5
BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis 1. Kebutuhan nutrisi burung puyuh Nesheim, dkk (1979) dalam Djulardi, dkk (2006) menyatakan bahwa unggas membutuhkan pakan untuk hidup, pertumbuhan, dan produksi. Burung puyuh mempunyai 2 fase pemeliharaan yaitu fase pertumbuhan dan fase produksi (bertelur). Fase pertumbuhan dibagi menjadi 2 fase yaitu starter (0-3 minggu), grower (3-5 minggu) dan fase produksi (umur diatas 5 minggu). Anak burung puyuh yang baru berumur 0-3 minggu membutuhkan protein 25% dan energi metabolisme 2900 kkal/kg. Pada umur 3-5 minggu kadar protein dikurangi menjadi 20% dan energi metabolisme 2600 kkal/kg. Burung puyuh lebih dari 5 minggu kebutuhan energi dan protein sama dengan kebutuhan energi pada protein umur 3-5 minggu (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Anggorodi (1995) menyatakan bahwa ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan umur kebutuhan tenak. Hal ini bertujuan untuk mengefisiensikan penggunaan ransum. Dalam mengkonsumsi ransum, ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: umur, palatabilitas ransum, kesehatan ternak, jenis ternak, aktivitas ternak, energi ransum dan tingkat produksi. Sifat khusus unggas adalah mengkonsumsi ransum untuk memperoleh energi sehingga jumlah makanan yang dimakan tiap harinya cenderung berhubungan erat dengan kadar energinya. Bila persentase protein yang tetap terdapat dalam semua ransum, maka ransum yang mempunyai konsentrasi energi
6
metabolisme (ME) tinggi akan menyediakan protein yang kurang dalam tubuh unggas karena rendahnya jumlah makanan yang dikonsumsi dalam tubuh unggas. Sebaliknya, bila kadar energi kurang maka unggas akan mengkonsumsi makanan untuk mendapatkan lebih banyak energi akibatnya kemungkinan akan mengkonsumsi protein yang berlebihan (Tillman, dkk., 1991). Adapun kebutuhan nutrisi ternak puyuh menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2006 disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Kebutuhan nutrisi ternak puyuh. Kebutuhan nutrisi
Starter
Grower
Layer
Kadar air maksimal (%)
14,0
14,0
14,0
Protein Kasar minimal (%)
19,0
17,0
17,0
Lemak Kasar maksimal (%)
7,0
7,0
7,0
Serat Kasar maksimal (%)
6,5
7,0
7,0
Abu maksimal (%)
8,0
8,0
14,0
Kalsium (Ca) (%)
0,90-1,20
0,90-1,20
2,50-3,50
Fosfor total (P) (%)
0,60-1,00
0,60-1,00
0,60-1,00
0,40
0,40
0,40
Energi metabolisme (EM) (Kkal/kg)
2800
2600
2700
Total aflatoksin maksimal (µg/kg)
40,0
40,0
40,0
- Lisin minimal (%)
1,10
0,80
0,90
- Metionin minimal (%)
0,40
0,35
0,40
- Metionin + sistin minimal (%)
0,60
0,50
0,60
Fosfor tersedia (P) minimal (%)
Asam amino
Sumber : SNI 01-3907 (2006) 2.
Konsumsi ransum Unggas mengkonsumsi pakan dipergunakan untuk menjaga kondisi tubuh,
kontraksi otot, pertumbuhan dan produksi (Murtidjo, 1987). Untuk kondisi
7
lingkungan yang terlalu dingin atau kondisi lingkungan yang lebih rendah dari suhu tubuh, maka unggas akan mengkonsumsi pakan yang lebih banyak untuk menjaga panas tubuhnya Ransum yang dapat diberikan untuk burung puyuh terdiri dari beberapa bentuk, yaitu bentuk pelet, remah, dan tepung. Ransum terbaik adalah yang bentuk tepung, sebab burung puyuh yang mempunyai sifat usil dan sering mematuk karenanya burung puyuh akan mempunyai kesibukan lain dengan mematuk-matuk pakannya. Protein, karbohidrat, vitamin, mineral dan air mutlak harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Kekurangan salah satu nutrisi tersebut maka mengakibatkan kesehatan terganggu dan menurunkan produktivitas (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Jumlah ransum yang diberikan kepada puyuh harus diperhatikan. Namun, jumlah ransum harus diberikan dalam jumlah yang mencukupi dan tersedia terusmenerus (ad libitum). Anggorodi (1995) menyatakan bahwa puyuh jepang layer makan 14-18 gram per ekor per hari. Kebutuhan ransum puyuh dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Jumlah Ransum yang diberikan Per hari Menurut Umur Burung Puyuh Umur Burung Puyuh 1 hari - 1 minggu
Jumlah ransum yang diberikan per ekor (gram) 2
1 minggu - 2 minggu 2 minggu - 4 minggu 4 minggu - 5 minggu 5 minggu - 6 minggu diatas 6 minggu Sumber : Listiyowati dan Roospitasari (2005).
