BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keterlambatan Rujukan Keterlambatan mendapatkan pelayanan kesehatan yang tepat merupakan salah satu penyebab kematian yang tinggi pada ibu bersalin, khususnya di negara berkembang dengan sarana dan fasilitas terbatas. Di negara Indonesia sendiri, sarana dan fasilitas kesehatan masih belum merata diberbagai daerah dan ditambah lagi dengan biaya kesehatan yang tidak murah. Hal ini mengakibatkan masyarakat masih memilih pengobatan tradisional yang mudah ditemukan dengan biaya lebih terjangkau. Namun penanganan yang tidak tepat membuat timbulnya penyakit lain atau komplikasi dari penyakit sehingga lebih parah. Padahal sebagaian besar kematian yang dihadapi masih dapat diselamatkan, bila pertolongan pertama dapat diberikan secara adekuat (Wahyuningsih, 2009) . Sumber keterlambatan adalah kemiskinan dan pengetahuan yang rendah dan kurangnya pengertian kesejajaran antara pria dan wanita. Keterlambatan pengambilan keputusan untuk merujuk karena perlu mendapat restu suami, keluarga, dan pemuka masyarakat. Selain itu, keterlambatan terjadi karena kekurangan dana dan pada akhirnya keterlambatan memberikan pertolongan di tempat rujukan darurat dan komprehensif (Manuaba, 2001). Sistem rujukan merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan di mana terjadi pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kesehatan yang timbul secara horizontal maupun vertikal, baik kegiatan pengiriman penderita, pendidikan maupun penelitian (Saifuddin, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Sistem rujukan di Indonesia adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggungjawab dan wewenang secara timbal balik dalam pelayanan kesehatan terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya untuk menciptakan suatu pelayanan kesehatan yang paripurna. Tujuan utama sistem rujukan adalah mampu menyelamatkan ibu, anak dan bayi baru lahir, melalui program rujukan terencana dalam satu wilayah kabupaten, kotamadya, atau provinsi (Wahyuningsih, 2009). Di Indonesia keterlambatan rujukan dimungkinkan terjadi, mengingat keadaan geografis dengan daerah luas dan distribusi penduduk yang tidak merata. Di samping itu, rumah sakit kabupaten belum seluruhnya mampu memberikan pertolongan pertama yang sangat diperlukan. Keterlambatan dalam mendapatkan pertolongan menjadi kunci utama penyebab tingginya AKI dan AKB di Indonesia. Keterlambatan yang terjadi, dikelompokkan menjadi : a.
b.
Terlambat memutuskan rujukan yang disebabkan : -
Kemiskinan dan pengetahuan yang rendah.
-
Faktor kultur keluarga dan masyarakat.
-
Kekurangan sarana penunjang.
Terlambat dalam perjalanan : -
Distribusi penduduk yang tidak merata
-
Dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki daerah luas dan kepulauan.
-
Pusat pelayanan kesehatan tidak merata.
Universitas Sumatera Utara
c.
d.
Terlambat dalam memberikan pertolongan di pusat kesehatan. -
Kekurangan sarana penunjang.
-
Kesiapan memberikan pertolongan belum memadai.
-
Terlambat mengambil keputusan tindakan.
Terlambat diterima di pusat pelayanan kesehatan. -
Keadaan umum penderita yang tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan segera.
-
Diterima dalam keadaan kritis.
-
Obat-obatan “live saving” tidak tersedia (Manuaba, 2001).
Dalam buku Modul Dasar : Bidan di Masyarakat, dikatakan bahwa keterlambatan berarti kematian. Keterlambatan dapat terjadi dimana saja dan untuk alasan yang berbeda; bahwa keterlambatan dapat menyebabkan kematian atau komplikasi yang serius yang dapat mengakibatkan morbiditas; bahwa keterlambatan dapat dicegah; dan bahwa mengatasi masalah ini akan membantu mengurangi masalah kematian ibu. Tahap-tahap keterlambatan, digambarkan dalam 3 tahap : 1.
