastenia Lambert-Eaton Neuropati perifer
Jaringan ikat / vaskulitis Dermatomiositis/polimiolitis Sistemik Lupus Eritematosus Kulit Acanthosis nigricans Iktiosis didapat Keratoderma palmoplantar didapat Dermatomiositis Eritema annulare Dermatitis eksfoliatif Pemfigus Pruritis Endokrin Akromegali Sindroma karsinoid Sindroma Cushing Genekomastia
Jarang terjadi Hiperkalsitonemia Hipoglikemia Hipofosfatemia Asidosis laktat Hematologi Amiloidosis Eosinofilia Lekositosis Reaksi lekoeritroblastik Polisitemia Trombositopenia Neurologi Neuropati otonomik Degenerasi serebelar Encefalitis limbic Miolinosis pontin Retinopati Ginjal Glomeronefritis Tubulointerstitial
Universitas Sumatera Utara
D. Manifestasi Ekstratorakal Metastasis Kanker paru lebih sering bermetastasis ke adrenal, kelenjar, hati, tulang dan
ke
susunan saraf pusat (SSP). 12,40 1. Metastasis ke adrenal Metastasis ke adrenal, paling banyak ditemukan pada KPKSK, sering tampa gejala dan jarang ditemukan pada pemeriksaan fisik, namun ditemukan pada pemeriksaan radiologi secara rutin (foto toraks dan CT scan toraks), metastasis adrenal yang luas dapat menyebabkan nyeri punggung dan bilateral metastasis adrenal dapat menyebabkan terjadinya insufisiensi adrenal. 40 2. Metastasis ke hati Metastasis kanker paru ke hati lebih sering ditemukan pada penderita KPKSK dari pada penderita KPKBSK. Keluhan paling sering ditemukan adalah anoreksia, perasaan tidak nyaman, dan penurunan berat badan dan gejala klinis yang jarang ditemukan adalah ikterik, nyeri perut kanan atas berhubungan dengan hepatomegali. 40
3.
Metastasis ke susunan saraf pusat Sering ditemukan pada KPKBSK (terutama adenokarsinoma) maupun
pada
KPKSK. Gejala klinis metastasis ke otak adalah nyeri kepala, perubahan status mental, kejang, mual dan muntah, defisit fokal motorik dan sensorik. 40 4.
Metastasis ke tulang Sepertiga dari penderita kanker paru, bermetastasis ke tulang, gejala paling sering berupa nyeri tulang, biasanya asimptomatik, diketahui pada saat melakukan CTtulang atau adanya hiperkalsemia. 40
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik bukan saja menentukan lokasi tumor, tetapi juga untuk menentukan kelainan lainnya pada tubuh penderita, misalnya tumor di daerah leher, supraklavikula, aksila, payudara dan dinding dada, intraabdominal atau pembesaran prostat pada laki-laki. Dengan pemeriksaan teliti dapat memprediksi kegawatan, misalnya tanda- tanda sindrom vena kava superior karena penekanan tumor. Tanda-tanda lainnya adalah edema pada wajah dan lengan kanan disertai peningkatan tekanan vena jugularis dan tampak venektasi di dada. 47
2.5.3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium dapat menjadi indikasi yang bermanfaat dalam menilai kemungkinan adanya metastasis (misalnya: fungsi hati meningkat, kemungkinan telah terjadi metastasis ke hati, peningkatan alkalin fosfatase kemungkinan menunjukkan telah terjadi metastasis ketulang). Pemeriksaan laboratorium juga dapat menilai kelainan metabolik dan paraneoplastik (misalnya: hiperglikemia, hipokalemia). Penurunan laktat dehidrogenase dan albumin merupakan pentanda prognosa yang jelek pada kanker paru. 40 2.5.4. Pemeriksaan Radiologi Gambaran pancitraan pada kanker paru, dapat dipertimbangkan sebagai tumor yang terdapat disentral dan tumor yang terdapat di perifer. Tumor yang terdapat di sentral adalah tumor yang berada dekat dengan hilus/bronkus sekmentalis dengan/atau tampa adanya kollaps atau konsolidasi paru bagian distal. Dapat ditemukan adanya gambaran berikut ini: 48
1. Golden S Singn
Universitas Sumatera Utara
2. Pembesaran hilus 3. Konsolidasi lobus yang luas 4. Massa di sentral 5. Berkurangnya ukuran saluran napas 6. Pneumonia persisten 7. Pneumonia berulang Tumor yang terdapat diperifer adalah tumor yang terdapat diluar dari tumor hilus/ tumor bronkus sekmentalis. Dapat ditemukan gambaran berikut ini: 48 1. Biasa tumor berukuran besar dan berbentuk tidak beraturan 2. Pada foto toraks ukuran 1cm jarang dapat dilihat 3. Biasanya tumor berbentuk bulat, oval atau lobulated 4. Sudut tumor biasanya lobular atau tidak beraturan, pada kasus yang jarang dapat menyerupai pneumonia 5. Korona radiata kurang spesifik 6. Dapat terlihat sebagai mucocele 7. 16% kasus dapat terlihat sebagai kavitas pada foto toraks, pada CT scan toraks dapat terlihat lebih sering. 8. Air bronchogram dan cystlike lucencies jarang terlihat pada foto toraks walaupun 25% kasus dapat terlihat pada CT scan toraks. 9. Kalsifikasi sebenarnya jarang terlihat pada foto toraks dan sejumlah kecil dapat terlihat pada CT scan toraks.
