BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan dana bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak diragukan lagi sebagai suatu kebutuhan yang amat esensial. Dana bagi sebuah perusahaan dapat diperoleh dari berbagai sumber; dapat berupa modal (equity) atau utang (loan). Dana yang berupa modal (equity) dapat diperoleh dari para pendirinya berupa setoran modal pendiri dan dapat juga diperoleh dari para pemodal (investor) yang menyetorkan dana untuk modal perusahaan setelah perusahaan tersebut berdiri.1 Memperoleh dana modal dapat dilakukan baik dengan cara menjual saham langsung kepada pemodal (direct placement atau private placement). Penjualan saham, tentu saja, hanya dapat dilakukan sepanjang perusahaan tersebut berbentuk perseroan terbatas (P.T.). Apabila perusahaan tersebut tidak berbentuk perseroan terbatas, misalnya firma atau persekutuan (partnership), maka penyertaan modal oleh investor dilakukan dengan cara menjadi kongsi atau mitra usaha perusahaan itu.2 Menurut Remy Sjahdeini, dana merupakan ‘darah’ bagi pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usahanya. Ibarat manusia yang tidak mungkin hidup tanpa darah, pelaku usaha juga akan ‘mati’ tanpa dana.3
1
Fanny Kurniawan, SH, Penerapan Hak Jaminan Dalam Kepailitan, Analisa Yuridis Putusan No.10/PAILIT/2001/PN.NIAGA/ JAK.PST Dalam Perkara Kepailitan Bank Shinta Indonesia Melawan Harry Susanto, Yogyakarta, 2004, hal. ii 2 Ibid. 3 Sutan Remy Sjahdeini, “Hak Jaminan dan Kepailitan,” dalam Transaksi Berjamin (Secured Transaction) Hak Tanggungan dan Jaminan Fiducia dikumpulkan oleh Arie S.Hutagalung (Jakarta UI 2006), hal. 641.
1
Universitas Sumatera Utara
Dana yang berupa utang (loan) dapat diperoleh perusahaan tersebut dari berbagai sumber seperti bank-bank, lembaga-lembaga pembiayaan, pasar uang (financial market) yang memperjual-belikan surat-surat utang jangka pendek seperti commercial papers, pasar modal (capital market) yang memperjual-belikan suratsurat utang jangka panjang (obligasi atau bond), atau dari sumber-sumber pembiayaan lainnya. Perbankan merupakan salah satu sumber dana diantaranya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya atau untuk meningkatkan produksinya.4 Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihakpihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lack of funds).5 Mengingat pentingnya peranan kredit perbankan dalam mengendalikan moneter dan kegiatan perekonomian, maka berbagai kebijaksanaan telah ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk menciptakan suatu sistem perkreditan yang sehat. Kebijaksanaan tersebut antara lain meliputi kebijaksanaan mengenai tingkat bunga,
4
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, CV.Alfabeta, Jakarta, 2003, hal. 1 Muhamad Djumhana., Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. ix 5
Universitas Sumatera Utara
sektor-sektor ekonomi yang perlu didorong untuk diberikan kredit dan kebijaksanaan yang lebih menekankan pada prinsip kehati-hatian.6 Memperhatikan peranan lembaga perbankan yang demikian strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terdapat pembinaan dan pengawasan yang efektif agar mampu berfungsi secara efisien, sehat, wajar dan mampu menghadapi persaingan yang semakin bersifat global, serta mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat kepadanya juga mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan.7 Salah satu penyebab dari kegagalan usaha bank antara lain adalah penyediaan dana yang tidak didukung oleh kemampuan bank mengelola konsentrasi penyediaan dana secara efektif. Dalam rangka mengurangi potensi kegagalan usaha bank sebagai akibat dari konsentrasi penyediaan dana tersebut maka bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, antara lain dengan melakukan penyebaran dan diversifikasi portofolio penyediaan dana terutama melalui pembatasan penyediaan dana, baik kepada pihak terkait maupun kepada pihak bukan terkait sebesar persentase tertentu dari modal bank atau yang dikenal dengan batas maksimum pemberian kredit (BMPK).8
6
Butar-Butar, Harlen dan Aris Budi Setyawan, Analisis Perbandingan Tingkat Kolektibilitas Kredit Pada Bank Pembangunan Daerah Di Pulau Jawa Dan Luar Pulau Jawa Desember 2002 Sampai Dengan Desember 2006, http://haryramadhon.files.wordpress.com/2008/05/jurnalkolektibilitas-kredit.doc, diakses pada tanggal 20 Agustus 2009. 7 Ibid 8 Penjelasan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
Universitas Sumatera Utara
