BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kepemilikan perusahaan saat ini memiliki pola perkembangan yang hampir sama di seluruh dunia baik pada negara berkembang ataupun negara maju. Struktur kepemilikan perusahaan pada umumnya terkonsentrasi pada satu pihak, struktur kepemilikan terlihat dari mekanisme kepemilikan saham di dalam perusahaan, perkembangan struktur kepemilikan berkembang dari kepemilikan oleh individu menjadi kepemilikan dalam bentuk institusi yang merupakan struktur kepemilikan yang hampir ditemui di mayoritas perusahaan saat ini. Struktur kepemilikan oleh institusi atau sering disebut dengan kepemilikan institusional memiliki berbagai bentuk, kepemilikan tersebut dapat berupa kepemilikan oleh perusahaan lain baik perusahaan terbuka atau tertutup, kepemilikan oleh dana pensiun, kepemilikan oleh asuransi, kepemilikan oleh lembaga perbankan, kepemilikan oleh perusahaan investasi, dan berbagai macam lainnya yang terus berkembang. Penelitian mengenai pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan terus mengalami perkembangan bersamaan dengan samakin meningkatnya struktur kepemilikan ini maupun jenis institusi yang digunakan. Penelitian mengenai kepemilikan institusional terhadap kinerja perusahaan diawali dengan penelitian oleh Jensen dan Meckling (1976) yang mendefinisikan nilai perusahaan sebagai fungsi distribusi dari proporsi
1
kepemilikan saham, nilai perusahaan akan dipengaruhi struktur kepemilikan perusahaan tersebut. Perubahan struktur kepemilikan perusahaan menjadi beberapa jenis seperti kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan publik. Setiap struktur kepemilikan perusahaan tersebut cenderung berusaha menjadi blockholder untuk memastikan bahwa pemegang saham mayoritas mampu mengoptimalkan manfaat yang didapat dari perusahaan, sesuai dengan tujuan awal dari adanya perusahaan yaitu memaksimalkan kesejahteraan pemilik saham. Penelitian oleh Demsetz dan Villalonga (2001) dengan menggunakan sampel perusahaan di Amerika menemukan hasil struktur kepemilikan dimana didefinisikan sebagai rata-rata 5 kepemilikan mayoritas dan kepemilikan manajerial tidak memberikan pengaruh apapun terhadap nilai perusahaan. Sejalan dengan penelitian Demsetz dan Villalonga (2001), Thomsen, Pederson, dan Kvist (2006) dengan menggunakan sampel perusahaan di Eropa menemukan hal yang sama dalam salah satu bagian penelitian yang dilakukan, tetapi diindikasikan pula kemungkianan adanya pengaruh struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan walaupun menghasilkan pengaruh negatif. Hasil penelitian oleh Minguez-Vera dan Martin-Ugedo (2007) yang menyimpulkan struktur kepemilikan akan memberikan pengaruh positif apabila tidak menjadi blockholder, tetapi apabila struktur itu menguat maka justru akan menghasilkan pengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Beberapa penelitian melakukan peninjauan kembali terkait pengaruh struktur kepemilikan terhadap nilai perusahan terutama berdasarkan pada teori
2
keagenan, maka ditemukan adanya hubungan antara kepemilikan dan nilai perusahaan. Teori keagenan berpendapat pemegang saham mayoritas memungkinkan mampu memperkecil masalah yang terjadi antara pemilik saham dan manajer, atau yang lebih dikenal dengan agency conflict. Ketika struktur kepemilikan mengarah pada kepemilikan mayoritas maka akan terdapat kegiatan monitoring terhadap manajemen dan memudahkan dalam mencapai tujuan dari pemegang saham. Berkurangnya konflik keagenan tersebut akan dinilai pasar sebagai hal yang positif terhadap kinerja perusahaan baik saat ini maupun di masa yang akan datang, ekspektasi dari pasar akan mampu meningkatkan nilai perusahaan (Shleifer dan Vishny, 1997; Becht, Bolton, dan Roell, 2002; dan Navissi dan Naiker, 2006). Penelitian mengenai salah satu struktur kepemilikan yaitu, kepemilikan institusional menemukan hasil yang tidak konsisten. Kepemilikan institusional cenderung berperilaku aktif dalam voting dibandingkan pemegang saham lain, meskipun sebenarnya mereka berada pada posisi yang tidak memiliki kekuatan yang cukup dalam hak voting. Perilaku ini terutama disebabkan oleh ketakutan pemegang saham institusional terhadap adanya kemungkinan tindakan pengambilalihan (take-over) oleh institusi lain (Brickley, Ronald, dan Smith,1988 dan Navissi dan Naiker, 2006) hal ini berdampak positif terhadap nilai perusahaan. Penelitian lain oleh Pound (1988) menemukan hasil yang sebaliknya, dalam salah satu hasil temuannya disimpulkan bahwa dalam pengambilan keputusan, perilaku aktif pemegang saham institusional akan berhadapan dengan kekuatan voting yang dimiliki