Keterlambatan dalam keputusan untuk mencari pelayanan, hal ini dipengaruhi oleh :
2.
-
Status ekonomi,
-
Status pendidikan,
-
Status wanita,
-
Karakteristik penyakit.
Keterlambatan dalam mencapai fasilitas kesehatan, hal ini disebabkan oleh : -
Jarak
Universitas Sumatera Utara
-
Transportasi
-
Jalan
-
Biaya
3. Keterlambatan dalam menerima penanganan yang tepat (Widyastuti, 2001). Sistem rujukan merupakan masalah tersendiri dalam mata rantai tingginya AKI dan AKB. Beberapa faktor yang menyebabkan terlambat melakukan rujukan, diantaranya : -
Faktor kemiskinan dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang arti penting rujukan untuk mendapatkan pertolongan tepat, cepat, dan adekuat.
-
Sistem komunal masyarakat dapat menghambat rujukan karena masih memerlukan persetujuan keluarga dan pemuka masyarakat.
-
Belum tersedianya sarana angkutan khusus dari masyarakat dan pemerintah sehingga hambatan dapat diatasi dengan mudah, murah, dan aman (Manuaba, 2001). Sebagai negara dengan daerah yang luas serta penduduk yang padat, tetapi
distribusi tidak merata, masih sulit untuk mengatasi sistem rujukan sehingga menimbulkan faktor keterlambatan rujukan, terlambat diterima di tempat pelayanan, terlambat dikirimkan karena perjalanan yang ditempuh panjang serta memerlukan waktu, dan terlambat mengambil tindakan merupakan masalah tersendiri untuk dapat dikendalikan. Keterlambatan rujukan juga tergantung pada penolong pertama ibu untuk bersalin. Tingkat pendidikan dan pengalaman dari penolong sangat membantu untuk mendeteksi situasi yang memerlukan penanganan yang lebih adekuat. Tidak jarang
Universitas Sumatera Utara
ibu bersalin ditolong oleh keluarga sendiri atau dukun beranak karena pengalaman persalinan terdahulu. Padahal setiap persalinan berbeda-beda bawaan dan masalah yang dapat terjadi. Komplikasi dan penyakit lain dapat timbul seiring dengan bertambahnya usia, jumlah kelahiran, banyaknya kehamilan dan abortus, dan lainlain. Ketidaktahuan akan tanda-tanda bahaya ini, mengakibatkan tingkat morbiditas ibu menjadi lebih tinggi (APN, 2011). Sistem rujukan paripurna terpadu merupakan suatu tatanan, di mana berbagai komponen dalam jaringan pelayanan kebidanan dapat berinteraksi dua arah timbal balik, antara bidan di desa, bidan dan dokter di puskesmas di pelayanan kesehatan dasar, dengan para dokter spesialis di RS kabupaten untuk mencapai rasionalisasi penggunaan sumber daya kesehatan dalam penyelamatan ibu dan bayi baru lahir yaitu penanganan ibu risiko tinggi dengan gawat-obstetrik atau gawat-darurat-obstetrik secara efisien, efektif, profesional, rasional, dan relevan dalam pola rujukan terencana. 1.
Rujukan Terencana Menyiapkan dan merencanakan rujukan ke rumah sakit jauh-jauh hari bagi ibu risiko tinggi. Ada dua macam rujukan terencana, yaitu : a. Rujukan Dini Berencana (RDB) untuk ibu dengan APGO (Ada Potensi Gawat Obstetri) dan AGO (Ada Gawat Obstetri) – ibu risiko tinggi masih sehat belum inpartu, belum ada komplikasi, ibu berjalan sendiri dengan suami, ke RS naik kendaraan umum dengan tenang, santai, mudah, murah, dan tidak membutuhkan alat ataupun obat.
Universitas Sumatera Utara
b. Rujukan Dalam Rahim (RDR) di dalam RDB terdapat pengertian RDR atau Rujukan In Utero bagi janin ada masalah, janin risiko tinggi masih sehat misalnya kehamilan dengan riwayat obstetri jelek pada ibu diabetes mellitus, partus prematurus iminens. Bagi janin, selama dalam pengiriman rujukan; rahim ibu merupakan alat transportasi dan inkubator alami yang aman, nyaman, hangat, steril, murah, mudah, memberi nutrisi dan O2, tetap ada hubungan fisik dan psikis dalam lindungan ibunya. 2.