Dalam melakukan usahanya bank berasaskan demokrasi ekonomi dengan prinsip kehati-hatian. Sehubungan dengan pelaksanaan prinsip kehati-hatian, maka dalam memberikan kredit bank tidak sembarangan. Ada kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi debitur. Kriteria-kriteria itu ada lima, yang disebut dengan lima analisis kredit (The Five C’s Of Credit Analysis). Kelima kriteria itu adalah sebagai berikut:9 a. Watak (character) Watak debitur yang dinilai adalah kepribadian, moral dan kejujuran dalam mengajukan permohonan kredit, karena debitur yang berwatak buruk tidak dapat dipercaya, padahal syarat pemberian kredit yang utama adalah kepercayaan. b. Kemampuan (capacity) Kemampuan yang dinilai adalah kemampuan debitur dalam mengembalikan, memimpin dan menguasai bidang usahanya serta kemampuannya melihat prospek masa depan sehingga usaha permohonan yang dibiayai dengan kredit itu berjalan baik dan menguntungkan. c. Modal (capital) Sebelum mengajukan permohonan kredit kepada bank, pemohon diwajibkan telah memiliki modal sendiri dan bukan bergantung sepenuhnya kepada kredit bank. Di sini kredit dari bank hanya bersifat melengkapi dan bukan pokok. d. Kondisi ekonomi (conditional of economic)
9
Levy dalam Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991,hal. 56-59
Universitas Sumatera Utara
Kondisi ekonomi di sini adalah kondisi ekonomi pemohon untuk mengetahui apakah dengan kondisi ekonominya yang sekarang pemohon memiliki kesanggupan untuk mengembalikan pinjamannya. e. Jaminan (collateral) Jaminan disini berarti kekayaan yang dapat dikaitkan sebagai jaminan guna kepastian pelunasan dikemudian hari jika penerima kredit tidak melunasi hutangnya. Hal ini sejalan dengan pasal 8 Undang-Undang Perbankan nomor 10 Tahun 1998 yang menegaskan bahwa ”Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.” Dari pasal ini persyaratan adanya jaminan untuk memberikan kredit tidak menjadi keharusan. Bank hanya diminta untuk meyakini berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik debitur dan kemampuan dari debitur. Ukuran itikad baik sifatnya kualitatif tidak mudah untuk mengukurnya, sedangkan kemampuan dapat di analisa dari pendapatan debitur dalam berusaha atau pendapatan dari pekerjaannya seorang pemohon kredit.10 Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas
10
Sutarno, Op. Cit, Hal. 141
Universitas Sumatera Utara
kemampuan Nasabah Debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. 11 Dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa jaminan disini dapat berarti material maupun inmaterial. Apabila kita melihat ketentuan pasal 1131 KUHPerdata, undang-undang itu menentukan bahwa segala kebendaan si penghutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.12 Dari pasal 1131 KUHPerdata dapat kita simpulkan bahwa hak-hak tagihan seorang kreditur dijamin dengan :13 1) semua barang yang sudah ada, artinya yang sudah ada pada saat hutang dibuat; 2) semua barang yang akan ada; disini berarti barang-barang yang pada saat pembuatan hutang belum menjadi kepunyaan debitur, tetapi kemudian menjadi miliiknya. Dengan perkataan lain hak kreditur meliputi barang-barang yang akan menjadi milik debitur, asal kemudian benar-benar menjadi miliknya, 3) baik barang bergerak maupun tak bergerak. Hal ini menunjukan bahwa piutang kreditur menindih seluruh harta debitur tanpa terkecuali. Maka Bank dalam memberikan kredit disamping jaminan kredit berupa keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan 11 12
Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Yogyakarta,Yogyakarta, 2000,
hal.55 13
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan , Cetakan 4, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal.4-6
Universitas Sumatera Utara
kemampuan debitur, Bank perlu meminta agunan/jaminan tambahan yaitu bendabenda bergerak atau benda tidak bergerak yang memiliki nilai dan dokumen yang jelas dan jaminan inmateriil.14 Mengenai pentingnya suatu jaminan oleh kreditur (bank) atas suatu pemberian kredit tidak lain adalah karena jaminan merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi risiko yang mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pelepasan dan pelunasan kredit.15 Keberadaan jaminan kredit (collateral) merupakan persyaratan guna memperkecil risiko bank dalam meyalurkan kredit. Yang dimaksud dengan jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur.16 Pada prinsipnya suatu penyaluran kredit tidak selalu harus dengan jaminan kredit, sebab jenis usaha dan peluang bisnis yang dimiliki debitur pada dasarnya sudah merupakan jaminan atas prospek usaha sendiri. Hanya saja, jika suatu kredit dilepas tanpa agunan maka kredit itu akan memiliki risiko yang sangat besar karena jika investasi yang dibiayai mengalami kegagalan atau tidak sesuai dengan perhitungan semula. Jika hal ini terjadi maka bank akan dirugikan sebab dana yang disalurkan berpeluang untuk tidak dapat dikembalikan. Jadi fungsi jaminan adalah memberikan hak kekuasaan kepada kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil 14
Sutarno, Op. Cit,hal 142 H.Budi Untung, Op.Cit, hal 57. 16 Sutarno, Op. Cit, hal 142 15
Universitas Sumatera Utara
