BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Bahan Pangan Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena di
dalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, perkembangbiakan dan menghasilkan energi untuk kepentingan berbagai kegiatan dalam kehidupan. Bahan makanan terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Bahan makanan dapat juga menjadi media pertumbuhan yang baik bagi berbagai macam mikroba. Mikroba dapat membusukkan protein, memfermentasikan karbohidrat dan menjadikan minyak dan lemak berbau tengik. Meskipun banyak mikroba tidak berbahaya bagi manusia, beberapa mikroba pencemar dapat mengakibatkan kerusakan, dan yang lain menimbulkan penyakit atau menghasilkan racun yang mengakibatkan keracunan makanan (Waluyo, 2004). 2.2
Ikan Cakalang
Gambar 1. Ikan Cakalang
5
Cakalang (Katsuwonus pelamis) adalah ikan berukuran sedang dari familia Scombridae (tuna). Satu-satunya spesies dari genus Katsuwonus. Cakalang terbesar, panjang tubuhnya bisa mencapai 1 m dengan berat lebih dari 18 kg. Cakalang yang banyak tertangkap berukuran panjang sekitar 50 cm. Nama-nama lainnya di antaranya cakalan, cakang, kausa, kambojo, karamojo, turingan, dan ada pula yang menyebutnya Tongkol. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai skipjack tuna. Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum:
Chordata
Kelas:
Actinopterygii
Ordo:
Perciformes
Famili:
Scombridae
Genus:
Katsuwonus
Spesies: K. pelamis Ikan Cakalang mempunyai bagian punggung berwarna biru keungu-unguan hingga gelap. Bagian perut dan bagian bawah berwarna keperakan, dengan 4 hingga 6 garis-garis berwarna hitam yang memanjang di samping badan. Tubuh tanpa sisik kecuali pada bagian barut badan (corselet) dan gurat sisi. Pada kedua sisi batang ekor terdapat sebuah lunas samping yang kuat, masing-masing diapit oleh dua lunas yang lebih kecil.
6
Ikan Cakalang adalah ikan bernilai komersial tinggi, dan dijual dalam bentuk segar, beku, atau diproses sebagai ikan kaleng, ikan kering, atau ikan asap. Dalam bahasa Jepang, Cakalang disebut katsuo. Ikan Cakalang diproses untuk membuat katsuobushi yang merupakan bahan utama dashi (kaldu ikan) untuk masakan Jepang. Di Manado, dan juga Maluku, ikan Cakalang diawetkan dengan cara pengasapan yang disebut cakalng asap (Waluyo, 1987) 2.3
Ikan Tongkol Ikan Tongkol adalah jenis ikan pelagis yang merupakan salah satu komoditas
utama ekspor Indonesia. Akan tetapi akibat pengelolaan yang kurang baik di beberapa perairan Indonesia, terutama disebabkan minimnya informasi waktu musim tangkap, daerah penangkapan ikan, disamping kendala teknologi tangkapnya itu sendiri, tingkat pemanfaat sumber daya ikan menjadi sangat rendah.
Gambar 2. Ikan Tongkol
7
Klasifikasi Ikan Tongkol adalah sebagai berikut: Kingdom: Animalia Phylum: Chordata Sub Phylum : Vertebrata Class : Pisces Sub Class : Teleostei Ordo : Percomorphi Family : Scombridae Genus : Euthynnus Species : Euthynnus affinis Ikan Tongkol terklasifikasi dalam ordo Goboioida, family Scombridae, genus Euthynnus, spesies Euthynnus affinis. Ikan Tongkol masih tergolong pada ikan Scombridae, bentuk tubuh seperti betuto, dengan kulit yang licin. Sirip dada melengkung, ujungnya lurus dan pangkalnya sangat kecil. Ikan Tongkol merupakan perenang yang tercepat diantara ikan-ikan laut yang berangka tulang. Sirip-sirip punggung, dubur, perut, dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada tubuh, sehingga sirip-sirip ini dapat dilipat masuk kedalam lekukan tersebut, sehingga dapat memperkecil daya gesekan dari air pada waktu ikan tersebut berenang cepat. Dan dibelakang sirip punggung dan sirip dubur terdapat sirip-sirip tambahan yang kecil-kecil yang disebut finlet (Saanin, 1968).
