1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Secara global dikemukakan bahwa selama tahun 2000, terdapat 4 juta kematian neonatus (3 juta kematian neonatal dini dan 1 juta kematian neonatal lanjut). Hampir 99% kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Kematian tertinggi di Afrika (88 per seribu kelahiran), sedangkan di Asia angka kematian perinatal mendekati 66 bayi dari 1.000 kelahiran hidup. Bayi kurang bulan dan bayi berat lahir rendah adalah satu dari tiga penyakit utama kematian neoantus diantaranyta adalah Hiperemesis Gravidarum (Rahayu, 2009). Berdasarkan perkiraan organisasi kesehataan dunia World Health Organization (WHO) hampir semua (98%) dari Lima juta kematian neonatal terjadi di Negara berkembang. Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada priode neonatal dini. Umumnya terjadi karena Hiperemesis Gravidarum yang menyebabkan Berat Badan lahir kurang dari 2500 gram. Menurut WHO 17% dari 25 juta persalinan pertahun adalah Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan hampir semua terjadi di Negara berkembang (Dinkes, 2009). Angka kematian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah denan daerah yang lain, yaitu berkisar antara 9-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan target rentang 2,1-17,2%. Angka ini lebih besar dari
1
2
target BBLR yang di tetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia sehat 2010 yakni maksimal 7% (Pantiawati, 2010). Salah satu dampak dari Hiperemesis Gravidarum di Provinsi Aceh pada tahun 2009 adalah BBLR dengan presentase 0,56% dari jumlah kelahiran hidup yang ditimbang sedangkan pada tahun 2008 adalah 0,49%. Kehamilan merupakan hal yang fisiologi. Namun kehamilan yang normal dapat berubah menjadi patologi. Salah satu asuhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk menapis adanya resiko ini yaitu melakukan pendeteksi dini adanya komplikasi/penyakit yang mungkin hamil muda. Tanda-tanda bahaya kehamilan adalah gejala yang menunjukkan bahwa ibu dan bayi dalam keadaaan bahaya (Kusmiyati, 2008). Pada ibu hamil, terutama pada trimester I sering timbul gejala mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) merupakan gejala yang wajar. Biasanya terjadi pada pagi hari (morning sickness), tetapi dapat pula timbul pada saat siang dan malam. Perasaan mual terjadi karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG dalam serum. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Mual dan muntah ini terjadi 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida. Satu dari seribu wanita hamil gejala-gejala ini menjadi lebih berat yang disebut hipermesis gravidarum (Prawirohardjo, 2007). Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi (Manuaba, 2004). Hiperemesis gravidarum
3
yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidras. sehingga cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Mual dan muntah yang terus menerus tanpa pengobatan dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim. Pada tingkat yang lebih berat hiperemesis dapat mengancam jiwa ibu dan janin sehingga pengobatan perlu segera diberikan. (Winkjasastro, 2005). Hiperemesis gravidarum dapat dideteksi dan dicegah pada masa kehamilan dengan cara pemeriksaan kehamilan secara teratur dengan penanganan yang baik hiperemesis dapat teratasi dengan memuaskan. (Prawirohardjo, 2007). Penyebab hiperemesis gravidum belum diketahui secara pasti, perubahan-perubahan anatonik pada anak, jantung, hati dan susunan saraf disebabkan oleh kekuranagan vitamin. Beberapa faktor predisposisi yang sering terjadi pada mola hidatidosa, diabetes dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG, faktor organik karena masuknya villi khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahaan metabolik, faktor psikologis keretakkan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawab dan faktor endoktrin lainnya. Gejala yang sering terjadi pagi 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida. Mual muntah biasanya terjadi pada pagi hari. Rasa mual biasanya mulai pada minggu-minggu pertama kehamilan dan berakhir pada bulan ke empat, namun sekitar 12% ibu hamil masih mengalaminya sampai 9 bulan (Khaidirmuhaj, 2009). Beberapa dampak lain dari terjaadinya kondisi hiperemesis gravidarum pada wanita hamil menurut Mochtar (2001) yaitu dapat terjadi pendarahan berupa bercak
4
pada otak, pendarahan sub endokardial pada jantung, pucat-degenerasi pada tubuli kontorti ginjal dan kemungkinan adanya hepar pada tingkat ringan. Penanganan yang dapat dilakukan pada kondisi tersebut salah satunya dengan cara memberikan informasi dan edukasi tentang kehamilan kepada ibu-ibu dengan maksud menghilangkan rasa takut dan menghilangkan faktor psikis. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil diketahui bahwa jumlah ibu bersalin sebanyak 86 orang. Dari penelitian data awal didapatkan dari 5 orang responden yang mengalami hiperemesis gravidarum dan berat badan bayi lahir, 2 diantaranya mengalami hiperemesis gravidarum dan berat badan lahir rendah, dan 3 diantaranya tidak mengalami berat badan lahir rendah. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik ingin meneliti dengan judul “Hubungan kejadian hiperemesis gravidarum dengan kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil”.
