II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penduduk Penduduk adalah faktor yang sangat penting untuk diperhatikan dalam perencanaan wilayah. Jumlah penduduk dapat dianalisis berdasarkan berbagai klasifikasi sesuai dengan kebutuhan untuk mendapatkan suatu informasi tertentu, seperti banyaknya bahan konsumsi yang harus disediakan, jumlah fasilitas pendidikan yang perlu disediakan, banyaknya perumahan yang perlu disediakan, dan lain-lain. Di dalam konteks wilayah maka perencanaan adalah melihat ke depan untuk suatu kurun waktu tertentu, misalnya 1 tahun, 5 tahun, 10 tahun, atau 25 tahun, untuk melihat ke arah mana kondisi yang ada saat ini akan berkembang dan menetapkan langkah-langkah baik untuk mengakomodasi perkembangan itu kepada keadaan yang kita inginkan. Dengan demikian, jumlah penduduk merupakan faktor yang sangat penting untuk diprediksi besarnya dan distribusinya di masa yang akan datang (Tarigan, 2008). Menurut Warpani (1984), penduduk adalah aspek utama perencanaan. Perencanaan disusun untuk penduduk, oleh penduduk, dan ia adalah penduduk itu sendiri. Perencanaan oleh penduduk, berarti perencanaan dibuat oleh penduduk yang diwakili oleh pihak perencana atau berbentuk badan perencana. Dalam hal ini penduduk berarti sebagai subjek. Perencanaan dibuat untuk penduduk, karena penduduk akan merasakan akibat perencanaan itu. Karena itulah dalam seluruh lingkup perencanaan, penduduk tidak mungkin terabaikan. Selain akan menerima akibat perencanaan, penduduk juga dapat berbuat dan ‘diminta’ berbuat. Dengan kata lain, penduduk merupakan salah satu objek perencanaan. Dalam hal inilah makna perencanaan adalah penduduk.
2.2 Ruang Kehidupan manusia tidak dapat terpisahkan dengan keberadaan ruang, baik secara psikologis dan emosional (persepsi), maupun dimensional. Manusia selalu berada dalam ruang, bergerak serta menghayati, berpikir dan juga menciptakan ruang untuk menyatukan bentuk dunianya. Sehingga dapat dikatakan bahwa definisi ruang merupakan suatu wadah yang tidak nyata, tetapi dapat
5
dirasakan keberadaannya oleh manusia. Ruang dibentuk oleh tiga komponen yaitu lantai, dinding, dan atap atau penutup (Hakim dan Utomo, 2003 ). Menurut Direktorat Bina Tata Perkotaan dan Pedesaan Ditjen Cipta Karya Departemen Pekejaan Umum (1996) dalam Tarigan (2008), memberikan definisi tentang ruang, yaitu wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara; termasuk di dalamnya lahan atau tanah, air, udara, dan benda lainnya serta daya dan keadaan, sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Dalam hal ruang yang berkaitan dengan kepentingan manusia, maka perlu adanya batasan bahwa ruang adalah wadah pada lapisan atas permukaan bumi termasuk apa yang ada di atasnya dan yang ada di bawahnya sepanjang manusia masih dapat menjangkaunya. Dengan demikian, ruang adalah lapisan atas permukaan bumi yang berfungsi menopang kehidupan manusia dan makhluk lainnya, baik melalui memodifikasi atau sekadar langsung menikmatinya (Tarigan, 2008).
2.3 Kota Kota adalah populasi yang besar dan padat, merupakan pusat dari ekonomi, sosial, dan aktifitas politik, memiliki posisi geografi yang tetap dan kekuasaan pemerintahan khusus di dalamnya (Simonds, 1983). Sedangkan menurut Branch (1995), kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu penduduk atau lebih. Perkotaan diartikan sebagai area terbangun dengan struktur dan jalan-jalan, sebagai suatu permukiman yang terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu yang membutuhkan sarana dan pelayanan pendukung yang lebih lengkap dibandingkan dengan yang dibutuhkan di daerah pedesaan. Watt (1973) serta Stearns dan Montag (1974) dalam Irwan (2008) mengemukakan pengertian dari kota sebagai berikut 1
Kota adalah suatu areal tempat terdapatnya atau terjadinya pemusatan penduduk dengan kegiatannya dan merupakan tempat konsentrasi penduduk dan pusat aktivitas perekonomian (seperti industri, perdagangan, dan jasa).
