27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penduduk dan Kemiskinan Salah satu penghambat pembangunan ekonomi di negara-negara yang sedang berkembang dan yang sekaligus merupakan ciri negara-negara tersebut ialah adanya ledakan penduduk. Telah kita ketahui bahwa tujuan pembangunan ekonomi adalah meningkatkan standar hidup penduduk negara yang bersangkutan, yang biasa diukur dengan kenaikan penghasilan riil perkapita. Penghasilan riil per kapita adalah sama dengan pendapatan nasional riil atau output secara keseluruhan yang dihasilkan selama satu tahun dibagi dengan jumlah penduduk seluruhnya. Jadi standar hidup tidak dapat dinaikkan kecuali jika output meningkat dengan lebih cepat daripada pertumbuhan jumlah penduduk. Untuk mempengaruhi perkembangan output total diperlukan penambahan investasi yang cukup besar agar dapat menyerap tenaga kerja, menurunkan pertumbuhan penduduk; yang berarti naiknya penghasilan riil per kapita. Ada teori-teori yang memperbincangkan mengenai berapa jumlah penduduk yang seharusnya atau yang cocok bagi suatu negara. Untuk itu ada teori penduduk yang dikenal dengan "teori penduduk optimum" (optimum population theory). Adapun yang dimaksud dengan penduduk optimum ialah jumlah penduduk yang dapat memberikan/menghasilkan tingkat upah riil atau tingkat penghasilan riil per kapita yang maksimum.
11 Universitas Sumatera Utara
28
Menurut Malthus dalam Todaro (Todaro, 2000), pertambahan jumlah penduduk adalah seperti deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, ...), sedangkan pertambahan jumlah produksi makanan adalah bagaikan deret hitung (1, 2, 3, 4, 5,...). Hal ini tentu saja akan sangat mengkhawatirkan di masa depan di mana kita akan kekurangan stok bahan makanan. Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan penduduk menurut Todaro, 2000, yaitu: a. Menggalakkan program KB atau Keluarga Berencana untuk membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum dan masal, sehingga akan mengurangi jumlah angka kelahiran. b. Menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang tinggi. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk: a. Penambahan dan penciptaan lapangan kerja. Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka diharapkan hilangnya kepercayaan banyak anak banyak rejeki. Di samping itu pula diharapkan akan meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir dalam bidang kependudukan. b. Peningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan. Dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang tidak terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela turut mensukseskan gerakan keluarga berencana.
Universitas Sumatera Utara
29
c. Mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan penduduk rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. d. Meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan. Hal ini untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak diikuti dengan laju pertumbuhan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan swasembada pangan agar tidak ketergantungan dengan daerah lainnya. Jumlah penduduk dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu yaitu bertambah atau berkurang. Menurut Todaro (2000), dinamika penduduk atau perubahan jumlah penduduk dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yaitu: a. Kelahiran (natalitas) b. Kematian (mortalitas) c. Migrasi (perpindahan) Pemerintah Indonesia memiliki beberapa model kesejahteraan dan kemiskinan; misalnya, Badan Pusat Statistik yang mengukur kemiskinan dengan fokus konsumsi dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang berfokus pada kesejahtraan keluarga. Lembaga-lembaga intemasional, seperti United Nations Development Programme (UNDP) juga memperhatikan isu pengembangan manusia, yang didefinisikan sebagai harapan hidup, tingkat melek huruf, pendidikan, dan tingkat daya beli per kapita.
Universitas Sumatera Utara
30
Konsep-konsep tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dilihat dari sudut pandang pemerintah daerah, model-model tersebut memiliki beberapa kelemahan, yaitu: a. Tidak menggambarkan ciri khas lokal (misalnya, kondisi perumahan atau preferensi makanan setempat). b. Tidak menyentuh konteks kemiskinan (misalnya, tidak ada dari model tersebut yang berhubungan dengan sumber daya alam atau konteks sosial) c. Data yang ada sering kontradiktif. d. Tidak terkait dengan pengurangan kemiskinan atau perencanaan pembangunan.
2.2.
Pendapatan dan Kemiskinan Pendapatan Nasional adalah nilai semua barang dan jasa yang diproduksi
dalam perekonomian pada suatu kurun waktu tertentu (Dornbusch, 2004). Dari konsep dasar pendapatan nasional dapat dihitung pendapatan pribadi (personal income) dan selanjutnya dapat dihitung pula pendapatan siap pakai (disposable income). Pendapatan seseorang individu dapat didefinisikan sebagai jumlah penghasilan siap pakai yang diperolehnya dari jasa-jasa produksi yang diserahkannya pada suatu waktu tertentu atau yang diperolehnya dari harta kekayaannya. Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari semua pendapatan individu yang diukur dengan jalan mencatat dan menjumlahkan transaksi-transaksi pendapatan individu yang terjadi selama suatu periode waktu tertentu. Apabila pendapatan pribadi perorangan dikurangi pajak yang harus dibayar oleh para penerima pendapatan, maka nilai yang tersisa dinamakan pendapatan siap pakai. Pendapatan siap pakai adalah sejumlah uang yang
Universitas Sumatera Utara
31
sesungguhnya diterima oleh masyarakat rumah tangga, yang boleh dibelanjakan oleh para penerimanya untuk membeli barang dan jasa sesuai dengan keinginannya (Samuelson, 2002). Pendapatan merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan produksi yang memakai faktor-faktor produksi dapat berupa tanah, tenaga kerja, modal dan keterampilan (skill). Perusahaan dalam melakukan kegiatan memerlukan faktor-faktor produksi yang tersedia di masyarakat. Dalam perputaran kegiatan perekonomian yang terdiri dari rumah tangga (masyarakat) dengan perusahaan terjadi arus timbal balik dimana rumah tangga mendapat pendapatan dari batas jasa faktor-faktor produksi yang diberikan pada perusahaan. Distribusi pendapatan dapat berwujud pemerataan maupun ketimpangan, yang menggambarkan tingkat pembagian pendapatan yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi (Rahayu, 2000). Distribusi dari suatu proses produksi terjadi setelah diperoleh pendapatan dari kegiatan usaha. Pengukuran masalah pemerataan telah sejak lama menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan. Namun, pendekatan pengukuran yang sering digunakan untuk mengukur ketidakmerataan dari distribusi pendapatan adalah Gini coefficient yang dibantu dengan menggunakan Lorentz curve (Gambar 1). Sedangkan untuk mengukur tingkat kemiskinan digunakan metode headcount measure dan poverty gap. Ukuran yang dipakai dalam menentukan ketidakmerataan baik di tingkat wilayah maupun rumah tangga adalah gini coefficient dan tingkat kemiskinan.