1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan kejadian hiperemesis gravidarum dengan kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil.?
5
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan kejadian hiperemesis gravidarum dengan kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui kejadian hiperemesis gravidarum di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil. 2. Untuk mengetahui kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil. 3. Untuk mengetahui hubungan kejadian hiperemesis gravidarum dengan kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil.
1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang kejadian hiperemesis gravidarum.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan pada penulisan yang akan datang tentang hal-hal yang berkaitan dengan hiperemesis gravidarum dan BBLR
6
2. Manfaat Aplikatif a. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai sarana untuk menerapkan ilmu terutama yang berkaitan dengan kejadian hiperemesis gravidarum dan BBLR. b. Bagi Masyarakat Khususnya pada pasangan suami istri sebagai masukan yang bermanfaat untuk peningkatan respon positif dalam menghadapi hiperemesis.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hiperemesis Gravidarum 2.1.1. Pengertian Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari sehingga keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi (Mochtar, 2008). Hiperemesis Gravidarum adalah keadaan dimana wanita tidak dapat menyesuaikan dengan keadaan mual dan muntah yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I, sehingga pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk (Prawirohardjo, 2005).
Hiperemesis Gravidarum
adalah keadaan dimana seorang ibu memuntahkan segala apa yang dimakan dan yang diminum sehingga berat badan sangat turun, turgor kulit kurang, timbul aseton dalam kencing (Manuaba, 2008). 2.1.2. Etiologi Penyebab Hiperemesis Gravidarum belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor yang telah ditemukan yaitu : a. Faktor presdisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda.
7
8
b. Masuknya vili kharialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolic akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan, ini merupakan faktor organik c. Alergi sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak. d. Faktor psikologi memegang peranan penting pada penyakit ini, rumah tangga retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, serta takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup. 2.1.3. Patologi a. Hati Pada hiperemesis gravidarum tanpa komplikasi hanya ditemukan degenerasi lemak tanpa nekronis, degenerasi lemak tersebut terletak sentrilobuler. b. Jantung Jantung menjadi lebih kecil dari pada biasanya dan beratnya atrofi, ini sejalan dengan lamanya penyakit. c. Otak Ada kalanya terdapat bercak-bercak pendarahan pada otak dan kelainan seperti pada ensefalopati wernicle dapat dijumpai. d. Ginjal Ginjal tampak pucat dan generasi lemak dapat ditemukan pada tabulikonturti.
9
2.1.4. Tanda dan Gejala Hiperemesis Gravidarum, menurut berat ringannya dapat dibagi kedalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu : a. Tingkat I Mual terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium, nadi meningkat sekitar 100/menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan mata cekung. b. Tingkat II Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterik, berat badan turun dan mata menjadi cekung, tekanan darah turun, hemokonsentrasi, oligouria dan konstipasi. Aseton tercium dalam hawa pernafasan karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing. c. Tingkat III Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat tensi menurun, komplikasi fatal terjadi pada susunan syaraf yang dikenal sebagai ensefalopati werniele, dengan gejala : nistagmus, dipolpia dan perubahan mental, keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks, timbulnya ikterus menunjukkan adanya payah hati.
10
2.1.5. Diagnosa Diagnosas Hiperemesis Gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum. Hiperemesis Gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera diberikan. 2.1.6. Penatalaksanaan a. Obat-obatan Sedativa yang siring diberikan adalah phenobarbital, vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6. Anti histamika juga dianjurkan seperti dramamin, ovamin pada keadaan lebih kuat diberikan antimetik seperti disiklomin hidrokhloride atau khlorpromasin. b. Isolasi Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara baik. Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita. Sampai muntah berhenti dan penderita mau makan, tidak diberikan makan atau minum selama 24 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan. c. Terapi Psikologik Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
11
d. Cairan Parenteral Berikan cairan parental yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intravena. e. Penghentian kehamilan Bila keadaan memburuk dilakukan pemeriksaan medik dan psikiatrik, manifestasi komplikasi organis adalah delirium, kebutuhan, takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan
keadaan
yang
memerlukan
pertimbangan
diantaranya : 1. Gangguan kejiwaan a. Delirium b. Apatis, nsomnolen nsampai koma c. Terjadi gangguan jiwa ensepalopati wernicle 2. Ganggua penglihatan a. Pendarahan retina b. Kemunduran penglihatan 3. Gangguan fatal a. Hati dalam bentu ikterus b. Ginjal dalam bentuk anuria
gugur
kandungan
12
c.