Universitas Sumatera Utara
A. Foto Toraks Diperlukan foto toraks posteroanterior dan lateral, kelainan dapat dilihat jika ukuran massa tumor lebih dari 1 cm. Pemeriksaan foto toraks, dapat memberikan informasi tentang ukuran, bentuk, kepadatan dan lokasi tumor. Pemeriksaan foto toraks juga dapat memberikan informasi tentang limfadenopati toraks, efusi pleura, efusi perikardial, infiltrat, pneumonia dan konsolidasi. Perubahan bentuk mediastinum akibat limfadenopati, metastasis ke iga dan struktur tulang lainnya juga dapat dilihat. 16,20,44 Foto toraks juga dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan jenis histologi tumor, karsinoma sel skuamousa cendrung sebagai massa berukuran besar, berlokasi di sentral (hilar atau para hilar), menyebabkan nekrosis
luas dan pada sepertiga kasus
karsinoma sel skuamosa didapati adanya kavitas, apabila berada diperifer biasanya sebagai nodul atau massa yang besar. Dua pertiga adenokarsinoma ditemukan di perifer dengan diameter tumor biasanya lebih dari 4 cm tetapi dapat juga di temukan di sentral atau tumor endobronkial. 16,20,49 Tabel 3. Gambaran foto toraks berdasarkan tipe histologi kanker paru. 50 Gambaran radiologi Nodul ≤ 4cm Lokasi perifer Lokasi sentral Massa Hilar/parahilar Kavitas Keterlibatan pleura/dinding dada Adenopati hilar Adenopati mediastinal
Karsinoma skuamosa 14% 29% 64% 40%
sel Adenokarsinoma 46% 65% 5% 17%
Karsinoma sel kecil 21% 26% 74% 78%
Karsinoma sel besar 18% 61% 42% 32%
5% 3%
3% 14%
0% 5%
4% 2%
38% 5%
19% 9%
61% 14%
32% 10%
Universitas Sumatera Utara
B. CT scan Toraks CT-scan toraks (Computed Tomographic Scan) dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik dibandingkan dengan foto toraks, dalam mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening hilus dan mediastinum, efusi pleura, efusi perikardial, invasi tumor ke dinding toraks dan struktur mediastinum, dapat mendeteksi tumor dengan ukuran kurang dari 1cm. Diameter kelenjar getah bening lebih besar dari 1cm dianggap tidak normal dan ketika diameternya lebih besar dari 1.5 cm maka CT-scan memiliki spesifisiti hampir 85% di dalam menentukan metastasis ke kelenjar limfe mediastinum.
