BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada ternak untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang biak. Tillman dkk., (1989) menyatakan bahwa pakan atau makanan ternak adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan dapat digunakan oleh ternak. Secara umum bahan makanan ternak adalah bahan yang dapat dimakan, tetapi tidak semua komponen dalam bahan makanan ternak tersebut dapat dicerna oleh ternak. Sukria dan Krisna., (2009) menyatakan bahwa komposisi kimia bahan makanan ternak sangat beragam karena bergantung pada varietas, kondisi tanah, pupuk, iklim, lama penyimpanan, waktu panen dan pola tanam. Pengaruh iklim dan kondisi ekologi sangat menentukan ketersediaan hijauan sebagai pakan ternak di suatu wilayah sehingga hijauan makanan ternak tidak dapat tersedia sepanjang tahun. Pada musim penghujan produksi hijauan berlimpah dan sebaliknya di musim kering atau kemarau hijauan sebagai sumber pakan ternak harus menghilang. Ketersediaan hijauan secara kuantitas dan kualitas juga dipengaruhi oleh pembatasan lahan tanaman pakan karena penggunaan lahan untuk tanaman pakan masih bersaing dengan tanaman pangan (Sajimin dkk, 2000). B. Limbah Tanaman Pangan Tanaman
pangan
merupakan
segala
jenis
tanaman
yang
dapat
menghasilkan karbohidrat dan protein. Limbah tanaman pangan adalah bagian tanaman pangan yang tersedia dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan setelah 4
produk utama dipanen. Produksi limbah tanaman pangan di suatu wilayah dapat diperkirakan berdasarkan luas lahan panen dari tanaman pangan tersebut (Jayasurya, 2002). Limbah tanaman pangan memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia (Mariyono dan Romjali, 2007). Jenis limbah pertanian yang sering digunakan sebagai pakan ternak adalah jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah, jerami kedelai, dan pucuk ubikayu (Djajanegara, 1999). Walaupun demikian masih banyak limbah ini yang belum dimanfaatkan. Hambatan yang sering dialami adalah kualitas yang rendah, kurang disukai ternak, konversinya tidak mudah dan produksinya berfluktuasi. Makanan ternak haruslah tersedia sepanjang tahun dalam jumlah dan kualitas yang cukup, sedangkan lahan yang dikhususkan untuk produksi hijauan makanan ternak tidak selalu tersedia, kecuali adanya padang rumput alam di beberapa daerah. Kekurangan bahan makanan ini sebenarnya dapat mencukupi dengan pengelolaan dan pemanfaatan limbah pertanian yang cukup melimpah. Tingginya produksi limbah tanaman pangan pada suatu daerah dipengaruhi oleh luas areal panen tanaman pangan yang tinggi khususnya areal panen padi sehingga menghasilkan jerami padi yang lebih banyak dan akhirnya berpengaruh kepada tingginya total produksi bahan kering limbah tanaman pangan (Syamsu, 2006). C. Teknologi Penggunaan Limbah Peningkatan nilai gizi limbah tanaman pangan dapat dilakukan melalui penggunaan teknologi pakan seperti perlakukan fisik, kimiawi serta biologis.
