BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air dalam Bahan Makanan Sampai sekarang belum diperoleh suatu istilah yang tepat untuk air yang terdapat dalam bahan makanan. Istilah yang umumnya dipakai hingga sekarang ini adalah “air terikat” (bound water). Walaupun sebenarnya istilah ini kurang tepat, karena keterikatan air dalam bahan berbeda-beda, bahkan ada yang tidak terikat. Karena itu, istilah “air terikat” ini dianggap sebagai suatu sistem yang mencakup air yang mempunyai derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan (Winarno, 1989). Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe. Tipe I, adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan molekulmolekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein, atau garam. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat dalam arti sebenarnya. Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air jenis ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan a w (water activity). Bila sebagian air tipe II dihilangkan, pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang merusak bahan makanan seperti reaksi browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak akan dikurangi. Jika air tipe II dihilangkan
Universitas Sumatera Utara
seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar antara 3 − 7%, dan kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh. Tipe III, adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering kali disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air tipe III ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12 − 25% dengan a w (water activity) kira-kira 0,8 tergantung dari jenis bahan dan suhu. Tipe IV, adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh (Sudarmadji, 1986; Winarno, 1989). Selain tipe-tipe air seperti disebutkan di atas, air dibedakan pula menjadi air ambisi dan air Kristal. Air ambisi merupakan air yang masuk ke dalam bahan pangan dan akan menyebabkan pengembangan volume, tetapi air ini tidak merupakan komponen penyusun bahan tersebut. Misalnya air dengan beras bila dipanaskan akan membentuk nasi, atau pembentukan gel dari bahan pati. Air kristal adalah air terikat dalam semua bahan, baik pangan maupun nonpangan yang berbentuk Kristal, seperti gula, garam, CuSO 4 , dan lain-lain (Winarno, 1989). Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan a w , yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai a w minimum agar dapat tumbuh dengan
Universitas Sumatera Utara
baik, misalnya bakteri a w : 0,90; khamir a w: 0,80 − 0,90; kapang a w : 0,60 − 0,70. (Winarno, 1989). Air murni mempunyai nilai a w = 1,0. Jenis mikroorganisme yang berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya. Bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak hanya dalam media dengan nilai a w tinggi (0,91), khamir membutuhkan nilai a w lebih rendah (0,87 − 0,91), kapang lebih rendah lagi (0.80 − 0.87) (Buckle, 1985). A w yang sama bergantung pada macam bahannya. Pada kadar air yang tinggi belum tentu memberikan a w yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini dikarenakan munkin bahan yang satu disusun oleh bahan-bahan yang mudah mengikat air sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini mempunyai a w yang rendah (Sudarmadji, 1989). Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (a w) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi a w pada umumnya makin banyak bakteri yang dapat tumbuh sementara jamur tidak menyukai a w yang tinggi (Christian, 1980). Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran padi, ikan asin, pembuatan dendeng, dan lain sebagainya. Pada bahan yang berkadar air tinggi, susu misalnya, dilakukan evaporasi atau penguapan. Pembuatan susu kental pada prinsipnya
Universitas Sumatera Utara
adalah mengurangi kadar air dengan cara dehidrasi. Pada pengeringan bahan makanan ini, terdapat 2 tingkat kecepatan penghilangan air. Pada awal pengeringan, kecepatan jumlah air yang hilang per satuan waktu tetap, kemudian akan terjadi penurunan kecepatan penghilangan air per satuan waktu. Hal ini berhubungan dengan jenis air yang terikat dalam bahan (Winarno, 1989).
2.2 Air dalam Mie Instant Persyaratan mutu SNI tentang mie instant meliputi keadaan (tekstur, aroma, rasa, warna normal/dapat diterima); benda asing tidak ada; kadar air (proses penggorengan maksimal 10,0% b/b, proses pengerigan maksimal 14,5 % b/b); kadar protein (mi dari terigu minimal 8,0%, mi dari bukan terigu minimal 4,0% b/b) bilangan asam maksimal 2 mg KOH/g minyak (SNI, 2000). Sedangkan menurut Quality Control di PT. Indofood kadar air maksimal dalam mie instant adalah 3,5%.