Universitas Sumatera Utara
32
2.3.
Penyebab Kemiskinan Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara tergantung pada 2 (dua)
faktor utama yaitu (1) Tingkat pendapatan nasional rata-rata dan (2) Lebar sempitnya kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Setinggi apapun tingkat pendapatan nasional perkapita yan dicapai oleh suatu negara, selama distribusi pendapatan yang tidak merata maka tingkat kemiskinan di negara tersebut pasti akan tetap parah. (Daulay, 2009) Menurut Ginanjar (1996) ada 4 faktor penyebab kemiskinan, faktor-faktor tersebut antara lain: a. Rendahnya taraf pendidikan. b. Rendahnya taraf kesehatan. c. Terbatasnya lapangan kerja. d. Kondisi keterisolasian. Kemiskinan melekat pada diri penduduk miskin, mereka miskin karena tidak memiliki aset produksi dan kemampuan untuk meningkatkan produktivitas. Mereka tidak memiliki aset produksi karena mereka miskin, akibatnya mereka terjerat dalam lingkungan kemiskinan tanpa ujung dan pangkal. Pendapat Ginanjar (1996) bahwa kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: a. Sumber daya alam yang rendah. b. Teknologi dan unsur penduduknya yang rendah. c. Sumber daya manusia yang rendah.
Universitas Sumatera Utara
33
d. Saran dan prasarana termasuk kelembagaan yang belum baik. Rendahnya beberapa faktor di atas menyebabkan rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Dengan rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan berakibat pada rendahnya produktivitas dan pendapatan yang diterima yang pada gilirannya pendapatan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik minimum yang menyebabkan terjadinya proses kemiskinan.
2.4.
Indikator Kemiskinan Meskipun fenomena kemiskinan itu merupakan sesuatu yang kompleks dalam
arti tidak hanya berkaitan dengan dimensi ekonomi, tetapi juga dimensi-dimensi lain di luar ekonomi, namun selama ini kemiskinan lebih sering dikonsepsikan dalam konteks ketidakcukupan pendapatan dan harta (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan, yang semuanya berada dalam lingkungan dimensi ekonomi (Nanga, 2006). Pengukuran tingkat kemiskinan di Indonesia pertama kali secara resmi dipublikasikan BPS pada tahun 1984 yang mencakup data kemiskinan periode 1976-1981. Semenjak itu setiap tiga tahun sekali BPS menghitung jumlah dan persentase penduduk miskin, yaitu pada saat modul konsumsi tersedia. Penduduk miskin adalah penduduk yang berada di bawah suatu batas, yang disebut batas miskin atau garis kemiskinan. Berdasarkan hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978, seseorang dapat dikatakan hidup sehat apabila telah dapat memenuhi kebutuhan energinya minimal sebesar 2.100 kalori perhari. Mengacu pada ukuran tersebut, maka batas miskin untuk makanan adalah nilai
Universitas Sumatera Utara
34
rupiah yang harus dikeluarkan seseorang dalam sebulan agar dapat memenuhi kebutuhan energinya sebesar 2100 kalori perhari. Agar seseorang dapat hidup layak, pemenuhan akan kebutuhan makanan saja tidak akan cukup, oleh karena itu perlu pula dipenuhi kebutuhan dasar bukan makanan, seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, pakaian, Serta aneka barang dan jasa lainnya. Ringkasnya, garis kemiskinan terdiri atas dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan dan bukan makanan (BPS, 2007). Analisis faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan atau determinan kemiskinan pernah dilakukan oleh Ikhsan (1999). Ikhsan, membagi faktor-faktor determinan kemiskinan menjadi empat kelompok, yaitu modal sumber daya manusia (human capital), modal fisik produktif (physical productive capital), status pekerjaan, dan karakteristik desa. Modal SDM dalam suatu rumah tangga merupakan faktor yang akan mempangaruhi kemampuan suatu rumah tangga untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan. Dalam hal ini, indikator yang sering digunakan adalah jumlah tahun bersekolah anggota keluarga, pendidikan kepala keluarga, dan jumlah anggota keluarga. Secara umum semakin tinggi pendidikan anggota keluarga maka akan semakin tinggi kemungkinan keluarga tersebut bekerja di sektor formal dengan pendapatan yang lebih tinggi. Variabel modal fisik, yang antara lain luas lantai perkapita dan kepemilikan asset seperti lahan, khususnya untuk pertanian. Kepemilikan lahan akan menjadi faktor yang penting mengingat dengan tersedianya lahan produktif, rumah tangga dengan lapangan usaha pertanian akan dapat menghasilkan pendapatan yang lebih baik. Kepemilikan modal fisik ini dan kemampuan memperoleh pendapatan sebagai tenaga
Universitas Sumatera Utara
35
kerja akan menjadi modal utama untuk menghasilkan pendapatan keluarga. Anggota rumah tangga yang tidak memiliki modal fisik terpaksa menerima pekerjaan dengan bayaran yang rendah dan tidak mempunyai alternatif untuk berusaha sendiri. Komponen selanjutnya adalah status pekerjaan, dimana status pekerjaan utama kepala keluarga jelas akan memberikan dampak bagi pola pendapatan rumah tangga. World Bank (2002) mengkategorikan karakteristik penduduk miskin menurut komunitas, wilayah, rumah tangga, dan individu. Pada faktor komunitas, infrastruktur merupakan determinan utama kemiskinan. Keadaan infrastruktur sangat erat kaitannya dengan tingkat kesejahtaraan masyarakat. Infrastruktur yang baik akan memudahkan masyarakat untuk melakukan aktivitas ekonomi maupun sosial kemasyarakatan, selain itu memudahkan investor untuk melakukan investasi di daerah yang bersangkutan.
