BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Pembuatan Tahu Tahumerupakan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat indonesia, rasanya yang enak, harganya yangrelatif
murah dan kandungan
proteinnya yang tinggi menjadikan tahu melekat sebagai julukanmakanan rakyat.Bahanbakupembuatan tahu berupa kacang kedelai
menjadi salah satu
alternatif sumber protein selain daging,ikan,dantelur.Satu kilogram kedelai menurut Kastyanto (1998) mengandungProtein300 - 400 gram (40%), Karbohidrat200 - 350 gram (35%) dan Lemak150 - 200 gram (20%). Tingkat Konsumsi kedelai dari tahun 2002 hingga tahun 2007 terus mengalami peningkatan. Peningkatan konsumsi yang terjadi setiap tahunnya sebesar 3,70 persen. Tingkat konsumsi yang tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebanyak 2868 ton. (BPS, 2008). Lebih dari separuh konsumsi kedelai digunakan untuk bahan baku pembuatan tahu. (Herlambang dan Said, 2001) Prinsippembuatan tahu adalah mengekstrak protein kedelai melalui penggilingan
bijikedelai
menggunakan
air.
Protein-nabati
dalam
bahan
bakudiekstrasi secara fisika dan digumpalkan dengan koagulan asam cuka (CH3COOH) dan batu tahu (CaSO4 nH2O) (Santoso, 1993). Tiap tahapan proses umumnya menggunakan air sebagai bahan pembantu dalam jumlah yang relatif banyak.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1.Analisis Perkiraan Kebutuhan Air Pada Pengolahan Tahu Dari 3KgKedelai NO TAHAP PENGOLAHAN KEBUTUHANAIR (LITER) 1 Pencucian 10 2 Perendaman 12 3 Penggilingan 3 4 Pemasakan 30 5 Pencucian Ampas 50 Jumlah 135 Sumber : Nuraida yang dikutip dari Perangin - angin, 2005. Dari tabel 2.1, dapat dilihat bahwa kebutuhan air pada pembuatan tahu dari 3 kg kedelai paling banyak terdapat pada tahap pengolahan pencucian ampas yaitu 50 liter dan penggunaan air yang paling sedikit yaitu pada tahap penggilingan. Berikut ini merupakan tahap - tahap yang dilakukan dalam proses pembuatan tahu : a.Pemilihan Kedelai Untuk menghasilkan tahu yang berkualitas, maka kedelai yang merupakan bahan baku pembuatan tahu harus berkualitas baik pula. Untuk membuat tahu, kedelai putih ( kuning ) harus bersih, biji-bijinya besar, kulitnya halus dan bebas dari kerikil atau campuran lain – lain. b. Perendaman Kedelai Setelah pemilihan kedelai selesai, kedelai tersebut dicuci dan direndam dalam bak air selama 6 – 7 jam, agar cukup empuk untuk digiling. Bak terbuat dari semen, seperti bak air kamar mandi dan harus tersedia cukup banyak air. Selama direndam, kedelai akan menjadi mekar dan kulitnya dapat dengan mudah dilepas.
Universitas Sumatera Utara
c. Penggilingan Kedelai Kedelai yang telah cukup empuk kemudian dipindah kedalam tong kayu yang diletakkan di dekat batu penggiling agar mudah dan cepat mengambil kedelainya. Dengan menggunakan gayung atau sendok besar, kedelai rendaman itu sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam lubang bagian atas batu gilingan yang terus berputar. Karena batu gilingan bagian atas terus berputar cepat, kedelai yang masuk kedalamnya tergiling sampai halus, hingga menjadi bubur. Bubur putih itu mengalir dengan sendirinya kedalam tong penampung. d. Perebusan bubur kedelai Proses selanjutnya adalah perebusan bubur kedelai. Untuk merebus digunakan wajan dengan ukuran yang besar. Karena bubur kedelai tersebut masih kental, maka untuk merebusnya perlu ditambah air. Ukurannya satu takaran bubur kedelai dicampur satu takaran air panas. Api tungku atau kompor tidak boleh terlampau kecil. Harus dijaga agar api tetap besar sehingga bubur cepat mendidih. Bubur yang dipanasi itu membusa seluruhnya. Busanya naik makin lama bertambah tinggi. Agar busa tidak tumpah, bubur diaduk-aduk sehingga busa kembali turun. boleh juga ditambahkan air panas sedikit–sedikit. Tidak beberapa lama kemudian bubur tersebut membusa kembali dan diaduk kembali agar busa menurun. Setelah bubur membusa dua kali, maka bubur diangkat dari wajan. Perlu diperhatikan jika bubur direbus terlalu lama, maka tahu yang akan dihasilkan tidak seperti yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
e. Penyaringan bubur Bubur yang masih mendidih segera diturunkan dan disaring, untuk menyaringnya digunakan kain belacu atau mori kasar yang telah diletakkan pada sangkar bambu. Sangkar bambu diletakkan sedemikian rupa agar kuat menahan bubur panas yang dituangkan pada saringan tersebut. Jika dalam proses penyaringan tidak lagi mengandung sari tahu pada bubur kedelai ditandai dengan warna yang menjadi bening, maka ampas tahu dapat dibuang. Penyaringan ini dilakukan berkali – kali hingga bubur kedelai habis. f. Pengendapan Air tahu Cairan dari proses penyaringan tadi merupakan cairan yang nantinya akan menjadi tahu. Untuk menghasilkan tahu, cairan tersebut harus dicampuri dengan asam cuka. Agar tahu yang dihasilkan tidak menjadi asam, maka harus diperhitungkan sedemikian rupa ukuran pencampur asam cuka (1 asam cuka untuk dicampurkan dengan lebih kurang 36 liter air). Jika dalam campuran tersebut telah timbul jonjot ( gumpalan putih ), biarkan hingga dingin dan gumpalan tersebut pun mengendap. g. Pencetakan Gumpalan putih yang sudah mengendap lalu dicetak menjadi tahu. Alat cetak yang digunakan biasanya dibuat dari kayu berbentuk kotak persegi. Sebelum endapan tahu dituangkan ke dalam kotak, sebagai alasnya dihamparkan kain belacu lalu kotak diisi dengan gumpalan tahu hingga penuh, kemudian diletakkan papan penutup kotak yang besarnya persis sama dengan kotak itu agar dapat menekan adonan tahu bila dipasang pada meja pengempaan. Pengempaan dilakukan dengan jalan meletakkan kotak berisi adonan itu di bawah alat
Universitas Sumatera Utara