Rujukan Tepat Waktu/RTW (‘prompt timely referral’) untuk ibu dengan gawat-darurat-obstetrik, pada kelompok AGDO (Ada Gawat Darurat Obstetrik), perdarahan antepartum dan preeklampsia berat/eklampsia dan ibu dengan komplikasi persalinan dini yang dapat terjadi pada semua ibu hamil dengan
atau
tanpa
faktor
risiko.
Ibu
GDO
(Gawat
Darurat
Obstetrik)/Emergency Obstetric membutuhkan RTW dalam penyelamatan ibu/bayi baru lahir (Saifuddin, 2010). Tabel 2.1 Pedoman Rujukan Terencana Kelompok Faktor Risiko Kelompok FR I : Ada Potensi Gawat Obstetrik (APGO)
Kelompok FR II :
Masalah Medik 1. Primi muda 2. Primi tua 3. Primi tua sekunder 4. Anak kecil < 2 tahun 5. Grande multi 6. Umur ibu > 35 tahun 7. Tinggi badan ± 145 cm 8. Pernah gagal kehamilan 9. Persalinan yang lalu dengan tindakan 10. Bekas seksio sesarea 11. Penyakit ibu 12. Preeklampsia ringan
Jenis Rujukan Rujukan Dini Berencana (RDB)
Rujukan Dalam Rahim (RDR)
Rujukan Dini
Universitas Sumatera Utara
Ada Gawat Obstetrik (AGO)
Kelompok III : Ada Gawat Darurat Obstetrik (AGDO) Kelompok Risiko :
13. Gameli 14. Hidramnion 15. IUFD 16. Hamil serotinus 17. Letak sungsang 18. Letak lintang 19. Perdarahan antepartum 20. Preeklampsia berat/ eklampsia
Kelompok Risiko Rendah (KRR) Kelompok Risiko Tinggi (KRT) Kelompok Risiko Sangat Tinggi (KRST)
KOMPLIKASI PERSALINAN
Berencana (RDB)
Rujukan Dalam Rahim (RDR) Rujukan Tepat Waktu (RTW)
Rujukan Tepat Waktu (RTW)
Dini Lanjut Rujukan Terlambat
Rujukan terencana berhasil menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir, pratindakan tidak membutuhkan stabilisasi, penanganan dengan prosedur standar, alat, obat generik, dengan biaya murah terkendali. Sedangkan rujukan terlambat membutuhkan stabilisasi, alat, obat dengan biaya mahal, dengan hasil ibu dan bayi mungkin tidak dapat diselamatkan. 2.2 Antenatal Care Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberian ASI dan kembalinya reproduksi secara wajar. Asuhan antenatal care juga merupakan pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.
Universitas Sumatera Utara
1.
Maternity care : pelayanan kebidanan pada ibu hamil.
2.
Antepartum care : perawatan selama kehamilan sebelum bayi lahir dan lebih ditekankan pada kesehatan ibu.
3.
Prenatal care : perawatan sebelum janin lahir dan lebih ditekankan pada kesehatan janin dalam rahim (Manuaba, 1998).
2.2.1 Tujuan Pengawasan Dalam Antenatal Care, yaitu : 1.
Antepartum care (antenatal care) yaitu pengawasan hamil yang bertujuan untuk : a. Kesehatan umum ibu. b. Menegakkan secara dini penyakit yang menyertai kehamilan. c. Menegakkan secara dini komplikasi kehamilan. d. Menetapkan risiko kehamilan. e. Menyiapkan persalinan menuju well born baby dan well health mother. f. Mempersiapkan pemeliharaan bayi dan laktasi. g. Mengantarkan pulihnya kesehatan ibu yang optimal, pada saat akhir masa nifas.
2.