6
2
Kota merupakan sebuah sistem, baik secara fisik maupun sosial ekonomi, bersifat tidak statis yang sewaktu-waktu dapat menjadi takberaturan dan sulit untuk dikontrol.
3
Kota mempunyai pengaruh terhadap lingkungan fisik seperti iklim, sejauh mana pengaruh itu sangat bergantung pada perencanaannya. Dalam perencanaan wilayah, sangat perlu untuk menetapkan suatu tempat
permukiman atau tempat berbagai kegiatan sebagai kota atau bukan. Hal ini diperlukan karena kota memiliki fungsi yang berbeda sehingga kebutuhan fasilitasnya pun berbeda jika dibandingkan dengan daerah pedesaan atau pedalaman (Tarigan, 2008). Menurut Pasal 1 Butir 25 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
2.4 Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan Arsyad (2000) mengemukakan bahwa penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual. Penggunaan lahan dikelompokkan menjadi dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian (tegalan, sawah, kebun, hutan lindung, dan sebagainya) dan penggunaan lahan bukan pertanian (permukiman, industri, rekreasi, dan sebagainya). Istilah penutupan lahan mengacu pada penutupan tanah yang menjadi ciri suatu area tertentu, yang umumnya merupakan pencerminan dari bentukan lahan dan iklim lokal. Contoh dari penutupan lahan adalah hutan, tundra, savana, gurun pasir. Dan menurut de Sherbinin (2002) dalam Putri (2006), penggunaan lahan merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penggunaan tanah oleh manusia atau kegiatan mengubah tutupan lahan. Perubahan penggunaan dan penutupan lahan terjadi disebabkan faktor utama yaitu kebutuhan manusia untuk melanjutkan keberlangsungan hidupnya. Menurut Meyer dan Turner (1994) dalam Hakim (2006), perubahan penggunaan dan penutupan lahan merupakan suatu kombinasi dari hasil interaksi faktor sosial-
7
ekonomi, politik dan budaya. Perubahan penggunaan lahan yang paling sering terjadi pada kehidupan kota yang dinamis adalah konversi lahan konservasi, terutama hutan menjadi area pertanian atau bahkan permukiman. Perubahan ini bermanfaat di sisi kebutuhan manusia, namun merugikan di sisi lingkungan karena kegiatan tersebut dapat menurunkan daya dukung lahan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008, tentang Pedoman
Perencanaan
Kawasan
Perkotaan,
pemanfaatan
lahan
adalah
penggunaan tanah untuk aktivitas atau kegiatan orang atau badan hukum yang dapat ditunjukkan secara nyata. Perubahan pemanfaatan lahan adalah pemanfaatan baru atas tanah, yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Perubahan pemanfaatan lahan dapat dilakukan dengan berazaskan keterbukaan, persamaan, keadilan, pelestarian lingkungan dan perlindungan hukum. Perubahan pemanfaatan lahan mengacu pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota dengan tetap memperhatikan keberlangsungan fungsi kawasan, daya dukung dan kesesuaian lahan secara terpadu. Perubahan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan RDTR hanya dapat dilakukan dengan pertimbangan keselarasan kebutuhan lahan untuk kegiatan ekonomi dengan keberlangsungan lingkungan.