pengempa yang mampu menekan tutup kotak sedemikian rupa hingga air yang masih tercampur dalam adonan terperas habis. Pengempaan ini dilakukan selama kurang lebih satu menit lalu dibuka sehingga menjadi padat dan tercetak sesuai ukurannya. Ada juga yang dipotong – potong dengan ukuran 5 x 5 cm (ukuran umum ) setelah tahu dikempa terlebih dulu. (sumber : Kastyanto dikutip dari Parangin-angin, 2005) Adapun Proses pembuatan tahu serta air limbah yang dihasilkan dari tiap prosesnya, seperti Gambar 2.1 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Kedelai Air untuk pencucian
Air Limbah
Pencucian
Kedelai Bersih Air untuk perendaman
Air
Perendaman
Limbah
Kedelai Rendaman Ditiriskan kemudian digiling dengan ditambah air
Bubur kedelai Air
Perebusan Disaring Ampas Tahu Susu Kedelai Ditambahkan Larutan Pengendap (asam cuka) Sedikit demi sedikit sambil diaduk pelan. Campuran padatan tahu dan Cairan
AirLimbah
Pembuangan cairan Pencetakan Tahu
Gambar 2.1 : Diagram Proses Pembuatan tahu (Sumber : BPPT, 1997a dikutip dari Pohan, 2008)
Universitas Sumatera Utara
Dari proses pembuatan tahu diatas, dihasilkan limbah tahu berupa ampas dan limbah cair. Limbah cair sebagian besar bersumber dari cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu pada tahap proses penggumpalan dan penyaringan yang disebut air dadih atau whey. Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses, dan lantai(Pohan, 2008). 2.2. Limbah Cair Industri Tahu Dalam Proses pembuatan tahu selain menghasilkan tahu juga menghasilkan produk sampingan yaitu limbah padat dan limbah cair, namun dalam hal ini limbah cair lebih memiliki potensi yang besar untuk mencemari lingkungan. Gambar 2.2 menunjukkan diagram neraca massa proses pembuatan tahu Teknologi
Energi
Bahan baku/Input Kedelai 60 kg Manusia Air 2700 kg
Tahu 80 kg
Ternak
Ampas Tahu 70 kg
Limbah
Whey 2610 kg Gambar 2.2 : Diagram Neraca Massa Pembuatan Tahu
(Sumber : BPPT, 1997a dikutip dari Pohan, 2008)
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Neraca Masa pembuatan tahu, bahan baku berupa kedelai dengan bantuan air sebagai bahan penolong, akan menghasilkan tahu dan hasil sampingan berupa limbah padat dan limbah cair tahu. Ampas tahu dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan ternak, ikan serta oncom sedangkan limbah cair belum dapat dimanfaatkan kecuali diolah secara teknis sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Jumlah limbah cair tahu yang dihasilkan cukup banyak pada proses pembuatan tahu, berdasarkan diagram neraca massa pembuatan tahu dijelaskan dengan menggunakan Bahan baku berupa 60 kg kedelai dan air 2700 kg maka akan dihasilkan 80 kg tahu, 70 kg ampas tahu dan 2610 kg air limbah. 2.2.1 Karakteristik Limbah Cair Industri Tahu Secara umum karakterisitik air buangan dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu karakterisitik fisik, kimia, dan biologis. Namun untuk air buangan industri tahu karakterisitik penting yang perlu diperhatikan adalah karakteristik fisika dan kimia. (Pohan, 2008). a.
Karakteristik Fisik Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat di pengaruhi oleh adanya
sifat fisik yang mudah terlihat. Adapaun karakterisitik fisik yang penting pada limbah cair tahu adalah kandungan padatan tersuspensi yang berdampak pada efek estetika, kekeruhan, bau , warna dan suhu. b.
Karakteristik Kimia Adapun bahan kimia penting yang terdapat di dalam limbah cair tahu pada
umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
b.1
Bahan Organik Bahan – bahan organik yang terdapat pada limbah cair tahu pada umumnya sangat tinggi berupa protein 40% - 60%, karbohidrat
25% -
50% dan lemak 10% (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987). b.2
Bahan Anorganik Dalam proses pembuatan tahu digunakan beberapa zat - zat kimia sebagai bahan tambahan untuk membantu proses pembuatannya. Penggunaan bahan kimia seperti batu tahu (CaSO4 nH2O) atau
asam asetat sebagai koagulan tahu juga menyebabkan limbah cair tahu mengandung ion – ion logam yaitu kalsium dan sulfat. Kuswardani (1985) melaporkan bahwa Ca dalam bahan penggumpal batu tahu sebanyak 34, 03 ml/l sementara pada asam suka (asam asetat ) sebanyak 0,04 ml/l. 2.2.2 Parameter Limbah Cair Industri Menurut Eckenfelder (1989) parameter yang digunakan untuk menunjukkan karakteristik air buangan industri adalah : a.
Parameter Fisika, seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau dan lain – lain.
b.
Parameter Kimia b.1
Kimia Organik : Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS), Dissolved Oxygen (DO), Minyak atau lemak, Nitrogen Total (N-Total) dan lain – lain.
Universitas Sumatera Utara
b.2
Kimia Anorganik : pH, Ca, Pb, Fe, Ca, Na, Sulfur, H2S, dan lain – lain.
Menurut Husin (2008) beberapa Parameter yang paling penting untuk menunjukkan karakterisitk limbah cair tahu adalah Total Suspended Solid (TSS), Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Nitrogen – Total dan Derajat Keasaman (pH). 2.2.3 Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid) Padatan Tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel–partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari pada sedimen, misalnya tanah liat, bahan – bahan organik tertentu, sel – sel mikroorganisme, dan sebagainya. Sebagai contoh, air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk suspensi yang dapat tahan sampai berbulan – bulan, kecuali jika keseimbangannya terganggu oleh zat – zat lain sehingga mengakibatkan terjadi penggumpalan, kemudian diikuti dengan pengendapan. Air buangan industri mengandung jumlah padatan tersuspensi dalam jumlah yang sangat bervariasi tergantung dari jenis industrinya. Air buangan dari industri – industri makanan, terutama industri fermentasi, dan industri tekstil sering mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah relatif tinggi. Jumlah padatan tersuspensi di dalam air dapat diukur menggunakan alat turbidimeter. Seperti halnya padatan terendap, padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar/cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis (Fardiaz, 1992).
