BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Revolusi Hijau Penduduk dunia terus bertambah, terutama di negara-negara berkembang. Keadaan tersebut harus diiringi/didukung oleh peningkatan kebutuhan akan pangan. menurut apa yang dinyatakan Thomas Robert Malthus, bahwa perkembangan manusia akan selalu lebih cepat dibandingkan dengen kecepatan produksi bahan makanan. Oleh karena itu, kata Maltus, pada suatu waktu akan tiba saatnya, manusia kekurangan bahan makanan, jika tidak diimbangi oleh kemampuan mengatasinya. Kemampuan sumber daya alam sebagai penghasil pangan adalah sangat terbatas. Untuk itu perlu diupayakan pengembangan sumber daya alam yang pada akhirnya ditujukan bagi pengembangan produksi pangan. Secara harafiah Revolusi Hijau (Green Revolution) adalah perubahan secara cepat dalam memproduksi bahan makanan. Asumsinya berangkat dari hipotesa produksi bahan makanan tidak akan mencukupi yang dibutuhkan manusia jika hanya mengandalkan cara berproduksi tradisional. Revolusi hijau merupakan usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi pangan. Peningkatan tersebut dengan cara mengubah dari pertanian
tradisional
menjadi
pertanian
modern,
yakni
pertanian
dengan
memanfaatkan atau menggunakan teknologi lebih maju dari waktu sebelumnya. Jadi revolusi hijau terletak pada pemanfaatan hasil penemuan teknologi up to date. Revolusi hijau dikenal juga sebagai Revolusi Agraria. Dengan Revolusi ini para petani ditandai dengan semakin berkurangnya ketergantungan para petani pada
Universitas Sumatera Utara
cuaca dan alam karena meningkatnya peran ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Jenis bahan makanan yang mendapat prioritas adalah jenis bahan pokok bagi sebagian besar penduduk dunia, seperti gandum, jagung dan padi. Terdapat dua metode untuk meningkatkan produksi bahan makanan, yakni metode ekstensifikasi dan intensifikasi. Metode Ekstensifikasi dilakukan dengan cara memperluas lahan pertanian dalam meningkatkan produksi bahan makanan. Denga metode ini maka akan dibuka lahan-lahan baru untuk ditanami, seperti dengan membuka hutan, mengubah lahan tandus menjadi lahan produktif. Sedangkan metode Intensifikasi adalah dengan cara meng-intensif-kan lahan pertanian yang ada, supaya produktivitas lahan terus meningkat. Metode yang kedua ini dengan cara menggunakan : 1. Bibit unggul 2. Memakai pupuk kimia / buatan 3. Saluran irigasi yang baik. 4. Pengobatan atau pemakaian pestisida, insektisida dan fungisida. 5. Kegiatan penyuluhan pertanian. 6. Lancarnya transportasi dan komunikasi. 7. Kegiatan pemasaran yang baik. Ciri-ciri Revolusi Hijau : 1. Tumbuhan yang ditanam terspesialisasi atau istilah lainnya MONOKULTUR. Teknik ini dilakukan dikarenakan perhitungan pragmatis, bahwa jika tanaman yang sama, maka kebutuhan akan obat dan pupuk juga akan sama. Jadi mempermudah merawatnya
Universitas Sumatera Utara
2. Penggunaan bibit yang unggul yang tahan terhadap penyalkit tertentu dan juga hanya cocok ditanam dilahan tertentu. Kemajuan teknologi dengan teknik kultur jaringan, memungkinkan memperoleh varietas tertentu sesuai dengan yang diharapkan. Dan dengan penelitian terus menerus, maka semakin hari umur tanaman makin pendek. 3. Pemanfaatan teknologi maju, misalnya bajak oleh binatang yang digantikan oleh mesin jetor. Dampaknya adalah semakin hemat tenaga kerja, tetapi akan memerlukan modal yang besar. Revolusi hijau di Indonesia dilakukan dengan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Ekstensifikasi dengan perluasan areal, seperti membuka hutan untuk lahan pertanian baru. Terbatasnya areal menyebabkan pengembangan lebih banyak pada intensifikasi. Intensifikasi dilakukan melalui Panca Usaha Tani, yaitu: 1. Teknik pengolahan lahan pertanian 2. Pengaturan irigasi 3. Pemupukan 4. Pemberantasan hama 5. Penggunaan bibit unggul Pada tahun 70-an dikenal dengan Revolusi Hijau Indonesia, yaitu Bimas. Penguasa pun mati-matian berusaha mensukseskan program. Ada program subsidi terhadap pupuk, kredit pertanian, penetapan harga dasar gabah, diberdirikannya Bulog, pembangunan irigasi dari pinjaman luar negeri, penanaman bibit yang seragam, hingga penyuluhan. Setelah Bimas dianggap gagal memacu pertumbuhan di sektor pertanian tanaman pangan, pemerintah memperkenalkan Inmas. Dengan tambahan program