2.5 Pengaruh Iklim terhadap Manusia Menurut Handoko (1995), di tiap tempat cuaca hari demi hari selalu berubah. Setelah satu tahun perubahan tersebut biasanya membentuk pola siklus tertentu. Setelah beberapa tahun (misalnya 30 tahun atau lebih) dari rata-rata tiap nilai unsur-unsur cuaca akan mencerminkan sifat atmosfer yang disebut juga sebagai iklim. Karakteristik iklim pada permukaan bumi menurut Lakitan (1994) akan berbeda dari tempat ke tempat. Beberapa faktor yang menentukan perbedaan iklim antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya di muka bumi adalah 1
posisi relatif terhadap garis edar matahari (posisi lintang),
2
keberadaan lautan,
3
pola arah angin,
4
rupa permukaan daratan bumi,
5
kerapatan dan jenis vegetasi.
8
Berdasarkan luas wilayah sasaran, iklim dapat dipilah menjadi iklim makro, iklim meso, dan iklim mikro. Iklim makro meliputi wilayah yang sangat luas, meliputi luasan satu zona iklim, kontinen, sampai pada bumi secara keseluruhan (global). Iklim meso mengkaji tentang variasi dan dinamika iklim dalam satu satuan zona iklim (intra-zona iklim). Iklim meso meliputi wilayah sampai beberapa kilometer persegi, misalnya variasi iklim akibat keberadaan danau atau kumpulan bangunan fisik di perkotaan. Variasi iklim dalam skala terkecil termasuk dalam cakupan iklim mikro, misalnya keadaan udara di sekitar atau di bawah kanopi pohon. Secara fisiologis, iklim mempengaruhi kenyamanan termal manusia. Pertukaran kalor manusia dengan lingkungannya tergantung dari suhu udara, suhu permukaan yang berada di sekelilingnya, penyalur panas oleh permukaan tersebut, kelembaban, dan gerak udara (Frick dan Mulyani, 2006). Menurut Irwan (2008), tingkat kenyamanan seseorang selain pada faktor usia dan kebudayaan, juga sangat ditentukan oleh suhu dan kelembaban (iklim mikro). Karena Lakitan (1994) mengemukakan bahwa kondisi udara pada skala mikro akan berkontak langsung dengan (dan mempengaruhi secara langsung) manusia. Manusia tanggap terhadap dinamika atau perubahan-perubahan dari unsur-unsur iklim di sekitarnya. Keadaan unsur-unsur iklim ini mempengaruhi tingkah laku dan metabolisme yang berlangsung pada tubuh manusia. Oliver (1981) dalam Irwan (2008) menyatakan rasa nyaman secara kuantitatif dengan memperhitungkan besarnya suhu udara dan kelembaban udara sehingga dihasilkan nilai temperature humidity index (THI). Ayoade (1983) dalam Diena (2009) menyatakan bahwa indeks kenyamanan dalam kondisi nyaman ideal bagi manusia Indonesia berada pada kisaran nilai THI 20-26.
