BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Tepung dapat diperoleh dari berbagai sumber bahan makanan baik dari bahan makanan nabati dan hewani. Salah satunya adalah tepung terigu sebagai bahan makanan tepung yang dibuat dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L. (club wheat) dan atau Triticum compactum Host atau campuran keduanya dengan penambahan Fe, Zn, vitamin B1, vitamin B2 dan asam folat sebagai fortifikan. Jenis-jenis tepung dari berbagai sumber bahan makanan adalah sebagai berikut: 2.1.1 Tepung Ikan Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan atau seluruh lemak yang terkandung di dalam tubuh ikan. Tepung ikan digunakan sebagai makanan hewan dan pupuk tanaman. Ada pula tepung ikan yang dibuat secara khusus untuk bahan makanan manusia. Untuk membuat tepung ikan sebenarnya dapat digunakan semua jenis ikan, tetapi hanya ikan pelagis dan domersal saja yang banyak digunakan dan sisa-sisa ikan dari pabrik-pabrik pengolahan ikan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan. Komposisi tepung ikan tidak saja tergantung pada spesies ikan yang digunakan, tetapi juga dipengaruhi oleh bentuk dan kualitas bahan baku yang digunakan. Tepung ikan sebagai sumber kalsium dan fosfat dalam makanan penting sekali untuk pembentukan tulang. Di dalam tepung ikan juga mengandung trace element (Zn, I, Fe, Cu, Mn, Co). Selain itu, jumlah kandungan yodium pada tepung ikan juga mencukupi kebutuhan. Tepung ikan yang berasal dari kepala dan tulang ikan
mengandung lebih banyak mineral sedangkan tepung ikan tersebut berasal dari isi perut atau ikan utuh, kandungan mineral lebih kecil (Moeljanto, 1992 dalam Maulida, 2005). 2.1.2 Tepung Tulang Tepung tulang ikan tuna merupakan sumber kalsium dan fosfor yang baik, dapat diperoleh dengan berbagai cara sebagai berikut (Anggorodi, 1985 dalam Maulida, 2005): 1.
Pengukusan Tulang dikukus kemudian dikeringkan dan digiling untuk menghasilkan tepung tulang.
2.
Pemasakan dengan uap di bawah tekanan Tulang dimasak dengan tekanan kemudian diarangkan dalam bejana tertutup sehingga didapat tulang dalam bentuk lunak dan dapat digiling menjadi tepung.
3.
Abu tulang yang diperoleh dari pembakaran tulang Protein tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan mutunya lebih rendah karena kandungan gelatinnya tinggi (Anggorodi, 1985 dalam Maulida, 2005). Tepung tulang yang diperoleh dengan cara pemasakan dengan tekanan dan pengeringan atau disebut steam bone meal rata-rata mengandung 30,14% kalsium dan 14,53% fosfor. Tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan akan kehilangan protein.
Selain itu kandungan fosfor serta kalsiumnya rendah. Komposisi tepung tulang ini terdiri dari 26% protein, 5% lemak, 22,96% kalsium, dan 10,25% fosfor (Morrison, 1958 dalam Maulida, 2005). 2.1.3 Komposisi Tepung Cangkang Kerang Hijau, Cangkang Rajungan, dan Cangkang Bekicot
Cangkang kerang hijau, cangkang rajungan, dan cangkang bekicot dapat dibuat tepung. Tepung dari ketiga jenis kemasan ini dapat dijadikan sebagai pakan. Komposisi tepung cangkang kerang hijau, cangkang rajungan, dan cangkang bekicot dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Tepung Cangkang Kerang Hijau, Cangkang Rajungan, Cangkang Bekicot. Tepung Tepung Tepung Parameter CangkangKerang Cangkang Cangkang Hijau (*) Rajungan (**) Bekicot(***) Air (%) 0,85 2,15 Protein (%) 4,14 Lemak (%) 3,55 Karbohidrat by difference 14,33 (%) 77,13 50,21 64,52 Abu (%) 33,56 13,92 43,11 Kalsium (%) 0,12 0,36 Fosfor (%) 89,87 75,31 Rendemen (%) 42,87 65,87 Derajat putih (%) 37,07 Daya serap air (%) Tidak terdeteksi Logam berat Merkuri (Hg) (ppb) Sumber: (*)Penelitian Permana 2006. (**) Penelitian Muna 2005. (***) Penelitian Gafur 2004 (-) Tidak dilakukan analisis 2.1.4 Tepung Cangkang Kijing Wardhani (2009) menyatakan bahwa, tepung cangkang kijing sebagian besar mengandung mineral (kalsium dan fosfor) yang dapat dimanfaatkan untuk mencegah terjadinya kasus osteoforosis. Tepung cangkang kijing merupakan sumber kalsium yang baik untuk dicerna oleh tubuh. Kecenderungan nilai derajat putih yang dihasilkan meningkat sejalan dengan bertambahnya waktu autoclaving dan frekuensi perebusan yang dilakukan.