Universitas Sumatera Utara
penanggulangan hama dan penyakit tanaman dalam Inmas, sebenarnya Inmas ini tidak jauh berbeda dengan Bimas. Jika dilihat dari paradigma yang dipakai = pertumbuhan ekonomi, maka pelaksanaan Bimas maupun Inmas bisa dikatakan berhasil. Di tahun 80-an produktivitas pertanian padi meningkat mencapai dua kali lipat dibanding tahun 60an. Bahkan pada tahun 1985, Indonesia bisa mewujudkan swasembada beras selama empat tahun. Setelah itu negeri ini kembali menjadi pengimpor beras terbesar hingga saat ini. Namun keberhasilan tersebut bukan tanpa resiko. Pengorbanan untuk sebuah "swasembada" sangat mahal. Keinginan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi telah membuat penguasa bertindak sangat kejam terhadap masyarakat lemah. Di satu sisi harus diakui bahwa Bimas dan Inmas sebagai bentuk Revolusi Hijau di Indonesia telah melepaskan petani dari pertanian tradisional. Namun itu tidak berarti telah mensejahterakan petani. Petani yang memiliki lahan luas program Inmas dan Bimas memang dapat meningkatkan kesejahteraannya. Tetapi bagi petani gurem (mayoritas petani), program-program tersebut justru telah menjerat ke dalam ketergantungan yang semakin dalam yang pada akhirnya memperpanjang proses pemiskinan. Dengan paket yang ada dalam Bimas maupun Inmas, petani harus mengikuti pola produksi yang telah ditetapkan. Pupuk kimia, pola tanam yang seragam, penggunaan bibit yang terkadang dengan merk tertentu, dan biasanya dibuat oleh pabrik tertentu, serta pestisida atau obat-obat pertanian lainnya yang juga telah distandarkan. Semua itu membuat petani tergantung pada industri bibit, pupuk dan pestisida kepada produsen tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Keragaman bibit lokal yang dimiliki petani secara turun temurun selama ini, kini telah beralih tangan. Hal ini menjadi dilema, sebab keragaman bibit lokal yang dimiliki petani secara turun temurun, kini telah beralih tangan. Saat ini bibit padi lokal yang masih tersisa di Indonesia sekitar 25 jenis. Sebelum Revolusi Hijau, kita memiliki hampir 10.000 macam jenis bibit padi lokal. Semuanya tersimpan dalam IRRI (International Rice Research Institute) di Filipina dan menjadi milik AS. Kearifan petanipun telah beralih fungsi menjadi penyeragaman. Kemandirian digantikan dengan ketergantungan. Keseimbangan lingkungan dan sosial terganggu akibat penggunaan bahan-bahan kimia non organik tinggi seperti pupuk buatan, insektisida, pestisida, fungisida dan herbisida. Demi mengejar pertumbuhan tadi, pemakaian bahan-bahan kimia tadi dilevel petani dipergunakan secara serampangan. Berpuluh-puluh tahun petani hanya mengikuti apa saja yang diperintahkan oleh penguasa melalui penyuluh pertanian lapangan (PPL) dan penyuluh pertanian spesial (PPS). Petani hanya menjadi pelaksana program ditanahnya sendiri. Kepemimpinan lokal yang biasa tumbuh diantara petani pelan tapi pasti akhirnya termusnahkan. Begitu pula proses belajar mengajar di antara mereka. Struktur organisasi tradisional dirusak dan dibuat seragam. Dibentuk dari atas secara sentralistik dan bukan lahir atas kesadaran sendiri dan sesuai kebutuhan mereka. Berpuluh tahun petani menjadi kelompok masyarakat bisu yang hanya bisa mendengar tetapi tidak bisa bersuara. Situasi itu berlangsung hingga saat ini. Petani selalu dalam posisi paling pinggir dan dipinggirkan. Bahkan untuk meminta pemerintah memenuhi janjinya yang dinyatakan sendiri dalam Instruksi Presiden tentang harga dasar gabah saja petani tidak mampu.
