BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kematian ibu setiap tahun kurang lebih 287.000 orang dan mayoritas kematian terjadi di negara berkembang (WHO et al., 2012). Diperkirakan, sekitar 358.000 wanita di dunia meninggal setiap tahun akibat komplikasi kehamilan dan persalinan dengan perhitungan kematian di Afrika bagian Sahara dan Asia Selatan sebesar 87% (WHO et al., 2008). Di Indonesia, diperkirakan 228 orang ibu meninggal dalam tiap 100.000 persalinan. Angka kematian ibu saat melahirkan yang ditargetkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 adalah 102, dengan kata lain akselerasi sangat dibutuhkan karena pencapaian target tersebut masih cukup jauh. Indonesia dianggap belum mampu mengatasi tingginya angka kematian ibu sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup yang berarti setiap tahunnya ada 13.778 kematian ibu atau setiap 2 jam ada 2 ibu hamil, bersalin, nifas yang meninggal karena berbagai penyebab. Kecenderungan perbandingan pada tahun 1990 yang masih 450 per 100.000 kelahiran hidup, menyebabkan target MDGs 125 per 100.000 kelahiran hidup terasa sangat berat untuk dicapai tanpa upaya percepatan (MDGs, 2010). Akselerasi percepatan dilakukan oleh pemerintah berdasarkan hasil deklarasi pada bulan September tahun 2000 di New York, yaitu “Tujuan Pembangunan Millenium" (MDGs) yang terdiri dari 8 tujuan. Salah satu sasaran dari MDGs, poin kelima, adalah meningkatkan kesehatan ibu hamil. Tujuannya adalah berupaya untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan hingga 3/4nya dari angka pada tahun 1990. Dengan asumsi bahwa rasio tahun 1990 adalah sekitar 450 per 100.000 kelahiran hidup, maka ditargetkan angka kematian ibu pada
MDGs 2015 sekitar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Target tersebut
tampaknya masih sulit dicapai. Diperkirakan, sebesar 99% kematian ibu terjadi di negara berkembang (WHO et al., 2012). Angka kematian ibu (AKI) masih sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (MDGs, 2010). Angka tersebut bisa jauh lebih tinggi, terutama di daerah yang miskin dan terpencil, akibat tidak meratanya fasilitas dan tenaga kesehatan sebagai penyebab kematian ibu (WHO, 2004).
Berbagai potensi kematian bisa dicegah apabila para ibu memperoleh perawatan yang tepat sewaktu persalinan, kemudahan dalam mengakses fasilitas kesehatan dan pendampingan tenaga kesehatan saat persalinan (WHO, 2005). Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu ukuran untuk melihat tingkat status kesehatan perempuan. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan bagi ibu, pemerintah menargetkan penurunan angka kematian ibu (AKI) menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014. Hasil survei AKI
tahun 1994-2007
menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil SDKI tahun 2007, AKI di Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih tertinggi di Asia. Kematian ibu dan anak merupakan prioritas kesehatan masyarakat dunia (MDGs, 2010). Strategi paling efektif yang diakui secara internasional untuk mengurangi angka kematian ibu adalah setiap persalinan harus didampingi oleh bidan terampil (Campbell & Graham 2006). Upaya yang dilakukan untuk menekan angka kematian ibu dan anak adalah dengan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, karena rendahnya penyerapan tenaga bidan sebagai pendamping dalam proses persalinan merupakan faktor utama penyebab