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Kebutuhan Oksigen Biologis (Biochemical Oxygen Demand / BOD) BOD (Biochemical Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahanbahan buangan di dalam air. Jadi nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan buangan yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan – bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Air dengan nilai BOD yang tinggi menunjukkan jumlah pencemar yang tinggi, terutama pencemar yang disebabkan oleh bahan organik. Nilai BOD berbanding lurus dengan jumlah bahan organik di perairan. Semakin tinggi jumlah bahan organik diperairan semakin besar pula nilai BOD, sebab kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik semakin tinggi. Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk beberapa reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan oksidasi sel. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasi air pada suhu 200 C selama 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi. Pengukuran selama 5 hari pada suhu 200 C ini hanya menghitung sebanyak 68 persen bahan organik yang teroksidasi, tetapi suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standar uji karena mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari.
Universitas Sumatera Utara
Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya adalah : 1) Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan – bahan anorganik atau bahan – bahan tereduksi lainnya yang disebut juga “intermediete oxygen demand”. 2) Uji BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal lima hari. 3) Uji BOD yang dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukkan nilai BOD total melainkan hanya kira – kira 68 persen dari total BOD. 4) Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air tersebut, misalnya adanya germisida seperti klorin dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil uji BOD menjadi kurang teliti. Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira – kira 1 ppm dan air yang mempunyai nilai BOD 3 ppm masih dianggap cukup murni, tetapi kemurniaan air diragukan jika nilai BODnya mencapai 5 ppm atau lebih. Bahan buangan industri pengolahan pangan seperti industri pengalengan, industri susu, industri gula, dan sebagainya, mempunyai nilai BOD yang bervariasi, yaitu mulai 100 ppm sampai 10.000 ppm, oleh karena itu harus mengalami penanganan atau pengenceran yang tinggi sekali pada saat pembuangan ke badan air di sekitarnya seperti sungai atau laut, yaitu untuk mencegah terjadinya penurunan konsentrasi oksigen terlarut dengan cepat di dalam badan air tempat pembuangan bahan – bahan tersebut. Masalah yang timbul adalah apabila konsentrasi terlarut sebelumnya sudah terlalu rendah.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai akibat menurunnya oksigen terlarut di dalam air adalah menurunnya kehidupan hewan dan tanaman air. Hal ini disebabkan karena makhluk – makhluk hidup tersebut banyak yang mati atau melakukan migrasi ke tempat lain yang konsentrasi oksigennya masih cukup tinggi. Jika konsentrasi oksigen terlarut sudah terlalu rendah, maka mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak, tetapi sebaliknya mikroorganisme yang bersifat anaerobik karena tidak adanya oksigen. Senyawa – senyawa hasil pemecahan anaerobik akan menghasilkan bau yang menyengat, oleh karena itu perubahan badan air dari kondisi aerobik menjadi anaerobik tidak dikehendaki (Fardiaz, 1992). 2.2.5 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand / COD) COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan suatu uji yang lebih cepat dibandingkan dengan uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan. Uji COD adalah suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan – bahan organik yang terdapat dalam air. Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi daripada uji BOD karena bahan – bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sebagai contoh, selulosa sering tidak terukur melalui uji BOD karena sukar dioksidasi melalui reaksi biokimia, tetapi dapat terukur melalui uji COD. Sembilan puluh enam persen hasil uji COD yang dilakukan selama 10 menit kira–kira akan setara dengan hasil uji BOD selama 5 hari. Adanya senyawa khlor selain mengganggu uji BOD juga dapat mengganggu uji COD karena khlor dapat bereaksi dengan kalium
Universitas Sumatera Utara
dikhromat. Cara pencegahannya adalah dengan menambahkan merkuri sulfat yang akan memmbentuk senyawa kompleks dengan khlor. Jumlah merkuri yang ditambahkan harus kira – kira sepuluh kali jumlah khlor di dalam contoh. (Fardiaz, 1992). 2.2.6 Derajat Keasaman (pH) pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Nilai ph air yang normal adalah 6,5 – 7,5 sedangkan pH air yang tercemar seperti air limbah berbeda – beda tergantung pada jenis limbahnya. Perubahan keasaman pada air limbah, baik ke arah alkali atau basa (pH naik) maupun ke arah basa (pH turun) dapat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air (Kristanto, 2002). Perubahan pH pada air limbah menunjukkan bahwa telah terjadi aktivitas mikroba yang mengubah bahan organik mudah terurai menjadi asam. Air limbah industri tahu sifatnya cenderung asam pada keadaan asam ini akan terlepas zat – zat yang mudah menguap . hal ini akan mengakibatkan limbah cair industri mengeluarkan bau busuk (BPPT, 1997a). Umumnya indikator sederhana yang digunakan untuk mengukur pH adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah. Selain menggunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit suatu larutan. 2.3 Dampak Limbah Cair Industri Tahu Pembuangan air limbah secara langsung ke lingkungan menjadi penyebabutama terjadinya pencemaran air.Indikator bahwa air lingkungan telah tercemaradalah adanya perubahan yang dapat diamati melalui :
Universitas Sumatera Utara
1. Adanya perubahan suhu air. 2. Adanya perubahan pH. 3. Adanya perubahan warna, rasa, dan bau air. 4. Timbulnya endapan, kolodial, dan bahan terlarut. 5. Adanya mikroorganisme. 6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Air limbah yang tidak diolah terlebih dahulu
dapat menyebabkan