16,40,42
C. PET (Positron Emission Tomography) atau PET-CT Adalah prosedur yang tidak invasif dalam menilai pembesaran kelenjar getah bening, dengan sensitifitas 74% dan spesisifiti 85%, namun jika pembesaran kelenjar getah bening lebih besar sensitifitasnya dapat menjadi 100% dengan spesifiti
79%. 17
D. MRI (Magnetic Resonance Imaging Scan) Dengan pemeriksaan MRI scan dapat memberikan informasi lebih rinci tentang invasi tumor ke struktur toraks, pada pancoast tumor, sangat penting untuk menilai invasi tumor ke vaskular, saraf plexus brakialis dan ketika kanker paru direncanakan untuk tindakan operasi. 17 E. CT scan Abdomen Jarang diperlukan secara rutin, karena dengan CT scan toraks pada umumnya telah mencakup pemeriksaan abdomen bagian atas sehingga telah dapat mengevaluasi metastasis ke hati. 40
Universitas Sumatera Utara
F. Pemeriksaan Radiologi Tambahan Dalam menentukan stadium kanker paru, diperlukan pemeriksaan radiologi tambahan.
40
Untuk mendeteksi metastasis yang jauh diperlukan pencitraan yang tepat
dengan : 17 1.
CT atau MRI kranial dengan kontras
2.
Bone Scientigraphy
3.
Ultrasonografi
4.
CT atau MRI hati dan adrenal
5.
PET atau PET- CT
2.5.5. Diagnosis Berdasarkan Pemeriksaan Histologi Diagnosis akhir kanker paru adalah pemeriksaan histologi yang menyatakan adanya keganasan. Diagnosis keganasan pada penderita yang disangkakan menderita kanker paru, diperlukan prosedur yang kurang invasif untuk mengambil jaringan untuk pemeriksaan histologi. 40 a.
Sitologi sputum Adalah pemeriksaan sederhana dan tidak invasif dalam menentukan kanker paru, sangat tergantung kepada ukuran tumor, jarak tumor dengan saluran napas besar dan kemampuan penderita untuk mengeluarkan dahak, sebagai bahan pemeriksaan yang memadai. Pada lesi berukuran kecil yang terdapat di perifer, hasil pemeriksaan sitologi sputum kurang dari 20%. Sel-sel ganas dalam sputum dapat ditemukan pada 50% penderita. 20,40
Universitas Sumatera Utara
b.
Aspirasi Jarum Halus (AJH) Pada penderita dengan pembesaran kelenjar getah bening superfisial atau metastasis dermal, aspirasi jarum halus menghasilkan diagnosis positif
dengan resiko
pemeriksaan yang ringan, sedangkan pada penderita efusi pleura, torakosintesis diagnostik adalah prosedur pemeriksaan dengan resiko rendah tetapi hasil pemeriksaan yang tinggi. 40 c.
Bronkoskopi Dengan bronkoskopi serat optik lentur (BSOL), dapat menentukan jenis histologi dan stadium kanker paru. BSOL merupakan pemeriksaan utama untuk menentukan jenis histologi kanker paru
primer, dengan sensitivitas 88% pada tumor yang
terdapat di sentral dan 78% pada tumor yang terletak di perifer.
17
Dengan
bronkoskopi lesi di sentral dapat dilihat secara langsung, bahan pemeriksaaan dapat diambil dengan menggunakan
biopsi forsep, bilasan dan sikatan bronkus.
Sedangkan lesi di perifer bahan pemeriksaan dapat diambil dengan tindakan biopsi transbronchial needle aspiration (TBNA), bilasan dan sikatan, dan hasil pemeriksaan
tergantung pada ukuran lesi (misalnya lesi lebih keci dari 2 cm; hasil
pemeriksaan positif sekitar 20% dan lesi lebih besar dari 4 cm hasilnya dapat mencapai lebih dari 80%). 40 d.
Transthorasic Needle Aspiration (TTNA) Digunakan pada lesi yang terletak di perifer, dan kelenjar getah bening mediastinum yang tidak dapat diakses dengan BSOL.
43
Lesi terletak di perifer dan ukuran lebih
dari 2 cm maka TTNA dapat dilakukan dengan bantuan flouroskopi atau USG.
Universitas Sumatera Utara
Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di sentral dapat dilakukan TTNA dengan tuntunan CT-Scan. 16 2.6. Histologi Kanker Paru Karsinoma bronkogenik dibagi menjadi empat jenis histologi yang utama berdasarkan sifat biologi dan penanganan dan prognosisnya yaitu: 17,20 1.
Kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) sebanyak 70% - Karsinoma sel skuamosa (52%) - Adenokarsinoma (13%) - Karsinoma sel besar (5%)
2.
Kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) sebanyak 30%
2.6.1. Karsinoma Sel Skuamosa Karsinoma sel skuamosa dikenal juga sebagai karsinoma epidermoid, karena mengandung struktur keratin menyerupai kulit. Karsinoma sel skuamousa timbul dari epitel skuamousa pada saluran napas yang besar dan berkembang secara cepat, paling sering berlokasi di sentral dan parahilar, ditemukan paling banyak pada laki-laki perokok dalam waktu yang lama dan rata-rata usia ketika ditemukan sekitar 57 tahun. Bukti terbaru mengatakan bahwa human papilomavirus dapat menyebabkan karsinoma sel skuamousa. 6,44 2.6.2. Adenokarsinoma Adenokarsinoma sering ditemukan pada perempuan berusia lebih tua dan bukan perokok. Adenokarsinoma berhubungan erat dengan fibrosis paru yang luas dan haneycomb lung. Adenokarsinoma timbul dari sel-sel glandular, seperti sel-sel goblet, sel pneumosit tipe
Universitas Sumatera Utara
II, dan sel klara. Jenis sel ini paling banyak berhubungan dengan pekerjaan dan 90% adenokarsinoma terjadi antara umur 40-69 tahun, usia rata-rata ketika di diagnosis adalah 53.3 tahun. Karena letak tumor di perifer jarang menyebabkan gejala obstruktif dan biasanya tidak ada gejala klinis.20 2.6.3. Karsinoma Sel Besar Lokasi karsinoma sel besar berubah-ubah, tetapi biasanya berlokasi di sentral. Lesi di perifer ukurannya lebih besar dari adenokarsinoma. Kanker ini dapat juga menyebabkan batuk berdahak atau batuk darah. Ketika
terdapat pada saluran napas utama, dapat
menyebabkan obstruksi pneumonia. 20 2.6.4. Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil Kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) memiliki hubungan yang sangat kuat dengan kebiasaan merokok.
35
Jenis kanker ini berkembang dan bermetastasis secara cepat,
umumnya ditemukan sebagai massa di sentral (hilar atau para hilar) dengan atau tampa adanya kollaps labaris, sering menyebar mengakibatkan perbesaran kelenjar getah bening mediastinum, dan obstruksi vena kava superior. 12 KPKSK timbul dari sel-sel endokrin, selsel kulchitsky dan sistem membran
amine precursor uptake decarboxylase (APUD).
KPKSK adalah keganasan yang paling progresif dari semua karsinoma bronkogenik.
46
2.7. Penderajatan (Staging) Kanker Paru Setelah ditegakkan diagnosis sebagai kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK), maka stadium yang akurat harus ditentukan, berdasarkan sistim TNM (T untuk tumor primer; N untuk kelenjar getah bening regional; M untuk metastasis jauh) karena hal tersebut sangat penting untuk menentukan terapi yang akurat. Secara konvensional stadium
Universitas Sumatera Utara
kanker paru, paling sering ditentukan berdasarkan CT scan toraks dan abdomen bagian atas. Namun demikian pencitraan CT memiliki sensitiviti terbatas, dan sering sering tidak dapat membedakan, apakah pembesaran kelenjar getah bening mediastinum disebabkan oleh keganasan atau karena reaksi hiperplasi jinak. Sangat berbeda dengan PET dengan fluorine 18-labeled fluorodedeoxyglucosa, memiliki sensitivitas yang lebih tinggi untuk mendeteksi metabolisme keganasan yang aktif dan dapat mengakibatkan perubahan stadium dan rencana pengobatan pada KPKSBK. 1,17 Tumor marker tidak dilakukan untuk diagnosis kanker paru, tetapi hanya bermanfaat untuk evaluasi hasil terapi. Pada kondisi tertentu diagnosis tidak dapat ditegakkan meskipun telah dilakukan berbagai prosedur diagnosa, maka torakotomi eksplorasi dapat dilakukan. 47,51
Tabel 4. Sistim TMN versi 6 (2002) dengan versi 7 (2009) dalam penderajatan KPKBSK. 17,48
Versi 6 TX Tumor primer sulit dinilai, atau terdapat sel ganas pada sputum atau cairan bronchial lavage, tetapi tidak tampak secara radiologis atau bronkoskopik T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer Tis Karsinoma in situ T1 Diameter tumor ukurannya
Versi 7 Tx Tumor primer sulit dinilai, terdapat sel ganas pada sputum atau cairan bronchial lavage, tapi tidak tampak secara radiologis dan bronkoskopik T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer Tis Karsinoma in situ T1 Diameter tumor ukurannya≤3cm,
Universitas Sumatera Utara
T2
≤3cm, dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral, tidak ada bukti secara bronkoskopik infiltrasi proximal ke bronkus lobaris (belum sampai ke bronkus utama) T1a T1b Tumor > 3cm diikuti oleh satu T2 dari gambaran berikut ini : - tumor primer mengenai bronku utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina - invasi tumor ke pleura viseral - berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang meluas kedaerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru. T2a T2b
T3
Tumor dengan berbagai ukuran T3 dengan invasi secara langsung pada salah satu struktur berikut ini: - dinding dada (termasuk tumor sulkus superior) - diafragma - nervus frenikus - pleura mediastinum - perikardium parietal atau tumor terdapat dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2cm sebelah distal karina, tetapi belum mengenai karina; atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru.