8
2.4
Uji Mikrobiologi Laboratorium mikrobiologi adalah tempat untuk melakukan berbagai macam
kegiatan seperti penelitian dan pengujian secara mikrobiologi yang kegiatannya selalu berhubungan dengan mikroorganisme patogen dan non patogen. Laboratorium yang digunakan untuk pengujian mutu suatu produk pada umumnya bertujuan untuk mendeteksi cemaran bakteri atau jamur yang berbahaya bagi kesehatan konsumen. Oleh karena itu untuk memperoleh ketelitian dan ketepatan hasil pengujian di laboratorium mikrobiologi perlu cara kerja yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di laboratorium mikrobiologi (Anonim, 2008). Dalam pengujian mutu suatu bahan pangan diperlukan berbagai uji yang mencakup uji fisik, uji kimia, uji mikrobiologi, dan uji organoleptik. Uji mikrobiologi merupakan salahh satu uji yang penting, karena selain dapat menduga daya tahan simpan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau indikator keamanan makanan. Pengujian mikrobiologi diantaranya meliputi uji kuantitatif untuk menetukan mutu dan daya tahan suatu makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat keamanannya, dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan tersebut (Fardiaz, 1993). Pertumbuhan mikroba didalam makanan dapat mengakibatkan berbagai perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi lagi. Apabila hal ini terjadi, produk pangan tersebut dinyatakan sebagai bahan pangan yang busuk dan ini merupakan penyianyiaan terhadap sumber gizi yang berharga. Tingkat pencemaran dari suatu makanan 9
ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini akan menentukan daya simpan dari produksi tersebut ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme, dan keamanan produk dari mikkroorganisme ditentukan oleh jumlah spesies patogenik yang terdapat pada pangan (Buckle,1987). 2.5
Sterilisasi Sterilisasi adalah proses untuk menjadikan alat-alat terbebas dari segala
bentuk kehidupan mikroorganisme dari luar. Sterilisasi ini bertujuan untuk mematikan mikroorganisme yang tidak diinginkan agar tidak ikut tumbuh pada alat yang disterilkan. Untuk mensterilkan alat dan bahan yang digunakan pada laboratorium mikrobiologi terdiri dari dua teknik sterilisasi yaitu sterilisasi panas kering dan sterilisasi tekanan uap air. alat yang menggunakan teknik sterilisasi panas kering yaitu cawan petri yang dibungkus dengan kertas dan beaker glass dengan suhu 160-170o C selama 1 jam pada oven, sedangkan alat yang menggunakan teknik sterilisasi tekanan uap air yaitu pipet, erlenmeyer, tabung reaksi, dan media dengan suhu 121oC selama 1 jam pada autoklaf (Michael et. al., 2005). 2.6
Uji Angka Lempeng Total Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada
pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total. Uji Angka Lempeng Total dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati
10
secara visual berupa angka dalam koloni (cfu) per ml/g atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar (BPOM, 2008).
Gambar 3.Tabung reaksi
Gambar 4. Cawan petri
Gambar 5. Proses pengenceran Prinsip pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode Analisis Mikrobiologi (MA PPOM 61/MIK/06) yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai. Pengujian Angka Lempeng Total digunakan PDF (Pepton Dilution Fluid) sebagai pengencer sampel dan menggunakan PCA
11
(Plate Count Agar) sebagai media padatnya. Digunakan juga pereaksi khusus Tri Phenyl tetrazalim Chlotide 0,5 % (TTC). Prosedur pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode Analisis Mikrobiologi (MA PPOM 61/MIK/06) yaitu dengan cara aseptik ditimbang 25 gram atau dipipet 25 ml sampel ke dalam kantong stomacher steril. Setelah itu ditambahkan 225 ml PDF, dan dihomogenkan dengan stomacher selama 30 detik sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1. Disiapkan 5 tabung atau lebih yang masing-masing telah diisi dengan 9 ml PDF. Hasil dari homogenisasi pada penyiapan sampel yang merupakan pengenceran 10 dipipet sebanyak 1 ml kedalam tabung PDF pertama, dikocok homogen hingga diperoleh pengenceran 10-2. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai dengan pengenceran yang diperlukan. Dari setiap pengenceran dipipet 1ml kedalam cawan petri dan dibuat duplo, kedalam setiap cawan dituangkan 15-20 ml media PDA yang sudah ditambahkan 1% TTC suhu 45°C. Cawan petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspense tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji kontrol (blangko). Pada satu cawan diisi 1 ml pengencer dan media agar, pada cawan yang lain diisi media. Setelah media memadat, cawan diinkubasi suhu 35-37°C selama 24-46 jam dengan posisi dibalik. Setelah itu jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung. Hasil pengamatan dan perhitungan yang diperoleh dinyatakan sesuai persyaratan berikut : 1. Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250. Jumlah koloni rata-rata dari kedua cawan dihitung lalu 12