2.6 Model Suatu sistem terdiri atas elemen-elemen yang saling tergantung satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Proses bekerjanya sangat kompleks sehingga untuk melihat bekerjanya hubungan ini dalam keadaan yang sebenarnya adalah sangat mustahil. Oleh karena itu, hubungan tersebut perlu disederhanakan dengan jalan merangkumkan ke dalam suatu bentuk tertentu yang
9
disebut model. Dengan demikian untuk mempelajari sistem yang kompleks itu, maka dibuat model (Gaspersz, 1990). Hal ini didukung pula oleh Hartrisari (2007) yang menyatakan bahwa model merupakan penyederhanaan sistem. Model disusun dan digunakan untuk memudahkan dalam pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak mungkin untuk bekerja dalam keadaan sebenarnya. Oleh sebab itu, model hanya memperhitungkan beberapa faktor dalam sistem dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan umum dari suatu model menurut Gaspersz (1990) dapat dibagi berdasarkan tujuan akademik dan tujuan manajerial. 1. Tujuan akademik a. Sebagai alat untuk menjelaskan atau menggambarkan sekumpulan atau suatu fakta karena belum ada teori. b. Jika teori sudah ada, model digunakan sebagai alat untuk mencari konfirmasi. 2. Tujuan manajerial a. Sebagai alat dalam pengambilan keputusan. b. Sebagai proses belajar. c. Sebagai alat komunikasi agar seseorang melihat sesuatu dengan bahasa yang sama. Menurut Hartrisari (2007), model disusun untuk beberapa tujuan, yaitu 1
pemahaman proses yang terjadi dalam sistem sehingga model harus dapat menggambarkan mekanisme proses yang terjadi dalam sistem dalam kaitannya dengan tujuan yang akan dicapai;
2
prediksi, dengan hanya model kuantitatif yang dapat melakukan prediksi;
3
menunjang pengambilan keputusan, jika model yang disusun berdasarkan pemahaman proses serta mempunyai kemampuan prediksi. Menurut Gaspersz (1990), model dapat diklasifikasikan berdasarkan
delapan kriteria berikut 1. Berdasarkan fungsi a. Model deskriptif, yang menggambarkan kondisi-kondisi atau aktivitas masa sekarang atau masa lalu, namun tidak berusaha untuk meramalkan
10
atau memberikan rekomendasi. Model ini memberikan suatu deskripsi dari situasi tanpa memberikan ’resepnya’. b. Model prediktif, yang memperkirakan atau memproyeksikan perilaku sistem. Model ini mengusulkan konsekuensi dari berbagai strategi, dan dapat meramalkan hasil dari keadaan tertentu. c. Model normatif, yang menerangkan baik atau buruk performans sistem. Model ini menunjukkan apa yang seharusnya dibuat untuk mencapai tujuan sistem. Jenis model ini memilih jawaban atau penyelesaian terbaik dari berbagai alternatif yang mungkin. 2. Berdasarkan struktur (morfologi) a. Model ikonik, yang tepat sama dengan aslinya hanya skala yang berbeda. Jadi skalanya berbeda dari sistem nyata yang dimodelkan. Model ini memberikan tingkat kekonkretan yang tinggi yang tidak mungkin diberikan oleh model lain, namun memiliki keterbatasan dalam menggambarkan hubungan kausal (sebab-akibat). b. Model analog, merupakan model yang memiliki fisik yang berbeda namun mempunyai perilaku yang sama. Model ini menggunakan ciri dari suatu sistem untuk menggambarkan ciri dari sistem lain. c. Model simbolik, yang menggambarkan perilaku sistem dalam bentuk simbol-simbol.
Model
ini
menggunakan
berbagai
simbol
untuk
menggambarkan aspek sistem nyata dan umumnya bersifat abstrak, sering berbentuk matematik. Model ini sering lebih sulit dipahami karena tingkat abstraksi yang lebih tinggi, namun lebih efektif dalam menentukan pengaruh perubahan pada sistem konkret. 3. Berdasarkan dimensi a. Model satu dimensi, yang merupakan model dengan satu variabel yang mempengaruhi sistem konkret. b. Model multidimensi, yang memiliki lebih dari dua variabel, yang umumnya mengandung banyak variabel dalam model. 4. Berdasarkan aspek waktu a. Model statik, yang merupakan model tanpa memperhitungkan faktor waktu.