5
Ditingkat peternak penerapan teknologi peningkatan kualitas limbah tanaman pangan memiliki hambatan dengan berbagai alasan seperti jumlah limbah yang dikumpulkan oleh peternak relatif sedikit karena kurangnya fasilitas untuk penyimpanan dan terjadinya penambahan beban biaya dan tenaga kerja bagi peternak dengan melakukan teknologi tersebut (Djajanegara, 1999), untuk itu dibutuhkan teknologi pakan yang sederhana, murah dan mudah diterapkan oleh peternak. Pengolahan limbah tanaman pangan merupakan hal yang diperlukan agar kontinuitas pakan terus terjamin. Sebagian besar limbah tersebut diberikan kepada ternak dengan cara menggembalakan ternak langsung di areal penanaman setelah tanaman pangan dipanen, namun sebagian limbah tersebut diproses atau disimpan digunakan dengan cara dibuat hay (menjadi jerami kering) atau diawetkan dalam bentuk silase sebagai pakan cadangan (Mccutcheon dan Samples, 2002). Selain dibuat hay dan silase, limbah pertanian dapat juga diamoniasi, proses amoniasi telah sering dilakukan untuk limbah tanaman pangan yang lain seperti jerami padi. Menurut Nitis dkk., (1991) hay merupakan proses pengawetan hijauan dengan cara di keringkan dibawah sinar matahari maupun menggunakan mesin pengering (dryer). Kandungan air hay ditentukan sebesar 12-20 %, hal ini dimaksud agar hijauan saat disimpan sebagai hay tidak ditumbuhi jamur. Jamur akan merusak kualitas hijauan yang telah diawetkan menjadi hay. Tujuan khusus pembuatan hay adalah agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau. Ciri-ciri hay yang baik
6
berrwarna tetap hijau meskipun ada yang berwarna kekuning kuningan, daun yang rusak tidak banyak, bentuk hijauan masih tetap utuh dan jelas, tidak terlalu kering sebab akan mudah patah tidak kotor dan tidak berjamur. Kadar air tanaman pangan yang tersisa dari panen masih cukup tinggi sementara pada proses pembuatan silase dibutuhkan kadar air sekitar 60%, oleh sebab itu, limbah harus dikeringkan sekitar 2-3 hari. Limbah dipotong menjadi potongan-potongan kecil lalu dimasukkan sambil dipadatkan sepadat mungkin ke dalam kantong-kantong plastik kedap udara atau dalam silo-silo yang berbentuk bunker. Proses silase akan memakan waktu kurang lebih 3 minggu, kriteria silase jerami yang baik baunya agak harum, warna kuning agak kecoklatan (warna dasar jerami masih kelihatan), tidak busuk dan tidak berjamur (Nusio, 2005). Bila dalam proses pembuatan silase suasana kedap udara tidak 100% maka bagian permukaan silase sering terkontaminasi dan ditumbuhi oleh bakteri lain yang merugikan seperti bakteri Clostridium tyrobutyricum yang mampu mengubah asam laktat menjadi asam butirat (Driehuis dan Giffel, 2005). Selain dibuat hay dan silase, amoniasi telah sering dilakukan untuk limbah tanaman pangan yang lain misalnya jerami padi. Jerami padi adalah bagian batang tanaman setelah dipanen butir-butir buah dan bagian batang yang tertinggal setelah disabit batangnya (Komar, 1984). Teknologi peningkatan gizi jerami padi dapat ditempuh dengan pengolahan secara kimiawi dengan pemberian urea. Jerami padi yang akan diamoniasi membutuhkan jerami 100 kg, starbio 0,5 kg urea sebanyak 4-6 kg. Siram dengan air bersih (digembor) secara merata diatas tebaran starbio dan urea usahakan kadar air ± 60 % apabila jerami masih basah
7
(baru disabit/dipotong) gunakan air tidak terlalu banyak apabila jerami sudah kering siram air perlu sampai air membasahi lapisan jerami. Diulangi sampai jerami memenuhi tempat penyimpanan. Jerami yang telah ditaburi urea harus segera dibungkus dengan rapat. Bahan pembungkus yang digunakan biasanya berupa lembaran plastik dengan ketebalan yang cukup memadai. Pembungkus ini sangat penting dilakukan agar tercipta kondisi hampa udara (an-aerob) sehingga pembungkus harus dilakukan secara hati-hati. Upaya untuk mencegah kebocoran, jerami yang telah ditaburi urea dapat dibungkus dengan lembaran plastik sebanyak dua lapis atau lebih (Shieddiqi, 2005). Hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya, tidak berjamur atau menggumpal, tidak berlendir dan pH yang dihasilkan sekitar 8. Amoniasi mempunyai beberapa keuntungan antara lain sederhana cara pengerjaannya dan tidak berbahaya, lebih murah dan mudah dikerjakan, cukup efektif untuk menghilangkan aflatoksin khususnya pada jerami, meningkatkan kandungan protein kasar (Siregar, 1995). D. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols dan Shadily, 2000), sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang
8
terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak ruminansia pada peternak masih rendah disebabkan peternak
membakar limbah (jerami
padi/jagung/ ubi jalar) setelah panen dimana limbah ini berfungsi sebagai pupuk organik di samping itu adanya anggapan dari peternak bahwa hijauan pakan tersedia dalam jumlah yang mencukupi di lahan pekarangan, sawah dan kebun untuk kebutuhan ternak (Liana dan Febriana, 2011). Pada sentra penghasil padi, banyak jerami yang dibuang atau dibakar begitu saja setelah bulir-bulir padi dipanen, padahal jerami tersebut setelah dikeringkan dan disimpan dengan baik digudang dapat dimanfaatkan untuk bahan pakan ternak ruminansia, dengan memiliki persediaan jerami padi kering, peternak tak perlu lagi mencari rumput atau membeli hijauan segar untuk pakan sapi. Limbah pertanian memiliki kandungan serat kasar yang tinggi namun terdapat melimpah di alam sehingga perlu adanya pemanfaatan yang lebih lanjut dengan sentuhan teknologi bahwa hampir semua limbah pertanian tanaman pangan dapat dimanfaatkan untuk bahan pakan sapi. Walaupun hampir semua limbah pertanian itu mengandung serat kasar tinggi, tetapi dengan sentuhan teknologi sederhana limbah itu dapat diubah menjadi pakan bergizi dan sumber energi bagi ternak (Saswono dan Arianto, 2006).