Wardhani (2009) menyatakan bahwa, karakteristik kimia tepung cangkang kijing meliputi kandungan proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat, mineral (kalsium, magnesium, fosfor) serta mineral terlarut. Karakteristik kimia tepung cangkang kijing dapat dilihat pada Tabel 2.
Parameter
Tabel 2. Karakteristik Kimia Tepung Cangkang Kijing Kelompok ukuran cangkang < 90 mm
≥90 mm
Kadar air (%)
1,19 ± 0,002
1,20 ± 0,005
Kadar abu (%)
93,34 ± 0,09
93,14 ± 0,10
Kadar protein (%)
1,85 ± 0,29
2,31 ± 0,13
Kadar lemak (%)
0,66 ± 0,06
0,72 ± 0,11
Karbohidrat by difference (%)
2,94 ± 0,24
2,62 ± 0,20
pH
8,50 ± 0,05
8,87 ± 0,09
Kalsium (%)
39,55 ± 22,84
28,97 ± 13,47
< 0,01 ± 6,9x10-5
< 0,01 ± 6,6x10-5
0,28 ± 0,21
0,08 ± 0,03
Magnesium (%) Fosfor (%) Sumber: Wardhani (2009)
Paus (2012) menyatakan bahwa, kijing yang telah diperoleh dihitung bobot tubuh dan panjangnya kemudian dipisahkan daging, jeroan serta cangkang dengan menggunakan pisau dan kemudian dihitung rendemen cangkangnya. Cangkang kijing yang telah dikelompokkan berdasarkan ukuran direbus dengan larutan NaOH 1 N, kemudian dilakukan penepungan. Tepung cangkang kijing dibuat dengan
tahap
penepungan. Cangkang yang telah dipisahkan dari dagingnya dibersihkan. Cangkang dikeringkan dengan menggunakan oven selama 7-9 jam, kemudian cangkang direbus dalam larutan NaOH 1 N pada suhu 50 ºC selama 3 jam. Perebusan dengan menggunakan NaOH ini bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan organik yang
terdapat pada cangkang kijing. Cangkang kijing yang telah direbus kemudian dinetralisasi dengan pencucian, lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 121 ºC selama 15 menit. Cangkang kijing yang telah dikeringkan kemudian dihancurkan dengan menggunakan mortar lalu disaring dengan saringan kasar dan nilon mesh ukuran 70 mesh hingga menjadi tepung cangkang kijing (Paus, 2012). Tepung cangkang yang diperoleh memiliki ciri-ciri berwarna putih kecoklatan yang berasal dari warna alami cangkang. Tepung cangkang kijing sebagian besar mengandung mineral (kalsium dan fosfor) yang dapat dimanfaatkan untuk mencegah terjadinya kasus osteoporosis (Wardhani, 2009). 2.2 Bahan Pengemasan Makanan Menurut Syarief dan Irawati (1988) bahan pengemas makanan terdiri dari berbagai macam jenis. Beberapa bahan pengemas yang umumnya digunakan untuk mengemas produk hasil pertanian dan makanan adalah: 2.2.1 Kemasan Plastik Menurut Afriyanto (2008), kemasan plastik adalah pengemas berupa kemasan bentuk (fleksibel) yang banyak digunakan untuk mengemas bahan padat atau kemasan kaku berbentuk botol, jerigen atau kotak yang lebih sesuai untuk mengemas bahan cair. Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer. Plastik terdiri dari komponen utama (polimer) dan dapat juga dilengkapi dengan komponen tambahan. Komponen tersebut adalah: 1) monomer, yaitu komponen utama plastik sebelum membentuk polimer; 2) kopolimer yaitu polimer yang tersusun dari kombinasi dua monomer berbeda. Monomer yang lebih banyak disebut monomer das ar (base monomer) dan yang lebih sedikit disebut ko-monomer. Monomer merupakan rantai
yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersamasama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras. Klasifikasi plastik menurut struktur kimianya terbagi atas dua macam yaitu: 1. Linear Plastik dikatakan jenis linear apabila monomer membentuk rantai polimer yang lurus (linear) maka akan terbentuk plastik thermoplastic yang mempunyai sifat meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu dan sifatnya dapat dibalik (reversible) kepada sifatnya yakni kembali mengeras bila didinginkan. 2. Jaringan tiga dimensi Plastik disebut jenis jaringan tiga dimensi apabila monomer berbentuk tiga dimensi akibat polimerisasi berantai, akan terbentuk plastik thermosetting dengan sifat tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversible). Bila sekali pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Sifat terpenting bahan kemasan yang digunakan meliputi permeabilitas gas dan uap air, bentuk dan permukaannya. Permeabilitas uap air dan gas, serta luas permukaan kemasan mempengaruhi jumlah gas yang baik dan luas permukaan yang kecil menyebabkan masa simpan produk lebih lama. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplatis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan.