2.5. Hubungan Kinerja Perekonomian dengan Kemiskinan Kemiskinan, di berbagai negara, masih menjadi salah satu pokok bahasan yang menarik. Ini didasarkan pada kondisi bahwa kemiskinan tidak hanya terjadi di negaranegara dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah tetapi juga negara dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Dengan kata lain, apabila kinerja suatu perekonomian secara terus-menerus meningkat belum tentu tingkat kemiskinan secara terus-menerus akan cenderung turun. Pertanyaannya adalah mekanisme apa saja yang dapat digunakan untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Aranibar
(2000)
mengidentifikasi
beberapa
pilar
untuk
mendorong
pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, yaitu: pilar pertama, opportunity. Pilar ini menekankan pada percepatan pembangunan ekonomi dan
Universitas Sumatera Utara
36
peningkatan distribusi pendapatan, peningkatan tabungan domestik, dan penyediaan infrastruktur ekonomi untuk mendorong daya saing. Pilar kedua, equity memfokuskan pada tindakan pengurangan kemiskinan melalui kebijakan dan program secara langsung pada pendidikan, kesehatan, perumahan, pemenuhan kebutuhan dasar, dan proyek untuk meningkatkan produktivitas di wilayah pedesaan. Pilar ketiga, institutional reform dengan titik tekan pada hubungan yang transparan antara pemerintah dan masyarakat sipil untuk menjaga kebijakan yang berkelanjutan. Pada pilar ini juga termasuk usaha pemerintah untuk memodernisasi negara dan memberantas korupsi. Pilar keempat, kebijakan lingkungan yang bertujuan untuk mengelola sumber daya alam dan kualitas lingkungan. Lingkungan yang sehat dan berkualitas akan berdampak pada kualitas hidup masyarakat, tingkat kesehatan masyarakat, perbaikan indeks pembangunan manusia (IPM), dan peningkatan produktivitas ekosistem. Dilihat dari sisi indikator kinerja dalam perekonomian, ada tiga aspek penting yang perlu dipertimbangkan, yaitu (GRI, Indicator Protocol 20002006, www.google.com): a. Aspek kinerja ekonomi; menjelaskan dampak langsung ekonomi terhadap aktivitas organisasi/lembaga dan nilai tambah ekonomi. b. Aspek pasar; ketersediaan informasi tentang interaksi ekonomi di pasar tertentu. c. Aspek dampak ekonomi tak langsung; menunjukkan dampak ekonomi sebagai hasil dari aktivitas ekonomi organisasi dan transaksi.
Universitas Sumatera Utara
37
Berdasarkan aspek kinerja ekonomi ada beberapa indikator yang menjadi dasar, yaitu: a. Nilai tambah ekonomi langsung dan distribusi b. Implikasi keuangan, risiko, dan peluang aktivitas organisasi karena perubahan Iklim c. Manfaat yang diperoleh organisasi d. Bantuan keuangan yang signifikan dari pemerintah Indikator kinerja perekonomian berdasarkan aspek pasar meliputi: a. Rasio standar upah buruh yang baru masuk terhadap upah minimum daerah b. Kebijakan, realisasi dan proporsi para suppliers lokal di lokasi yang dominan/signifikan c. Prosedur pengupahan di suatu daerah/lokal Adapun indikator kinerja perekonomian berdasarkan aspek dampak ekonomi tak langsung adalah: a. Pembangunan dan dampak investasi infrastruktur serta ketersediaan jasa terutama untuk sektor publik/masyarakat b. Dampak-dampak ekonomi lainnya Keberadaan
kemiskinan
tentunya
terkait
dengan
bagaimana
distribusi/ketimpangan pendapatan yang ada dalam suatu perekonomian. Pembahasan tentang keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan distribusi pendapatan
secara
mendalam
banyak
ditemukan
dalam
literatur
ekonomi
pembangunan/hasil penelitian (misal Todaro, 2000: Cameron, 2000: Barros, at.al,
Universitas Sumatera Utara
38
2000: Bird and Manning, 2008). Petanyaannya adalah bagaimana keterkaitan kinerja perekonomian dengan kemiskinan, terutama dari aspek kebijakan. Artinya, apa yang bisa dilakukan oleh pemerintah (daerah) untuk menanggulangi kemiskinan dan bagaimana melakukannya. Bagian ini akan membahas berbagai kebijakan pengurangan kemiskinan di beberapa daerah/negara. Kebijakan makro ekonomi yang bertujuan untuk mengurangi tingkat kemiskinan dapat dilakukan melalui beberapa mekanisme (Arana, 2004). Pertama, perubahan harga relatif (perubahan harga relatif, pola kesempatan kerja dan keranjang konsumsi). Kedua, perubahan permintaan tenaga kerja Eviews (berpengaruh terhadap tingkat kesempatan kerja/upah). Ketiga, perubahan tingkat return aset (termasuk adanya pajak). Keempat, perubahan tingkat transfer untuk publik (baik secara tunai maupun tidak). Kelima, perubahan dalam lingkungan masyarakat (kesehatan dan jaminan keamanan publik). Secara sederhana dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Sumber: Aranibar (2000) Gambar 2.1. Mekanisme Kebijakan Makro Ekonomi untuk Kemiskinan
Pengurangan
Universitas Sumatera Utara
39
Kebijakan pengurangan kemiskinan memerlukan adanya strategi nasional yang dilaksanakan dengan penuh komitmen oleh pemerintah, politikus, perguruan tinggi dan LSM. Bagian-bagian penting dalam strategi nasional pengurangan kemiskinan Aranibar (2000), yaitu: a. Reformasi dalam kebijakan Negara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan yang dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah, politikus dan seluruh masyarakat. b. Penguatan masyarakat sipil. c. Memprioritaskan penggunaan sumber daya untuk pengurangan kemiskinan. Kerangka penelitian lain yang dikembangkan oleh Balisacan, Pernia dan Asra (2003) pada kasus kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut: Kemiskinan
Pendapatan Perkapita
Pertumbuhan
PDRB