kematian ibu (WHO, 2005). Hal ini sudah dilakukan oleh Depkes sejak tahun 1990 dengan penempatan bidan di setiap desa. Jumlah bidan mencapai 54.120 yang ditempatkan di desa-desa pada tahun 1996. Dengan tersedianya tenaga bidan di desa-desa, memberikan kemudahan untuk mengakses pelayanan kesehatan ibu dan anak (Depkes RI, 2007). Selain penempatan bidan di desa-desa, pemerintah meluncurkan program pengembangan desa/kelurahan siaga aktif dengan membentuk pos kesehatan desa (poskesdes) di setiap desa. Desa siaga yang dikembangkan sejak tahun 2006 sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga. Tujuan dibentuknya desa siaga adalah agar masyarakat dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari. Desa siaga merupakan bentuk akselerasi pemerintah terhadap upaya pencapaian MDGs
dan target
pemerintah yang harus dicapai pada tahun 2015 adalah 80% desa dan kelurahan yang ada di Indonesia menjadi desa dan kelurahan siaga aktif (Depkes RI, 2010). Program pemerintah terhadap penempatan tenaga dan fasilitas kesehatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pemanfaatannya di masyarakat. Menurut data Profil Kesehatan Indonesia dan Riskesdas tahun 2013, persalinan di Indonesia pada fasilitas kesehatan sebesar 70,4%. Dengan persalinan berdasarkan tempat, : rumah sakit sebesar 21,4%, rumah bersalin/klinik/praktik nakes sebesar 38,0%, puskesmas/pustu sebesar 7,3%, polindes/poskesdes sebesar 3,7% (Kemenkes RI, 2013; Badan Litbangkes RI, 2013). Namun, angka ini masih mengalami disparitas yang sangat mencolok antara tempat persalinan yang terletak di perkotaan dan pedesaan. Yang tinggal di perkotaan sebesar 74,9% melahirkan
pada
fasilitas
kesehatan
dan
0,8%
yang
melahirkan
di
polindes/poskesdes, sedangkan di pedesaan sebesar 35,2% yang melahirkan pada fasilitas kesehatan dan 2,0% di polindes/poskesdes (Kemenkes RI, 2010). Menurut Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, di Provinsi Kalimantan Tengah persentase persalinan di fasilitas kesehatan sebesar 32,1%, dengan rincian berdasarkan tempat : rumah sakit sebesar 12,6%, rumah bersalin/klinik/praktik nakes sebesar 14,9%, puskesmas/pustu sebesar 3,6%, dan polindes/poskesdes sebesar 1,0%. Persalinan pada fasilitas kesehatan di Provinsi Kalimantan Tengah sangat rendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Pemanfaatan fasilitas kesehatan sebagai tempat melahirkan di Provinsi Kalimantan Tengah sangat rendah dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Provinsi Kalimantan Tengah menduduki peringkat 3 terendah setelah Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi Maluku. Provinsi Maluku merupakan provinsi yang paling rendah se-Indonesia dalam pemanfaatan fasilitas kesehatan sebagai tempat melahirkan yaitu sebesar 25,2% (Kemenkes RI, 2013; Badan Litbangkes RI, 2013). Tempat persalinan non fasilitas kesehatan atau rumah di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, sebesar 29,6% (Kemenkes RI, 2013; Badan Litbangkes RI, 2013). Di pedesaan, pada umumnya persalinan dilakukan di rumah, sedangkan di perkotaan kebanyakan di
fasilitas kesehatan. Status ekonomi akan mempengaruhi pemilihan tempat persalinan, semakin rendah status ekonomi semakin besar memilih bersalin di rumah (Kemenkes RI, 2010). Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kalimantan Tengah, jumlah ibu melahirkan di rumah sebesar 67,9% (Kemenkes RI, 2013; Badan Litbangkes RI, 2013).
Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Tengah tahun 2014, jumlah ibu hamil yang memilih bersalin di non fasilitas kesehatan sebanyak 22.207 orang dari jumlah keseluruhan persalinan 41.623 orang. Berarti, jumlah ibu hamil yang memilih melahirkan di non fasilitas kesehatan sebesar 53,35%, lebih besar dibandingkan dengan jumlah ibu hamil yang memilih melahirkan di fasilitas kesehatan (Dinkes Kalimantan Tengah, 2014). Pemilihan tempat persalinan di rumah bagi ibu hamil di Kalimantan Tengah masih sangat tinggi, sehingga dibutuhkan upaya promosi kesehatan dalam bentuk layanan informasi berupa leaflet yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan terhadap tempat melahirkan (O’Cathain et al., 2002). Wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Seruyan yang terdiri dari 10 kecamatan, memiliki 2 rumah sakit, 11 puskesmas dengan rincian 4 puskesmas perawatan dan 7 non perawatan, 53 pustu dengan rasio 3,73/10.000 penduduk, 20 polindes dengan rasio 0,22 polindes per desa/kelurahan, 37 poskesdes dengan rincian 14 desa siaga dan 11 desa siaga aktif (Dinkes Seruyan, 2012). Dengan tersedianya fasilitas kesehatan, baik pustu, poskesdes maupun polindes, di setiap desa/kelurahan, akan memudahkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Ketersediaan dan kemudahan untuk mengakses fasilitas kesehatan yang
ada
di
Kabupaten
Seruyan,
tidak
menjamin
ibu
hamil
akan
memanfaatkannya sebagai tempat bersalin. Hal ini terbukti dari data cakupan persalinan di fasilitas kesehatan di Kabupaten Seruyan tahun 2014 sangat rendah, yaitu sebesar 23,1% dan jumlah persalinan sebanyak 2.320 orang, yang memilih melahirkan di rumah sebanyak 1.784 orang, yang berarti bahwa sebesar 76,89% ibu hamil memilih melahirkan di rumah (Dinkes Kab. Seruyan, 2014). Tingginya perilaku ibu hamil memilih melahirkan di rumah menyebabkan Pemerintah Seruyan berupaya membangun fasilitas kesehatan untuk mendekatkan
pelayanan kesehatan pada masyarakat. Puskesmas Kuala Pembuang II dibangun pada akhir tahun 2007 dan dioperasionalkan pada bulan Juni 2008. Wilayah kerja Puskesmas Kuala Pembuang II terdiri dari 11 desa sebagai wilayah kerjanya, yang terletak di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Seruyan Hilir dan Seruyan Hilir Timur. Desa Tanggul Harapan, Tanjung Rangas, Muara Dua, Jahitan dan Baung merupakan wilayah Kecamatan Seruyan Hilir, sedangkan Desa Pematang Panjang, Sei Bakau, Kartika Bhakti, Bangun Harja, Halimaung Jaya dan Mekar Indah adalah wilayah Kecamatan Seruyan Hilir Timur yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Kuala Pembuang II (PKM KP. II, 2013). Seruyan Hilir Timur merupakan wilayah pemekaran dari Kecamatan Seruyan Hilir pada tahun 2008. Sarana dan prasarana kesehatan yang ada di Kecamatan Seruyan Hilir Timur cukup memadai, yaitu setiap desa mempunyai fasilitas kesehatan. Sarana dan tenaga kesehatan dapat dilihat pada Tabel I berikut ini: Tabel 1. Sarana dan tenaga kesehatan di Kecamatan Seruyan Hilir Timur No
1 2
Desa
Pematang Panjang
Sungai Bakau 3 Kartika Bhakti 4 Bangun Harja 5 Halimaun g Jaya 6 Mekar Indah Jumlah
Sarana kesehatan
Jumlah
Puskesmas Poskesdes Poskesdes Pustu Poskesdes Pustu Poskesdes Pustu Polindes Pustu Polindes Pustu
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
Dokter (org) 2
2
Tenaga kesehatan Bidan Perawat Lainnya (org) (org) (org) 5 10 7 3 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 2 14 19 8
Ket
Sumber: Profil Kesehatan Puskesmas Kuala Pembuang II tahun 2013 Tersedianya fasilitas kesehatan tidak serta merta membuat ibu hamil akan memanfaatkan fasilitas tersebut, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengambilan keputusan terhadap pemilihan tempat melahirkan (Sychareun et al., 2012). Tingginya angka melahirkan di rumah sebagian besar
di negara