penjualan barang-barang jaminan tersebut bila debitur tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan. Jaminan kredit dari seorang calon debitur haruslah :17 a. Secured, artinya terhadap jaminan kredit tersebut dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal, sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku sehingga apabila dikemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur maka bank mempunyai alat bukti yang sempurna dan lengkap untuk menjalankan suatu tindakan hukum. b. Marketable, artinya apabila jaminan tersebut harus atau perlu dieksekusi, maka jaminan kredit tersebut dapat dengan mudah dijual atau diuangkan untuk melunasi hutang debitur. Sedangkan menurut R. Soebekti, jaminan yang ideal (baik) tersebut terlihat dari :18 a. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang memerlukannya. b. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya. c. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa yaitu bila perlu mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si debitur. Dengan demikian perlu dibuat suatu perjanjian pengikatan jaminan antara debitur dan kreditur. Mengenai bentuk pengikatan jaminan tersebut adalah tergantung 17
H.Budi Untung, Op. Cit, hal 58 R. Soebekti,Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Cetakan Ketiga, Bandung :Alumni, 1986, hal.29 18
Universitas Sumatera Utara
dari jenis benda yang akan menjadi jaminan apakah benda bergerak atau benda tidak bergerak. Sejalan dengan semakin pesatnya pertumbuhan pembangunan di kota-kota besar Indonesia dan semakin meningkatnya permintaan dana dari pelaku usaha maupun masyarakat pada umumnya, adanya penetapan batas maksimum pemberian kredit (BMPK) menjadi semacam penghalang bagi para pelaku usaha untuk memperoleh dana dalam jumlah yang sangat besar. Adapun salah satu usaha yang dapat ditempuh oleh bank dalam mengsiasati peraturan tentang adanya penetapan BMPK tersebut adalah pembiayaan melalui kredit sindikasi. Kredit sindikasi saat ini seringkali dilakukan oleh kalangan perbankan, baik itu diantara bank-bank swasta sendiri, atau di antara bank-bank pemerintah sendiri maupun di antara bank pemerintah sendiri maupun diantara bank-bank asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia sendiri. Bahkan jika mengamati perkembangan yang ada sekarang ini dalam berbagai aspek serta melihat proyeksi kebutuhan dunia usaha pada masa yang akan datang, akan dapat diperkirakan bahwa bentuk kredit sindikasi akan semakin ramai.19 Kredit sindikasi adalah suatu teknik bagi suatu teknik bagi suatu bank untuk dapat menyebarkan risiko dalam pemberian kredit. Karena itu biasanya tidak cocok untuk kredit yang jumlahnya kecil, dimana bank tersebut dapat memenuhi sendiri
19
Herlina Suyati Bachtiar, Aspek Legal Kredit Sindikasi, PT. Raja Grafindo Persada, 2000,
Hal. 6
Universitas Sumatera Utara
semua permintaan kredit tersebut.20 Namun, ada keadaan-keadaan dimana suatu pinjaman mencapai jumlah sedemikian besarnya sehingga dirasakan terlalu besar bagi bank tersebut untuk dapat memikulnya sendiri. Apabila bank tersebut merasa bahwa risikonya terlalu besar bagi bank tersebut bila seluruh permintaan debitur tertentu dipikul sendiri, sekalipun mungkin dari segi ketentuan legal lending limit atau “batas maksimum pemberian kredit” (BMPK) dari bank tersebut belum terlampaui, maka bank itu akan berusaha membentuk suatu sindikasi untuk dapat membiayai debiturnya itu. Dalam terminologi bank disebut bahwa bank itu telah melampaui obligor limit-nya bagi debitur itu. 21 Dengan kata lain, mengapa suatu bank memilih untuk tidak memberikan sendiri jumlah kredit yang diminta oleh debitur tersebut sekalipun seandainya masih dalam batas BMPKnya, ialah karena pertimbangan demi penyebaran risiko. Mungkin saja bahwa kredit dalam jumlah yang diminta oleh debitur tidak terlalu besar bagi bank tersebut untuk dapat memikulnya sendiri, tetapi dirasakan oleh bank tersebut perlu untuk disindikasikan di antara
dua atau lebih bank karena menurut
pertimbangan bank itu jumlah tersebut telah melampaui obligor limit dari debitur itu. Artinya, bank tersebut, menganggap pemberian kredit sebesar itu melampaui kesediaannya untuk memikul resiko bagi debitur tersebut. Dimaksudkan dengan
20
Sutan Remy Sjahdeni, Kredit Sindikasi (Proses, teknik pemberian, dan aspek hukumnya), PT. Kreatama, Cetakan Ke II, Jakarta, 2008,hal.27 21 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