Universitas Sumatera Utara
Tidak hanya itu, paket Revolusi Hijau yg menggunakan teknologi dan sarana produksi dari negara barat pada dasarnya mengabaikan keberadaan perempuan disektor pertanian. Diperkenalkannya bibit baru telah meniadakan peran perempuan sebagai penyeleksi benih di usaha tani keluarganya. Begitu pula saat panen. Tidak lagi dilakukan dengan ani-ani tetapi dengan sabit. Peran perempuan dengan sendirinya telah digantikan. Juga dalam proses-proses pasca panen selanjutnya. 2.2. Modernisasi dan Pembangunan Modernisasi maupun pembangunan merupakan perubahan sosial yang direncanakan namun sesungguhnya keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Modernisasi diartikan perubahan dari kehidupan bersama yang tradisional dalam arti teknologi (material dan organisasi sosial) kearah kehidupan bersama yang modern. Modernisasi adalah proses perombakan pola pikir dan tata kerja yang tidak akhliyah menggantinya dengan pola pikir dan tata kerja baru yang akhliyah rasional. Pengertian modernisasi ditangkap beraneka ragam pola pikir masyarakat. Ada yang menganggap modernisasi sama dengan westernisasi. Penganut ini beranggapan bahwa teknologi
dan nilai-nilai barat diterima tanpa mempersoalkan kondisi
masyarakat setempat (modernisasi merupakan ekspensi budaya). Kelompok yang kedua menganggap modernisasi sama dengan pembangunan. Modernisasi dan pembangunan disini berorientasi
pada penerapan teknologi yang diadopsi akan
tersalur ke lapisan masyarakat bawah (Ibrahim 2003:138). 2.2.1. Modernisasi Pertanian dan Perubahan Sosial Masyarakat Modernisasi pertanian adalah suatu perubahan pengelolaan usaha tani dari tradisional ke pertanian yang lebih maju dengan penggunaan teknologi-teknologi
Universitas Sumatera Utara
baru. Modernisasi dapat diartikan sebagai transformasi yaitu perubahan. Dalam arti yang lebih luas transformasi tidak hanya mencakup perubahan yang terjadi pada bentuk luar, namun pada hakekatnya meliputi bentuk dasar, fungsi, struktur, atau karakteristik suatu kegiatan usaha ekonomi masyarakat. Modernisasi dapat diartikan sebagai bentuk, ciri, struktur dan kemampuan system kegiatan agribisnis dalam menggairahkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan menyehatkan perekonomian masyarakat pelakunya (Pranadji, 2000: 38). Modernisasi suatu masyarakat adalah suatu proses transformasi, yaitu suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek aspeknya. Perubahan sosial adalah terjadinya perbedaan dalam aspek kehidupan masyarakat dari waktu ke waktu. Aspek-aspek kehidupan masyarakat itu telah disistematiskan pada stuktur proses sosial. Dimana perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi pada struktur (kebudayan dan kelembagaan) pada pola proses sosial. Menurut Parson dalam Rusidi (2000), dinamika masyarakat berhubungan dengan perubahan masyarakat. Kemudian terdapat beberapa unsur yang berinteraksi satu sama lain. Unsur-unsur tersebut adalah: 1. Orientasi manusia terhadap situasi yang melibatkan orang lain. 2. Pelaku yang mengadakan kegiatan dalam masyarakat. 3. Kegiatan sebagai hasil orientasi dan pengolahan pemikiran pelaku tentang bagaimana mencapai cita-cita. 4. Lambang dan sistem perlambangan yang mewujudkan komunikasi dalam mencapai tujuan. Sehubungan dengan itu sistem sosial merupakan hasil individu, yang terjadi dalam lingkungan fisik dan sosial (Rusidi, 2000 : 41).