Faktor lainnya
-kebijakan public -infrastuktur -teknologi -keuangan
Sumber: Bardhan dan Bowles (1998) Gambar 2.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan
Universitas Sumatera Utara
40
Bardhan dan Bowles (1998) menyarankan beberapa kebijakan yang perlu diterapkan dalam pengurangan tingkat kemiskinan, yaitu: a. Reformasi kebijakan pertanahan dan konservasi sumber daya lingkungan (seperti irigasi dan perikanan). b. Peningkatan pendapatan masyarakat miskin kota melalui kepemilikan rumah dan modal sosial. c. Peningkatan partisipasi lokal dalam penyediaan barang publik di perkotaan. d. Peningkatan akses kredit dan jaminan sosial kepada UMKM. e. Dukungan untuk infrastruktur dan bantuan sekolah. f. Transaksi yang fair untuk mengurangi biaya transaksi. g. Menciptakan persepsi masyarakat bahwa ketidakadilan dapat menciptakan perbedaan dalam dukungan politik dan kebijakan peningkatan kesejahteraan serta redistribusi. h. Kebijakan anti-kemiskinan. i. Peningkatan anggaran pendidikan dan asuransi kesehatan. Berdasarkan laporan International Monetary Fund (2005) dapat diketahui bahwa Pemerintah Kamboja menerapkan strategi “segi empat” untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Pencapaian yang diharapkan dari strategi tersebut adalah perbaikan kondisi sosial-ekonomi seperti pertumbuhan makro ekonomi, inflasi yang terkendali, peningkatan produksi dan produktivitas pertanian, perlindungan
lingkungan
hidup,
penguatan
dan
peningkatan
infrastruktur,
pertumbuhan industri yang kuat, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan, reformasi
Universitas Sumatera Utara
41
administrasi publik dan hukum, pertumbuhan investasi swasta, pertumbuhan sektor jasa termasuk pariwisata. Bank Dunia (tanpa tahun) merumuskan kebijakan pengurangan kemiskinan di Indonesia melalui beberapa program, yaitu: peningkatan fasilitas jalan dan listrik pedesaan, perbaikan tingkat kesehatan melalui fasilitas sanitasi yang lebih baik, membatasi pajak dan retribusi daerah yang merugikan usaha lokal dan orang miskin, pemberian hak penggunaan tanah bagi penduduk miskin, membangun lembagalembaga pembiayaan mikro yang memberi manfaat pada penduduk miskin, perbaikan atas kualitas pendidikan dan penyediaan pendidikan transisi untuk sekolah menengah, mengurangi tingkat kematian ibu pada saat persalinan, menyediakan lebih banyak dana untuk daerah miskin, merancang perlindungan sosial yang lebih tepat sasaran. 2.6.
Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Ekonomi Daerah Jika didefinisikan secara singkat, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu
proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Makna kata proses dalam definisi tersebut adalah bahwa pertumbuhan bukan merupakan gambaran ekonomi pada suatu saat melainkan sebuah aspek dinamis dari suatu perekonomian yang berubah dari waktu ke waktu. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga terkait erat dengan kenaikan output per kapita yang ditinjau dari dua sisi yaitu dari sisi output total (GDP) dan dari sisi jumlah penduduk. Suatu teori pertumbuhan ekonomi harus mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi GDP total dan yang mempengaruhi jumlah penduduk. Dengan kata lain, teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP total dan
Universitas Sumatera Utara
42
teori mengenai pertumbuhan penduduk. Aspek lain dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka panjang. Suatu perekonomian dikatakan tumbuh jika memiliki kecenderungan untuk mengalami kenaikan output per kapita dari tahun ke tahun dalam jangka waktu yang relatif lama. Aspek lain di luar definisi tersebut adalah suatu pertumbuhan ekonomi harus bersifat self-generating yang berarti bahwa proses pertumbuhan tersebut menghasilkan kekuatan atau momentum bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan tersebut pada periode-periode selanjutnya. Teori pertumbuhan ekonomi sendiri dapat diartikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor penentu kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan penjelasan mengenai interaksi faktor-faktor tersebut satu sama lain sehingga proses pertumbuhan itu terjadi. Teori-teori tentang pertumbuhan ekonomi yang menjadi rujukan dalam analisis ekonomi antara lain; Pertama, teori pertumbuhan Adam Smith. Aspek utama yang mendasari teori pertumbuhan Adam Smith adalah pertumbuhan output total. Output ini merupakan hasil dari proses dalam sistem produksi yang terdiri atas tiga bagian pokok, yaitu: sumber daya alam, sumber daya manusia, dan stok kapital. Penjelasan lebih jauh tentang stok (akumulasi) kapital dijelaskan dalam teori tentang spesialisasi dan pembagian kerja. Akumulasi kapital akan mempengaruhi produktivitas melalui spesialisasi dan pembagian kerja apabila memenuhi beberapa syarat penunjang, yaitu: perluasan pasar, tingkat keuntungan yang memadai, dan pertumbuhan penduduk. Kedua, teori pertumbuhan David Ricardo. Asumsi-asumsi yang digunakan Ricardo untuk menjelaskan teorinya adalah: (1) jumlah faktor produksi tanah tidak
Universitas Sumatera Utara
43