Prenatal care : a. Pengawasan janin dalam rahim yang ditentukan dengan pemeriksaan khusus. b. Mengurangi kejadian abortus, prematuritas, dan gangguan neonatus. c. Evaluasi kala I dan II sehingga terjadi well born baby dan well health mother (Manuaba, 2001). Dalam arti lebih luas pengawasan antenatal diartikan :
Universitas Sumatera Utara
-
Mempersiapkan remaja baru kawin, menjadi orang tua efektif.
-
Meningkatkan pengertian bahwa keluarga bagian dari masyarakat.
-
Mencari faktor sosial-budaya yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang dan kesehatan umum ibu hamil.
-
Meningkatkan pengertian merencanakan keluarga dengan keluarga berencana, untuk meningkatkan kesejahteaan umum keluarga.
-
Menanamkan pengertian hubungan seksual yang sehat, untuk meningkatkan keharmonisan keluarga.
-
Menghidari PID dan infertilitas (Manuaba, 2001).
2.2.2 Kehamilan dan Janin Dengan Risiko Tinggi Menurut Ida Bagus Gde Manuaba (2001), faktor risiko yang perlu diperhatian sebagai berikut : 1.
Berdasarkan anamnesa a. Umur penderita : -
Kurang dari 19 tahun.
-
Umur diatas 35 tahun.
-
Perkawinan diatas 5 tahun.
b. Riwayat operasi : -
Operasi plastik pada vagina-fistel atau tumor vagina.
-
Operasi persalinan atau operasi dalam rahim.
c. Riwayat kehamilan : -
Keguguran berulang.
-
Kematian intrauterin.
Universitas Sumatera Utara
-
Sering mengalami perdarahan saat hamil.
-
Terjadi infeksi saat hamil.
-
Anak terkecil 5 tahun tanpa KB.
-
Riwayat molahidatidosa atau korio karsinoma.
d. Riwayat persalinan : -
Persalinan prematur.
-
Persalinan dengan berat bayi lahir rendah.
-
Persalinan lahir mati.
-
Persalinan dengan induksi.
-
Persalinan dengan plasenta manual.
-
Persalinan dengan perdarahan pascapartus.
-
Persalinan dengan tindakan (ekstraksi forceps, ekstraksi vakum, letak sungsang, ektraksi versi, dan operasi S.C.).
2.
Hasil pemeriksaan fisik. a. Hasil pemeriksaan fisik umum : -
Tinggi badan kurang dari 145 cm.
-
Defermitas pada tulang panggul.
-
Kehamilan disertai : anemia, penyakit jantung, diabetes mellitus, paruparu, hepar, atau ginjal.
b. Hasil pemeriksaan kehamilan : -
Kehamilan trimester satu : hiperemesis gravidarum berat, perdarahan, infeksi intrauterin, nyeri abdomen, serviks inkompeten dan kista ovarium atau mioma uteri.
Universitas Sumatera Utara
-
Kehamilan trimester kedua dan ketiga : preeklampsia/eklampsia, perdarahan, kehamilan ganda, hidramnion, dan dismaturitas atau gangguan pertumbuhan.
-
Kehamilan dengan kelainan letak : sungsang, lintang, kepala belum masuk PAP minggu ke-36 pada primigravida, dan hamil dengan dugaan disproporsi sefalopelvik kehamilan lewat waktu (diatas 42 minggu).
2.2.3 Jadwal Antenatal Care Pemeriksaan antenatal care yang dianjurkan minimal dilakukan 4 kali yaitu 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. 1. Trimester I dan II : a. Setiap sebulan sekali. b. Pemeriksaan laboratorium. c. Pemeriksaan ultrasonografi. d. Nasehat diet : -
Empat sehat lima sempurna.
-
Protein ½ gr/kg BB atau tambah satu telur/hari.
e. Observasi : -
Penyakit yang dapat mempengaruhi kehamilan.
-
Komplikasi kehamilan.
f. Rencana : -
Pengobatan penyakitnya.
Universitas Sumatera Utara
-
Menghindari terjadinya komplikasi kehamilan.