dikaliakan dengan faktor pengencerannya. Hasil dinyatakan sebagai Angka Lempeng Total dari tiap gram atau tiap ml sampel. 2. Bila salahh satu dari cawan petri menunjukkan jumlah koloni kurang dari 25 atau lebih dari 250, dihitung jumlah rata-rata koloni, kemudian dikalikan faktor pengencerannya. Hasil dinyatakan sebagai Angka Lempeng Total dari tiap gram atau tiap ml sampel. 3. Jika terdapat cawan-cawan dari dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah koloni antara 25-250, maka dihitung jumlah koloni dari masing-masing tingkat pengenceran, kemudian dikalikan dengan faktor pengencerannya. Apabila hasil perhitungan pada tingkat yang lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata lebih besar dari dua kali jumlah koloni ratarata pengenceran dibawahnya, maka ALT dipilih dari tingkat pengenceran yang lebih rendah. Bila hasil perhitungan pada tingkat pengenceran lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata kurang dari dua kali jumlah rata rata pada pengenceran dibawahnya maka ALT dihitung dari rata-rata jumlah koloni kedua tingkat pengenceran tersebut. 4. Bila tidak ada satu pun koloni dari cawan maka ALT dinyatakan sebagai < 1 dikalikan faktor pengenceran terendah. 5. Jika seluruh cawan menunjukkan jumlah koloni lebih dari 250, dipilih cawan dari tingkat pengenceran tertinggi kemudian dibagi menjadi beberapa sektor (2, 4 dan 8) dan dihitung jumlah koloni dari satu sektor. ALT adalah jumlah
13
koloni dikalikan dengan jumlah sektor, kemudian dihitung rata-rata dari kedua cawan dan dikalikan dengan faktor pengencerannya. 6. Jumlah koloni rata-rata dari 1/8 bagan cawan lebih dari 200, maka ALT dinyatakan lebih besar dari 200 x 8 dikalikan faktor pengenceran. 7. Perhitungan dan pencatatan hasil ALT hanya ditulis dalam dua angka. Angka berikutnya dibulatkan kebawah bila kurang dari 5 dan dibulatkan ke atas apabila lebih dari 5. 8. Jika dijumpai koloni “spreader” meliputi seperempat sampai setengah bagian cawan , maka dihitung koloni yang tumbuh diluar daerah spreader. Jika 75 % dari seluruh cawan mempunyai koloni spreader dengan seperti diatas, maka dicatat sebagai “spr”. Untuk keadaan ini harus dicari penyebabnya dan diperbaiki cara kerjanya (pengujian diulang). 9. Jika dijumpai koloni spreader tipe rantai maka tiap 1 deret koloni yang terpisah dihitung sebagai 1 koloni, dan bila dalam kelompok spreader terdiri dari beberapa rantai, maka tiap rantai dihitung sebagai 1 koloni (BPOM RI, 2006). 2.7
Keuntungan Dan Kelemahan dari Angka Lempeng Total Keuntungan dari metode pertumbuhan agar atau metode uji Angka Lempeng
Total adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan. Keuntungan lainnya dapat diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat dalam contoh. Adapun kelemahan dari metode ini adalah :
14
1. Kemungkinan terjadinya koloni yang berasal lebih dari satu sel mikroba, seperti pada mikroba yang berpasangan, rantai atau kelompok sel. 2. Kemungkinan ini akan memperkecil jumlah sel mikroba yang sebenarnya. Kemungkinan adanya jenis mikroba yang tidak dapat tumbuh karena penggunaan jenis media agar, suhu, Ph, atau kandungan oksigen selama masa inkubasi. 3. Kemungkinan ada jenis mikroba tertentu yang tumbuh menyebar di seluruh permukaan media agar sehingga menghalangi mikroba lain. Hal ini akan mengakibatkan mikroba lain tersebut tidak terhitung. 4.
Penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi mikrobanya antara 30-300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30 koloni akan menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara statistik, namun bila lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama karena terjadi persaingan diantara koloni.
5.
Penghitungan populasi mikroba dapat dilakukan setelah masa inkubasi yang umumnya membutuhkan waktu 24 jam atau lebih (Buckle, 1987).
15