Berdasarkan sifatnya terhadap perubahan suhu, plastik dapat dibagi menjadi (Afriyanto, 2008): 1. Termoplastik yang dapat meleleh pada suhu tertentu, melekat, dan akan mengeras kembali setelah didinginkan; dan 2. Termoset (termodursisable) yang tidak akan berubah karena panas. Contohnya adalah pegangan tutup panci atau melamin yang bila dipanaskan tidak akan melunak tetapi membentuk arang. Berikut ini merupakan jenis kemasan plastik yang umumnya digunakan oleh konsumen dan layak digunakan sebagai kemasan produk pangan (Syarief dan Irawati, 1988): 1.
Polyethylene Polyethylene ialah kemasan transparan dan fleksibel serta memiliki kekuatan benturan dan kekuatan sobek yang baik. Polyethylene kerap digunakan sebagai kemasan dalam bahan pangan. Polyethylene merupakan hasil dari proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh melalui hasil samping dari industry minyak dan batubara. Polyethylene memiliki ketebalan 0,001 sampai 0,01 inchi. Banyak digunakan sebagai pengemas makanan karena sifatnya yang thermoplastic. Polyethylene dapat mudah dibuat menjadi kantung dengan derajat kerapatan yang baik.
2. LDPE dan HDPE Plastik LDPE (Low Density Polyethylene) memiliki sifat mekanis yang kuat, fleksibel, sedikit tembus cahaya, akan resisten terhadap senyawa kimia apabila
berada pada suhu di bawah 60ºC. Sedangkan HDPE (High Density Polyethylene) memiliki sifat yang keras, kuat, buram namun lebih tahan terhadap suhu tinggi. 3. Polypropylene Polypropylene merupakan salah satu polimer yang sangat luas digunakan dalam industri food packaging, moulding, synthetics fibre dan lain-lain. Kelebihan dari polypropylene adalah memiliki kekuatan dan kekakuan tinggi. Melihat kelebihan polypropylene tersebut, tentunya akan lebih memberi manfaat apabila diolah menjadi produk lain tanpa menurunkan kualitas dari polypropylene sendiri seperti melt flow rate, tensile strenght, impact strenght, dan elongation. Untuk membuat TPE, kedua polimer (plastik dan elastomer) dipanaskan di atas suhu glas dari masing-masing polimer kemudian dilakukan pencampuran dengan metode meltmixing (pencampuran lelehan). Polypropylene (PP) inilah yang kerap digunakan sebagai kemasan tepung. Sebagai usaha yang bergerak di bidang produksi tepung, yaitu tepung wortel, maka produk akan dikemas dalam plastik PP-OPP. Kemasan dalam plastik ini berkisar antara kemasan 1 kg sampai 2 kg. Sifat dari PP ini adalah tahan panas sampai batas suhu tertentu dan fleksibel. Polypropylene mempunyai titik leleh yang cukup tinggi (190-200ºC), sedangkan titik kristalisasinya antara (130-135ºC). Polypropylene mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia (chemical resistance) yang tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength) rendah. PP juga memiliki daya tarik yang lebih besar dibandingkan PE (polyethylene). Selain itu apabila dibandingkan dengan PE, PP lebih kaku serta tidak mudah sobek (Syarief dan Irawati, 1988).
Berdasarkan densitasnya, PE terdiri dari 3 jenis, yaitu Low Density Polyethylene (LDPE), Medium Density Polyethylene (MDPE), High Density Polyethylene (HDPE). Ciri-ciri ketiga plastik tersebut adalah sebagai berikut: 1. LDPE: mempunyai densitas 0,910-0,925 g/cm3, dihasilkan melalui proses tekanan tinggi. Digunakan sebagai kantong, mudah dikelim, dan murah. 2. MDPE: mempunyai densitas 0,926-0,940 g/cm3, lebih kaku dari LDPE dan memiliki suhu leleh lebih tinggi daripada LDPE. 3. HDPE: mempunyai densitas 0,941-0,965 g/cm3, paling kaku diantara ketig anya, tahan terhadap suhu tinggi. LDPE (Low Density Polyethilene) dibuat dari gas etilen, karena tersusun dari banyak rantai cabang maka stuktur molekul LDPE kurang rapat dan amorf. PE memiliki sifats lemas, lebih lunak, kekuatan tarik rendah, serta tidak tahan panas dan bahan kimia. PE apabila dipanaskan pada suhu tinggi akan mengakibatkan pembentukan karbonil yang menyebabkan timbulnya bau plastik terhadap produk yang ada di dalamnya. Dibandingkan dengan PE, PP (Polypropilene) mempunyai kekuatan tarik dan kejernihan yang lebih baik serta permeabilitas uap air dan gas lebih rendah. Sifat-sifat PP yang lain adalah tidak bereaksi dengan bahan, dapat mengurangi kontak antara bahan dengan O2, tidak menimbulkan racun, dan mampu melindungi bahan dari kontaminan. Rumus kimia dari PP adalah (-CHCH2-CH2-)2 PP mempunyai densitas .