-
Imunisasi tetanus I.
2. Trimester II dan III : a. Setiap dua minggu dilanjutkan setiap minggu sampai ada tanda kelahiran tiba. b. Evaluasi data laboratorium. c. Diet empat sehat lima sempurna. d. Pemeriksaan ultrasonografi. e. Imunisasi tetanus II. f. Observasi : -
Penyakit yang menyertai kehamilan.
-
Komplikasi hamil trimester III.
-
Berbagai kelainan kehamilan trimester III.
g. Rencana pengobatan. h. Nasehat dan petunjuk mengenai : -
Tanda Inpartu.
-
Kemana harus datang untuk melahirkan (Manuaba, 2001).
2.3 Asuhan Persalinan Normal Asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pascapersalinan, hipotermia, dan asfiksia bayi baru lahir (APN, 2011). Terdapat lima aspek dasar yang penting dan saling terkait dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman. Aspek-aspek tersebut melekat pada setiap
Universitas Sumatera Utara
persalinan, baik normal maupun patologis. Lima aspek dasar ini, juga dikenal dengan Lima Benang Merah, yaitu : 1.
Membuat keputusan klinik.
2.
Asuhan sayang ibu dan sayang bayi.
3.
Pencegahan infeksi.
4.
Pencatatan (rekam medik) asuhan persalinan.
5.
Rujukan (APN, 2011). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak ibu di Indonesia yang masih
tidak mau meminta pertolongan tenaga penolong persalinan terlatih untuk memberikan asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Sebagian beralasan bahwa penolong persalinan terlatih tidak benar-benar memperhatikan kebutuhan atau kebudayaan, tradisi dan keingingan pribadi para ibu dalam persalinan dan kelahiran bayinya. Alasan lainnya yang juga berperan karena sebagian besar fasilitas kesehatan memiliki peraturan dan prosedur yang tidak bersahabat dan menakutkan bagi para ibu, seperti tidak memperkenankan ibu untuk berjalan-jalan selama proses persalinan, tidak mengijinkan anggota keluarga menemani ibu, membatasi ibu hanya pada posisi tertentu selama persalinan dan kelahiran bayi dan memisahkan ibu dari bayi segera setelah bayi lahir (APN, 2011). Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera apabila ditemukan salah satu atau lebih penyulit yang tidak dapat ditangani oleh bidan sendiri, yaitu : 1.
Riwayat bedah saesar.
2.
Perdarahan pervaginam.
3.
Persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu).
Universitas Sumatera Utara
4.
Ketuban pecah disertai dengan mekonium kental.
5.
Ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam).
6.
Ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu).
7.
Ikterus.
8.
Anemia berat.
9.
Tanda/gejala infeksi.
10. Pre-eklampsia atau hipertensi dalam kehamilan. 11. Tinggi fundus 40 cm atau lebih. 12. Gawat janin. 13. Primipara dalam fase aktif kala satu persalinan dan kepala janin masih 5/5. 14. Presentasi bukan belakang kepala. 15. Presentasi ganda (majemuk). 16. Kehamilan ganda atau gameli. 17. Tali pusat menumbung. 18. Syok (Varney, 2007). 2.3.1 Proses Persalinan Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (APN, 2011). Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan, melalui jalan lahir atau melalui
Universitas Sumatera Utara
jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan ibu sendiri) (Sulistyawati, 2010). Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (Saifuddin, 2010). Tanda dan gejala inpartu termasuk : -
Penipisan dan pembukaan serviks
-
Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit)
2.3.2
Cairan lendir bercampur darah (show) melalui vagina (APN, 2011). Kala Satu Persalinan Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif. Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera selama kala satu persalinan, apabila ada temuan anamnesis atau hasil pemeriksaan yaitu : 1.
Riwayat bedah sesar.
2.
Perdarahan per vaginam selain lendir bercampur darah (show).
3.
Persalinan dengan kehamilan kurang dari 37 minggu.
4.
Ketuban pecah disertai dengan keluarnya mekonium kental.
5.
Ketuban pecah dan air ketuban bercampur dengan mekonium disertai tandatanda gawat janin.