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Teori Modernisasi Teori pembagian kerja secara internasional, yang didasarkan pada teori keuntungan komparatif yang dimiliki oleh setiap negara, mengakibatkan terjadinya spesialisasi produksi pada tiap-tiap negara sesuai dengan keuntungan komparatif yang mereka miliki. Oleh karena itu, secara umum di dunia ini terdapat dua kelompok negara: pertama, negara yang memproduksi hasil pertanian dan yang kedua adalah negara yang memproduksi barang industri. Antara kedua ke lompok negara ini terjadi hubungan dagang, dan keduanya, saling diuntungkan. Tetapi setelah beberapa puluh tahun kemudian, terlihat bahwa negara-negara pertanian semakin tertinggal. Neraca perdagangan antara kedua jenis negara ini selalu menguntungkan negara-negara yang mengkhususkan diri pada produksi barang industri (Budiman, 2000;17-18). Rostow adalah seorang ahli ekonomi, tetapi perhatiannya tidak terbatas pada masalah ekonomi dalam arti sempit. Perhatiannya meluas sampai pada masalah sosiologi dalam proses pembangunan, meskipun titik berat analisisnya masih tetap pada masalah ekonomi. Bagi Rostow pembangunan merupakan peroses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari masyarakat yang terbelakang kemasyarakat yang maju. Proses ini dengan berbagai variasinya, pada dasarnya berlangsung sama, dimanapun dan kapanpun juga. Variasi yang ada bukanlah merupakan perubahan yang mendasar, melainkan hanya berlangsung dipermukaan saja. Rostow membagi proses pembangunan ini menjadi lima tahap yaitu: 1. Masyarakat tradisional Ilmu pengetahuan pada masyarakat masih belum banyak dikuasai. Karena itu, masyarakat semacam masih dikuasai oleh kepercayaankepercayaan tentang kekuatan diluar kekeuasaan manusia. Manusia dengan
Universitas Sumatera Utara
tunduk kepada alam, belum bisa menguasai alam. Akibatnya, produksi masih sangat terbatas, masyarakat ini cenderung bersifat statis, dalam arti kemajuan berjalan dengan sangat lambat. Produksi dipakai untuk konsumsi. 2. Prakondisi untuk lepas landas Masyarakat tradisional, meskipun sangat lambat, terus bergerak. Pada suatu titik, dia mencapai posisi prakondisi untuk lepas landas. Biasanya, keadaan ini terjadi karena adanya campur tangan dari luar, dari masyarakat yang sudah maju. Perubahan ini tidak datang karena faktor-faktor internal masyarakat tersebut, karena pada dasarny masyarakat tradisional tidak mampu untuk
mengubah
dirinya
sendiri.
Campur
tangan
dari
luar
ini
menggoncangkan masyarakat tradisional, dimana di dalamnya mulai berkembang ide pembaharuan. 3. Lepas landas Periode ini ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan merupakan sesuatu yang berjalan wajar, tanpa adanya hambatan yang berarti seperti ketika pada periode prakondisi untuk lepas landas. Pada periode ini, tabungan dan investasi yang efektif
meningkat dari 5% menjadi 10% dari pendapatan
nasional atau lebih. Juga, industri-industri baru mulai berkembang dengan sangat pesat. Keuntungannya sebagai besar ditanamkan kembali ke pabrik yang baru. Dengan demikian sektor modern dari perekonomian jadi berkembang.