Jantung dan pembuluh darah terjadi nadi meningkat
d. Tekanan darah menurun 2.1.7. Diet Hiperemesis Gravidarum a. Tujuan Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mengganti persediaan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan berenergi dan zat gizi yang cukup. b. Syarat Diet hiperemesis gravidarum memiliki beberapa syarat, diantaranya adalah: 1. Karbohidrat tinggi, yaitu 75-80% dari kebutuhan energi total 2. Lemak rendah, yaitu < 10% dari kebutuhan energi total 3. Protein sedang, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total 4. Makanan diberikan dalam bentuk kering, pemberian cairan disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari 5. Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan diberikan sering dalam porsi kecil 6. Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada makan malam dan selingan malam 7. Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien c. Macam-macam Diet Ada 3 macam diet pada hiperemesis gravidarum, yaitu:
13
1. Diet Hiperemesis I Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis gravidarum berat. Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong bakar atau rebus, ubi bakar atau rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang terkandung di dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu lama. 2. Diet Hiperemesis II Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah berkurang. Diet diberikan secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersamaan dengan makanan. Pemilihan bahan makanan yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energi. 3. Diet Hiperemesis III Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum ringan. Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan energi dan semua zat. a. Makanan yang dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, dan III adalah : 1. Roti panggang, biskuit, crackers 2. Buah segar dan sari buah 3. Minuman botol ringan (coca cola, fanta, limun), sirup, kaldu tidak berlemak, teh dan kopi encer
14
b. Makanan yang tidak dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, III adalah makanan yang umumnya merangsang saluran pencernaan dan berbumbu tajam. Bahan makanan yang mengandung alkohol, kopi, dan yang mengadung zat tambahan (pengawet, pewarna, dan bahan penyedap) juga tidak dianjurkan.
2.2. Berat Badan Bayi Lahir 2.2.1. Pengertian Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk., 2010). 2.2.2. Macam-Macam Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) : 1. Menurut harapan hidupnya a.
Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.
b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-1500 gram. c. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang dari 1000 gram.
15
2. Menurut masa gestasinya a. Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK). b. Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa kehamilannya (KMK). 2.2.3. Faktor- Faktor yang mempengaruhi Berat Badan Bayi Lahir Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor melalui suatu proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir adalah sebagai berikut: 1. Umur Ibu Hamil Umur ibu erat kaitanya dengan berat bayi lahir. Kehamilan dibawah umur 20 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, dan dua sampai empat kali lebih tinggi di bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur (Linda, 2012). Pada umur yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal.Selain itu emosi dan kejiwaanya belum cukup matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi komplikasi. Selain itu semakin muda usia ibu hamil, maka anak yang dilahirkan akan semakin ringan (Linda, 2012).