Universitas Sumatera Utara
6.
Ketuban pecah (lebih dari 24 jam) atau ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu).
7.
Tanda atau gejala infeksi : - Temperatur > 38 °C. - Menggigil. - Nyeri abdomen. - Cairan ketuban berbau.
8.
Tekanan darah lebih dari 160/110 mmHg dan/atau terdapat protein dalam urine (pre-eklampsia berat).
9.
Tinggi fundus uteri 40 cm atau lebih (makrosomia, polihidramnion, kehamilan ganda).
10. Djj kurang dari 100 x/menit atau lebih dari 180 x/menit pada dua kali penilaian dengan jarak 5 menit (gawat janin). 11. Primipara dalam fase aktif kala satu persalinan dengan penurunan kepala janin 5/5. 12. Presentasi bukan kepala (sungsang, letak lintang). 13. Presentasi ganda (majemuk) : adanya bagian lain dari janin, misalnya lengan atau tangan bersamaan dengan presentasi belakang kepala. 14. Tali pusat menumbung (jika tali pusat masih berdenyut). 15. Tanda dan gejala syok : -
Nadi cepat, lemah (lebih dari 110 x/menit).
-
Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg).
-
Pucat.
Universitas Sumatera Utara
-
Berkeringat atau kulit lembab, dingin.
-
Nafas cepat (> 30 x/menit).
-
Cemas, bingung atau tidak sadar.
-
Produksi urin sedikit (< 30 ml/jam).
16. Tanda dan gejala fase laten berkepanjang : -
Pembukaan serviks kurang dari 4 cm setelah 8 jam.
-
Kontraksi teratur (lebih dari 2 kali dalam 10 menit).
17. Tanda dan gejala belum inpartu : -
Frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10 menit dan lamanya kurang dari 10 detik.
-
Tidak ada perubahan pada serviks dalam waktu 1 hingga 2 jam.
18. Tanda dan gejala partus lama : -
Pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada patograf.
-
Pembukaan serviks kurang dari 1 cm per jam.
-
Frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik (APN, 2011).
2.3.3 Kala Dua Persalinan Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi atau disebut sebagai kala pengeluaran bayi. Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera selama kala dua persalinan, bila ditemukan : 1. Tanda dan gejala syok : -
Nadi cepat, lemah (110 x/menit atau lebih).
Universitas Sumatera Utara
-
Tekanan darah rendah (sistolik < 90 mmHg).
-
Pucat pasi.
-
Berkeringat atau dingin, kulit lembab.
-
Nafas cepat (> 30 x/menit).
-
Cemas, bingung atau tidak sadar.
-
Produksi urin sedikit (< 30 cc/jam).
2. Tanda atau gejala dehidrasi :
3.
4.
5.
-
Perubahan nadi (110 x/menit atau lebih).
-
Urin pekat.
-
Produksi urin sedikit (< 30 cc/jam).
Tanda atau gejala infeksi : -
Nadi cepat (110 x/menit atau lebih).
-
Suhu lebih dari 38 ºC.
-
Menggigil.
-
Air ketuban atau cairan vagina yang berbau.
Tanda atau gejala pre-eklampsia ringan : -
Tekanan darah diastolik 90-110 mmHg.
-
Proteinuria hingga 2+.
Tanda atau gejala preeklampsia berat atau eklampsia : -
Tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih.
-
Tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih dengan kejang.
-
Nyeri kepala.
-
Gangguan penglihatan.
Universitas Sumatera Utara
6.
Kejang (eklampsia).
Tanda-tanda inersia uteri : -
Kurang dari 3 kontraksi dalam waktu 10 menit, dan lama kontraksi kurang dari 40 detik.
7.
Tanda gawat janin : -
DJJ < 120 x/menit atau > 160 x/menit, mulai waspada tanda awal gawat janin.
8.
DJJ < 100 x/menit atau > 180 x/menit.
Kepala bayi tidak turun : -
Jika bayi tidak lahir setelah 2 jam meneran pada primigravida atau 1 jam pada multigravida.