bisa bertambah (terbatas jumlahnya), (2) peningkatan (penurunan) tenaga kerja ditentukan oleh tinggi (rendah) upah minimal, atau dikenal dengan tingkat upah alamiah (natural wage), (3) akumulasi kapital terjadi apabila tingkat keuntungan yang diperoleh pemilik kapital berada di atas tingkat keuntungan minimal yang diperlukan untuk menarik mereka melakukan investasi, (4) kemajuan teknologi terjadi dari waktu ke waktu, dan (5) dominasi sektor pertanian. Menurut Ricardo, ada dua aspek penting dalam proses pertumbuhan ekonomi, yaitu: law of diminishing return dan kemajuan teknologi. Law of Diminishing Return dapat diartikan bahwa apabila salah satu input tetap, sedangkan input-input lain variabel ditambah penggunaannya maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap unit tambahan input variabel tersebut mula-mula meningkat. Akan tetapi, tambahan tersebut kemudian akan menurun jika input variabel terus ditambah. Disisi lain, kemajuan teknologi bisa meningkatkan produktivitas tenaga kerja maupun produktivitas kapital. Jika kemajuan teknologi cukup cepat maka dampak dari law of diminishing return dapat dihambat, bahkan dinetralisir. Ketiga, teori pertumbuhan Lewis. Menurut Lewis, proses pertumbuhan ekonomi terjadi dalam perekonomian dua sektor, yaitu: (1) sektor tradisional dengan produktivitas rendah dan sumber tenaga kerja yang melimpah (tingkat upah di sektor ini berada pada tingkat subsistensi), dan (2) sektor modern dengan produktivitas tinggi dan sebagai sumber akumulasi kapital. Hal-hal penting dari teori pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan oleh Lewis adalah: (1) tidak mengharuskan adanya posisi stastioner sebagai hasil akhir dari suatu pertumbuhan, (2) dengan mudah
Universitas Sumatera Utara
44
memasukkan kasus adanya perpindahan tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor modern, (3) tingkat upah subsistensi sebagai tingkat upah minimal yang dianggap oleh masyarakat untuk dapat menghidupi seorang buruh dan keluarganya, (4) Model Lewis mempunyai implikasi terhadap distribusi pendapatan masyarakat (selama kurva suplai tenaga kerja masih horizontal, akan terjadi akumulasi kekayaan pada golongan kapitalis sektor modern sehingga dapat menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan), dan (5) kelemahan dari teori Lewis, bahwa teori ini hanya menekankan peranan akumulasi kapital dalam proses pertumbuhan dan mengabaikan faktor-faktor lainnya seperti terbatasnya kekayaan alam, suplai tenaga kerja, peranan perbaikan produktivitas kerja, dan lain sebagainya. Keempat, teori pertumbuhan Schumpeter. Schumpeter menekankan pentingnya inovasi sebagai penggerak aktivitas ekonomi. Adapun jenis-jenis dari inovasi antara lain: (1) diperkenalkannya produk baru yang sebelumnya tidak ada, (2) diperkenalkannya cara berproduksi baru, (3) pembukaan daerah-daerah pasar baru, (4) penemuan sumber-sumber bahan mentah baru, dan (5) perubahan organisasi industri yang dapat meningkatkan efisiensi industri. Dampak dari adanya inovasi meliputi: (1) diperkenalkannya teknologi baru, (2) inovasi menimbulkan keuntungan lebih (keuntungan monopolistis) yang merupakan sumber dana penting bagi akumulasi kapital, dan (3) inovasi akan diikuti oleh timbulnya proses imitasi, yaitu adanya pengusaha-pengusaha yang meniru teknologi baru. Kelima, teori pertumbuhan Harrod-Domar. Menurut Harrod–Domar, tingkat pertumbuhan GNP (GNP ditentukan oleh national saving ratio (s) dan capital output
Universitas Sumatera Utara
45
ratio (k). Meskipun tanpa adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan berbanding lurus dengan rasio tabungan (semakin banyak bagian GNP yang ditabung dan diinvestasikan, maka pertumbuhan GNP pun akan semakin besar) dan berbanding terbalik dengan capital-output ratio dari suatu perekonomian (semakin besar capital-output ratio, maka tingkat pertumbuhan GNP akan semakin rendah). Dalam teori pertumbuhan Harrod-Domar juga dikenal dua istilah penting, yaitu: Warranted Rate of Growth (WRG) dan Natural Rate of Growth (NRG). WRG adalah laju pertumbuhan yang menjamin keseimbangan antara output potensial dan permintaan Eviews (yang secara umum menjamin keseimbangan di pasar barang) sehingga stok kapital masyarakat tidak ada yang menganggur. NRG merupakan laju pertumbuhan ekonomi yang disyaratkan oleh pasar tenaga kerja agar tidak ada tenaga kerja yang menganggur (full employment). Keenam, teori pertumbuhan Solow-Swan. Asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah adanya constant return to scale, diminishing return untuk masing-masing input, dan adanya elastisitas substitusi antar input. Menurut Solow–Swan, bahwa investasi pada kapital dan pertumbuhan populasi tidak dapat, dengan sendirinya, meningkatkan pertumbuhan pendapatan per kapita secara berkelanjutan. Penemuan teknologi baru menjadi faktor penting dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Perkembangan teknologi tersebut berasal dari luar model sehingga teori Solow–Swan dikenal dengan exogenous growth model. Ketujuh, teori pertumbuhan Lucas-Romer. Lucas-Romer menyatakan bahwa inovasi teknologi merupakan akumulasi dari pengetahuan. Akumulasi pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
46
