BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Campak (measles) merupakan penyakit akut yang mudah menular serta salah satu penyebab utama kematian anak-anak di dunia. Pada negara berkembang hampir semua anak di bawah umur 5 tahun akan terserang penyakit campak, sedangkan di negara maju biasanya menyerang anak usia remaja atau dewasa yang tidak terlindungi oleh imunisasi. Pada sidang World Health Organization (WHO) Tahun 1996 menyimpulkan bahwa penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya penjamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia. Eradikasi dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi. Pada sidang World Health Assembly (WHA) Tahun 1998 menetapkan kesepakatan global salah satunya reduksi campak dengan cara mengurangi angka kesakitan sebesar 90% dan angka kematian sebesar 95% dari angka kesakitan dan angka kematian sebelum pelaksanaan program imunisasi campak. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lain telah memasuki tahap eliminasi campak (Depkes RI, 2005). Menurut Jubi (2009), penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian utama pada anak. Penyakit ini sangat potensial menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), bahkan penderita dengan gizi buruk akan memicu terjadinya kematian. Kematian akibat penyakit campak di dunia pada Tahun 2002 mencapai 777.000 orang, 202.000 di antaranya berasal dari negara Association of South East Asia Nations (ASEAN), serta 15%
kematian akibat penyakit campak berasal dari
Indonesia. Setiap tahun diperkirakan lebih dari 30.000 anak di dunia meninggal karena komplikasi penyakit campak
yang artinya setiap 20 menit satu anak
meninggal karena penyakit campak. Pada Tahun 2000 di seluruh dunia diperkirakan terjadi penurunan 56% dari 852.937 anak pada Tahun 2000 menjadi 373.421 pada Tahun 2006. Jumlah kasus campak di South East Asia Regional Office (SEARO) meningkat dari 78.574 kasus pada Tahun 2000 menjadi 94.562 pada Tahun 2006 (Depkes RI, 2008). Menurut WHO, pada Tahun 2008 terdapat 164.000 kematian anak di dunia yang disebabkan oleh penyakit campak berarti hampir 450 kematian setiap hari atau 18 kematian setiap jam (Anonim, 2010). Menurut Pusat Komunikasi Publik Departemen Kesehatan (2007), 1,7 juta kematian pada anak atau 5% balita Indonesia adalah akibat Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Pada Tahun 1984 cakupan nasional imunisasi campak sebesar 12,7%, kemudian meningkat menjadi 80% pada Tahun 1990 dan akhirnya bertahan di atas angka tersebut sampai Tahun 2006. Cakupan imunisasi campak nasional terjadi peningkatan sebesar 89,8% pada Tahun 2007 dan 90,5% pada Tahun 2008 (Profil Kesehatan Indonesia, 2009). Salah satu program yang terbukti efektif
untuk menekan angka kematian akibat PD3I adalah imunisasi.
Imunisasi merupakan upaya preventif untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Depkes RI, 2007). Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) (2010), pencapaian Universal Child Imunization (UCI) desa/kelurahan 68,2% pada Tahun 2008 dan 69,2% pada Tahun 2009. Cakupan imunisasi yang rendah salah satunya disebabkan oleh
minimnya pengetahuan masyarakat tentang program dan manfaat imunisasi. Guna mencapai target 100% UCI desa/kelurahan pada Tahun 2014, Kepmenkes mengembangkan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional UCI (GAIN UCI). GAIN UCI merupakan suatu gerakan yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama seluruh masyarakat dan berbagai pihak terkait secara terpadu di semua tingkat administrasi yang meliputi : 1) penguatan PWS (pemantauan wilayah setempat) untuk memetakan setiap wilayah berdasarkan cakupan, analisis masalah dan menyusun langkah-langkah tindak lanjut untuk mengatasi segera permasalahan setempat