9.
Tanda-tanda distosia bahu : -
Kepala bayi tidak melakukan putar paksi luar.
-
Kepala bayi keluar kemudian tertarik kembali ke dalam vagina (kepala kura-kura).
-
Bahu bayi tidak lahir.
10. Tanda-tanda cairan ketuban bercampur mekonium : -
Cairan ketuban berwarna hijau (mengandung mekonium).
11. Tanda-tanda tali pusat menumbung : -
Tali pusat teraba atau terlihat saat periksa dalam.
12. Kehamilan kembar tak terdeteksi (APN, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Kala Tiga Persalinan Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Persalinan kala tiga dilaksanakan dengan melakukan manajemen aktif kala tiga. Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan pelaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala tiga (Saifuddin, 2010). 2.3.5 Kala Empat Persalinan Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu. Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera selama kala tiga dan empat persalinan, bila ditemukan : 1.
Tanda atau gejala retensio plasenta.
2.
Tanda atau gejala avulsi (putus) tali pusat.
3.
Tanda atau gejala bagian plasenta yang tertahan (plasenta rest).
4.
Tanda atau gejala atonia uteri :
5.
-
Perdarahan pascapersalinan.
-
Uterus lembek dan tidak berkontraksi.
Tanda atau gejala robekan vagina, perineum atau serviks.
Universitas Sumatera Utara
6.
7.
8.
9.
Tanda atau gejala syok : -
Nadi cepat, lemah (110 x/menit atau lebih).
-
Tekanan darah rendah (sistolik < 90 mmHg).
-
Berkeringat atau dingin, kulit lembab.
-
Nafas cepat (> 30 x/menit).
-
Cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar.
-
Produksi urin sedikit (< 30 cc/jam).
Tanda atau gejala dehidrasi : -
Meningkatnya nadi (100 x/menit atau lebih).
-
Temperatur tubuh diatas 38ºC.
-
Urin pekat.
-
Produksi urin sedikit (< 30 cc/jam).
Tanda atau gejala infeksi : -
Nadi cepat (110 x/menit atau lebih).
-
Temperatur tubuh diatas 38ºC.
-
Kedinginan.
-
Cairan vagina yang berbau busuk.
Tanda atau gejala preeklampsia : -
Tekanan darah diastolik 90-110 mmHg.
-
Proteinuria.
10. Tanda atau gejala preeklampsia berat atau eklampsia : -
Tekanan darah diastolik 90-110 mmHg.
-
Proteinuria dan kejang (APN, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.4 Penanganan Kegawatdaruratan Kasus gawatdarurat obstetri ialah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan janinnya. Kasus ini merupakan penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir. Mengenal kasus gawat darurat obstetri secara dini sangat penting agar pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Mengenal kasus tersebut tidak mudah dilakukan, bergantung pada pengetahuan, kemampuan daya pikir dan daya analisis, serta pengalaman tenaga penolong. Karena kesalahan ataupun keterlambatan dalam menentukkan kasus dapat berakibat fatal (Trijatmo, 2010). 2.4.1 Penilaian Awal Dalam menentukan kondisi yang dihadapi, harus dilakukan pemeriksaan secara sistematis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum, dan pemeriksaan obstetrik. Penilaian awal ialah langkah pertama untuk menentukan dengan cepat kasus obstetri yang dicurigai dalam keadaan gawat darurat dan membutuhkan pertolongan segera dengan mengidentifikasi penyulit (komplikasi) yang dihadapi. Fokus utama penilaian adalah apakah pasien mengalami syok hipovolemik, syok septik, syok jenis lain (syok kardiogenik, syok neurologik, dan sebagainya), koma, kejang-kejang, atau koma disertai kejang-kejang dan hal itu terjadi dalam kehamilan, persalinan, pascapersalinan atau masa nifas (Trijatmo, 2010). Pemeriksaan yang dilakukan meliputi penilaian awal, yaitu : 1.
Penilaian dengan melihat keadaan umum ibu (inspeksi) : a. Menilai kesadaran penderita : pingsan, koma, kejang-kejang, gelisah, tampak kesakitan.