4 8 13 15 17-19
8
Jumlah kebutuhan pakan unggas dan jumlah konsumsi pakan sangat bervariasi tergantung kondisi unggas, strain, umur dan lingkungan (Anggorodi, 1995). Wahju (1997) menyatakan bahwa konsumsi pakan unggas dipengaruhi beberapa hal antara lain besar dan bangsa unggas, tahap produksi, ruang tempat pakan, temperatur, keadaan air minum, penyakit dan kandungan zat makanan terutama kandungan energi. Waksito (1981) menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh umur ternak, semakin meningkat umur ternak semakin meningkat pula konsumsi ransumnya. Ditambah pula oleh Tillman, dkk., (1986) bahwa ada hubungan erat antara daya cerna dengan konsumsi ransum, dimana semakin cepat makanan dicerna semakin cepat lambung menjadi kosong sehingga ternak beusaha untuk mengkonsumsi lebih banyak. Pakan yang dikonsumsi ternak sebagian dicerna dan diserap tubuh, sebagian yang tidak tercerna diekskresikan dalam bentuk feses. Zat-zat pakan yang diserap tubuh dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan (Ensminger, 1982) dan produksi telur (Scott and Dean, 1991). 3.
Lamtoro Wisadirana (1982) menyatakan bahwa lamtoro adalah tumbuhan
leguminosa tropis, berasal dari Amerika Tengah. Disebarkan oleh orang-orang Mayan dan Zapotec keseluruh Amerika Tengah. Brewbaker dan Hylin (1965), Leucaena leucocephala adalah salah satu spesies dari genus leucaena yang termasuk sub famili Mimosoideae, famili Leguminosease, sub ordo Rosales, sub
9
klas Dycotyledonea, Klas Angiospermopsidae, sub divisio Spermatophyta dan sub kindom Embryobionta.
Gambar 1. Lamtoro / Petai Cina
Lamtoro merupakan tanaman leguminosa pohon yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai penghasil hijauan makanan ternak sepanjang tahun. Tanaman ini dapat menghasilkan 70 ton hijauan segar atau sekitar 20 ton bahan kering/Ha/tahun. Komposisi kimia zat makanannya dalam bahan kering terdiri atas 25,90% protein kasar, 20,40% serat kasar dan 11% abu (2,30% Ca dan 0,23% P), karotin 530,00 mg/kg dan tanin 10,15 mg/kg (NAS, 1984). Berdasarkan informasi dari Melo dan Thomas (1982) menunjukkan bahwa hasil analisis kimia daun lamtoro mengandung protein kasar 24,2%, abu 7,5%, energi metabolisme 2450 Kkal/kg, serat kasar 21,5%, kalsium 1,68%, dan posfor 0,21%. Selanjutnya NAS (1977) menyatakan bahwa daun lamtoro memiliki nilai gizi yang tinggi, dengan asam amino yang terdapat dalam proporsi yang seimbang dan dapat menjadi sumber vitamin. Kandungan mineral pada daun lamtoro adalah nitrogen (N), fosfor (P), potasium (K), sulfur (S), kalsium (Ca), dan mangan (Mn) yang masing - masing besarnya 4,1; 0,25; 2; 0,24; 0,49% dan 325 ppm (Jones, 1979). Sedangkan menurut D’Mello dan Fraser (1981) dalam daun lamtoro tersebut juga terkandung
10
mineral kalsium (Ca) sebesar 1,81%, fosfor (P) 0,25%, potasium (K) 0,80% dan magnesium (Mg) 0,51%.Menurut Scott (1976) yang dikutip oleh Murtidjo (1990) energi metabolis untuk tepung daun lamtoro sebesar 1140 kkal/kg. sedangkan komponen zat makanan dalam tepung daun lamtoro menurut Garcia et.al., (1996 ) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan zat makanan tepung daun lamtoro Hijauan (ranting dan daun) % BK Nitrogen 3,52 Protei Kasar 22,03 Mimosin 2,14 Serat Kasar 35,00 NDF 39,50 ADF 35,10 Hemicellulosa 4,71 Cellulosa 18,30 Lignin 7,90 Ash 8,04 Tanin 1,05 Sulfur 0,22 Calcium 1,80 Phosfor 0,26 Magnesium 0,33 Sodium 1,34 Potassium 1,45 mg/kg Copper 26,00 Iron 381,30 Zinc 169,50 Manganese 465,08 Iodine 61,50 Chloride 0,17 Oxalate 881,60 Xantofyll Lutein Zeaxanthin Carotene Sumber : Garcia et al., (1996 ) Fraksi Kimia
Keteranagan
: BK = Bahan Kering
Tepung Daun 4,15 29,20 4,30 19,20 10,50 1,01 1,90 0,23 0,34 0,02 1,70 9,70 907,40 26,00 59,90 753,00 543,00 128,00 237,50
11