9
E. Analisis SWOT Strategi merupakan rencana yang disatukan, luas dan terintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategi dengan tantangan lingkungan dan dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat (Glueck dan Jauch, 1994). Strategi merupakan respon yang secara terusmenerus atau aditif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal (Rangkuti, 2002). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi yang dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal Strenghts dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis (Hardianawati, 2006). Perumusan strategi dapat dilakukan dengan menggunakan alat formulasi yaitu analisis SWOT (Strenghs-Weaknesses-Opportunities-Threats). Analisis SWOT adalah analisis identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan startegi yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekutatan dan peluang, secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman (Hax dan Majluf., 1991). Proses penggunaan analisis SWOT menghendaki adanya suatu survei internal tentang strenghs (kekuatan) dan weaknesses
(kelemahan),
serta
survei
eksternal
atas
opportunities
(peluang/kesempatan) dan threats (ancaman) (Subroto, 2003). Analisis SWOT secara sederhana dipahami sebagai pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal, serta kesempatan/peluang dan ancaman 10
lingkungan eksternal. SWOT adalah perangkat umum yang didesain dan digunakan sebagai langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategi dalam berbagai terapan (Johnson dkk,. 1989). Marimin (2004)
menyatakan
bahwa
analisis
SWOT
adalah
suatu
cara
untuk
mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan suatu strategi yang didasarkan pada logika. Teknik perumusan strategi yang dikembangkan oleh David,. (2001) dilakukan dengan tiga tahap pelaksanaan dan menggunakan matriks sebagai model analisisnya. Tiga tahapan kerangka kerja dimaksudnya adalah tahap input (the input stage), tahap pencocokan (the matching stage) dan tahap keputusan (the decision stage). Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang dapat membantu dalam mengembangkan empat tipe startegi yaitu SO (Strengths-Opportunities), startegi WO (Wewaknesses-Opportunities), starategi ST (Strengths-Threats) dan strategi WT (Weaknesse-Threats). Startegi SO atau strategi kekuatan-peluang adalah menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang ekternal dan strategi WO atau strategi kelemahan-peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang ekternal. Startegi yang menggunakan kekuatan internal untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman ekternal adalah strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman, dan strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman merupakan strategi yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.
11
Kerangka Pikir Pengembangan Ternak Ruminansia/ Peningkatan Populasi
Ketersediaan Sumberdaya Pakan
Kendala Penyediaan Pakan Hijauan Rumput ( Kualitas, Kuantitas, Kontinuitas)
Penggunaan Sumber Hijauan Lain Limbah Tanaman Pangan
Produksi Bahan Kering Limbah Tanaman pangan
Evaluasi Pemanfaatan Limbah 1. Pemberian Pakan 2. Penggunaan Limbah 3. Penerapan Teknologi Pakan
Analisis SWOT Faktor Internal
Faktor Eksternal Matriks SWOT
Strategi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan Sebagai Pakan Ternak Ruminansia
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
12