obligor limit adalah batas kesediaan suatu bank untuk menanamkan resiko kredit terhadap obligor (debitur) tertentu.22 Pada dasarnya proses kredit sindikasi sama saja seperti proses kredit biasa yang dilakukan oleh bank-bank. Sebagaimana kita ketahui, dalam kredit bisa hanya diberikan oleh satu bank, sedangkan dalam kredit sindikasi diberikan oleh lebih dari satu bank , disinilah letak perbedaan mendasar antara kredit sindikasi dengan kredit biasa. Namun karena dalam kredit sindikasi melibatkan beberapa bank, tentulah dalam prosesnya ada beberapa langkah yang memerlukan perhatian khusus dalam penandatanganannya, terutama hal-hal yang menyangkut hubungan dengan bankbank calon peserta sindikasi. Hubungan antara bank yang satu dengan bank yang lain dicapai titik temu yang memuaskan masing-masing bank dengan tidak menimbulkan ketidaknyamanan bagi bank-bank lainnya. Kredit Sindikasi pada umumnya ditempuh apabila 1 (satu) bank tidak akan mampu memenuhi permintaan kredit dari debitur mengingat besarnya dana yang diperlukan. Kredit sindikasi banyak ditempuh dalam pembangunan proyek-proyek besar, seperti pembangunan Hotel berbintang lima, pembangunan suatu mega mall/mega shopping centre, maupun dalam pembangunan jalan tol, dimana jaminan dari kredit sindikasi tersebut adalah proyek yang dibiayai dengan kredit sindikasi. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan debitur memberikan jaminan tambahan, misalnya berupa suatu corporate guarantee, dan/atau berupa obligasi ataupun tanah yang akan dijaminkan dengan lembaga Hak Tanggungan. 22
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Dalam praktek Perbankan untuk lebih mengamankan dana yang disalurkan kreditor kepada debitor diperlukan tambahan pengamanan berupa jaminan khusus yang banyak digunakan adalah jaminan kebendaan berupa tanah. Penggunaan tanah sebagai jaminan kredit, baik untuk kredit produktif maupun konsumtif, didasarkan pada pertimbangan tanah paling aman dan mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi.23 Lembaga jaminan oleh lembaga perbankan dianggap paling efektif dan aman adalah tanah dengan jaminan Hak Tanggungan. Hal itu didasari adanya kemudahan dalam mengidentifikasi objek Hak Tanggungan, jelas dan pasti eksekusinya, di samping itu hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan harus dibayar terlebih dahulu dari tagihan lainnya dengan uang hasil pelelangan tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan24, memang hal yang tidak dapat diabaikan dalam perjanjian kredit adalah perlindungan hukum bagi kreditor manakala debitor wanprestasi, apabila kalau debitor sampai mengalami kemacetan dalam pembayarannya. Pemanfaatan lembaga eksekusi Hak Tanggungan dengan demikian merupakan cara percepatan pelunasan piutang agar dana yang telah dikeluarkan itu dapat segera kembali kepada kreditor/Bank, dan dana tersebut dapat digunakan dalam perputaran roda perekonomian. Debitur pada asasnya memerlukan modal untuk mengembangkan usahanya. Kebutuhan akan modal usaha inilah akhirnya membuat debitur terjebak dalam
23
Herowati Poesoko, Parate Executie Objek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT), hal. 4. 24 Retnowulan Sutantio, Penelitian Tentang Perlindungan Hukum Eksekusi Jaminan Kredit, Badan Pembinaan Hukum Nasional-Departemen Kehakiman RI, Jakarta, 1999, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan kreditur, maka seyogyanya debitur harus dilindungi, antara lain kreditur tidak berwenang membuat suatu perjanjian bahwa apabila debitur wanprestasi, maka secara otomatis kreditur dapat menguasai benda jaminan begitu saja, melainkan harus melalui lelang di muka umum, namun dilain pihak kreditur selaku pihak yang meminjamkan uang juga perlu dilindungi, maka itu mutlak diperlukan solusi hukum bagi adanya lembaga jaminan agar memberikan kepastian bagi pengembalian pinjaman tersebut. Keberadaan lembaga jaminan amat diperlukan karena dapat memberikan kepastian, dan perlindungan hukum bagi penyedia dana/kredit (kreditor) dan penerima pinjaman atau debitor.25 Solusi hukum yang dimaksudkan disini adalah prosedur mengenai pelaksanaan pemenuhan prestasi apabila debitor wanprestasi. Dalam pemberian kredit sindikasi ini, apabila terjadi kredit bermasalah maka dalam penyelesaiannya memerlukan koordinasi dari berbagai pihak. Namun penyelesaian secara koordinatif dalam pelaksanaannya tidaklah mudah dilakukan, karena tidak semua kreditur memiliki pemahaman yang sama, mengenai arti pentingnya koordinasi dalam penyelesaian kredit bermasalah, terutama bagi kreditur besar. Seringkali terjadi bahwa sebagian anggota atau peserta sindikasi menginginkan agar dilakukan restrukturisasi utang, namun sebagian anggota atau peserta yang lain menolak dilakukannya restrukturisasi itu dan menginginkan agar dilakukan eksekusi terhadap aggunan kredit..
25
Sony Harsono, Sambutan Menteri Agraria/Kepala BPN pada Seminar Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, Fakultas Hukum UNPAD, Bandung, 1996, hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut penulis tertarik untuk menelaah lebih
lanjut
mengenai
”ANALISIS
YURIDIS
PERJANJIAN
KREDIT
SINDIKASI DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN” (STUDI DI BANK UOB INDONESIA). B. Permasalahan Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah : 1.
Bagaimanakah proses pelaksanaan Perjanjian Kredit Sindikasi dan hubungan hukum antara para pihak dalam kredit sindikasi ?
2.
Bagaimanakah pengikatan penjaminan dalam hal kredit sindikasi terutama yang dijamin dengan Hak Tanggungan Atas Tanah ?
3.
Bagaimanakah pembagian hasil lelang Eksekusi Hak Tanggungan Atas Tanah diantara para kreditur?