gangguan terhadap kesehatan, gangguan terhadap kehidupan biotik, gangguan terhadap keindahan dan menyebabkan kerusakan benda (Sugiharto, 1987).Adapun gangguan – gangguan yang diakibatkan oleh limbah cair tahu adalah : 2.3.1 Gangguan terhadap Kesehatan Limbah cair industri tahu termasuk ke dalam kelompok bahan buangan olahan makanan yang mengandung bahan – bahan organik. Oleh karena bahan buangan ini mengandung protein dan gugus aminmaka pada saat didegradasi oleh mikroorganisme akan terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk. Air Lingkungan yang mengandung bahan buangan olahan bahan makanan merupakan tempat yang subur
untuk berkembang biaknya mikroorganisme
termasuk mikroba patogen.mikroba patogen yang berkembang biak dalam air tercemar menimbulkan berbagai penyakit dan semuanya merupakan penyakit yang dapat menular dengan
mudah apabila air yang tercemar tersebut
dimanfaatkan oleh manusia.Jenis – jenis mikroba patogen penyebab penyakit tersebut seperti :
Universitas Sumatera Utara
1. Virus a) Rotavirus adalah penyebab penyakit diare, terutama pada anak – anak. b) Virus hepatitis A menyebabkan penyakit hepatitis A, air sungai yang telah tercemar virus bisa mengakibatkan wabah apabila penduduk menggunakan air tersebut untuk keperluan hidupnya. c) Virus Polliomyelitis menyebabkan penyakit Polliomyelitis yang sering menyerang anak – anak dan menyebabkan kelumpuhan. 2. Bakteri a) Vibrio cholera menyebabkan penyakit cholera (kolera) yang menyerang usus halus kemudian dapat mengakibatkan kematian dalam waktu singkat. b) Escherichia coli menyebabkan penyakit diare/dysentri. c) Salmonella spp menyebabkan keracunan makanan dan jenis bakteri terdapat pada air pengolahan. d) Shigella spp menyebabkan penyakit dysentri bacsillair dan terdapat pada air yang tercemar. Adapun cara penularannya melalui kontak langsung dengan kotoran manusia maupun perantara makanan, lalat, dan tanah. 3. Protozoa Entamoeba histolytica menyebabkan penyakit disentri amoeba dengan penyebaran melalui Lumpur yang mengandung kista.
Universitas Sumatera Utara
4. Metazoa a) Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit cacingan (cacing gelang) yang menyerang orang di segala usia, terutama pada anak – anak. b) Schistosoma spp menyebabkan penyakit schistosomiasis, akan tetapi dapat dimatikan pada saat melewati pengolahan air limbah. c) Taenia sppmenyebabkan
penyakit cacing pita, dengan kondisi
yang sangat tahan terhadap cuaca. Selainitu,bahan anorganik yang juga terdapat padalimbahcairtahudapat menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan jika air tersebut dimanfaatkan oleh manusia, seperti keracunan bahan – bahan kimia, penyakit kulit, penyakit rongga mulut dan dapat menyebabkan kanker jika terakumulasi secara terus menerus. (Wardhana, 2001). 2.3.2 Gangguan terhadap kehidupan biotik. Air limbah tahu mengandung bahan buangan organik yang tinggi sehingga menyebabkan turunnya kadar oksigen yang terlarut. Kekeruhan yang disebabkan oleh air limbah tahu mengurangi penetrasi cahaya matahari ke badan air sehinggga proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen pun terganggu. Oksigen sebagai sumber kehidupan bagi makhluk air (hewan dan tumbuh – tumbuhan) tidak dapat terpenuhi, ikan – ikan dan bakteri tidak mampu bertahan hidup dan mengakibatkan kerusakan pada tanaman atau tumbuhan air. Sebagai akibat selanjutnya, limbah cair tersebut akan sulit diuraikan dan merusak keseimbangan ekosistem.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Gangguan terhadap keindahan Kandungan zat organik dalam limbah cair tahu mengalami pembusukan sehingga akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Kandungan padatan tersuspensi menyebabkan air mengalami perubahan warna menjadi keruh atau warna lain sesuai cemaran. Hal ini menimbulkan gangguan pemandangan. Selain, ketiga hal tersebut menurut Wardhana (2001), air yang tercemar oleh limbah industri menyebabkan air menjadi tidak bermanfaat lagi, hal ini merupakan kerugian yang terasa secara langsung oleh manusia. Bentuk kerugian langsung ini antara lain : 1. Air tidak dapat digunakan kembali untuk keperluan rumah tangga Air yang telah tercemar dan kemudian tidak dapat digunakan lagi sebagai penunjang kehidupan manusia, terutama untuk keperluan rumah tangga, kondisi ini akan menimbulkan dampak sosial yang sangat luas dan butuh waktu yang lama untuk memulihkannya. Sementara air yang dibutuhkan untuk keperluan rumah tangga sangat banyak, seperti kebutuhan air untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dan lain sebagaianya. 2. Air tidak dapat digunakan untuk keperluan industri Air yang tercemar tidak dapat digunakan kembali untuk menunjang keperluan
industri,proses industri menjadi terganggu dengan demikian usaha
untuk meningkatkan kehidupan manusia pun sulit untuk tercapai. 3. Air tidak dapat digunakan untuk keperluan pertanian Air tidak dapat digunakan lagi sebagai irigasi, untuk pengairan di persawahan dan kolam perikananan, karena adanya senyawa – senyawa anorganik yang mengakibatkan perubahan drastis pada pH air. Air yang
Universitas Sumatera Utara
bersifat terlalu basa atau terlalu asam akan mematikan tanaman dan hewan air. 2.4
Pengolahan Limbah Cair Tujuan utama pengolahan limbah cair adalah mengurangi kandungan
Biochemical Oxygen Demand (BOD), Suspended Solids (SS), dan organisme patogen ( Klei& Sundstorm, 1997). Selain tujuan di atas, pengolahan limbah cair dibutuhkan untuk menghilangkan kandungan nutrien,
bahan kimia beracun,
senyawa yang tidak dapat diuraikan secara biologis (non biodegrable), dan padatan terlarut. 2.4.1
Pengolahan Limbah Cair Berdasarkan Tingkatan perlakuan
Berdasarkan Tingkatan Perlakuannya, proses pengolahan limbah cair umumnya dibagi mejadi empat kelompok (Soeparman, Soeparmin, 2002) yaitu : 1. Pengolahan pendahuluan Pengolahan pendahuluan digunakan untuk memisahkan padatan kasar, mengurangi ukuran padatan, memisahkan minyak atau lemak, dan proses menyetarakan fluktuasi aliran limbah pada bak penampung. Unit yang terdapat dalam pengolahan pendahuluan adalah : a) Saringan (bar Screen /bar racks) untuk menghilangkan padatan kasar b)Pencacah (comminutor) untuk memotong padatan tersaring. c)Bak penangkap pasir
(grit chamber) untuk mengendapkan partikel
padat yang terkandung dalam air buangan. d)Penangkap lemakdan minyak (skimmer and grease trap) untuk mengapungkan cairan dan mengurangi padatan.