T4
Tumor berbagai ukuran yang T4 menginvasi salah satu struktur berikut: - mediastinum - jantung
dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral, tidak ada bukti secara bronkoskopi infiltrasi proximal ke bronkus lobaris (belum sampai ke bronkus utama). Diameter tumor ≤ 2 cm Diameter tumor > 2cm tapi ≤ 3 cm Tumor > 3cm tetapi≤7cm diikuti oleh satu dari gambaran berikut ini : - tumor primer mengenai bronku utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina - invasi tumor ke pleura viseral - berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang meluas kedaerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru. Diameter terbesar tumor > 3cm tetapi ≤ 5cm Diameter terbesar tumor > 5 cm tetapi ≤ 7cm Diameter tumor > 7cm atau tumor berbagai ukuran dengan invasi secara langsung pada salah satu struktur berikut ini: - dinding dada ( termasuk tumor sulkus superior) - diafragma - nervus frenikus - pleura mediastinum - perikardium parietal atau tumor terdapat dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2cm sebelah distal karina, tetapi belum mengenai karina; atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru, atau nodul tumor satelit pada lobus yang sama. Tumor berbagai ukuran yang menginvasi salah satu struktur berikut ini: - mediastinum - jantung
Universitas Sumatera Utara
-
N X N0 N1
N2
N3
pembuluh darah besar trakea nervus laryngeal reccurent - esofagus - vertebra - karina atau penyebaran nodul tumor pada lobus yang sama atau tumor dengan efusi pleura ganas atau efusi perikardial Kelenjar getah bening regional belum dapat di evaluasi Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung. Metastasis pada kelenjar getah bening mediastinum ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada kelenjar getah bening subkarina. Metastasis pada kelenjar getah bening hilus dan mediastinum kontralateral, atau KGB skalenus / supraklavikula ipsilateral atau kontralateral. Metastasis tidak dapat dinilai
M X M0 Tidak ditemukan metastase jauh M1 Metastase jauh temasuk, penyebaran nodul tumor ke lobus paru yang lain
- pembuluh darah besar - trakea - nervus laryngeal reccurent - esofagus - vertebra - karina atau penyebaran tumor nodul satelit pada lobus berbeda ipsilateral.
NX N0 N1
N2
N3
MX M0 M1 M1a
M1b
Kelenjar getah bening regional belum dapat di evaluasi Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung. Metastasis pada kelenjar getah bening mediastinum ipsilateral dangan atau tanpa metastasis pada kelenjar getah bening subkarina. Metastasis pada kelenjar getah bening hilus dan mediastinum kontralateral, atau KGB skalenus / supraklavikula ipsilateral atau kontralateral. Metastasis tidak dapat dinilai Tidak ditemukan metastase jauh Metastasis jauh Penyebaran nodul tumor ke dalam lubus kontralateral, nodul pada pleura, efusi pleura ganas atau efusi perikardial Metastasis jauh
Tabel 5. Penderajatan Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil.17,48
Occult Carcinoma
Versi 6 T N X 0
M 0
Versi 7 T N 0 0
Universitas Sumatera Utara
M 0
0 I
IA IB IIA
II
IIB III
IIIA
IIIB IV
Is 1 2 1
0 0 0 1
0 0 0 0
2 3 1-3 3
1 0 2 1
0 0 0 0
4 Any Any
0-2 3 Any
0 0 1
IA IB IIA
IIB IIIA
IIIB IV
Is 1a,b 2a 1a,b 2a 2b 2b 3 1,2 3 4 4 Any Any
0 0 0 1 1 0 1 0 2 1,2 1,0 2 3 Any
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1a,b
Kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) atau small cell lung carcinoma (SCLC) terdiri dari : 17 a. Stadium terbatas (limited), jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks) b. Stadium luas (extensive), jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau menyebar ke organ lain 2.8. Penatalaksanaan Kanker Paru Penatalaksanaan kanker paru, berdasarkan jenis histologis kanker paru, stadium penyakit, tampilan umum (performance status) dan keuangan.