yang diarahkan terutama pada daerah cakupan rendah tanpa menurunkan kinerja pada daerah yang tahun sebelumnya telah bisa mencapai target UCI desa/kelurahan serta tetap menjaga mutu pelayanan sesuai standar, 2) menyiapkan sumber daya yang dibutuhkan termasuk tenaga, logistik, biaya, dan sarana pelayanan, 3) pemberdayaan masyarakat melalui tokoh masyarakat (TOMA), aparat desa, dan kader, dan 4) pemerataan jangkauan terhadap semua desa/kelurahan yang sulit atau tidak terjangkau pelayanan (Kepmenkes RI, 2010). Indikator keberhasilan GAIN UCI mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 dengan target Tahun 2010 mencapai UCI desa/kelurahan 80%, dan 80% bayi usia 0-11 bulan mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2011 mencapai UCI 85%, dan 82% bayi usia 0-11 bulan mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2012 mencapai UCI 90%, dan 85% bayi usia 0-11 bulan mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Tahun 2013 mencapai UCI 95% dan 88% bayi usia
0-11 bulan mendapatkan imunisasi dasar
lengkap. Tahun 2014 mencapai UCI 100%, dan 90% bayi usia 0-11 bulan mendapatkan imunisasi dasar lengkap (Kepmenkes RI, 2010). Menurut Saleh (2009), meski campak telah masuk ke dalam program imunisasi nasional sejak Tahun 1982, sampai saat ini masih ditemukan kejadian luar biasa (KLB) campak. Hal itu terjadi karena cakupan imunisasi campak yang masih rendah, dan tidak merata di beberapa daerah, yang mungkin disebabkan adanya hambatan di lapangan. Selain itu masih ada masyarakat yang menolak imunisasi karena takut ada efek samping. Padahal vaksin campak tergolong aman, meskipun dapat menimbulkan reaksi pada sebagian kecil anak, namun jarang bersifat serius. Reaksinya bisa berupa ruam/bercak merah pada permukaan kulit, demam ringan dan pilek adalah reaksi yang paling umum ditemui setelah imunisasi dan dapat diobati. Program pemberantasan penyakit campak di Propinsi Aceh telah dilaksanakan dengan berbagai kebijakan dan strategi, seperti mengadakan program penyuluhan kepada masyarakat dan kampanye imunisasi campak, tetapi hasilnya belum sesuai dengan pencapaian UCI desa/kelurahan yaitu 63,59% Tahun 2008, ini terlihat dengan masih ditemukannya kasus campak di Propinsi Aceh yaitu 845 kasus atau (0,35%). Propinsi Aceh memiliki 23 kabupaten salah satunya Kabupaten Aceh Selatan dengan cakupan imunisasi campak berada pada peringkat keempat terendah di Propinsi Aceh yaitu 43,71% setelah Simeulue 41,83%, Aceh Timur 38,96% dan Bener Meriah 37,14% (Dinas Kesehatan Propinsi Aceh, 2009).
Puskesmas Sawang adalah salah satu puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Selatan yang berjarak sekitar 20 km dari Kota Tapaktuan yang mencakup 15 desa dengan luas daerah sekitar
149 km2 dengan jumlah penduduk 13.471 jiwa.
Puskesmas Sawang merupakan puskesmas yang memiliki cakupan imunisasi campak ketiga terendah di Kabupaten Aceh Selatan yaitu 19,86% setelah Puskesmas Ladang Rimba 16,67%, dan Puskesmas Krueng Luas 7% (Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan, 2009). Adapun jumlah cakupan imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Sawang terlihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1.1. Jumlah Cakupan Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Sawang Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2009 No
Nama Desa
Jenis Imunisasi
Jlh Bayi
BCG
DPT1+HB1
DPT3+HB3
Polio
Campak
9
16
10
1.
Lhok Pawoh
32
16
20
2.
Ujung Karang
19
9
11
6
9
12
3.
Sawang II
12
6
9
10
10
9
4.
Sawang I
21
11
9
5
3
6
5.
Meuligo
18
7
9
5
6
3
6.
Sikulat
7
0
1
2
2
1
7.
Tr.Mdr.Baroh
24
7
6
2
4
2
8.
Tr.Mdr. Tunong
20
14
11
8
8
2
9.
Panton Luas
18
0
3
3
5
1
10.
BL Galinggang
18
5
0
2
2
0
11.
Simpang Tiga
24
10
8
5
6
5
12.
Mutiara
24
1
4
4
5
1
13.
Kuta Baro
12
2
2
5
5
2
14.