Universitas Sumatera Utara
e)Bak penyetaraan (equalization basin) untuk meredam fluktuasi sehingga menjadi stabil. 2. Pengolahan tahap pertama Pengolahantahappertama
bertujuan
untuk
mengendapkan
partikelyang terdapat dalam efluen pengolahan pendahuluan, sehingga pengolahan tahap pertama sering disebut proses sedimentasi. Pada proses ini limbah cair mengalir ke dalam tangki ataupun ke bak pengendap dengan kecepatan aliran sekitar 0,9 cm/ detik sehingga padatan akan mengendap di dasar tangki secara gravitasi. Akibatnya, limbah cair menjadi lebih jernih. Oleh karena proses ini menyebabkan limbah cair menjadi jernih, maka tangki pengendapan ini disebut Clafirier. Karena hal ini terjadi pada bak pengendap awal, maka disebut dengan “Primary Clarifier”. Dibagian dasar tangki atau bak pengendap ini akan dihasilkan lumpur proses sedimentasi. Tahap selanjutnya, lumpur yang terkumpul dipompa atau dipindahkan secara manual ke unit pengolahan lumpur. Efisiensi tangki sedimentasi dalam pengurangan kandungan BOD maupun SS bergantung pada beban permukaan maupun waktu penahanan yang dilakukan .Dalam tangki dengan waktu penahanan 2 jam, diperkirakan 60% padatan tersuspensi (SS) dari limbah cair yang masuk mengendap dalam tangki.Pengendapan ini mengakibatkan berkurangnya kandungan BOD sebesar
± 30%.Jumlah BOD yang dapat dikurangi
sangat bergantung pada jumlah BOD yang terkandung dalam zat yang
Universitas Sumatera Utara
terendap.
Bagian air yang jernih di permukaan tangki selanjutnya
mengalir keluar melewati alat ukur debit menuju pengolahan tahap kedua. 3.
Pengolahan tahap kedua Pengolahan tahap kedua disebut juga pengolahan secara biologis (Biological
Treatment)
karena
pada
tahap
mikroorganisme untuk menguraikan limbah cair
ini
memanfaatkan
dalam bentuk bahan
organik terlarut menjadi produk yang lebih sederhana dan partikel yang dapat mengendap. Produk yang dihasilkan disebut lumpur aktif. Proses pengolahan ini merupakan tahapan penting dalam rangkaian proses pengolahan limbah cair. Hal ini disebabkan pada tahap inilah terjadi reduksi
zat organik yang sesungguhnya. Efluen dari tahap ini
seharusnya dibuang ke badan air penerima sesuai dengan kelas badan air tersebut. Jika efluen dari pengolahan tahap kedua akan dimanfaatkan kembali atau badan air penerima menuntut persyaratan yang ketat, maka diperlukan pengolahan tahap ketiga. Selain itu, pada pengolahan tahap kedua ini, proses desinfeksi diperlukan jika kandungan mikroorganisme dalam efluen tidak memenuhi standar. Agar diperoleh hasil yang memuaskan dalam proses pengolahan secara biologis, perlu diperhatikan beberapa faktor sebagai berikut : a. Konsentrasi mikroorganisme yang tinggi dalam reaktor. b. Kontak yang cukup antara influen dengan mikroorganisme. c. Kondisi lingkungan yang sesuai bagi mikroorganisme saat reaksi berlangsung. d. Pemisahan mikroorganisme dari efluen mudah dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan teknik pengendalian (immobilisasi) mikroorganisme dalam media yang digunakan, pengolahan limbah cair secara biologis dapat dikelompokkan menjadi suspended growth processes dan attached growth processes. a. Suspended growth processes Suspended growth processes adalah proses pengolahan dengan memanfaatkan mikroorganisme pengurai zat organik yang tersuspensi dalam limbah cair yang diolah. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain proses lumpur aktif (activated sludge processes) dan kolam stabilisasi /oksidasi (waste stabilization ponds). 1. Pengolahan dengan proses lumpur aktif (activated sludge processes) Sistem pengolahan lumpur aktif adalah pengolahan dengan cara membiakkan bakteri aerobik dalam tangki aerasi yangbertujuan untuk menurunkan organik karbon atau arganik nitrogen. Dalam penurunan organik karbon, bakteri yang berperan adalah bakteri heterotropik.Sumber energi berasal dari oksidasi senyawa organik dan sumber karbon yang berasal dari organik karbon.BOD atau COD dipakai sebagai ukuran atau satuan yang menyatakan konsentrasi organik karbon, yang selanjutnya disebut subtrat. 2. Kolam stabilisasi/oksidasi (waste stabilization ponds = oxydation ponds) kolam oksidasi mirip kolam dangkal yang luas, biasanya berbentuk empat persegi panjang dengan kedalaman hanya 1 – 1,5 m. Pada
Universitas Sumatera Utara
proses ini, seluruh limbah cair diolah secara alamiah dengan melibatkan ganggang hijau, bakteri , dan sinar matahari. Kolam oksidasi
ini dapat digunakan untuk megolah limbah cair yang
berasal dri rumah tangga ataupun kotoran dari kakus. Kolam ini merupakan cara yang paling ekonomis untuk pengolahan
limbah cair selama luas tanah memungkinkan dan
harganya relatif
murah. Keuntungan yang diperoleh dari sistem ini
antara lain pemeliharaanya mudah dan murah. Bakteri fekal dan bakteri patogen hilang karena kekurangan makanan atau efek – efek lainnya Dengan
yang tidak menguntungkan.
demikian,periodetinggallimbah
cair
dalam
kolam
merupakan faktor yang menentukan walaupun faktor – faktor lainnya, seperti temperatur,
radiasi sinar ultra violet, dan konsentrasi
algae juga memegang
peranan.Hasil
penelitian
menyimpulkan
bahwa kecepatan pengurangan bakteri terutama bergantung pada temperatur dan algae.