tersebut tercermin dalam human capital yang dapat dijelaskan di dalam model, begitu pula dengan penentu pertumbuhan dalam jangka panjang. Dengan dasar ini, maka teori Lucas-Romer disebut juga sebagai Endogenous Growth Theory. Anggapan yang dikembangkan dalam teori ini adalah bahwa rata-rata pertumbuhan ditentukan atau berasal dari keseimbangan yang tercipta dari dalam model, bukan dari faktor-faktor di luar model. Selain itu, teori ini juga berusaha menangkap adanya kemajuan teknologi ke dalam model, tidak sekedar menganggapnya sebagai faktor eksogen. Teori-teori yang dijelaskan di atas adalah teori-teori pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan secara umum proses pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Lalu bagaimana teori pertumbuhan dapat menjelaskan ekonomi suatu wilayah secara lebih spesifik. Hal ini dapat dijabarkan dengan melakukan kajian terhadap teori-teori pembangunan ekonomi lokal/regional. Secara sederhana, Blakely dan Bradshaw (2000) merumuskan bahwa pembangunan ekonomi regional dan lokal merupakan perkalian antara kapasitas area (ekonomi, sosial, teknologi dan kapasitas politik) dengan sumberdaya yang dimilikinya (ketersediaan sumber daya alam, lokasi, tenaga kerja, investasi kapital, iklim kewirausahaan, transportasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi, ukuran/skala, pasar ekspor, situasi ekonomi internasional, dan pengeluaran pemerintah pusat dan daerah). Dalam menjelaskan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi regional ada beberapa teori yang dapat digunakan, yaitu: Pertama, teori Neoklasik menekankan pentingnyakeseimbangan sistem ekonomi dan mobilitas modal.
Universitas Sumatera Utara
47
Kedua, teori basis ekonomi bahwa pertumbuhan ekonomi wilayah terkait langsung terhadap permintaan akan barang, jasa, dan produk-produk dari luar batas ekonomi wilayah tersebut sehingga pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal akan menciptakan kekayaan dan pekerjaan. Ketiga, teori siklus produk bahwa perkembangan suatu produk harus berada pada area dimana terdapat kekayaan dan kapital yang lebih besar untuk investasi dalam proses penemuan dan pengembangan produk baru yang didukung oleh pasar lokal yang dapat memberikan harga lebih
inggi untuk produk-produk yang belum
terstandardisasi. Keempat, teori pasar-pasar baru, mempertimbangkan adanya penurunan area pedesaan karena adanya peluang ekonomi yang belum terutilisasi secara tepat. Kelima, teori lokasi bahwa lokasi menjadi faktor penentu bagi perusahaan. Perusahaan akan cenderung untuk meminimumkan biaya pemilihan lokasi dengan memaksimumkan peluang untuk mencapai lokasi pasar sehingga biaya transportasi yang termurah antara lokasi bahan baku dan pasar akan menjadi pilihan. Keenam, teori tempat/lokasi pusat, menjelaskan tentang perbedaan prospek pertumbuhan antara wilayah pusat dan sekitarnya. Setiap pusat kota didukung oleh beberapa area yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku) untuk area pusat yang lebih terspesialisasi dan produktif. Ketujuh, teori atraksi/tarikan bahwa masyarakat di seluruh dunia mempunyai inisiatif kebijakan dan program untuk membuat area/wilayah mereka lebih menarik bagi investor, perusahaan, pendatang (penduduk migran baru), wirausaha dan yang
Universitas Sumatera Utara
48
lainnya untuk memperoleh keuntungan kompetitif di seluruh area dengan memanfaatkan sumberdaya yang sama. Dalam implementasi program-program pembangunan ekonomi lokal ada dua pendekatan kebijakan yang dapat digunakan, yaitu: corporate center approach dan alternative approach. 2.7.
Inflasi Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan
terus menerus Sukirno (2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. (Boediono, 2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus menerus dan kenaikan harga yang terajadi pada seluruh kelompok barang dan jasa Pohan (2008). Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar, bukanlah merupakan inflasi (Nopirin, 2000). Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi. Berdasarkan kutipan di atas diketahui bahwa inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk
Universitas Sumatera Utara
49
nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 2000). 1. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect). Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat. 2. Efek Terhadap Efisiensi (Efficiency Effects). Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan produksi barang tertentu.
Universitas Sumatera Utara
50
3. Efek Terhadap Output (Output Effects). Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output. Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif. Disamping itu menurut Greene dan Pillanueva (2001), tingkat inflasi yang tinggi sering dinyatakan sebagai ukuran ketidakstabilan roda ekonomi makro dan suatu ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan kebijakan ekonomi makro. Di Indonesia kenaikan tingkat inflasi yang cukup besar biasanya akan diikuti dengan kenaikan tingkat suku bunga perbankan. Dapat dipahami, dalam upayanya menurunkan tingkat inflasi yang membumbung, pemerintah sering menggunakan kebijakan moneter uang ketat (tigh money policy). Dengan demikian tingkat inflasi
Universitas Sumatera Utara
51
domestik juga berpengaruh pada investasi secara tidak langsung melalui pengaruhnya pada tingkat bunga domestik. Inflasi dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasanya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah, sehingga keuntungan perusahaan naik. Namun apabila laju inflasi itu cukup tinggi (Hiper Inflasi) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yaitu penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunya produksi barang. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output. Tetapi dalam keadaan yang pernah terjadi biasanya nilai inflasi lebih besar akan menaikkan output, dan itu akan membuat pengusaha atau perusahaan untuk berinvestasi atau menanamkan modal mereka. Hal ini dilakukan dengan harapan investor tersebut akan mendapatkan keuntungan yang lebih karena adanya kenaikan harga tersebut.
Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif (Greene dan Pillanueva, 2001). 2.8.
Pengangguran Pengangguran adalah rendah ketika inflasi melebihi inflasi yang diharapkan,
dan tinggi ketika inflasi berada inflasi yang diharapkan. Parameter α menentukkan jumlah pengangguran yang merespon kejutan inflasi.
Universitas Sumatera Utara
52
Tingkat pertumbuhan ekonomi menggambarkan kinerja ekonomi dari tahun ke tahun. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah inflasi. Inflasi terjadi ketika tingkat harga umum naik, yang menunjukkan berbagai tingkat kesulitan. Tingkat inflasi adalah perubahan persentase pada tingkat harga. Penyimpangan harga relatif dan output barang yang berbeda, atau kadang-kadang pada output dan ketenagakerjaan untuk perekonomian secara keseluruhan (Samuelson dan Nordhaus, 2004). Laju inflasi pertahun dihitung berdasarkan persentase perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari tahun ke tahun. Ada dua tujuan yang ingin dicapai para pembuat kebijakan ekonomi, yaitu inflasi yang rendah dan pengangguran yang rendah, tetapi seringkali kedua tujuan ini bertolak
belakang.
Misalnya,
pembuat
kebijakan
ini
akan
menggerakkan
perekonomian sepanjang kurva penawaran Eviews jangka pendek ke titik output yang lebih tinggi dan tingkat harga yang lebih tinggi.
Inflasi (%)
Tingkat
20
B
15
Expected Inflation Rate
A C
10
SRPC Natural Unemployment rate
5 0
3
6
Sumber: Manning Manning (2008)
9
12
Tingkat pengangguran (jiwa)
Gambar 2.3. Kurva Phillips
Universitas Sumatera Utara
53
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa pada saat terjadinya depresi ekonomi Amerika Serikat tahun 1929, terjadi inflasi yang tinggi dan diikuti dengan pengangguran yang tinggi pula. Didasarkan pada fakta itulah A.W. Phillips mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran. Dari hasil pengamatannya, ternyata ada hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip. Masalah utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karena, pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya. Pertumbuhan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja menimbulkan pengangguran yang tinggi. Pengangguran merupakan salah satu masalah utama dalam jangka pendek yang selalu dihadapi setiap negara. Karena itu, setiap perekonomian dan negara pasti menghadapi masalah pengangguran, yaitu pengangguran alamiah (natural rate of unemployment). Tradeoff antara inflasi dan pengangguran ini disebut Kurva Phillips, yang merupakan refleksi dari kurva penawaran Eviews jangka pendek, dimana pengangguran dan inflasi bergerak dalam arah yang berlawanan. Kurva Phillips adalah cara yang berguna untuk menunjukkan penawaran Eviews karena inflasi dan pengangguran merupakan ukuran kinerja perekonomian penting.
Universitas Sumatera Utara
54
Kurva Phillips dalam bentuk modernnya menyatakan bahwa tingkat inflasi tergantung pada tiga kekuatan: a. Inflasi yang diharapkan b. Deviasi pengangguran tingkat alamiah, yang disebut pengangguran siklis c. Guncangan penawaran Tiga penawaran ini ditunjukkan dalam persamaan berikut: π = πe - β (u-un) + v dengan: π
= Inflasi
πe
= inflasi yang diharapkan
(u-un)
= Pengangguran siklis
v
= guncangan penawaran
β
= parameter pengukur respon inflasi terhadap pengangguran siklis Simbol β (u-un) menunjukkan bahwa pengangguran siklis (penyimpangan
pengangguran dari tingkat alamiah) memberi tekanan ke atas dan ke bawah pada inflasi. Pengangguran yang rendah akan menarik inflasi ke atas, inilah yang disebut dengan inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation) karena permintaan Eviews yang tinggi bertanggung jawab atas jenis inflasi ini. Pengangguran yang tinggi menarik tingkat inflasi ke bawah. Parameter β mengukur sejauhmana responsivitas inflasi terhadap gangguan siklis. Simbol v, menunjukkan bahwa inflasi juga naik dan turun karena guncangan penawaran, guncangan penawaran yang memperburuk seperti kenaikan harga minyak
Universitas Sumatera Utara
55
dunia, menunjukkan nilai positif v dan menyebabkan inflasi naik. Ini yang disebut inflasi dorongan biaya (cost-push inflation). Anggaplah
kurva
Phillips
menjelaskan
hubungan
antara
inflasi
dan
pengangguran. Dengan u menyatakan tingkat pengangguran, un tingkat pengangguran alami, π tingkat inflasi, dan πe tingkat inflasi yang diharapkan, pengangguran ditentukan dengan: u = un - α (π - πe)
2.9.