16
Meski kehamilan dibawah umur sangat berisiko tetapi kehamilan diatas usia 35 tahun juga tidak dianjurkan, sangat berbahaya. Mengingat mulai usia ini sering muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak peranakan, atau penyakit degenerative pada persendian tulang belakang dan panggul. Kesulitan lain kehamilan diatas usia 35 tahun ini yakni bila ibu ternyata mengidap penyakit seperti diatas yang ditakutkan bayi lahir dengan membawa kelainan (Linda, 2012). Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Umur muda perlu tambahan gizi yang banyak karena selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi 12 dengan janin yang sedang dikandung. Sedangkan untuk umur yang tua perlu energi yang besar juga karena fungsi organ yang makin melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang berlangsung. (Linda, 2012). Mengingat bahwa faktor umur memegang peranan penting terhadap derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu hamil serta bayi, maka sebainya merencanakan kehamilan pada usia antara 20-30 tahun (Linda, 2012). 2. Umur kehamilan Umur kehamilan dapat menentukan berat badan janin, semakin tua kehamilan maka berat badan janin akan semakin bertambah. Pada umur kehamilan 28
17
minggu berat janin ± 1000 gram, sedangkan pada kehamilan 37-42 minggu berat janin di perkirakan mencapai 2500-3500 gram (Linda, 2012). Kehamilan preterm maupun postterm mempengaruhi berat lahir bayi, semakin lama kehamilan berlangsung sehingga melampaui usia aterm, semakin besar kemungkinanya bayi yang akan dilahirkan mengalami kekurangan nutrisi dan gangguan kronis (Linda, 2012). 3. Status Gizi Hamil Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung (Linda, 2012). Mual Muntah yang ibu akan berpengaruh terhadap Status gizi pada trimester pertama akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan embrio pada masa perkembangan dan pembentukan organ-organ tubuh (organogenesis). Pada trimester II dan III kebutuhan janin terhadap zat-zat atus gizi semakin meningkat jika tidak terpenuhi, plasenta akan kekurangan zat makanan sehingga akan mengurangi kemampuannya dalam mensintesis zat-zat yang dibutuhkan oleh janin. Untuk mengetahui status gizi ibu hamil tersebut, dapat menggunakan beberapa cara antara lain : dengan memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur lingkar lengan atas (LLA). Dan mengukur kadar Hb. Selain itu gizi ibu hamil menentukan berat bayi yang dilahirkan, maka pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting dilakukan. Pengukuran antropometri merupakan salah satu cara untuk menilai status gizi ibu hamil. Ukuran antropometri ibu hamil yang paling
18
sering digunakan adalah kenaikan berat badan ibu hamil dan ukuran lingkar lengan atas (LLA) selama kehamilan (Linda, 2012). Ibu yang kurus dan selama kehamilan disertai penambahan berat badan yang rendah atau turun sampai 10 kg, mempunyai resiko paling tinggi untuk melahirkan bayi dengan BBLR.Sehingga ibu hamil harus mengalami kenaikan berat badan berkisar 11-12,5 kg atau 20% dari berat badan sebelum hamil (Linda, 2012). Kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil juga sangat mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan. Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinya dibawah 11 gr/dl. Data depkes RI diketahui bahwa lebih dari 50% ibu hamil menderita anemia. Anemia pada ibu hamil akan menambah resiko menambah bayi berat lahir rendah (BBLR), resiko perdarahan sebelum pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat (Linda, 2012). Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai darah nutrisi akan oksigen pada plasenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap janin (Linda, 2012). 4. Pemeriksaan Kehamilan Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal dan mengidentifikasi masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga kesehatan selama ibu hamil dapat terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam kandungan akan baik dan sehat sampai saat persalinan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan agar kita dapat
19
segera mengetahui apabila terjadi gangguan/kelainan pada ibu hamil dan bayi yang dikandung, sehingga dapat segera ditolong tenaga kesehatan (Linda, 2012). 5. Kehamilan ganda Pada kehamilan kembar dengan distensi uterus yang berlebihan dapat menyebabkan persalinan premature dengan BBLR. Kebutuhan ibu untuk pertumbuhan hamil kembar lebih besar sehingga terjadi defisiensi nutrisi seperti anemia hamil yang dapat menggangu pertumbuhan janin dalam rahim (Linda, 2012). 6. Penyakit Saat Kehamilan Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir diantaranya adalah Diabetes mellitus (DM), cacar air, dan penyakit infeksi TORCH. Penyakit DM adalah suatu penyakit dimana badan tidak sanggup menggunakan gula sebagaimana mestinya, penyebabnya adalah penkreas tidak cukup produksi insulin/ tidak dapat gunakan insulin yang ada. Akibat dari DM ini banyak macamnya diantaranya adalah bagi ibu hamil bisa mengalami keguguran,bayi lahir mati, bayi mati setelah lahir, (kematian perinatal) karena bayi yang dilahirkan terlalu besar, menderita edem dan kelainan pada alat tubuh bayi (Linda, 2012). Penyakit infeksi TORCH adalah suatu istilah jenis penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan herpes. Keempat jenis penyakit ini sama bahayanya bagi ibu hamil yaitu dapat mengganggu janin yang dikandungnya. Bayi yang dikandung tersebut mungkin akan terkena katarak mata,
20
tuli, Hypoplasia (gangguan pertumbuhan organ tubuh seperti jantung, paru-paru, dan limpa). Bisa juga mengakibatkan berat bayi tidak normal, keterbelakangan mental, hepatitis, radang selaput otak, radang iris mata, dan beberapa jenis penyakit lainnya (Linda, 2012). 2.2.4. Permasalahan pada BBLR BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai permasalahan yang banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum stabil (Surasmi, dkk., 2002). a. Ketidakstabilan suhu tubuh Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36°C-37°C dan segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia juga terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otototot yang belum cukup memadai, ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya lemak subkutan, produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan panas.