Menaikkan kedua hal ini akan meningkatkan
kecepatan pengurangan
bakteri fekal. Dengan demikian, kolam
oksidasi merupakan cara yang
dianjurkan untuk pegolahanlimbah
cair di negara – negara yang
sedang berkembang yang beriklim
tropis, dimana tanah masih cukup
memungkinkan.
b. Attached growth processes Attached growth processesadalah pengolahan yang memanfaatkan mikroorganisme yang menempel pada media yang membentuk lapisan film untuk menguraikan zat organik. Proses ini sering disebut juga
Universitas Sumatera Utara
dengan fix–bed. Influen akan melakukan kontak dengan media ini sehingga terjadi proses biokimia. Akibatnya, bahan organik yang ada pada limbah cair tersebut dapat diturunkan kandungannya. 4.
Pengolahan tahap ketiga atau pengolahan lanjutan Pengolahan tahap ketiga disebut juga pengolahan lanjutan. Proses ini disebut pengolahan tahap ketiga karena mengolah efluen dari pengolahan tahap kedua. Apabila proses ini mengacu pada metode dan proses pengolahan kontaminan tertentu yang tidak tertangani pada tahap pengolahan konvensional sebelumnya, maka proses ini disebut pengolahan lanjutan (Advanced Treatment). Kontaminan tersebut misalnya senyawa fosfat, senyawa nitrogen, dan sebagian berupa padatan tersuspensi (SS). Proses pengolahan tahap ketiga yang dapat mengurangi kontaminan tertentu dalam limbah cair antara lain meliputi (Okun & Ponghis, 1975) : 1. Koagulasi dan sedimentasi 2. Absorpsi 3. Elektrodialisis 4. Nitrifikasi dan denitrifikasi 5. Osmosis balik 6. Pertukaran ion
2.4.2
Pengolahan limbah Cair Berdasarkan Sifat Limbah Cair Berdasarkan sifat limbah cair, proses pengolahan limbah cair dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Cara Fisika Cara fisika merupakan metode pemisahan sebagian dari beban pencemaran khususnya padatan tersuspensi atau koloid dari limbah cair dengan memanfaatkan gaya – gaya fisika (Eckenfelder, 1989 dan Metcalf dan Eddy, 2003). Proses yang digunakan adalah filtrasi dan pengendapan (sedimentasi). Filtrasi atau penyaringan menggunakan media penyaring terutama untuk menjernihkan dan memisahkan partikel – partikel kasar dan padatan tersuspensi dari limbah cair. Dalam sedimentasi, flok–flok padatan dipisahkan dari aliran dengan memanfaatkan gaya gravitasi. (Husin, 2008) 2. Cara Kimia Cara kimia merupakan metode penghilangan atau konversi senyawa – senyawa polutan dalam limbah cair dengan penambahan bahan – bahan kimia atau reaksi kimia lainnya (Metcalf dan Eddy, 2003). Proses yang digunakan adalahnetralisasi dan koagulasi. Proses netralisasi biasanya diterapkan dengan cara penambahan asam atau basa guna menetralisir ion – ion terlarut dalam limbah cair sehingga memudahkan proses pengolahan selanjutnya. Koagulasi pada dasarnya merupakan proses destabilisasi partikel koloid bermuatan dengan cara penambahan ion – ion berlawanan (koagulan) dalam koloid, dengan demikian partikel koloid menjadi netral dan dapat beraglomerasi satu sama lain dengan mikroflok. Selanjutnya mikroflok– mikroflok yang telah terbentuk dengan dibantu pengadukan lambat mengalami penggabungan menghasilkan makroflok (flokuasi), sehingga dapat dipisahkan dari dalam larutan dengan cara pengendapan atau filtrasi.
Universitas Sumatera Utara
3. Cara Biologi Cara Biologi dapat menurunkan kadar zat organik dengan memanfaatkan jasad renik. Pada dasarnya cara biologi adalah pemutusan molekul kompleks menjadi molekul sederhana. Pengolahan limbah cair secara biologi dapat dilakukan dengan proses biofiltrasi menggunakan mikroorganisme dan tanaman air sebagai media penyaring.