3
oleh pemegang saham insider ataupun lebih besar lagi yaitu blockholder dengan kepemilikan yang cukup besar dan signifikan, selanjutnya baik pemilik insider ataupun blockholder akan melakukan perilaku oportunistik yang akan berdampak negatif pada nilai perusahaan. Namun dalam salah satu hasil temuannya Pound (1988) juga memberikan pendapat ketika kepemilikan institusional melakukan monitoring yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal tersebut kemudian didukung oleh penelitian-penelitian selanjutnya terhadap struktur kepemilikan berjenis kepemilikan institusional terhadap nilai perusahan yang menggunakan sudut pandang kemampuan monitoring oleh kepemilikan institusional, seperti penelitian oleh Shleifer dan Vishny (1997), Bushee (2001), Thomsen dan Pederson (2000), Gillan dan Starks (2003), Callen dan Fang (2013), dan Ahmad dan Jusoh (2014). Penelitian-penelitian tersebut mengambil lokasi penelitian yang berbeda-beda baik dari negara maju maupun negara berkembang. Penelitian oleh Thomsen dan Pedersen (2000) juga menemukan adanya pengaruh perbedaan tipe kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan, kepemilikan institusional dengan mekanisme monitoring yang baik akan meningkatkan nilai perusahaan. Gillan dan Starks (2003), Callen dan Fang (2013), Bushee, Carter, dan Gerakos (2014) dan Ahmad dan Jusoh (2014) juga menemukan pengaruh terkait dengan jenis kepemilikan institusional berdasarkan kontrol kepada perusahaan terhadap nilai perusahaan. Hal tersebut menguatkan temuan awal oleh Pound (1988) maupun salah satu temuan dari
4
penelitian Shleifer dan Vishny (1997). Sementara itu Bushe (1998) dan An dan Zhang (2013) memunculkan tipe kepemilikan institusional yang terdiri dari 3 jenis yaitu dedicated, transient, dan quasi-indexer yang muncul berdasarkan kemampuan dalam melakukan monitoring serta lama waktu mempertahankan kepemilikan, hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kemampuan perusahaan mengelola permasalahan keagenan yang ada dalam perusahaan yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Tipe kontrol tersebut digunakan dalam penelitian Navissi dan Naiker (2006) dengan pengukuran terkait kontrol terhadap perusahaan yang berbeda dengan menggunakan direktur yang berhubungan dengan kepemilikan terhadap nilai perusahaan. Penelitian tersebut menemukan hasil yang berbeda dari setiap pembagian subsample. Subsampel terbagi berdasarkan persentase kepemilikan, yaitu persentase kurang dari 40% perwakilan dari kepemilikan akan menguatkan pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan, sedangkan persentase lebih dari 40% akan memberikan pengaruh sebaliknya. Shleifer dan Vishny (1997) juga menyatakan pemegang saham pengendali didalam perusahaan cenderung tertarik menggunakan kekuatan kontrol yang diimiliki untuk kepentingan pribadi. Hal yang sama juga diungkapkan dalam penelitian La Porta et al. (2000) yang menyatakan pemegang saham pengendali memiliki kemungkinan
untuk
mengimplementasikan
kebijakan
yang
lebih
menguntungkan mereka tanpa memperhatikan pemegang saham lainnya. Sementara beberapa penelitian seperti Kim dan Yi (2015), Teli (2014), Giofre (2014) Chang, Hsiao, dan Tsai (2013), dan Chen (2011) secara
5