16
Modalitas terapi lokal
adalah dengan pembedahan dan radioterapi. Terapi sistemik dengan kemoterapi secara konvensional dan target terapi. Dapat diberikan radiokemoterapi, dimana radioterapi dan kemoterapi diberikan secara bersamaan. Kemoterapi, radioterapi dan radiokemoterapi dapat diberikan sebelum dilakukan operasi (terapi neoajuvan) atau diberikan setelah pembedahan (terapi ajuvan). Jika histologi tumor gabungan diantara KPKBSK dan KPKSK maka seharusnya ditangani sebagai KPKSK. 17 2.8.1. Penanganan Pada Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil
Universitas Sumatera Utara
A. Stadium I dan II 25%-30% KPKBSK di diagnosis pada stadium dini. Pada penderita ini jika tidak ditemukan kontraindikasi terhadap pembedahan, maka reseksi adalah terapi pilihan. Prosedur bedah onkologi termasuk lobektomi, bilobektomi dan pneumonektomi, dengan limfadektomi mediastinal sistemik. Setelah reseksi tumor secara keseluruhan, dapat dilanjutkan dengan kemoterapi ajuvan dengan platinum based therapy direkomendasikan pada stadium II, tetapi secara umum tidak direkomendasikan pada kanker paru stadium I. Radioterapi ajuvan tidak direkomendasikan setelah reseksi komplit. Pada penderita stadium I dan II yang tidak dapat menjalani pembedahan dianjurkan radioterapi kuratif. 17
B. Stadium IIIA 15%-20% KPKBSK di diagnosis pada stadium IIIA, stadium ini sama dengan status T3N1M0. Pada stadium ini sering kali didapati kontraindikasi untuk pembedahan. Jika tidak ada kontraindikasi lakukan pembedahan, kemudian lanjutkan dengan kemoterapi ajuvan. Pada status T3N2M0 (10%) adalah menjadi batas pada stadium IIIA yang dapat dilakukan tindakan operasi. Pada kasus dimana N2 ditemukan pada saat preoperasi dan pascapembedahan, dengan kondisi umum penderita baik, maka direkomendasikan kemoterapi ajuvan platinum based dan dipertimbangkan pemberian radioterapi. Pada kasus N2 diketahui sebelum operasi dengan kelanjar getah bening yang terlibat adalah luas direkomendasikan radiokemoterapi dan bila kondisi penderita baik terapi diberikan secara bersamaan. 17
Universitas Sumatera Utara
C. Stadium IIIB Ditemukan sekitar 10%-15% KPKBSK ditemukan pada stadium IIIB. Terapi yang diberikan adalah radiokemoterapi. Pada semua penderita stadium IIIB berdasarkan N3 (tidak ada efusi pleura dan efusi perikardial) rejimen yang menjadi pilihan adalah radiokemoterapi dengan platinum based. Pada kondisi penderita yang baik terapi dengan kemoradioterapi sekuensial lebih disukai. 17 D. Stadium IV 40%-50% penderita KPKBSK di diagnosis pada stadium IV, hanya dapat diberikan pengobatan paliatif. Keberhasilan pengobatan tergantung pada penderita.17
2.8.2. Penanganan Pada Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil Kemoterapi adalah terapi pilihan untuk KPKSK stadium terbatas atau stadium luas. Tambahan radiasi dapat dilakukan setelah kemoterapi 6 siklus. 16 2.8.3. Targeted Therapy Targeted therapy adalah obat kanker yang menggunakan reseptor untuk membunuh sel kanker, yang telah banyak digunakan saat ini adalah obat yang bekerja sebagai TKI (tirosin kinase inhibitors). Seperti erlotinib dan gefitinib, obat golongan ini lebih sederhana cara pemberiannya dan ringan efek sampingnya, tetapi pemanfaatannya sebagai terapi lini pertama masih perlu pembuktian lebih lanjut. 16
Universitas Sumatera Utara