21
b. Gangguan pernafasan Akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah sehingga mudah terjadi periodik apneu. Disamping itu lemahnya reflek batuk, hisap, dan menelan dapat mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi. c. Imaturitas imunologis Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui plasenta selama trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan pembentukan antibodi menjadi terganggu. Selain itu kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah menderita infeksi. d. Masalah gastrointestinal dan nutrisi Lemahnya reflek menghisap dan menelan, motilitas usus yang menurun, lambatnya pengosongan lambung, absorbsi vitamin yang larut dalam lemak berkurang, defisiensi enzim laktase pada jonjot usus, menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh, meningkatnya resiko NEC (Necrotizing Enterocolitis). Hal ini menyebabkan nutrisi yang tidak adekuat dan penurunan berat badan bayi. e. Imaturitas hati Adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan timbulnya hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi perdarahan. Kurangnya enzim glukoronil transferase sehingga konjugasi bilirubin direk
22
belum sempurna dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar berkurang. f. Hipoglikemi Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar gula darah selama 72 jam pertama dalam kadar 40 mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi. Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress dingin akan direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi paru. Efektifitas ventilasi paru menurun sehingga kadar oksigen darah berkurang. Hal ini menghambat metabolisme glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang berakibat pada penghilangan glikogen lebih banyak sehingga terjadi hipoglikemi. Nutrisi yang tak adekuat dapat menyebabkan pemasukan kalori yang rendah juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi. 2.2.5. Penatalaksanaan BBLR Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi stress fisik maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi (Wong, 2008; Pillitteri, 2003) :
23
a. Dukungan respirasi Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi surfaktan dan periadik apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi. Pemberian oksigen 100% dapat memberikan efek edema paru dan retinopathy of prematurity. b. Termoregulasi Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang melibatkan sistem kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Menurut Thomas (1994) suhu aksilar optimal bagi bayi dalam kisaran 36,5°C-37,5°C, sedangkan menurut Sauer dan Visser (1984) suhu netral bagi bayi adalah 36,7°C-37,3°C.
24
Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu (Kosim Sholeh, 2005) : 1. Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya. Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya. 2. Pemancar pemanas 3. Ruangan yang hangat 4. Inkubator
2.3. Kerangka Konsep
Hiperemesis Gravidarum
Berat Badan Lahir Rendah
2.4. Hipotesis Penelitian 1.
Ada hubungan kejadian hiperemesis gravidarum dengan kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil
25
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat analitik yaitu untuk mengetahui bagaimana hubungan kejadian hiperemesis gravidarum dengan kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil. 3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil. 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2015.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil trimester I yang ada di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil sebanyak jumlah 54 orang. 3.3.2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan menjadi sampel (total Sampling) yaitu sebesar 54 orang.
25
26
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data a. Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. b. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari Kepala Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil 3.5. Definisi Operasional Tabel 3.1.
Definisi, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur
Definisi Operasional
Cara dan Skala Alat Ukur Ukur 1. Hiperemesis adalah mual muntah di Wawancara Ordinal pagi hari yang dialami ibu sehingga mengalami dehidrasi 2. BBLR adalah berat badan bayi baru Wawancara Ordinal lahir < 2.500 gram
Hasil Ukur 0. Hiperemesis 1. Tidak Hiperemesis 0. BBLR 1. Tidak BBLR
3.6. Metode Pengolahan Setelah data penelitian terkumpul maka dilakukan proses pengolahan data meliputi tahap-tahap berikut ini : 1. Editing Editing dalam penelitian ini berupa kegiatan pengecekan data apakah sudah lengkap.
27
2. Coding Coding adalah
mengklasifikasikan data-data yang telah
dikumpulkan menurut
macamnya. 3. Data Entry Data rntry yaitu proses memasukkan data ke dalam kategori tertentu untuk dilakukan analisis data dengan menggunakan bantuan komputer. 4. Tabulating Tabulating adalah langkah memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan (Riyanto, 2009).