berkembang, karena perempuan tidak mempunyai hak otonom untuk menentukan pilihan tempat pemeriksaan kehamilan dan tempat melahirkan (Vallely et al., 2013). Keputusan untuk mencari pelayanan persalinan bergantung pada anggota keluarga, seperti suami, ibu, ibu mertua, nenek, dukun beranak, dan petugas kesehatan di desa (Sychareun et al., 2012). Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan sebagai tempat melahirkan adalah kondisi geografis, jalan yang buruk, kurangnya transportasi, persepsi layanan yang buruk, ketersediaan fasilitas kesehatan (Pearson et al., 2011), budaya, adat, dan kepercayaan (Danforth et al., 2009). Kepercayaan adalah suatu hal yang diterima atau yang diyakini dan dianggap sesuatu yang benar atau kumpulan dari beberapa fakta yang dianggap benar atau baik tanpa didukung ilmu pengetahuan (Glanz et al., 2008). Ibu hamil meyakini bahwa persalinan adalah peristiwa non-medis yang menyebabkan ibu hamil menghindari intervensi selama proses persalinannya. Intervensi dan prosedur pelayanan persalinan dipandang sebagai pengganggu aliran kekuatan alam, sehingga ibu hamil menghindari fasilitas kesehatan untuk melahirkan (Boucher et al., 2009), dan tetap mempertahankan persepsi mereka tentang penyebab risiko dalam melahirkan di fasilitas kesehatan (Jackson et al., 2012). Berdasarkan wawancara pendahuluan yang telah dilakukan kepada salah seorang ibu, diketahui bahwa masih ada persepsi yang berkaitan dengan melahirkan di rumah. Beberapa alasan memilih melahirkan di rumah adalah: dengan melahirkan di poskesdes merasa tidak mempunyai keluarga, jarak tempat tinggal dengan poskesdes, tidak adanya kendaraan untuk mengantar ke poskesdes dan pulang ke rumah setelah melahirkan, tidak mau repot, dan merasa nyaman melahirkan di rumah dengan didampingi oleh dukun beranak karena dilayani sepenuhnya. Hambatan transportasi dan pelayanan sepenuhnya yang diberikan oleh dukun beranak kepada ibu melahirkan mempengaruhi pemilihan tempat melahirkan bagi ibu hamil di Desa Kartika Bhakti. Menurut data Kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas Kuala Pembuang II pada tahun 2013, di wilayah Kecamatan Seruyan Hilir Timur, masih banyak ibu
yang memilih bersalin di rumah. Cakupan persalinan di Kecamatan Seruyan Hilir Timur tahun 2011- 2014, dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Cakupan persalinan non fasilitas kesehatan di Kecamatan Seruyan Hilir Timur No
Desa
Persalinan non fasilitas kesehatan 2011
%
2012
%
2013
%
2014
%
1
Pematang Panjang
47
81,0
55
87,3
18
58,1
47
94,0
2
Sungai Bakau
5
100
4
40,0
4
36,4
9
75,0
3
Kartika Bhakti
15
65,2
15
93,8
20
76,9
20
95,2
4
Bangun Harja
1
9,1
0
0,0
1
7,7
5
31,3
5
Halimaung Jaya
3
100
1
33,3
3
30,0
4
57,1
6
Mekar Indah
6
100
9
75,0
5
83,3
5
100
Jumlah
77
72,6
84
70,6
51
52,6
90
81,1
Sumber: Data KIA Puskesmas Kuala Pembuang II Tahun 2014 Kecamatan Seruyan Hilir Timur terdiri dari 6 desa yang merupakan desa transmigrasi, termasuk Desa Kartika Bhakti, dan mayoritas penduduknya bersuku Jawa. Fasilitas dan tenaga kesehatan cukup tersedia untuk melayani ibu hamil di kecamatan tersebut. Keberadaan fasilitas dan tenaga kesehatan yang tersedia, seperti pustu dan poskesdes, tidak sepenuhnya digunakan sebagai tempat melahirkan. Akses ibu hamil dari Desa Kartika Bhakti ke Puskesmas Kuala Pembuang II ± 1,5 km dan ke Rumah Sakit Seruyan ± 15 km dengan kondisi jalan yang cukup baik. Keberadaan fasilitas, tenaga kesehatan dan akses jalan yang baik, tidak berdampak terhadap pemanfaatan fasilitas kesehatan sebagai tempat melahirkan bagi ibu hamil di Seruyan Hilir Timur. Seruyan Hilir Timur, jumlah ibu melahirkan tahun 2014 sebanyak 111 orang dan yang melahirkan di rumah sebanyak 90 orang, yang berarti sebesar 81,08% yang memilih melahirkan di rumah. Di Desa Kartika Bhakti, jumlah ibu melahirkan sebanyak 21 orang, dengan rincian 1 orang melahirkan di fasilitas kesehatan dan 20 orang melahirkan di rumah (PKM KP II, 2014). Berdasarkan data tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian di Desa Kartika Bhakti untuk menggali persepsi ibu tentang melahirkan di rumah.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimana persepsi ibu tentang persalinan di rumah di Desa Kartika Bhakti Kecamatan Seruyan Hilir Timur Kabupaten Seruyan? C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali lebih dalam persepsi ibu terhadap persalinan di rumah.