0,9 g/cm3 dan kekuatan tariknya lebih besar dari PE. Dalam bentuk murni pada suhu o
30 C PP mudah pecah sehingga perlu ditambahkan PE atau bahan lain untuk
memperbaiki ketahanan terhadap benturan. Sifat PP lebih kaku daripada polietilen dan tidak mudah sobek, sehingga mudah dalam penanganan distribusi. Permeabilitas PP terhadap uap air rendah, permeabilitas gas sedang, dan tidak baik untuk mengemas produk yang mudah teroksidasi. Ketahanan PP pada suhu tinggi (150°C) tinggi, sehingga dapat digunakan untuk produk yang harus disterilisasi. Titik lebur PP tinggi, sehingga tidak dapat dibuat kantong dengan sifat kelim panas yang baik. Pada suhu tinggi, polipropilen mengeluarkan benang-benang plastik. Tahan terhadap asam kuat, dan minyak, baik untuk kemasan tepung, sari buah dan minyak. Pada suhu tinggi, polipropilen dapat bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin, dan asam nitrat kuat. 2.2.2 Karung Goni/Blacu Kain blacu digunakan untuk mengemas bahan pangan tepung, seperti tepung terigu atau tepung tapioka. Dibuat dalam bentuk kantung-kantung yang berkapasitas 10 – 50 kg. Kelebihan dari kemasan ini adalah tidak mudah sobek/ kuat kainnya, fleksibel, mudah dicetak dan murah harganya. Namun kemasan ini juga memiliki kelemahan, yaitu memiliki permeabilitas udara yang jelek dan tidak kedap air. Kain blacu ini menjadi salah satu pengemasan tepung wortel kapasitas 10 kg dan 25 kg. Karung goni mempunyai kualitas yang lebih baik, karena sifat-sifat yang dimiliki karung goni tidak sepenuhnya dimiliki oleh karung serat sintesis (Hasjmy, 1991). 2.3 Sanitasi dan Higiene Industri Perikanan Kontaminasi bahan pangan merupakan salah satu kerusakan terhadap produk yang tidak dapat dihindari, karena kontaminasi mungkin berasal dari bahan kimia, partikel-partikel asing seperti kayu metal dan lain-lain. Tiga tipe kontaminasi pada
bahan pangan yaitu fisik, kimia, dan mikrobiologis. Kontaminasi masuk biasanya melalui permukaan air, udara, manusia dan serangga. Kontaminasi pada industri pangan dapat diantisipasi dengan beberapa cara salah satunya adalah proses sanitasi dan hygiene. Sanitasi adalah upaya pengurangan sel bakteri, virus pada suatu benda sampai batas yang dinyatakan aman oleh lembaga otoritas kesehatan masyarakat sedangkan hygiene meliputi pemeliharaan kesehatan khususnya dengan memperhatikan kebersihan secara umum bebas dari resiko infeksi penyakit dalam pengolahan makanan sebagai indikasi kualitas yang baik dan tidak adanya bahaya keracunan makanan. Secara khusus sanitasi pangan diartikan suatu kondisi yang bebas dari zat-zat yang menjadi penyebab penyakit dan juga bebas dari bahan asing yang tidak biasa diterima. Sanitasi dalam industri pangan mencakup cara kerja yang aseptik dalam berbagai bidang yang meliputi persiapan pengolahan pengepakan, penyimpanan maupun distribusi makanan, kebersihan dan sanitasi ruangan dan alat-alat pengolahan pangan serta kebersihan dan kesehatan pekerja dibidang pengolahan pangan. Menurut Ilyas (1971), sanitasi kegiatan yang berhubungan dengan produksi makanan meliputi pengawasan mutu bahan mentah, penyimpanan bahan mentah, perlengkapan suplai air, pencegahan kontaminasi makanan dari peralatan, pekerja, dan hama pada semua tahap selama pengolahan, pengawasan dan penggudangan produk akhir. Nurwanda (2006), mengemukakan teknik sanitasi dan higiene adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan upaya pemeliharaan/pengawasan kebersihan dan kesehatan dalam produksi dan distribusi hasil perikanan untuk mencapai kondisi