C. Tujuan Penelitian Tujuan Penulisan adalah untuk mendapat atau mengetahui jawaban dari rumusan masalah yang telah diajukan, sehingga penjelasan terhadap rumusan masalah tersebut dapat diberikan. Mengacu pada judul dan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit sindikasi
2.
Untuk mengetahui bagaimana pengikatan jaminan hak tanggungan dalam perjanjian kredit sindikasi, terutama yang dijamin dengan Hak Tanggungan.
Universitas Sumatera Utara
3.
Untuk mengetahui bagaimana pembagian hasil lelang pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan Atas Tanah diantara para kreditur.
D. Manfaat Penelitian Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan merupakan satu rangkaian yang hendak dicapai bersama, maka dengan demikian, dari penulisan ini diharapkan akan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini, akan menguatkan teori bahwa suatu norma hukum wajib ditaati karena norma hukum itu sendiri dibentuk untuk kepentingan manusia. Namun norma hukum itu akan menjadi bermanfaat apabila benar-benar diterapkan atau dilaksanakan. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan masukan kepada masyarakat dan bagi para praktisi hukum, khususnya bagi para kreditor/Bank Pemegang Hak Tanggungan agar lebih mengetahui mengenai langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan perjanjian kredit sindikasi dengan jaminan hak tanggungan dan bagaimanakah perlindungan hukum kepada para kreditor perserta sindikasi. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah penulis lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan sejauh yang
Universitas Sumatera Utara
diketahui, ditemukan judul penelitian yang menyangkut dengan kredit sindikasi dan Hak Tanggungan diantaranya : 1. Penelitian dengan judul “Pengurusan Dan Penyelesaian Kredit Sindikasi Yang Macet (Penelitian di Kota Medan)”, Oleh Zani Afoh Saragih, 982105036/Ilmu Hukum/Hukum Bisnis. 2. Penelitian dengan judul “Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Debitur yang Wanprestasi pada Bank Sumut”, Oleh Syari Ramadhani, 077011067/Mkn 3. Penelitian dengan judul “Pemberian Kredit oleh Bank Swasta dengan Jaminan Hak Tanggungan dan Penyelesaiannya dalam hal Debitur Wanprestasi (Studi di Jakarta”, Oleh Ferina Nismi Pulungan, 027011019/Mkn Dilihat dari topik yang dikaji yang disebut diatas jelas sangat berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan. Oleh karena itu, penelitian tentang “ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN” (STUDI DI BANK UOB INDONESIA), belum pernah dilakukan. Oleh karena itu , penelitian in adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori. Kelangsungan perkembangan ilmu hukum senantiasa bergantung pada unsurunsur berikut antara lain metodologi, aktivitas penelitian, imajinasi sosial dan juga
Universitas Sumatera Utara
sangat ditentukan oleh teori.26 Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,27dan suatu teori harus diuji dengan
menghadapkan
pada
fakta-fakta
yang
dapat
menunjukkan
ketidakbenarannya.28 Kerangka Teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoristis.29 Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan pedoman/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.30 Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada, adapun teori yang akan digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori kepastian hukum. Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam
26
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, Jakarta, 1986, hal. 6. J.J.J M.Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, (Penyunting: M.Hisyam), Jakarta:FE UI,1996, hal 203 28 Ibid. hal 16 29 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80. 30 Bandingkan Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 35. 27
Universitas Sumatera Utara
undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim yang satu dengan yang lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan31 Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia atau yang dalam bahasa hukum disebut sebagai orang, melakukan berbagai kegiatan dalam berbagai bidang usaha yang akhirnya menggerakkan roda perekonomian. Antara orang-orang tersebut, yaitu baik antara kelompok masyarakat, para pelaku uasaha dan berbagai instansi atau lembaga
swasta
ataupun
pemerintah,
dalam
menjalankan
suatu
kegiatan
perekonomian sehari-harinya akan melakukan interaksi antara satu sama lain. Untuk itu maka diperlukan hukum, tugas yang sangat fundamental hukum adalah menciptakan ketertiban, sebab ketertiban merupakan suatu syarat dari adanya masyarakat yang teratur. Hal ini berlaku bagi masyarakat manusia dalam segala bentuknya. Oleh karena itu pengertian manusia, masyarakat dan hukum tak akan mungkin dipisah-pisahkan.32 Agar tercapai ketertiban dalam masyarakat, maka diusahakanlah untuk mengadakan kepastian. Kepastian disini diartikan sebagai kepastian hukum dan kepastian oleh karena hukum. Hal ini disebabkan karena pengertian hukum mempunyai dua segi. Segi pertama adalah bahwa ada hukum yang pasti bagi peristiwa yang kongkret, segi kedua adalah adanya suatu perlindungan hukum terhadap kesewenang-wenangan.33
31
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, 2008, hal. 158. 32 Soerjono Soekamto, Penegakan Hukum, Binacipta, Jakarta, 1983, hal.42 33 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtgerechtigheid),
kemanfaatan
(rechtsutiliteit)
dan
kepastian
hukum
(rechtszekerheid)34. Lembaga Hak Tanggungan merupakan salah satu dari hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan.35 Lembaga Hak Tanggungan akan timbul sebagai suatu pranata hukum yang memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum, pada saat para pihak dalam melakukan interaksi dan hubungan hukum dalam suatu kegiatan usaha, membutuhkan penyediaan dana. Lembaga Hak Tanggungan akan timbul sebagai suatu Lembaga Hak Jaminan, di saat pihak yang memerlukan dana dan pihak yang memberikan dana, mengikatkan diri pada suatu perjanjian utang piutang. Lembaga Hak Tanggungan ini akan berfungsi sebagai lembaga hak jaminan yang akan menjamin pelunasan utang tersebut. Lembaga Hak Tanggungan ini merupakan lembaga hak jaminan atas tanah, dimana ditentukan dalam ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan/UUHT bahwa tanah yang berstatus Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.36 Dalam hal mewujudkan keadilan, menurut W. Friedman suatu UndangUndang haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat
34
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002, hal. 85 35 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Cetakan 4, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 16. 36 Lihat Undang-Undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No.5, LN No.104 tahun 1960, TLN NO.2043, Pasal 25,33,39.