2.
Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk: a.
Menggali lebih mendalam persepsi ibu terhadap bahaya melahirkan di rumah.
b.
Menggali lebih mendalam persepsi ibu terhadap hambatan melahirkan di fasilitas kesehatan.
c.
Menggali lebih mendalam persepsi ibu terhadap risiko melahirkan di rumah.
d.
Menggali lebih mendalam persepsi ibu terhadap manfaat melahirkan di rumah. D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Seruyan Dapat dijadikan sebagai dasar rujukan dan pertimbangan untuk menyusun strategi dan kebijakan program promosi kesehatan terkait dengan ancaman dan risiko yang dapat ditimbulkan akibat melahirkan di rumah. 2. Bagi peneliti a.
Dapat dijadikan sebagai dasar pemikiran untuk melakukan promosi kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Kuala Pembuang II.
b.
Penelitian ini dapat memperluas wawasan dan pengetahuan bagi peneliti.
3. Bagi masyarakat a.
Sebagai bahan masukan dalam memilih tempat persalinan yang aman dan bermanfaat untuk keselamatannya.
b.
Masyarakat mendapatkan kesempatan untuk memberikan pendapat tentang pemilihan tempat persalinan di rumah. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terdahulu yang sudah dilakukan peneliti lain yang
dapat dijadikan sebagai rujukan pada penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut: 1.
Irdan (2013) meneliti perilaku ibu hamil suku Kaili dalam pencarian pertolongan persalinan. Hasil penelitian menunjukkan masih berlakunya hukum adat dan pelaksanaan upacara adat pada masyarakat suku Kaili. Konsep persalinan yang dipahami ibu hamil adalah proses alami dan diyakini bahwa makhluk supranatural serta melanggar pantangan dapat mempersulit proses persalinan. Sando mpoana dipilih sebagai penolong persalinan karena memahami budaya, adat istiadat, bahasa Kaili dan mempunyai ramuan dan supranatural. Persamaan dengan penelitian ini pada metode penelitian. Perbedaannya pada subjek (ibu hamil), objek (suku Kaili), tujuan, lokasi dan waktu penelitian.
2.
Putri (2012) meneliti alasan ibu di Provinsi Bengkulu memilih persalinan di rumah. Hasilnya menunjukkan bahwa faktor predisposing (umur, paritas, pengetahuan tentang bahaya kehamilan dan persalinan), faktor need (riwayat komplikasi kehamilan dan persalinan, jumlah kunjungan ANC) berhubungan secara signifikan dalam pemilihan tenaga penolong persalinan di rumah. Persamaan dengan penelitian ini pada objek penelitian, yaitu persalinan di rumah. Perbedaannya pada jenis dan metode penelitian (survei analitik), tujuan (mengetahui alasan ibu hamil memilih persalinan di rumah), dan lokasi penelitian (di Bengkulu).