Mikroorgnisme yang digunakan untuk pengolahan limbah
adalah bakteri, algae, atau protozoa. Sedangkan tumbuhan air yang dapat digunakan adalah enceng gondok, kayu apu, kayambang, kangkung, Azolla pinata dan sebagainya. (Husin, 2008). Proses biofiltrasi memiliki beberapakelebihan diantaranya sangat efektif, biaya pembuatan kolam biofiltrasi relatif murah,tanaman untuk biofiltrasi cepat tumbuh dan mudah dipelihara, serta tidak membutuhkanoperator yang memiliki keahlian khusus (Ulfin, 2001). 2.5 Tinjauan Tentang Enceng Gondok Enceng Gondok (Eichornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Enceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh ilmuwan bernama Carl Feredrich Phillip von Murtius seorang ahli botani berkebangsaan jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di sungai Amazon Brazil. Awalnya Enceng Gondok didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894 dari Brazil untuk koleksi Kebun Raya Bogor. Ternyata dengan cepat menyebar ke perairan di pulau Jawa. Enceng Gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma air yang dapat merusak lingkungan perairan. Enceng gondok dengan mudah menyebar melauli saluran air ke badan air lainnya. Namun, dalam perkembangannya tumbuhan ini
Universitas Sumatera Utara
justru mendatangkan manfaat lain sebagai biofilter cemaran logam berat, limbah organik, ataupun limbah anorganik, pupuk, bahan kerajinan, dan pakan ternak. (Mukti, 2008) 2.5.1 Morfologi Enceng Gondok Enceng Gondok Hidup mengapung di air dan kadang – kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0,4 – 0,8 meter, tidak mempunyai batang, daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau, bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung, bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut. Enceng gondok dapat hidup mengapung bebas di atas permukaan air dan berakar di dasar kolam atau rawa jika airnya dangkal.Kemampuan tanaman inilah yang banyak di gunakan untuk mengolah air buangan, karena dengan aktivitas tanaman ini mampu mengolah air buangan domestik dengan tingkat efisiensi yangtinggi. Eceng gondok dapat menurunkan kadar BOD, partikel suspensi secara biokimiawi (berlangsung agak lambat) dan mampu menyerap logam-logam berat seperti Cr, Pb, Hg, Cd, Cu, Fe, Mn, Zn dengan baik, kemampuan menyerap logam persatuan berat kering eceng gondok lebih tinggi pada umur muda dari pada umur tua (Widianto dan Suselo, 1977). Adapun bagian-bagian tanaman yang berperan dalam penguraian air limbah adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a) Akar Bagian akar enceng gondok ditumbuhi dengan bulu-bulu akar yang berserabut, berfungsi sebagai pegangan atau jangkar tanaman. Sebagian besar peranan akar untuk menyerap zat-zat yang diperlukan tanaman dari dalam air. Pada ujung akar terdapat kantung akar yang mana di bawah sinar matahari kantung akar ini berwarna merah, susunan akarnya dapat mengumpulkan lumpur atau partikel-partikal yang terlarut dalam air (Ardiwinata, 1950). b) Daun Daun enceng gondok tergolong dalam makrofita yang terletak di atas permukaan air, yang di dalamnya terdapat lapisan rongga udara dan berfungsi sebagai alat pengapung tanaman. Zat hijau daun (klorofil) enceng gondok terdapat dalam sel epidemis. Dipermukaan atas daun dipenuhi oleh mulut daun (stomata) dan bulu daun. Rongga udara yang terdapat dalam akar, batang, dan daun selain sebagai alat penampungan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan O dari proses fotosintesis. Oksigen hasil dari fotosintesis ini 2
digunakan untuk respirasi tumbuhan dimalam hari dengan menghasilkan CO
2
yang akan terlepas kedalam air (Pandey, 1980). c) Tangkai Tangkai enceng gondok berbentuk bulat menggelembung yang di dalamnya penuh dengan udara yang berperan untuk mengapungkan tanaman di permukaan air. Lapisan terluar petiole adalah lapisan epidermis, kemudian dibagian bawahnya terdapat jaringan tipis sklerenkim dengan bentuk sel yang tebal disebut lapisan parenkim, kemudian didalam jaringan ini terdapat jaringan
Universitas Sumatera Utara
pengangkut (xylem dan floem). Rongga-rongga udara dibatasi oleh dinding penyekat berupa selaput tipis berwarna putih (Pandey, 1950). d) Bunga Enceng gondok berbunga bertangkai dengan warna mahkota lembayung muda. Berbunga majemuk dengan jumlah 6 - 35 berbentuk karangan bunga bulir dengan putik tunggal. Enceng gondok juga memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut, enceng gondok merupakan tumbuhan yang hidup dalam perairan terbuka, yang mengapung bila air dalam dan berakar didasar bila air dangkal. Perkembangbiakan enceng gondok terjadi secara vegetatif maupun secara generatif, perkembangan secara vegetatif terjadi bila tunas baru tumbuh dari ketiak daun, lalu membesar dan akhirnya menjadi tumbuhan baru. Setiap 10 tanaman enceng gondok mampu berkembangbiak menjadi 600.000 tanaman baru dalam waktu 8 bulan, Enceng gondok dapat mencapai ketinggian antara 40 - 80 cm dengan daun yang licin dan panjangnya 7 - 25 cm. (Mukti, 2008). 2.5.2 Habitat Enceng Gondok Enceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai.Tumbuhan ini dapat mentolerir perubahan yang ektrim dari ketinggian air, laju air, dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air. Pertumbuhan enceng gondok sangat memerlukan cahaya matahari yang o
o
cukup, dengan suhu optimum antara 25 C-30 C, hal ini dapat dipenuhi dengan baik di daerah beriklim tropis.
Universitas Sumatera Utara
Enceng gondok dapat hidup di lahan yang mempunyai derajat keasaman (pH) air 3,5 - 10. Agar pertumbuhan eceng gondok menjadi baik, pH air optimum berkisar antara 4,5 – 7. 2.5.3 Fisiologi Enceng Gondok Enceng gondok memiliki daya adaptasi yang besar terhadap berbagai macam hal yang ada disekelilingnya dan dapat berkembang biak dengan cepat. Enceng gondok dapat hidup ditanah yang selalu tertutup oleh air yang banyak mengandung makanan. Selain itu daya tahan enceng gondok juga dapat hidup ditanah asam dan tanah yang basah. Menurut Mukti (2008) dalam penggunaan tanaman enceng gondok sebagai pre–treatment pengolahan air minum, kemapuan enceng gondok untuk melakukan proses-proses sebagai berikut : a. Transpirasi Jumlah air yang digunakan dalam proses pertumbuhan hanyalah memerlukan sebagian kecil jumlah air yang diadsorbsi atau sebagian besar dari air yang masuk kedalam tumbuhan dan keluar meninggalkan daun dan batang sebagai uap air. Proses tersebut dinamakan proses transpirasi, sebagian menyerap melalui batang tetapi kehilangan air umumnya berlangsung melalui daun. Laju hilangnya air dari tumbuhan dipengaruhi oleh kuantitas sinar matahari dan musim penanaman. Laju transpirasi akan ditentukan oleh struktur daun eceng gondok yang terbuka lebar yang memiliki stomata yang banyak sehingga proses transpirasi akan besar dan beberapa faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, udara, cahaya dan angin (Mukti, 2008).