Universitas Sumatera Utara
perbedaan-perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut,37oleh karena itu, maka dalam kredit sindikasi diperlukan suatu lembaga jaminan dalam hal ini yaitu lembaga jaminan hak tanggungan untuk menjamin dan memberikan rasa keadilan kepada para kreditur yang memberikan kredit kepada debitur. Stanley Hurn dalam bukunya Syndicated Loan : A Handbook for Banker and Borrower memberikan definisi mengenai kredit sindikasi sebagai berikut :38 “A syndicated loan is a loan made by two or more lending institution, on similar terms and condition, using common documentation and administered by common agent.”
Definisi tersebut diatas mencakup semua unsur – unsur yang penting dari suatu kredit sindikasi. Pertama, kredit sindikasi melibatkan lebih dari satu lembaga pembiayaan dalam suatu fasilitas sindikasi. Kedua, definisi tersebut menyatakan bahwa kredit sindikasi adalah kredit yang diberikan berdasarkan syarat – syarat dan ketentuan – ketentuan yang sama bagi masing – masing peserta sindikasi. Hal ini diwujudkan dalam bentuk hanya ada satu perjanjian kredit antara nasabah dan sebuah bank peserta sindikasi. Ketiga, definisi tersebut menegaskan bahwa hanya ada satu dokumentasi kredit, karena dokumentasi inilah yang menjadi pegangan bagi semua bank peserta sindikasi secara bersama – sama. Keempat, sindikasi tersebut diadministrasikan oleh satu agen (agent) yang sama bagi semua bank peserta 37
W.Friedman,Teori dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum,diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 7 38 Sutan Remy Sjahdeni,Op. Cit, hal. 2
Universitas Sumatera Utara
sindikasi. Bila tidak demikian halnya, maka terpaksa harus ada serangkaian fasilitas bilateral (dua pihak), yang sama tetapi mandiri, antara masing – masing bank peserta dengan nasabah. Kredit yang berbentuk sindikasi atau kredit patungan yang dilakukan oleh bank ini, berbeda dari kredit – kredit yang biasa diberikan oleh bank kepada nasabahnya. Dengan demikian dalam perjanjian kredit sindikasi ada beberapa bank sebagai kreditor yang bersama-sama memberikan pinjaman sindikasi atau fasilitas serupa, antara lain fasilitas Letter of Credit atau sebuah penjaminan untuk pengeluaran suratsurat berharga kepada debitur. Pada dasarnya proses kredit sindikasi sama saja seperti proses kredit biasa yang dilakukan oleh bank-bank. Tentu saja semua marketing/account officer/bagian hukum telah mengetahuinya secara rinci dan jelas. Seperti kita ketahui, maka kredit biasa hanya diberikan oleh satu bank saja. Dalam kredit sindikasi diberikan oleh lebih dari satu bank. Karena dalam kredit sindikasi melibatkan beberapa bank tentulah dalam prosesnya ada beberapa langkah yang memerlukan perhatian khusus dalam penandatanganannya, terutama hal-hal yang menyangkut hubungan dengan bank-bank calon perserta sindikasi.lebih dari satu bank dan inilah yang menjadi perbedaan paling mendasar dari kredit-kredit biasa. Namun seperti halnya kredit biasa, bahwa dalam kredit sindikasi, bank-bank peserta kredit sindikasi tetap meminta suatu jaminan guna menjamin pelunasan krdeit
Universitas Sumatera Utara
sindikasi tersebut. Undang-undang telah mengatur mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan jaminan atau penanggungan piutang kreditor terhadap debitor, yang dibuat dalam suatu perikatan. Jaminan dalam hukum berfungsi untuk menjamin utang. Hukum jaminan mengatur tentang jaminan piutang seseorang.39 Fungsi jaminan untuk menjamin utang, terutama akan tertera jelas dalam jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu, yang untuk suatu waktu ketika debitor cidera janji, dapat diuangkan untuk pelunasan utang debitor. Jaminan kebendaan memberikan kedudukan yang istimewa kepada kreditor yaitu hak preferen atau hak untuk didahulukan daripada kreditor lain dalam pengambilan pelunasan piutang dari benda yang menjadi objek jaminan. Pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank, namun benda yang dapat dijaminkan adalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat benda jaminan yang baik adalah : 1. dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya; 2. tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya;
39
J. Satrio, Op.Cit., hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
3. memberikan kepastian kepada si kreditor, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk di eksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi hutangnya si penerima (pengambil) kredit. 40 Sebagai lembaga jaminan, Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.41 Perjanjian jaminan yang melahirkan Hak Tanggungan ini, dibuat oleh para pihak dengan tujuan untuk melengkapi perjanjian pokok yang umumnya merupakan perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit. Mengamati sketsa seperti itu dapat ditarik suatu pemahaman, bahwasannya hubungan hukum antara para pihak itu dijalin oleh 2 (dua) jenis perjanjian, yakni perjanjian kredit selaku perjanjian pokok, dan perjanjian jaminan sebagai jaminan tambahan (accesoir).42 Lembaga Hak Tanggungan akan timbul sebagai suatu pranata hukum yang memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum, pada saat para pihak dalam melakukan interaksi dan hubungan hukum dalam suatu kegiatan usaha, membutuhkan
40
R. Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Termasuk Hak Tanggungan menurut Hukum Indonesia. Diolah kembali oleh Johannes Gunawan. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 73. 41 Kansil, Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997, hal. 19-20. 42 M. Isnaeni, Kerancuan Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Sebagai Pengaman Penyaluran Kredit Bank, Amrta, Vol. 1, No. 1, Mei 1999, hal. 80.