2. Kecernaan Protein Protein merupakan struktur yang sangat penting untuk jaringan-jaringan lunak didalam tubuh hewan seperti urat daging, tenunan pengikat, kolagen kulit, rambut, kuku dan di dalam tubuh ayam untuk bulu, kuku dan bagian tanduk dan paruh (Wahyu, 1997). Dinyatakan oleh Parakkasi (1983) protein merupakan salah satu diantara zat-zat makanan yang mutlak dibutuhkan ternak baik untuk hidup pokok, pertumbuhan, produksi. Kecernaan merupakan proses perubahan pakan kedalam bentuk yang dapat diabsorpsi di dalam saluran pencernaan melalui jaringan tubuh terutama usus (Anonimous, 2000). Tinggi rendahnya kecernaan bahan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis ternak, macam bahan pakan yang digunakan dalam pakan, kadar zat makanan pakan, level pemberian pakan, dan cara penyediaan pakan (Mc Donald, et al., 1988). Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan adalah suhu, laju perjalanan pakan melalui pencernaan, bentuk fisik dari bahan pakan, komposisi pakan, dan perbandingan zat makanan lainnya (Anggorodi, 1985). Menurut Wahyu (1997) protein dalam pakan setelah masuk kedalam saluran pencernaan mengalami perombakan yang dilakukan oleh enzim-enzim hidrolitik yang bekerja di dalam rangkaian yang tetap. Setiap enzim yang ada di dalam saluran pencernaan tersebut memegang peranan penting dalam hidrolisis protein. Pakan dengan protein rendah cepat meninggalkan saluran pencernaan, sedangkan pakan dengan protein tinggi lebih lambat meninggalkan saluran
12
pencernaan untuk mendapatkan waktu lebih banyak untuk proses denaturasi dan penglarutan protein yang dikonsumsi. 3.
Energi Metabolis Energi dibutuhkan unggas untuk melakukan suatu pekerjaan dan proses
produksi lainnya. Semua bentuk energi diubah kedalam panas, jadi energi yang ada hubungannya dengan proses-proses tubuh dinyatakan dalam unit panas (kalori) (Anggorodi, 1985). Unggas menkonsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan energi bagi tubuhnya. Kandungan energi pakan sangat mempengaruhi konsumsi pakan, apabila kandungan energi dalam pakan tinggi maka tingkat konsumsinya rendah, sebaliknya apabila kandungan energi dalam pakan rendah maka tingkat konsumsinya tinggi. Dengan demikian kandungan energi dalam pakan juga menentukan jumlah konsumsi zat makanan lainnya seperti protein, mineral, dan vitamin (Wahju, 1997). Menurut Aggorodi (1994) Energi metabolis merupakan energi makanan dikurangi energi yang hilang dalam feses, pembakaran gas-gas dan urin. Adapun gas-gas yang dihasilkan unggas dapat berupa uap air, gas amoniak (NH3), asam sulfide (H2S) dan metana (Sibbald, 1982 dalam Sundari, 2004). Energi metabolis memperlihatkan nilai suatu bahan makanan untuk memelihara suhu tubuh. Sejalan dengan pendapat Cullison (1982) yang mengemukakan bahwa energi metabolis adalah energi yang digunakan untuk memetabolisme zat-zat makanan dalam tubuh, satuannya dinyatakan dengan kilokalori per kilogram. Menurut Tillman dkk. (1998) daya cerna suatu bahan pakan dipengaruhi oleh kandungan serat kasar, keseimbangan zat-zat makanan dan faktor ternak
13
yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai energi metabolis suatu bahan pakan. Hal ini didukung oleh pernyataan Mc. Donald, dkk. (1994) bahwa rendahnya daya cerna terhadap suatu bahan pakan mengakibatkan banyaknya energi yang hilang dalam bentuk ekskreta sehingga nilai energi metabolis menjadi rendah.
14
B. Kerangka Pikir Biaya pakan 70%
Alternatif Murah , tidak bersaing dan memiliki nilai gizi yang cukup Daun lamtoro
- protein dan energi tinggi
tinggi
Pengolahan
- Meningkatkan kualitas telur Tepung daun lamtoro Pemberian ransum Burung puyuh
perlakuan
Kecernaan protein dan energi metabolisme Tingkat optimal penggunaan tepung daun lamtoro dalam ransum ransum Tingkat pemberian tepung daun lamtoro terhadap kecernaan protein dan konsumsi energi metabolisme burung puyuh
Gambar 2. Kerangka pikir penelitian tingkat pemberian tepung daun lamtoro terhadap kecernaan protein dan konsumsi energi metabolisme burung puyuh.
15
C. Hipotesis Tingkat penggunaan tepung daun lamtoro dalam ransum diduga dapat mempengaruhi kecernaan protein dan konsumsi energi metabolisme burung puyuh.