Universitas Sumatera Utara
b. Fotosintesis Fotosintesis adalah sintesa karbohidrat dari karbondioksida dan air oleh klorofil. Menggunakan cahaya sebagai energi dengan oksigen sebagai produk tambahan. Dalam proses fotosintesis ini tanaman membutuhkan CO dan H O dan 2
2
dengan bantuan sinar matahari akan menghasilkan glukosa dan oksigen dan senyawa-senyawa organik lain. Karbondioksida yang digunakan dalam proses ini berasal dari udara dan energi matahari (Sastroutomo, 1991). c. Respirasi Sel tumbuhan dan hewan mempergunakan energi untuk membangun dan memelihara protoplasma, membran plasma dan dinding sel. Energi tersebut dihasilkan melalui pembakaran senyawa-senyawa. Dalam respirasi molekul gula atau glukosa (C H O ) diubah menjadi zat-zat sedarhana yang disertai dengan 6
12
6
pelepasan energi (Tjitrosomo, 1983). 2.5.4 Kerugian Enceng Gondok Kondisi merugikan yang timbul sebagai dampak pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali di antaranya adalah : a. Meningkatnya evapontranspirasi. b. Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (Dissolved Oxygens). c. Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa daerah lainnya. d. Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia.
Universitas Sumatera Utara
e. Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan (Mukti, 2008) 2.5.5 Manfaat Enceng Gondok Little (1968) dan Lawrence dalam Moenandir (1990), Haider (1991) serta Sukman dan Yakup (1991), menyebutkan bahwa eceng gondok banyak menimbulkan masalah pencemaran sungai dan waduk, tetapi mempunyai manfaat sebagai berikut : a. Mempunyai sifat biologis sebagai penyaring air yang tercemar oleh berbagai bahan kimia buatan industri. b. Sebagai bahan penutup tanah dan kompos dalam kegiatan pertanian dan perkebunan. c. Sebagai sumber gas yang antara lain berupa gas ammonium sulfat, gas hidrogen, nitrogen dan metan yang dapat diperoleh dengan cara fermentasi. d. Bahan baku pupuk tanaman yang mengandung unsur NPK yang merupakantiga unsur utama yang dibutuhkan tanaman. Penelitian yang dilakukan Jauhari, dkk (2002) diketahui bahwa enceng gondok mampu mereduksi TSS, BOD5, dan COD dengan lama kontak efektif selama 8 hari pada limbah cair tapioka. Hasil penelitian menunjukkan kandungan TSS sebanyak 134 mg/l mengalami penurunan sebesar 28,46% dengan perlakuan enceng gondok sedangkan pada kontrol hanya 5,83%. BOD5 dengan nilai 194 mg/l mengalami persentase penurunan sebesar 83,58% dengan perlakuan enceng gondok dan 2,05% pada kontrol. Penurunan juga terjadi pada kandungan COD dengan nilai 561 mg/l yang mengalami persentase penurunan sebesar 85,89% dengan perlakuan enceng gondok dan 7,14% pada kontrol. Dari hasil penelitian
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat diketahui bahwa enceng gondok memiliki manfaat penting dalam memperbaiki kualitas air limbah.
2.5.6 Penyerapan Oleh Enceng Gondok Tumbuhan ini mempunyai daya regenerasi yang cepat karena potongan-potongan vegetatifnya yang terbawa arus akan terus berkembang menjadi eceng gondok dewasa. Enceng gondok sangat peka terhadap keadaan yang unsur haranya didalam air kurang mencukupi, tetapi responnya terhadap kadar unsur hara yang tinggi juga besar. Proses regenerasi yang cepat dan toleransinya terhadap lingkungan yang cukup besar, menyebabkan enceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai pengendali pencemaran lingkungan. (Soerjani, 1975) Sel-sel akar tanaman umumnya mengandung ion dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari pada medium sekitarnya yang biasanya bermuatan negative. Di dalam akar, tanaman biasa melakukan perubahan pH kemudian membentuk suatu zat khelat yang disebut fitosiderofor. Zat inilah yang kemudian mengikat logam beratseperti kadmium (Cd), Merkuri (Hg) dan Nikel (Ni) kemudian kedalam sel akar. Agar penyerapan logam berat tersebut meningkat, maka tumbuhan ini membentuk molekul rediktase di membran akar. Sedangkan model tranportasi didalam tubuh tumbuhan adalah logam yang dibawa masuk ke sel akar kemudian ke jaringan pengangkut yaitu xylem dan floem, kebagian tumbuhan lain. Sedangkan lokalisasi logam pada jaringan bertujuan untuk mencegah keracunan logam terhadap sel, maka tanaman akan melakukan detoksofikasi, misalnya menimbun logam kedalam organ tertentu seperti akar.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Fitter dan Hay (1991), terdapat dua cara penyerapan ion ke dalam akar tanaman : 1. Aliran massa, ion dalam air bergerak menuju akar gradient potensial yang disebabkan oleh transpirasi. 2. Difusi, gradient konsentrasi dihasilkan oleh pengambilan ion pada permukaan akar. Dalam pengambilan ada dua hal penting, yaitu pertama , energi metabolik yang diperlukan dalam penyerapan unsur hara sehingga apabila respirasi akan dibatasi maka pengambilan unsur hara sebenarnya sedikit. Dan kedua, proses pengambilan bersifat selektif, tanaman mempunyai kemampuan menyeleksi penyerapan ion tertentu pada kondisi lingkungan yang luas. (Foth, 1991).
Universitas Sumatera Utara
2.6
Kerangka Konsep
a. Tanpa Variasi Enceng Gondok Limbah Cair Industri Tahu (BOD, COD,TSS dan pH sebelum perlakuan)
b. Variasi Enceng Gondok 25% menutupi luas permukaan. c. Variasi Enceng gondok 50% menutupi luas permukaan
Penurunan Konsentrasi polutan air limbah tahu dengan parameter (BOD, COD, TSS dan pH, setelah perlakuan)
Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Industri KepMen LH No. Kep51/MENL H/10/ 1995
Sesuai Baku mutu
Tidak Sesuai Baku mutu
d. Variasi Enceng Gondok 75% menutupi luas permukaan
Universitas Sumatera Utara
2.7
Hipotesa Penelitian
Ho :
Tidak ada perbedaan / penurunan tingkat pencemaran air limbah tahu
pada
parameter TSS, BOD, COD dan pH
dengan perlakuan biofiltrasi
menggunakan enceng gondok. Ha :Ada perbedaan / penurunan tingkat pencemaran air limbah tahu pada parameter TSS, BOD, COD, dan pH dengan perlakuan biofiltrasi menggunakan enceng gondok.
Universitas Sumatera Utara