3.
Serilaila & Triratnawati (2010) meneliti tingginya animo Suku Banjar bersalin di bidan kampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuatnya kepercayaan atas kemampuan medis tradisional dan spritual bidan kampung mengakibatkan animo ibu bersalin dengan bantuannya tetap tinggi. Persamaan dengan penelitian ini pada metode penelitian. Perbedaannya pada
subjek (suku Banjar), objek (bersalin dengan bantuan bidan kampung), dan lokasi penelitian (di Binuang, Kalimantan Selatan) 4.
Sumiaty (2010) melakukan penelitian berjudul “Determinan penolong persalinan di rumah di Kabupaten Banggai Kepulauan”. Penelitian tersebut adalah penelitian observasional dengan rancangan
cross sectional study
melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil analisis bivariabel, multivariabel dan kualitatif menunjukkan bahwa pengetahuan, status ekonomi keluarga dan pengambilan keputusan keluarga berhubungan signifikan dengan pemilihan persalinan di rumah. Persamaan dengan penelitian ini pada subjek penelitian, yaitu ibu bersalin. Perbedaannya pada tujuan penelitian, metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian. 5.
Boucher et al. (2009) melakukan penelitian berjudul “Staying Home to Give Birth: Why Women in the United States Choose Home Birth”. Hasilnya menunjukkan bahwa alasan yang paling umum diberikan terhadap rencana melahirkan di rumah adalah: a) keamanan yang terjamin dalam melahirkan di rumah; b) menghindari intervensi medis yang tidak perlu saat melahirkan di rumah sakit; c) pengalaman negatif sebelumnya melahirkan di rumah sakit; d) kontrol tenaga kesehatan yang lebih besar; dan e) nyaman, akrab lingkungan. Tema dominan lain adalah kepercayaan perempuan dalam proses persalinan. Persamaan dengan penelitian ini pada metode penelitian. Perbedaannya pada tujuan penelitian, subjek penelitian, lokasi dan waktu penelitian.
6.
Anwar (2009) melakukan penelitian berjudul “Persepsi dan kepercayaan suku Mandar tentang kehamilan dan persalinan sando meana di Kabupaten Polewali Mandar. Hasilnya menunjukkan bahwa persalinan sando meana telah lama diterima dan dipraktikkan, karena sesuai dengan budaya setempat baik dalam membantu menolong persalinan maupun upacara kehamilan dan persalinan. Kemampuan dan kelebihan sando dan pemahaman terhadap nilai ritual dan religi menimbulkan rasa percaya masyarakat terhadap persalinan sando meana. Persamaan dengan penelitian ini pada metode penelitian. Perbedaannya pada pendekatan penelitian (etnografi), subjek (suku Mandar),
objek (persalinan sando meana), tujuan penelitian, lokasi dan waktu penelitian. 7.
Davis (2012) melakukan penelitian berjudul “Why home birth? A qualitative study exploring women’s decision making about place of birth in two Canadian provinces”. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan wawancara semi-terstruktur berdasarkan daftar pertanyaan yang berkaitan dengan keputusan melahirkan di rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita termotivasi melahirkan di rumah setelah mendapatkan informasi dan mengambil keputusan sendiri yang dibenarkan orang lain, sehingga ada kekuatan terhadap pilihannya. Persamaan dengan penelitian ini pada metode penelitian. Perbedaannya pada subjek penelitian, tujuan penelitian, lokasi dan waktu penelitian. Berdasarkan beberapa keaslian penelitian yang diuraikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa perbedaan penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah tujuan penelitian, waktu penelitian dan lokasi penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali lebih dalam persepsi ibu terhadap persalinan di rumah. Jenis penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus. Penelitian ini dilakukan di Desa Kartika Bhakti, Kecamatan Seruyan Hilir Timur, Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah. Desa Kartika Bhakti merupakan desa transmigrasi dan mayoritas penduduknya adalah suku Jawa. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2015.