Universitas Sumatera Utara
penyediaan dana. Lembaga Hak Tanggungan akan timbul sebagai suatu Lembaga Hak Jaminan, di saat pihak yang memerlukan dana dan pihak yang memberikan dana, mengikatkan diri pada suatu perjanjian utang piutang. Lembaga Hak Tanggungan ini akan berfungsi sebagai lembaga hak jaminan yang akan menjamin pelunasan utang tersebut. Lembaga Hak Tanggungan ini merupakan lembaga hak jaminan atas tanah, dimana ditentukan dalam ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan/UUHT bahwa tanah yang berstatus Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.43 Meskipun Hak Tanggungan sebagai perjanjian jaminan tambahan, namun fungsinya memberikan rasa aman bagi kreditor, karena manakala debitor cidera janji, kreditor mendapatkan perlindungan hukum, sebab benda yang dijaminkan tersebut dapat diuangkan sebagai pelunasan utang debitor. Fungsi jaminan secara hukum dipertegas pula oleh Juhaendah Hasan, yakni untuk meng-cover hutang, karena jaminan merupakan sarana perlindungan bagi para kreditor yaitu kepastian akan pelunasan hutang debitor atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitor atau penjamin debitor.44 Dengan demikian jaminan yang memberikan kepastian bagi si pemberi kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi utang si penerima
43
Lihat Undang-Undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No.5, LN No.104 tahun 1960, TLN NO.2043, Pasal 25,33,39. 44 Djuhaenda Hasan, Aspek Hukum Jaminan Kebendaan dan Perorangan, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 11, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2000, hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
(pengambil) kredit.45 Bertitik tolak dari pendapat Djuhaenda Hasan dan Hermayulius, maka dapat dipahami bahwa pembentukan UUHT mencantumkan ciri tersebut, dengan maksud memberikan perlindungan kepada kreditor, manakala debitor cidera janji, yakni kepastian bahwa barang jaminan setiap saat tersedia untuk dieksekusi dan bila perlu dapat dengan mudah diuangkan untuk pelunasan utang debitor. Sebagai suatu lembaga jaminan yang kuat, dalam Penjelasan Umum Nomor 3 UUHT, Hak Tanggungan mempunyai empat ciri pokok yaitu : a.
memberikan
kedudukan
yang
diutamakan
atau
mendahulu
kepada
pemegangnya; b.
selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada;
c.
memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan; dan
d.
mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Sebagian besar prinsip-prinsip ataupun ciri-ciri Hak Tanggungan terkandung
unsur hukum barat. Hal tersebut diakui oleh A.P. Parlindungan
46
bahwa Hak
Tanggungan itu badan atau tubuhnya adalah hipotik yang disesuaikan, sedang bajunya adalah hukum Adat. Hal itu nampak dari diadopsinya sifat-sifat hak kebendaan (zakerlijkrechtelijk) yang dimiliki hipotik ke dalam UUHT. Menghadapi
45
Hermayulius, Aspek Hukum Jaminan Dalam Dunia Usaha Perbankan, Majalah Hukum Nasional, No. 1, 2002, hal. 69-70. 46 A. P. Parlindungan, Komentar Undang-Undang Hak Tanggungan dan Sejarah Terbentuknya, Mandar Maju, Bandung, 1996, hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
banyaknya adopsi asas dan prinsip hukum Barat dalam UUHT, M. Isnaeni
47
,
berpendapat bahwa melekatkan begitu saja sifat-sifat unggul hipotik ke dalam Hak Tanggungan, untuk kemudian dipakai sebagai dalil guna menyingkirkan lembaga jaminan hipotik yang telah ratusan tahun mengabdi, sungguh masih memerlukan suatu penjelasan objektif yang dapat dipertanggung jawabkan. Meskipun demikian dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan diposisikan lebih baik daripada saat berlakunya hipotik dan credietverband. Adapun hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan menurut Pasal 4 ayat (1) UUHT adalah (a) Hak Milik; (b) Hak Guna Usaha; (c) Hak Guna Bangunan. Selain hak-hak atas tanah sebagaimana disebut di atas, Hak Pakai atas Tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan. Roscoe Pond dalam bukunya Scope and Purpose of Sociological Jurisprudence,48 menyebutkan ada beberapa kepentingan yang harus mendapat perlindungan atau dilindungi oleh hukum, yaitu : Pertama, kepentingan terhadap negara sebagai suatu badan yuridis, Kedua, kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan sosial, Ketiga, kepentingan terhadap perseorangan terdiri dari pribadi, hubungan-hubungan domestik, kepentingan substansi. Dari pendapat Roscoe Pond tersebut, dapat dilihat bahwa sangat diperlukannya suatu perlindungan hukum