tertentu sehingga hasil perikanan tersebut memenuhi standar mutu. Sanitasi dan higiene memberikan dampak penting terhadap mutu yang dihasilkan. Untuk menghasilkan hasil akhir yang memenuhi standar sanitasi dan higiene pada umumnya industri perikanan telah banyak memperhatikan faktor sanitasi dan higiene yang dilakukan dalam industri tersebut seperti sanitasi dari bangunan, bahan baku, peralatan dan sanitasi karyawan. Tujuan dilakukannya sanitasi dan higiene adalah untuk menghindari
atau
mencegah adanya bakteri pencemar terhadap produk pangan. Bakteri-bakteri indikator sanitasi umumnya adalah bakteri yang lazim terdapat di lingkungan, di usus manusia dan hewan dan bahkan dalam kotoran dari organisme berdarah panas. Salah satu indikator pencemaran mikroba adalah keberadaan bakteri coliform. Bakteri coliform ada yang bersifat patogen yaitu bakteri yang dapat menimbulkan penyakit. Bakteri coliform masuk dalam famili Enterobacteriaceae yang mempunyai 14 genus (Waluyo, 2007). Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform merupakan bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik dan masuk dalam golongan mikroorganisme yang lazim digunakan sebagai indikator, di mana bakteri ini dapat menjadi sinyal untuk menentukan suatu sumber air telah terkontaminasi oleh patogen atau tidak. Bakteri koliform ini menghasilkan zat etionin yang dapat menyebabkan kanker. Selain itu bakteri pembusuk ini juga memproduksi bermacam-macam racun seperti indol dan skatol yang dapat menimbulkan penyakit bila jumlahnya berlebih didalam tubuh. Bakteri koliform dapat digunakan sebagai indikator karena densitasnya berbanding lurus dengan tingkat pencemaran air. Bakteri ini dapat mendeteksi patogen pada air seperti virus, protozoa, dan parasit. Selain itu, bakteri ini juga memiliki daya tahan yang lebih tinggi dari pada
patogen serta lebih mudah diisolasi dan ditumbuhkan. Contoh bakteri coliform antara lain Escherichia coli, Salmonella spp., Citrobacter, Enterobacter, Klebsiella, Clostridium Perfringens, Streptococcus faecalis, Shigella dysenteriae, Vibrio koma, dan lain-lain (Hajna, 1943). Berdasarkan asal dan sifatnya, Bakteri Coliform dapat dibedakan atas 2 golongan yaitu: 1. Faecal coliform, yaitu Streptococcus faecalis dan Escherichia coli yang berasal dari tinja manusia. 2. Non-faecal coliform yaitu Aerobacter dan Klebsiella yang bukan berasal dari tinja manusia, tetapi mungkin berasal dari sumber lain (Suriawiria, 1993). 2.4 Escherichia coli Escherichia coli pertama kali diidentifikasikan oleh dokter hewan Jerman, Theodor Escherich dalam studinya mengenai sistem pencernaan pada bayi hewan. Pada 1885, beliau menggambarkan organisme ini sebagai komunitas bakteri coli (Escherich 1885) dengan membangun segala perlengkapan patogenitasnya di infeksi saluran pencernaan. Nama “Bacterium coli” sering digunakan sampai pada tahun 1991. Ketika Castellani dan Chalames menemukan genus Escherichia dan menyusun tipe spesies E. coli. 2.4.1 Klasifikasi Escherichia coli Klasifikasi Escherichia coli menurut Todar (2008) sebagai berikut: Superdomain : Phylogenetica Phylum : Proterobacteria Class : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales Familia : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Species : Escherichia coli
Gambar 1. E. coli Sumber : Smith-Keary 1988 2.4.2 Morfologi E. coli dari anggota family Enterobacteriaceae. Ukuran sel dengan panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar 1,1 – 1,5 μm. Bentuk sel dari bentuk seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous. Tidak ditemukan spora E. coli batang gram negatif. Selnya bisa terdapat tunggal, berpasangan, dan dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul. Bakteri ini aerobik dan dapat juga aerobik fakultatif. E. coli merupakan penghuni normal usus, seringkali menyebabkan infeksi. Morfologi kapsula atau mikrokapsula
terbuat
dari
asam-asam
polisakarida.