3.7. Analisa Data 3.7.1. Analisis Univariat Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran variabel independen (hiperesmisis) dan variabel dependen yaitu BBLR. 3.7.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan kejadian hiperemesis gravidarum dengan kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil dengan menggunakan statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.
28
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa T. Ambun berada Kecamatan Aceh Singkil. Desa T. Ambun ini merupakan salah satu desa di kecamatan Aceh Singkil yang terletak di daerah dataran rendah. Secara geografis Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil mempunyai luas wilayah 10.115 km2. 4.2. Karakteristik Responden Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: umur dan pendidikan. 4.2.1. Distribusi Umur Responden di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil Untuk melihat umur responden di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil dapat dilihat pada tabel 4.1 : Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil No Umur 1 < 19 dan > 35 tahun 2 19-35 tahun Jumlah
f 5 49 54
% 9,3 90,7 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa umur ibu di Desa Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil lebih banyak dengan umur 19-35 tahun sebanyak 49 orang (90,7%) dan lebih sedikit dengan umur < 19 dan > 35 tahun sebanyak 5 orang (9,3%). 28
29
4.2.2. Distribusi Pendidikan Responden di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil Untuk melihat pendidikan responden di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil dapat dilihat pada tabel 4.2 : Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil No Pendidikan 1 Tinggi : Diploma/S1 2 Dasar : SD/SMP dan Menengah : SMA Jumlah
f 3 51 54
% 5,6 94,4 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pendidikan ibu di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil
lebih banyak dengan pendidikan dasar dan
menengah sebanyak 51 orang (94,4%) dan lebih sedikit dengan pendidikan tinggi sebanyak 3 orang (5,6%).
4.3. Analisis Univariat 4.3.1. Hiperemesis pada Ibu Hamil Trimester I di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil Untuk melihat kejadian hiperemesis pada ibu hamil trimester I Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil dapat dilihat pada tabel 4.3 : Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kejadian Hiperemesis pada Ibu Hamil Trimester I di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil No 1 2
Kejadian Hiperemesis Tidak Hiperemesis Hiperemesis Jumlah
f 29 25 54
% 53,7 46,3 100
30
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa kejadian hiperemesis gravidarum lebih banyak dengan tidak hiperemesis sebanyak 29 orang (53,7%) dan lebih sedikit dengan hiperemesis sebanyak 25 orang (46,3%). 4.3.2. Kejadian Berat Badan Lahir Rendah pada Bayi di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil Untuk melihat kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil dapat dilihat pada tabel 4.4 : Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kejadian Berat Badan Lahir Rendah pada Bayi di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil No Kejadian Berat Badan Lahir Rendah 1 Tidak BBLR 2 BBLR Jumlah
f 30 24 54
% 55,6 44,4 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa kejadian BBLR di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil adalah lebih banyak dengan tidak BBLR sebanyak 30 orang (55,6%) dan lebih sedikit dengan BBLR sebanyak 24 orang (44,4%).
4.4. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan kejadian hiperemesis gravidarum dengan kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil. Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variabel kejadian hiperemesis gravidarum dengan kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil dapat dilihat seperti dibawah ini :
31
4.4.1. Hubungan Kejadian Hiperemesis Gravidarum Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil Untuk melihat hubungan kejadian hiperemesis gravidarum dengan kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil dapat dilhat pada Tabel 4.5 : Tabel 4.5. Hubungan Kejadian Hiperemesis Gravidarum Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil
No Hiperemis 1 2
Tidak Hiperemesis Hiperemesis
Kejadian BBLR Tidak BBLR BBLR n % n % 23 79,3 6 20,7 7 28,0 18 72,0
Total n % 26 100 25 100
P value 0,000
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 26 orang dengan tidak hiperemesis terdapat tidak BBLR sebanyak 23 orang (79,3%) dan BBLR sebanyak 6 orang (20,7%). Kemudian dari 25 orang dengan hiperemesis terdapat tidak BBLR sebanyak 7 orang (28,0%) dan BBLR sebanyak 18 orang (72,0%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0.000 < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan kejadian hiperemesis gravidarum secara signifikan dengan kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil.