Universitas Sumatera Utara
b. Menilai wajah penderita : pucat, kemerahan, banyak berkeringat. c. Menilai pernapasan : cepat, sesak napas. d. Menilai perdarahan dari kemaluan. e. Penilaian dengan periksa raba (palpasi) : - Kulit : dingin, demam. - Nadi : lemah/kuat, cepat/normal. - Kaki atau tungkai bawah bengkak. 2. Penilaian tanda vital : Tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan. 2.4.2 Penilaian Klinik Lengkap Apabila pada penilaian awal tidak ditemukan tanda-tanda syok, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan klinik lengkap meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum, dan pemeriksaan obstetri termasuk pemeriksaan panggul secara sistematis meliputi : 1.
Anamnesis : diajukan kepada pasien atau keluarganya. -
Masalah/keluhan utama.
-
Riwayat penyakit/masalah tersebut, termasuk obat-obatan yang sudah didapat.
-
Tanggal haid pertama yang terakhir dan riwayat haid.
-
Riwayat kehamilan sekarang.
-
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu termasuk kondisi anaknya.
-
Riwayat penyakit yang pernah diderita dan penyakit dalam keluarga.
Universitas Sumatera Utara
2.
-
Riwayat pembedahan.
-
Riwayat alergi terhadap obat.
Pemeriksaan fisik umum : -
Penilaian keadaan umum dan kesadaran penderita.
-
Penilaian tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi dan pernapasan).
-
Pemeriksaan kepala dan leher.
-
Pemeriksaan dada (pemeriksaan jantung dan paru-paru).
-
Pemeriksaan perut (kembung, nyeri tekan atau nyeri lepas, tanda abdomen akut, cairan bebas dalam rongga perut).
3.
Pemeriksaan anggota gerak.
Pemeriksaan obstetri : -
Pemeriksaan vulva dan perineum.
-
Pemeriksaan vagina.
-
Pemeriksaan serviks.
-
Pemeriksaan rahim (besarnya, kelainan bentuk, tumor, dan sebagainya).
-
Pemeriksaan adneksa.
-
Pemeriksaan his frekuensi, lama, kekuatan, relaksasi, simetri dan dominasi fundus.
-
Pemeriksaan janin :
4.
Pemeriksaan panggul.
5.
Pemeriksaan laboratorium.
2.4.3 Prinsip Umum Penanganan Gawatdarurat 1.
Pastikan jalan napas bebas.
Universitas Sumatera Utara
2.
Pemberian oksigen.
3.
Pemberian cairan intravena.
4.
Pemberian transfusi darah.
5.
Pasang kateter kandung kemih.
6.
Pemberian antibiotika.
7.
Obat pengurang rasa nyeri.
8.
Penanganan masalah utama.
9.
Rujukan (Trijatmo, 2010).
2.4.4 Upaya Pemerintah dalam Menurunkan AKI dan AKB Dalam upaya pemerintah untuk menurunkan AKI dan AKB dilaksanakan dengan jalan : 1.
Mendekatkan pelayanan pada masyarakat. a.
Mendekatkan fasilitas kesehatan tingkat puskesmas dan puskesmas pembantu ditengah masyarakat sehingga memudahkan masyarakat memanfaatkannya.
b.
Menempatkan bidan, di desa dengan kemampuan fasilitas dan tugas khusus.
2.
Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.
3.
Penempatan bidan desa : -
Diharapkan dapat menggantikan dukun.
-
Dapat melakukan pertolongan persalinan dengan risiko rendah.
-
Melaksanakan pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat.
-
Meningkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana.
Universitas Sumatera Utara
4.
-
Pendidikan dan pelatihan terhadap dukun beranak.
-
Meningkatkan rujukan.
Meningkatkan partisipasi masyarakat. a. Meningkatkan tatap muka melalui posyandu. b.
Meningkatkan penerimaan “Gerakan Sayang Ibu” dengan partisipasi masyarakat (Manuaba, 2001).
Universitas Sumatera Utara