Mukoid
kadang-kadang
memproduksi pembuangan ekstraselular yang tidak lain adalah sebuah polisakarida dari speksitifitas antigen K tententu atau terdapat pada asam polisakarida yang dibentuk oleh banyak E. coli seperti pada Enterobacteriaceae. Selanjutnya digambarkan sebagai antigen M dan dikomposisikan oleh asam kolanik. Biasanya sel ini bergerak dengan
flagella petrichous. E. coli memproduksi macam – macam fimbria atau pili yang berbeda, banyak macamnya pada struktur dan speksitifitas antigen, antara lain filamentus, proteinaceus, seperti rambut appendages di sekeliling sel dalam variasi jumlah. Fimbria merupakan rangkaian hidrofobik dan mempunyai pengaruh panas atau organ spesifik yang bersifat adhesi. Hal itu merupakan faktor virulensi yang penting. E. coli merupakan bakteri fakultatif anaerob, kemoorganotropik, mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi pertumbuhannya paling sedikit banyak di bawah keadaan anaerob. Pertumbuhan yang baik pada suhu optimal 37ºC pada media yang mengandung 1% peptone sebagai sumber karbon dan nitrogen. E. coli memfermentasikan
laktosa
dan
memproduksi
indol
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasikan bakteri pada makanan dan air. E. coli berbentuk besar (2-3 mm), circular, konveks dan koloni tidak berpigmen pada nutrient dan media darah. E. coli dapat bertahan hingga suhu 60ºC selama 15 menit atau pada 55ºC selama 60 menit.
Penyakit yang sering ditimbulkan oleh E. coli adalah diare.
E. coli yang
menyebabkan diare sangat sering ditemukan diseluruh dunia. E. coli ini diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya dan setiap grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda, antara lain:
1. E. Coli Enteropatogenik (EPEC) Penyebab penting diare pada bayi, khususnya di Negara berkembang. EPEC melekat pada sel mukosa yang kecil. Faktor yang diperantarai secara kromosom menimbulkan pelekatan yang kuat. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare cair yang
biasanya sembuh sendiri tetapi dapat juga kronik. Lamanya diare EPEC dapat diperpendek dengan pemberian antibiotik. Diare terjadi pada manusia, kelinci, anjing, kucing dan kuda. Seperti ETEC, EPEC juga menyebabkan diare tetapi mekanisme molekular dari kolonisasi dan etiologi adalah berbeda. EPEC sedikit fimbria, ST dan LT toksin, tetapi EPEC menggunakan adhesin yang dikenal sebagai intimin untuk mengikat inang sel usus. Sel EPEC invasive (jika memasuki sel inang) dan menyebabkan radang. 2. E. Coli Enterotoksigenik (ETEC) Penyebab yang sering dari “diare wisatawan” dan sangat penting menyebabkan diare pada bayi di Negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Lumen usus terengang oleh cairan dan mengakibatkan hipermortilitas serta diare, dan berlangsung selama beberapa hari. Beberapa strain ETEC menghasilkan eksotosin tidak tahan panas. Prokfilaksis antimikroba dapat efektif tetapi bisa menimbulkan peningkatan resistensi antibiotik pada bakteri, mungkin sebaiknya tidak dianjurkan secara umum. Ketika timbul diare, pemberian antibiotik dapat secara efektif mempersingkat lamanya penyakit. Diare tanpa disertai demam ini terjadi pada manusia, babi, domba, kambing, kuda, anjing, dan sapi. ETEC menggunakan fimbrial adhesi (penonjolan dari dinding sel bakteri) untuk mengikat sel – sel enterocit di usus halus. ETEC dapat memproduksi 2 proteinous enterotoksin: dua protein yang lebih besar, LT enterotoksin sama pada struktur dan fungsi toksin kolera hanya lebih kecil, ST enterotoksin menyebabkan akumulasi GMP pada sel target dan elektrolit
dan cairan sekresi berikutnya ke lumen usus. ETEC strains tidak invasive dan tidak tinggal pada lumen usus. 3. E. Coli Enterohemoragik (EHEC) Menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksinya pada sel Vero, suatu sel hijau dari monyet hijau Afrika. Terdapat sedikitnya dua bentuk antigenik dari toksin. EHEC berhubungan dengan holitis hemoragik, bentuk diare yang berat dan dengan sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia. Banyak kasus EHEC dapat dicegah dengan memasak daging sampai matang. Diare ini ditemukan pada manusia, sapi, dan kambing. 4. E. Coli Enteroinvansif (EIEC) Menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigellosis. Penyakit terjadi sangat mirip dengan shigellosis. Penyakit sering terjadi pada anak – anak di Negara berkembang dan para wisatawan yang menuju ke Negara tersebut. EIEC melakukan fermentasi laktosa dengan lambat dan tidak bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus. Diare ini ditemukan hanya pada manusia. 5. E. Coli Enteroagregatif (EAEC) Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di Negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada sel manusia. EAEC menproduksi hemolisin dan ST enterotoksin yang sama dengan ETEC. 2.5 Kapang (Mould)
Dwijoseputro (1981) menyatakan bahwa kapang adalah tumbuhan yang berinti, berspora, kadang-kadang dengan dinding dari selulosa atau kitin dan pada umumnya berkembang biak secara aseksual dan seksual, selanjutnya Fardiaz (1992), menambahkan bahwa kapang adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen, dan pertumbuhannya pada makanan mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas atau Kapang (Mould) merupakan anggota regnum Fungi ("Kerajaan" Jamur) yang biasanya tumbuh pada permukaan makanan yang sudah basi atau terlalu lama tidak diolah. Kapang terdiri dari suatu thalus yang tersusun dari filament yang bercabang yang disebut hifa. Kapang tumbuh baik pada suhu kamar, suhu optimum pertumbuhan kapang 25 – 30OC dengan kisaran pH yang luas yaitu 2,0 – 8,5, tetapi biasanya pertumbuhan kapang akan lebih baik pada kondisi asam pH rendah (Fardiaz, 1992).