spesifik membahas terkait perbedaan nilai perusahaan dikarenakan adanya perbedaan 2 jenis tipe kepemilikan yaitu kepemilikan asing dan kepemilikan domestik. Kepemilikan asing maupun kepemilikan domestik memiliki pengaruh yang berbeda karena adanya perbedaan kontrol yang dilakukan maupun peraturan yang ada terkait dengan tipe kepemilikan tersebut. Tipe kepemilikan institusional asing dianggap memberikan sebuah tata kelola yang lebih baik yang akan meningkatkan pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan. Kim dan Yi (2015) menyatakan bahwa kepemilikan asing dapat melemahkan pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan karena adanya batasan-batasan yang mengambat kepemilikan asing. Hambatan tersebut antara lain faktor bahasa dan budaya yang menyebabkan perbedaan informasi yang didapatkan oleh kepemilikan institusional asing. Namun, untuk beberapa kasus pemerintah justru melakukan perlindungan terhadap kepemilikan institusional domestik yang akan menghambat kepemilikan institusional asing dalam melakukan tata kelola yang sesuai dengan pemahaman dan prinsip mereka, sehingga justru adanya kepemilikan institusional asing di dalam perusahaan di Korea akan menjadi hal yang menurunkan nilai perusahaan karena adanya potensi konflik bukan konflik keagenan antara pemilik saham dan manajemen tetapi juga berpotensi memunculkan konflik keagenan jenis lain yaitu antara kepemilikan institusional mayoritas dan minoritas. Struktur kepemilikan di Indonesia memiliki sifat yang unik dan terdapat kesamaan dengan kepemilikan di negara berkembang lainnya.
6
Struktur kepemilikan di Indonesia memiliki ciri khas tingginya kepemilikan institusional dibandingkan dengan kepemilikan jenis lain seperti kepemilikan publik maupun kepemilikan manajerial, bahkan untuk kepemilikan manajerial cukup kecil. Hal tersebut sama dengan ciri khas kepemilikan di negara berkembang yang cenderung terkonsentrasi atau tipe kepemilikan berusaha menjadi blockholder didalam sebuah perusahaan, seperti kepemilikan di Korea Selatan di dalam penelitian Byun, Hwang, & Lee (2011) dan penelitian Ahmad dan Jusoh (2014) di Malaysia. Meskipun banyak perusahaan di Indonesia yang memiliki struktur kepemilikan institusional dalam jumlah besar didalam perusahaan mereka tetapi penelitian mengenai struktur kepemilikan yang terfokus pada kepemilikan institusional di Indonesia belum cukup banyak dilakukan, penelitian biasanya berfokus pada kepemilikan insider atau blockholder tanpa berusaha spesifik mengenai jenis struktur kepemilikan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas terkait dengan pengaruh struktur kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan dan pengaruh perbedaan tipe kepemilikan institusional terhadap hubungan antara kepemilikan institutional
terhadap
nilai
perusahaan, maka rumusan
permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan? 2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh kepemilikan institusional asing dengan kepemilikan institusional domestik terhadap nilai perusahaan?
7
3. Apakah keberadaan direktur terafiliasi memberikan pengaruh terhadap hubungan antara kepemilikan institusional dengan nilai perusahaan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini terbagi menjadi 3, yaitu : 1. Untuk menguji pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan. 2. Untuk menguji perbedaan pengaruh kepemilikan institusional asing dengan kepemilikan institusional domestik terhadap nilai perusahaan. 3. Untuk menguji pengaruh keberadaan direktur terafiliasi terhadap hubungan antara kepemilikan institusional dengan nilai perusahaan. D. Manfaat Penelitiaan Berdasarkan tujuan penelitian dan rumusan masalah, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Empiris Membuktikan dan menguatkan hasil penelitian sebelumnya terkait dengan pengaruh struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan dan memberikan penjelasan dan menguatkan penelitian sebelumnya terkait dengan perbedaan tipe kepemilikan institusional yang akan mempengaruhi pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan, dalam hal ini berdasarkan pada penelitian di Indonesia.
8
2. Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan informasi kepada masyarakat mengenai struktur kepemilikan perusahaan di Indonesia dan Tipe struktur kepemilikan perusahaan tersebut serta pengaruhnya terhadap nilai perusahaan sehingga membantu masyarakat dalam melakukan penilaian terhadap perusahaan.
9
10