11
b. Model
dinamik,
yang
memperhitungkan
faktor
waktu
dalam
menggambarkan perilaku sistem nyata. 5. Berdasarkan aspek informasi a. Model deterministik, di mana kejadian yang akan terjadi telah diketahui secara pasti (peluang terhadap kejadian yang akan terjadi sama dengan satu). b. Model probabilistik, yang merupakan model beresiko, di mana keadaan yang akan terjadi diketahui nilai kemungkinannya dan dapat digambarkan secara probabilistik. Pembuat keputusan memilih strategi dengan nilai harapan yang optimum. c. Model tak pasti (uncertainty model), di mana kondisi yang akan datang dan peluang yang berhubungan dengannya tidak diketahui. Pembuat keputusan harus mampu menentukan keadaan yang relevan dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan tertentu. 6. Berdasarkan tingkat generalisasi a. Model khusus, yang dibuat untuk tujuan khusus agar dapat diterapkan pada masalah-masalah tertentu. b. Model umum, yang dapat diterapkan pada situasi yang berbeda. 7. Berdasarkan derajat keterbukaan a. Model terbuka, merupakan model yang memiliki satu atau lebih variabel eksogen (ada interaksi dengan lingkungan). Model ini dapat dipandang sebagai suatu sistem dari suprasistem tertentu. b. Model tertutup, merupakan model yang memiliki semua variabel bersifat endogen (diperoleh dari lingkungan internal dan dapat dikendalikan). 8. Berdasarkan derajat kuantifikasi a. Model mental, merupakan model kualitatif yang masih berada dalam pemikiran seseorang. Jika seseorang berpikir tentang sesuatu, maka itu merupakan model mental. Tentu saja setiap orang akan merumuskan model mental yang berbeda untuk fenomena yang sama. b. Model verbal, merupakan model kualitatif yang telah dirumuskan secara verbal atau secara tertulis dan umumnya mengikuti model mental. Dengan demikian model verbal merupakan model mental yang telah dirumuskan
12
secara tertulis. Jadi model verbal berusaha mengomunikasikan model mental tersebut. c. Model kuantitatif, yang terbagi atas model-model: statistik, optimasi, heuristik, simulasi. Model heuristik merupakan model yang tidak memiliki pembuktian bahwa model tersebut paling optimal, tetapi saat model itu dibangun dan dipakai belum ada model lain yang lebih baik daripada model-model heuristik tersebut. Menurut Hartrisari (2007), secara umum model dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu 1
model fisik, merupakan model miniatur replika dari keadaan sebenarnya dan
2
model abstrak, yang juga disebut model mental merupakan model yang bukan fisik, tetapi dapat menjelaskan kinerja dari sistem. Model abstrak dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Model kuantitatif menggunakan perhitungan matematik dan bersifat numerik sehingga dapat digunakan untuk keperluan prediksi. Sebaliknya, model kualitatif bersifat deskriptif dan tidak menggunakan perhitungan kuantitatif. Model kuantitatif dikelompokkan berdasarkan cara pemecahan permasalahan yang dihadapi, yaitu yang bersifat induktif atau empirik dengan menggunakan teknik statistik dan yang yang bersifat deduktif atau mekanistik dengan persamaan matematik. Model empirik memberikan hubungan antara variabel output dan input, tetapi tidak memberikan penjelasan proses atau bagaimana mekanisme hubungan tersebut terjadi. Sebaliknya, model mekanistik menjelaskan mekanisme proses yang terjadi tersebut.
2.7 Sistem Dinamik Sistem adalah gugus atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu. Kajian sistem akan berhadapan dengan permasalahan yang bersifat statik atau dinamik. Permasalahan yang bersifat statik bersifat konstan, sedangkan yang bersifat dinamik selalu berubah menurut waktu. Sistem dinamik merupakan metode yang dapat menggambarkan proses, perilaku, dan kompleksitas dalam sistem (Hartrisari, 2007).
13
Sistem dinamik adalah suatu model untuk mempelajari dan mengatur sistem-sistem umpan-balik yang kompleks, seperti yang dapat ditemukan pada bisnis dan sistem-sistem sosial yang lain. Faktanya, sistem dinamik telah digunakan untuk memanggil secara praktis setiap jenis dari sistem umpan-balik. Ketika sistem perintah telah diaplikasikan pada tiap jenis situasi, umpan-balik adalah sebagai pendeskripsi yang membedakan di sini. Umpan balik mengacu pada situasi dari X yang mempengaruhi Y dan Y pada gilirannya mempengaruhi X, bisa jadi melewati suatu rantai dari sebab dan akibat (System Dynamics Society, 2007 dalam Diena, 2009).