Gambar 2. Kapang (Mould) Sumber: Fardiaz 1992 2.5.1 Klasifikasi dan Identifikasi Kapang Menurut Fardiaz (1992), kapang tergolong dalam Eumycetes dan terdiri 4 kelas yaitu : Phycommycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes.
1. Phycomycetes ciri-cirinya adalah: bersifat uniseluler, tidak membentuk miselium, reproduksi aksesual, mempunyai satu dua flagela dan merupakan kapang non septat. 2. Ascomycetes ciri-cirinya adalah : memproduksi spora seksual yang terdapat di dalam suatu struktur yang disebut askus dan sporanya disebut askospora, merupakan kapang septat. 3. Basidiomycetes ciri-cirinya adalah: memproduksi spora seksual pada suatu struktur yang disebut basidium
dan sporanya disebut basidiospora, merupakan kapang
septat. 4. Deuteromycetes ciri - ciri adalah : tidak mempunyai spora seksual tetapi hanya mempunyai spora aseksual dan mempunyai hifa septat. Kapang dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat morfologis, kultural dan fisiologis. Sifat-sifat morfologis ditentukan oleh bentuk struktur kapang berdasarkan kenampakan, sifat tersebut dapat dipergunakan untuk identifikasi dan klasifikasi kapang secara makroskopis dan mikroskopis. Dwijeseputro (1981), menyatakan bahwa sifat-sifat morfologis kapang sebagai berikut: 1. Pembentukan hifa dan miselia. Hifa adalah benang-benang yang dibentuk oleh kapang, sedangkan miselia adalah massa yang dibentuk hifa. Secara mikroskopis hifa kapang dapat dibedakan atas dua golongan yaitu : yang bersepta dan yang tidak bersepta (tidak mempunyai dinding penyekat ). 2. Struktur dan bagian yang berproduksi, kapang dapat tumbuh dari miselia, reproduksinya terutama oleh adanya spora yang bersifat aseksual. Spora aseksual dihasilkan kapang dalam jumlah yang banyak, kecil-kecil tahan terhadap suasana
kering. Sifat-sifat spora aseksual (Conidiospore, Arthrospore, Sporangiospore, Clamydopore) dapat dipergunakan untuk identifikasi kapang. Sifat struktural kapang ditentukan oleh kenampakkan pertumbuhannya pada makanan. Sifat struktural kapang ditentukan oleh kenampakan pertumbuhannya pada makanan. Pada permukaan bahan adalah merah, kuning, hijau, coklat, abu-abu dan hitam. Fardiaz (1992), menyatakan bahwa sifat-sifat fisiologis kapang di tentukan oleh: 1. Kebutuhan air Kapang membutuhkan air minimal untuk pertumbuhan lebih rendah dibandingkan bakteri, kadar air pangan kurang dari 14 – 15 % dapat menghambat pertumbuhan kapang. 2. Suhu. Kapang bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada suhu kamar contohnya Penicillium chrysogenum dengan suhu pertumbuhan 23OC. Suhu optimum kapang adalah sekitar 25- 30OC, tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35 – 37OC atau lebih tinggi, misalnya Aspergillus sp. 3. Kebutuhan oksigen dan pH. Kapang bersifat aerobik, yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Kebanyakan kapang dapat tumbuh pada kisaran pH
2 – 8,5, tetapi biasanya
pertumbuhan lebih baik terjadi pada kondisi asam atau pH rendah. 4. Makanan. Kapang dapat menggunakan berbagai komponen makanan, dari yang sederhana sampai yang kompleks, kebanyakan kapang memproduksi enzim hidrolitik, seperti