32
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Hiperemesis pada Ibu Hamil Trimester I di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian hiperemesis gravidarum lebih banyak dengan tidak hiperemesis sebanyak 29 orang (53,7%) dan lebih sedikit dengan hiperemesis sebanyak 25 orang (46,3%). Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kejadian hiperemesis sangat banyak terjadi pada ibu hamil trimester I mencapai 46,3%. Keadaan ini perlu mendapat perhatian bahwa ibu hamil yang hiperemesis jangan sampai ada yang terjadi akibat buruk karena hiperemesis. Hiperemesis gravidarum yang terjadi pada ibu hamil adalah mual dan muntah berlebihan sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari sehingga keadaan umum ibu hamil banyak yang menjadi lemas. Ibu hamil yang hiperemesis memuntahkan segala apa yang dimakan dan yang diminum sehingga berat badan sangat turun, turgor kulit kurang, timbul aseton dalam kencing Hal ini sesuai menurut Prawirohardjo (2005) bahwa hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana wanita tidak dapat menyesuaikan dengan keadaan mual dan muntah yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I, sehingga pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Hiperemesis Gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera diberikan, misalnya pemberian sedativa yang siring diberikan adalah 32
33
phenobarbital, vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6. Anti histamika juga dianjurkan seperti dramamin, ovamin pada keadaan lebih kuat diberikan antimetik seperti disiklomin hidrokhloride atau khlorpromasin. Berikan cairan parental yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intravena. Menurut asumsi peneliti bahwa hiperemesis gravidarum yang terjadi pada ibu hamil adalah mual dan muntah berlebihan sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari sehingga keadaan umum ibu hamil banyak yang menjadi lemas. Ibu hamil yang hiperemesis memuntahkan segala apa yang dimakan dan yang diminum.
5.2. Kejadian Berat Badan Lahir Rendah pada Bayi di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian BBLR di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil adalah lebih banyak dengan tidak BBLR sebanyak 30 orang (55,6%) dan lebih sedikit dengan BBLR sebanyak 24 orang (44,4%). Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kejadian BBLR sangat banyak terjadi pada pada bayi baru lahir mencapai 44,4%. Keadaan ini perlu mendapat perhatian bahwa kejadian BBLR agar tidak banyak terjadi pada bayi baru lahir sehingga anak tumbuh dan berkembang secara sehat. Bayi dengan BBLR perlu mendapat perawatan yang insentif, karena secara anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan
34
dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi stress fisik maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi (Wong, 2008; Pillitteri, 2003) : Hal ini sesuai menurut Surasmi (2002) bahwa BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai permasalahan yang banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum stabil. Menurut asumsi peneliti bahwa bayi dengan BBLR perlu mendapat perawatan yang insentif, karena secara anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi stress fisik maupun psikologis.
5.3. Hubungan Kejadian Hiperemesis Gravidarum Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 26 orang dengan tidak hiperemesis terdapat tidak BBLR sebanyak 23 orang (79,3%) dan BBLR sebanyak 6 orang (20,7%). Kemudian dari 25 orang dengan hiperemesis terdapat tidak BBLR sebanyak 7 orang (28,0%) dan BBLR sebanyak 18 orang (72,0%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0.000 < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan kejadian hiperemesis gravidarum secara signifikan dengan kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa kejadian hiperemesis berbanding lurus dengan kejadian BBLR, artinya semakin sering terjadi hiperemesis
35
maka kejadian BBLR semakin tinggi. Demikian juga sebaliknya jika tidak terjadi hiperemesi maka kejadian BBLR juga sedikit terjadi. Penelitian yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan Juminten Saimin, IMS. Murah Manoe (2004) dengan judul penelitian hubungan antara berat badan lahir dengan status gizi ibu berdasarkan ukuran lingkar lengan atas. Didapatkan ada hubungan antara hiperemesis gravidarum gengan berat badan bayi lahir pada ibu bersalin di wilayah kerja UPTD Puskesmas Jaya Baru Banda Aceh (p-value = 0. 170) Hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana wanita tidak dapat menyesuaikan dengan keadaan mual dan muntah yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I, sehingga pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk (Prawirohardjo, 2005). Berat lahir bayi adalah berat bayi yang ditimbang dalam waktu 1jampertama setelah lahir (Linda, 2012). Berat Bayi Lahir Rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi (IDAI, 2004) Peneliti beramsusi bahwa hiperemesis gravidarum mempengaruhi hubungan berat badan bayi lahir, sebab mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil yang sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari dapat memperburuk keadaan umum ibu.
36
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Kesimpulan 1. Kejadian hiperemesis gravidarum lebih banyak dengan tidak hiperemesis sebanyak 29 orang (53,7%) dan lebih sedikit dengan hiperemesis sebanyak 25 orang (46,3%). 2. Kejadian BBLR di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil adalah lebih banyak dengan tidak BBLR sebanyak 30 orang (55,6%) dan lebih sedikit dengan BBLR sebanyak 24 orang (44,4%). 3. Ada hubungan kejadian hiperemesis gravidarum secara signifikan dengan kejadian berat badan lahir rendah di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil.