Penelitian Sebelumnya Hermanto Siregar (2008) dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan
jumlah penduduk miskin. Variabel yang mempengaruhi jumlah orang miskin diduga dipengaruhi oleh pendapatan (PDRB), jumlah populasi penduduk (POPULASI), pangsa sektor pertanian dalam PDRB (AGRISHARE), pangsa sektor industri manufaktur dalam PDRB (INDUSTRISHARE), tingkat inflasi (INFLASI), jumlah orang yang lulus sekolah setingkat SMP (SMP), jumlah orang yang lulus sekolah setingkat SMA (SMA), jumlah orang yang lulus sekolah setingkat diploma (DIPLM), dan dummy krisis ekonomi (DUMMY KRISIS). Hasil analisis dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penurunan jumlah penduduk miskin menunjukkan bahwa: a. pertumbuhan berpengaruh signifikan dalam mengurangi kemiskinan, namun magnitude pengaruh tersebut relatif tidak besar. b. Inflasi maupun populasi penduduk juga berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, namun besaran pengaruh masingmasingnya relatif kecil. c. Peningkatan share sektor pertanian dan share sektor industri juga signifikan mengurangi jumlah kemiskinan. d Variabel yang signifikan dan relatif
Universitas Sumatera Utara
56
paling besar pengaruhnya terhadap penurunan kemiskinan ialah pendidikan. Temuantemuan di atas menunjukkan bahwa: a. permasalahan kemiskinan tidak dapat dipecahkan hanya dengan meningkatkan pertumbuhanekonomi semata dengan mengharapkan terjadinya efek menetes ke bawah (trickle down effect). b. Pertumbuhan ekonomi memang merupakan syarat keharusan (necessary condition) untuk mengurangi kemiskinan. Syarat kecukupannya (sufficient condition), misalnya: c. Laju inflasi
serta
laju
populasi
penduduk
yang
terkendali.
d.
Industrialisasi
pertanian/perdesaan yang tepat. e. Akumulasi modal manusia yang relatif cepat, harus dipenuhi pula. Usman, Bonar M. Sinaga, dan Hermanto Siregar (2004) meneliti tentang analisis determinan kemiskinan sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor determinan kemiskinan sebelum dan sesudah penerapan desentralisasi fiskal. Studi ini menggunakan data Survey Sosial Ekonomi Nasional modul kor (Susenas kor) tahun 1999 dan tahun 2002. Selain itu, data Potensi Desa (Podes) tahun 2002 juga digunakan. Data Susenas digunakan sebagai sumber data karakteristik rumah tangga dan individu, Sedangkan data Podes sebagai sumber data variabel karakteristik komunitas dan wilayah. Hasil pembahasan diketahui faktor determinan kemiskinan pada karakteristik rumah tangga dan Individu relatif tidak berubah. Variabel yang dapat menambah kemiskinan berturut-turut dari nilai marginal effect terbesar adalah jumlah anggota rumah tangga, kepala keluarga sebagai buruh tani, sumber air yang tidak terlindung, dan kepala keluarga bekerja di bidang pertanian. Dua veriabel merupakan bidang usaha pertanian sehingga kelompok ini
Universitas Sumatera Utara
57
perlu mendapat perhatian khusus.Variabel yang dapat mengurangi kemiskinan adalah kepala rumah tangga yang bekerja, kepemilikan aset lahan pertanian, dan jumlah tahun bersekolah seluruh anggota keluarga. Munandar, Kurniawan, Santoso (2007) mencari hubungan antara kebijakan moneter dengan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan: kajian menggunakan data regional Indonesia. Variabel yang digunakan adalah inflasi, stabilitas ekonomi makro, pengangguran,
kemiskinan,
ketimpangan
pendapatan.
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa ternyata kebijakan moneter berhati-hati, yang mengusahakan inflasi yang rendah dan ekonomi makro yang stabil, justru merupakan kebijakan yang menurunkan tingkat kemiskinan dan menghasilkan distribusi pendapatan lebih baik. Dengan menggunakan basis data regional ke-26 provinsi di Indonesia periode 19842005, kajian ini secara empiris membuktikan bahwa kebijakan moneter berhati-hati (prudent) merupakan kebijakan moneter yang berpihak pada si miskin (pro poor). Muhammad Edi Kiurniawan (2008) Interaksi Antara Kinerja Ekonomi Dan Kemiskinan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Variabel yang diteliti adalah kemiskinan, harapan hidup, lama sekolah, jumlah penduduk, pengangguran, PDRB, belanja daerah, pajak daerah, retribusi daerah, inflasi. Analisis data menggunakan Vector Autoregression. Hasil analisis data menunjukkan bahwa sumbangan dekomposisi varian terbesar kemiskinan berasal dari kemiskinan sendiri, kemudian pertumbuhan pajak, pertumbuhan retribusi, dan pertumbuhan APBD. Sumbangan dekomposisi varian kemiskinan dan pertumbuhan pajak cenderung menurun sedangkan pertumbuhan retribusi cenderung menaik. Variabel kontrol yang paling
Universitas Sumatera Utara
58
berpengaruh adalah pertumbuhan pajak. Kinerja suatu perekonomian secara terusmenerus meningkat belum tentu tingkat kemiskinan secara terus-menerus akan cenderung turun. 2.10.
Kerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teoritis dan hasil penelitian terdahulu, maka kerangka
pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Inflasi
PDRB
Pengangguran
Kemiskinan Gambar 2.4. Skema Kerangka Penelitian
2.11. Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan kajian empiris yang telah dilakukan sebelumnya, dapat ditarik hipotesis yaitu: 1. Keterkaitan PDRB terhadap inflasi, pengangguran dan kemiskinan di Kabupaten Dairi 2. Keterkaitan Inflasi terhadap pengangguran, kemiskinan, dan PDRB di Kabupaten Dairi 3. Keterkaitan Pengangguran terhadap kemiskinan, PDRB, dan inflasi di Kabupaten Dairi
Universitas Sumatera Utara
59
4. Keterkaitan Kemiskinan terhadap PDRB, inflasi dan pengangguran di Kabupaten Dairi.
Universitas Sumatera Utara