amilase, pektinase, proteinase dan lipase. Oleh karena itu kapang dapat tumbuh pada makanan-makanan yang mengandung pati, pektin, protein atau lipida. 2.5.2 Jenis-Jenis Kapang Beberapa jenis kapang antara lain: 1. Rhizopus Rhizopus sering disebut kapangoti karena sering tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada roti. Selain itu kapang ini juga tumbuh pada sayuran, dan buah-buahan. Spesies rhizopus yang umum ditemukan pada roti yaitu rhizopus stolonifer dan Rhizopus nigricans. Selain merusak makanan sebagian Rhizopus digunakan untuk beberapa makanan fermentasi tradisional seperti, Rhizopus oligosporus dan Rhizopus orizae yang digunakan dalam pembuatan berbagai macam tempe dan oncom hitam. Ciri-ciri Rhizopus adalah: (1) Hifa nonseptat, (2) mempunyai stolon dan rhizoid yang warnanya gelap jika sudah tua, (3) Sporangiopora tumbuh pada noda dimana terbentuk juga rhizoid, (4) sporangia biasanya besar dan berwarna hitam, (5) kolumela agak bulat dan apofisis berbentuk seperti cangkir, (6) tidak mempunyai sporangiola, (7) pertumbuhannya cepat, membentuk miselium seperti kapas, (8) Pertumbuhannya seksual dengan membentuk Zigospora, (9) kapang bersifat heterotalik, dimana reproduksi seksual membutuhkan dua talus yang berbeda. 2. Aspergillus Kapang ini mampu tumbuh baik pada substrat dengan konsentrasi gula dan garam tinggi. Aspergillus orizae digunakan dalam fermentasi makanan tahap pertama dalam pembuatan kecap dan tanco. Konidia kelompok ini berwarna kuning sampai hijau, atau mungkin membentuk sklerotia. Ciri-cirinya adalah : (1) Hifa septat dan
miselium bercabang, sedangkan hifa yang muncul di atas permukaan umumnya hifa fertile, (2) koloni berkelompok, (3) konidiofora septet atau nonseptat, (4) Konidiopora membengkak membentuk vesikel pada ujungnya, (5) Sterigmata atau fialida biasanya sederhana, berwarna atau tidak berwarna, (6) beberapa spesies tumbuh baik pada suhu 37 derajat celcius atau lebih, (7) konidia membentuk rantai yang berwarna hijau, coklat atau hitam. 3. Penicillum Penicillium menyebabkan kerusakan pada bahan sayuran, buah-buahan, dan serelia. Selain itu digunakan untuk industri, misalkan memproduksi antibiotic penisilin yang diproduksi oleh Penicillium notatum dan Penicillium chysogenum. Kegunaan lain untuk pematangan keju, misalnya keju camembert oleh Penicillium camemberti yang kondisinya berwarna abu-abu dll. Ciri-cirinya adalah : (1) hifa septet, miselium bercabang biasanya berwarna, (2) konidiopore septet dan muncul bercabang atu tidak bercabang, (3) kepala yang membawa spora berbentuk seperti sapu, dengan sterigma atau fialida muncul dalam kelompok, (4) Konodia membentuk rantai karena muncul satu persatu dari sterigmata, (5) konidia waktu masih muda berwarna hijau, kemudian berubah menjadi kekuning-kuningan atau kecoklatan. Perbedaan khamir dan kapang antara lain : 1. Khamir Ukurannya berkisar antara 1-5µm lebarnya dan panjangnya 5-30µm. Biasanya berbentuk telur, tetapi ada yang memanjang dan berbentuk bola. Khamir tidak dilengkapi flagelus atau organ penggerak lainnya. Khamir bersifat fakultatif dapat
hidup dalam keadaan aerob maupun anaerob. Fase khamir timbul bilamana organisme itu hidup sebagai parasit atau patogen dalam jaringan. 2. Kapang Tubuh atau thalus pada kapang terdiri dari dua bagian miselium dan spora. Kapang adalah mikroorganisme aerobik sejati. Bentuk kapang bila organisme merupakan saprofit dalam darah atau dalam medium laboratorium. Persamaan bakteri, kapang dan khamir antara lain: Sama-sama mampu menghasilkan suatu enzim tertentu, yang mampu merubah substrat, terjadi produk tertentu, ukurannya dalam mikron (sangat kecil), mempunyai dinding sel.