Universitas Sumatera Utara
4. Bergerak kedewasaan Setelah lepas landas akan terjadi proses kemajuan yang terus bergerak ke depan, meskipun kadang-kadang terjadi pasang surut. Antara 10% sampai 20% dari pendapatan nasional selalu diinvestasikan kembali, supaya bisa mengatasi persoalan pertambahan penduduk. 5. Zaman konsumsi massal yang tinggi Kenaikan pendapatan masyarakat menyebabkan konsumsi tidak lagi terbatas pada kebutuhan pokok untuk hidup, tetapi meningkat ke kebutuhan yang lebih tinggi. Produksi industri juga berubah, dari kebutuhan dasar menjadi kebutuhan barang konsumsi yang tahan lama. Pada priode ini, investasi untuk meningkatkan produksi tidak lagi menjadi tujuan yang paling utama. Sesudah taraf kedewasan dicapai, surplus ekonomi akibat proses politik yang terjadi dialokasikan untuk kesejahtaan sosial dan penambahan dana sosial. Pada titik ini, pembangunan sudah merupakan sebuah proses yang berkesinambungan, yang bisa menopang kemajuan secara terus menerus, seperti teori-teori modernisasi lainnya, didasarkan pada dikotomi masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Titik terpenting dalam gerak kemajuan dari masyarakat yang satu ke yang lainnya adalah periode lepas landas (Budiman, 2000:25).
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Teknologi
2.3.1. Definisi Teknologi Teknologi adalah merupakan aplikasi ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah manusia atau merupakan sekumpulan proses, peralatan, metode, prosedur dan perkakas yang digunakan untuk memproduksi barang atau jasa. Ada 3 (tiga) tingkatan teknologi ditinjau dari atas dasar keterlibatan manusia di dalam menjalankan suatu teknologi yaitu : a. Pekerjaan tangan (hand made) dimana manusia merupakan sumber tenaga dan pengendali bagi alat-alat yang digunakan, di tandai dengan karyawan bekerja secara manual namun memiliki dampak lingkungan minimal. b. Bekerja mesin (machine made), dimana mesin menyediakan tenaga, tetapi manusia masih menggerakkan dan mengendalikannya dengan tingkat keterlibatan yang tinggi. c. Proses otomatisasi, mesin merupakan sumber tenaga sepenuhnya manusia sebagai pengawas dan pengendali. 2.3.2. Faktor-faktor dalam Memilih Teknologi Dalam menentukan jenis teknologi yang baik dalam dunia usaha hendaknya teknologi yang akan dipakai memperhatikan kriteria sebagai berikut : a. Ketepatan jenis teknologi yang dipilih dengan bahan baku yang digunakan. b. Keberhasilan pengguna jenis teknologi tersebut ditempat lain yang memiliki modernisasi yang terjadi pada sektor pertanian adalah tersosialisasikannya (diterapkannya) unsur-unsur teknologi baru (modern) kepada masyarakat berbudaya tradisional.
Universitas Sumatera Utara
Penerapan teknologi hendaknya menyadari perlunya sifat responsive dan dinamik dari usaha yang di tempuh. Responsive dan dinamis disini adalah bahwa bentuk usaha yang ditempuh haruslah mempunyai pengetahuan tentang: a. Derajat sifat tanggap masyarakat terhadap perubahan-perubahan
dalam
kehidupannya. b. Kendala teknis teknologi yang akan digunakan di dalam lingkungan kehidupan masyarakat yang akan mengguanakannya. c. Kelayakan ekonomik teknologi yang hendak difungsikan dalam lingkungan kehidupan masyarakat yang akan menggunakannya (Prisma, 1995: 54).
Universitas Sumatera Utara