47 48
M. Isnaeni, Op.Cit, hal. 41. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal.298.
Universitas Sumatera Utara
terhadap kepentingan perseorangan, karena dengan adanya perlindungan hukum akan tercipta suatu keadilan. 2. Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.49 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi operasional.50 Kerangka Konsep mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.51 Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu, dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam penulisan hukum ini, maka istilah-istilah berikut diartikan sebagai berikut : 1.
Kredit adalah penyediaan dana yang dapat berupa uang atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan bunganya, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
49
Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989, hal. 34. Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Jakarta, 1998, hal. 3. 51 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 7. 50
Universitas Sumatera Utara
2.
Kredit Sindikasi adalah suatu bentuk peminjaman dana atau penyaluran dana dari dua bank atau lebih lembaga keuangan non bank kepada subjek hukum (orang-perorangan ataupun badan hukum).
3.
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya satu orang atau lebih.
4.
Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
5.
Kreditor adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu.
6.
Debitor adalah pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu.
7.
Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah dan akta pemberian kuasa pembebanan Hak Tanggungan.
Universitas Sumatera Utara
8.
Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.
9.
Pemberi Hak Tanggungan adalah orang-perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan.
10. Pemegang Hak Tanggungan adalah perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. 11. Hak Istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditor sehingga tingkatan kreditor tersebut lebih tinggi daripada tingkatan kreditor lainnya. G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian normatif, yang dalam hal ini peneliti dituntut untuk mengkaji kaedah hukum yang berlaku. Hasil dari kajian ini bersifat deskriptif analisis. Seperti yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, bahwa penelitian
deskriptif analisis adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat
gambaran atau lukisan secara sistematik, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki.52
52
Soerjono Soekamto, Metodologi Research, Andi Offset, Yogyakarta, 1998, hal 3.
Universitas Sumatera Utara
2. Jenis Penelitian Metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif
53
, yaitu dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang
relevan dengan tema penelitian, meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa permasalahan yang dibahas 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek penelitian ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder 54
. Selanjutnya untuk melengkapi dan memperoleh kerangka teoritis sehingga dapat
dijadikan landasan dalam proses penulisan tesis ini, penulis menggunakan beberapa data sekunder yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, antara lain berupa : peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian Kredit Sindikasi, Hukum Perbankan, Hak Tanggungan, dan sebagainya. 53
Penelitian Hukum Normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 13. 54 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 121.
Universitas Sumatera Utara
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, antara lain berupa : buku atau literatur, tulisan atau pendapat para pakar yang dituangkan dalam makalah-makalah (artikel) tentang Hukum Perbankan, akta otentik yang berhubungan dengan Perbankan, dan dokumendokumen lain yang terkait dengan pembahasan yang akan ditulis yang diperoleh dari instansi-instansi atau lembaga-lembaga terkait baik secara langsung ke instansi atau lembaga tersebut, maupun melalui website atau internet. c. Bahan hukum tertier, merupakan data yang diperoleh dari kamus, baik kamus Hukum, maupun kamus Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. 4. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : 1. Studi dokumen/kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer meliputi segala jenis peraturan perundangundangan (hukum normatif) yang terkait dengan masalah yang sedang diteliti. Bahan hukum sekunder meliputi pendapat para pakar hukum yang bersumber pada buku-buku berisi teori yang ditulis oleh pakar hukum. 2. Wawancara (interview), yang dibantu dengan pedoman wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara secara langsung kepada narasumber yakni : a. Pejabat/Staff Bank; b. Notaris/PPAT.
Universitas Sumatera Utara
5. Analisis Data Setelah diperoleh data sekunder yakni berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maka dilakukan inventarisir dan penyusunan secara sistematik, kemudian diolah dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif, sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan menggunakan logika berpikir deduktif. Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul baik melalui wawancara yang dilakukan, inventarisasi karya ilmiah, peraturan perundang-undangan, yang berkaitan dengan judul penelitian baik media cetak dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya untuk mendukung studi kepustakaan. Kemudian baik data primer maupun data sekunder dilakukan analisis penelitian secara kuantitatif dan untuk membahas lebih mendalam dilakukan secara kualitatif, setelah selesai pengolahan data baru ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat menjawab segala permasalahan hukum yang ada dalam tesis ini.
Universitas Sumatera Utara