6.2. Saran 1. Bagi ibu diharapkan agar mempersiapkan diri dalam menghadapi kehamilan yang mengalami hiperemesis gravidarum di Desa T. Ambun Kecamatan Aceh Singkil. 2. Diharapkan agar karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan salah satu bahan masukan bagi pengelola KIA untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu bersalin tentang hiperisemesis gravidarum. 3. Hasil penelitan ini dapat digunakan sebagai asuhan pengetahuan mahasisiwi kebidanan dan menambah referensi perpustakan bagi Akademi Kebidanan Audi Husada Medan.
37
DAFTAR PUSTAKA
Aimee, et al., 2010. Association of Intrauterine and Early-Life Exposures with Diagnosis of Uterine Leiomyomata by 35 Years of Age in the Sister Study. Environmental Health Perspectives. Volume 118. No. 3. Pages 375-380. Benson, Ralph. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta : Penerbit EGC. Copaescu, C., 2007. Laparoscopic Hysterectomy. Chirurgia (Bucur). Volume 102, No. 2, March-April 2007. Romanian. Hadibroto., R.Budi., 2005. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara, Volume 38, No. 3, September 2005. Medan. Hart D.M, Norman J, 2001. Gynecology Illustrated.5th Edition. UK: Churchill Livingstone Jenny Sinaga, 2012, Tingkat Kecemasan Ibu dalam Menghadapi Menopause di Desa Baru Kecamatan Pancur Batu. Medan
38
KUESIONER
HUBUNGAN KEJADIAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI DESA T. AMBUN KECAMATAN ACEH SINGKIL
A. Indentitas Responden 1. Nama
: ………………
2. Umur
: ………………
B. Data Hiperemesis 1. Apakah ibu mengalami hiperemesis saat hamil trimester I? a. Ya b. Tidak 2. Apa yng ibu rasakan setelah mengalami hiperemesis gravidarum? …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… C. Data BBLR 1. Berat badan bayi baru lahir? a. ≥ 2.500 gram b. < 2.500 gram
39
Lampiran 1 Master Tabel Penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Umur 29 32 28 30 32 26 27 28 36 36 28 26 25 26 24 24 25 26 26 26 26 29 36 37 28 28 35 32 38 26 27 29 29 25 25 28
UmurK 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
Pendidikan Hiperemesis 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0
BLLR 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0
40
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
29 30 32 33 36 32 26 28 26 25 29 29 30 31 32 28 29 29
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0
41
Lampiran 2. Hasil Olah SPSS Frequencies Umur Frequency Valid
<19 dan 35 Tahun 19-35 Tahun Total
5 49 54
Percent 9.3 90.7 100.0
Valid Percent 9.3 90.7 100.0
Cumulative Percent 9.3 100.0
Pendidikan Frequency Valid
Tinggi Dasar dan Menengah Total
3 51 54
Percent 5.6 94.4 100.0
Valid Percent 5.6 94.4 100.0
Cumulative Percent 5.6 100.0
Hiperemesis Gravidarum Frequency Valid
Tidak Ya Total
29 25 54
Percent 53.7 46.3 100.0
Valid Percent 53.7 46.3 100.0
Cumulative Percent 53.7 100.0
Valid Percent 55.6 44.4 100.0
Cumulative Percent 55.6 100.0
BBLR Valid
Tidak BBLR BBLR Total
Frequency 30 24 54
Percent 55.6 44.4 100.0
42
Crosstabs Hiperemesis Gravidarum * Kejadian BBLR
Crosstab
Hiperemesis
Tidak
Ya
Total
Value a 14.316
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Count Expected Count % within Pengetahuan Count Expected Count % within Pengetahuan Count Expected Count % within Pengetahuan
b
Kejadian BBLR Tidak BBLR BBLR 23 6 16.1 12.9 79.3% 20.7% 7 18 13.9 11.1 28.0% 72.0% 30 24 30.0 24.0 55.6% 44.4%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. df (2-sided) 1 .000
12.313
1
.000
14.975
1
.000
14.050
1
.000
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
Total 29 29.0 100.0% 25 25.0 100.0% 54 54.0 100.0%
Exact Sig. (1sided)
.000
54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.11. b. Computed only for a 2x2 table
.000