Ujung Padang
23
11
10
4
6
2
15.
Sawang Ba'u
25
1
7
4
2
3
297
100
110
74
89
59
33,67
37,04
24,91
29,97
19,86
Total Persentase (%)
Sumber : Laporan Puskesmas Sawang Kecamatan Sawang Tahun 2009.
Berdasarkan Tabel 1.1. dapat diketahui bahwa cakupan imunisasi campak pada wilayah kerja Puskesmas Sawang hanya mencapai 19,86% dari target 90%, artinya cakupan imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Sawang Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan masih jauh dari pencapaian UCI desa/kelurahan. Hal ini juga dapat dilihat dalam pemberian imunisasi polio yang cuma dilakukan dengan memberikan tetesan pada mulut yang tidak memerlukan waktu yang lama serta tidak harus menunggu beberapa orang bayi masih menunjukkan rendahnya cakupan imunisasi yaitu sebesar 29,97%, tetapi di wilayah kerja Puskesmas Sawang selama Tahun 2009 tidak ditemukan adanya kasus campak (Profil Puskesmas Sawang Tahun 2010). Menurut
Deluma
yang
dikutip
Ariebowo
(2005),
pencegahan dan
pemberantasan penyakit merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian, salah satunya adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Hal ini dilakukan dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi di atas 80% dengan status UCI desa di semua wilayah kerja puskesmas. Berdasarkan penjelasan dari juru imunisasi (Jurim) Puskesmas Sawang Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan, rendahnya cakupan imunisasi campak diasumsikan karena tingkat kesadaran, kepercayaan serta dorongan keluarga terhadap pentingnya imunisasi campak bagi kesehatan anak masih kurang. Menurut Notoatmodjo (2003), yang mengutip pendapat Green, kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Faktor perilaku ditentukan oleh 3 faktor yaitu : 1) faktor predisposisi (predisposing factor) yang
meliputi pengetahun, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya yang ada di masyarakat, 2) faktor pendukung (enabling factor) yang meliputi lingkungan fisik (tersedia atau tidak tersedianya fasilitas), untuk menunjang seseorang bertindak atau berperilaku, dan 3) faktor pendorong (reinforcing factor) yang meliputi dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Berdasarkan penelitian Hartati (2008), faktor perilaku yang berpengaruh terhadap pemberian imunisasi campak di Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2007 adalah pendidikan, ekonomi, pengetahuan dan tindakan petugas imunisasi. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Khalimah (2007), ditemukan bahwa variabel pendidikan, pekerjaan, sikap dan pengetahuan ibu memiliki hubungan dengan penerapan imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Sekaran Kota Semarang. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh faktor predisposisi (pendidikan, pengetahuan, pekerjaan dan kepercayaan), faktor pendukung (ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan jarak ke sarana pelayanan kesehatan), dan
faktor pendorong (dukungan petugas
imunisasi dan dukungan keluarga) ibu bayi (umur 9-11 bulan) terhadap pemberian imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Sawang Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2010.
1.2. Perumusan Masalah Apakah ada pengaruh faktor predisposisi (pendidikan, pengetahuan, pekerjaan dan kepercayaan), faktor pendukung (ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan jarak ke sarana pelayanan kesehatan), dan faktor pendorong (dukungan petugas imunisasi, dan dukungan keluarga) ibu bayi (umur 9-11 bulan) terhadap pemberian imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Sawang Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2010.
1.3. Tujuan Penelitian Menjelaskan
pengaruh
faktor
predisposisi
(pendidikan,
pengetahuan,
pekerjaan dan kepercayaan), faktor pendukung (ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan jarak ke sarana pelayanan kesehatan), dan faktor pendorong (dukungan petugas imunisasi dan dukungan keluarga) ibu bayi (umur 9-11 bulan) terhadap pemberian imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Sawang Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2010.
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Diharapkan hasil penelitian dapat memberi masukan bagi Puskesmas Sawang Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan khususnya petugas imunisasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat guna meningkatkan jumlah cakupan imunisasi campak. 2. Memberi kontribusi dalam pengembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK).
3. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi ilmiah untuk penelitian selanjutnya yang berminat dalam permasalahan ini.