2.3 Kerusakan Mikroorganisme Karena Pemanasan Pengaruh panas dari yang mematikan terhadap mikroorganisme digunakan untuk mengawetkan makanan lama sebelum pembusukan makanan oleh mikroorganisme ditemukan oleh Nicholas apert dalam tahun 1810. Kebanyakan makanan yang diolah dengan pemanasan dianggap telah steril secara komersial yaitu makanan telah diproses dengan pemanasan untuk membinasakan semua mikroorganisme yang mampu mengakibatkan kerusakan pada kondisi penyimpanan yang normal. Banyak makanan yang diolah dengan pemanasan mengandung
Universitas Sumatera Utara
organisme-organisme yang masih hidup (seperti spora-spora bakteri thermofilik) dan menyebabkan sifat-sifat organoleptik dan gizi makanan biasanya rusak, maka perlakuan panas pada yang makanan untuk mencapai sterilisasi komersial atau pasteurisasi komersial hanya sampai tingkat yang dibutuhkan (Buckle, 1985). Mikroorganisme perkembangbiakkannya.
membutuhkan Jika
kadar
air
air
untuk
pangan
pertumbuhan
dikurangi,
dan
pertumbuhan
mikroorganisme akan diperlambat dan Pengeringan akan menurunkan tingkat aktivitas air (Syamsir, 2008).
2.4 Penentuan kadar Air Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105 − 110oC selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain pemanasan dilakukan di dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H 2 SO 4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan. Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile) seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi dengan pelarut tertentu, misalnya toluen, xilol, dan heptana yang berat jenisnya lebih rendah daripada air. Contoh (sample) dimasukkan
Universitas Sumatera Utara
dalam tabung bola (flask), kemudian dipanaskan. Air dan pelarut menguap, diembunkan, dan jatuh pada tabung Aufhauser yang berskala. Air yang mempunyai berat jenis lebih besar ada dibagian bawah, sehingga jumlah air yang diuapkan dapat dilihat pada skala tabung Aufhauser tersebut. Untuk bahan pangan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan refraktometer di samping menentukan padatan terlarutnya pula. Dalam hal ini, air dan gula dianggap sebagai komponen-komponen yang mempengaruhi indeks refraksi (Winarno, 1984). Di samping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia untuk menentukan kadar air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan bahan yang akan diperiksa. Cara ini dipergunakan untuk bahan-bahan seperti sabun, tepung, kulit, bubuk biji panili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dengan titrasi langsung dari bahan basah dengan larutan iodin, sulfur dioksida, dan piridina dalam metanol. Perubahan warna menunjukkan titik akhir titrasi (Sudarmadji, 1989; Winarno, 1984). Menurut Sudarmadji (1989), kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain: metode pengeringan, metode destilasi, metode kimia, metode fisis dan lain-lain.
2.4.1 Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan menggunakan oven (lihat lampiran 2 hal 23). Kemudian menimbang bahan sampai
Universitas Sumatera Utara
berat konstan yang berarti semua air sudah diuapakan. Cara ini relatif mudah dan murah (Sudarmadji, 1989). Kelemahan cara ini adalah: − Bahan lain di samping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain. − Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya. − Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan. Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan dipeoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya (Sudarmadji, 1989). Untuk bahan-bahan yang mempunyai kadar gula tinggi, pemanasan dengan suhu 100o C dapat mengakibatan terjadinya pergerakan pada permukaan bahan. Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis daripada
bahan asalnya. Oleh karena itu
selama pendinginan sebelum
penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air. Penyerap air/uap air ini dapat menggunakan kapur aktif; asam sulfat; silika gel; aluminium oksida; kalium klorida; kalium hidroksida; kalium sulfat atau barium oksida. Silika gel
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan sering diberi warna guna memudahkan apakah bahan tersebut sudah jenuh dengan air atau belum. Bila sudah jenuh akan berwarna merah muda dan bila dipanaskan menjadi kering berwarna biru (Sudarmadji, 1989).
2.4.2 Penentuan Kadar Air Cara Destilasi Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan “pembawa” cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluen, xilem, benzen, tetrakhlorethilen dan xilol. Cara penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia sebanyak 75 – 100 ml pada sampel yang diperkirakan mengandung air sebanyak 2 – 5 ml, kemudian dipanaskan sampai mendidih. Uap air dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam tabung penampung. Karena berat jenis air lebih besar daripada zat kimia tersebut maka air akan berada dibagian bawah pada tabung penampung. Bila pada tabung penampung dilengkapi skala maka banyaknya air dapat diketahui langsung. Alat yang dipakai sebagai penampung ini antara lain tabung strak dean dan sterling bidwell atau modifikasinya (Sudarmadji, 1989). Cara destilasi ini baik untuk menentukan kadar air dalam zat yang kandungan airnya kecil yang sulit ditentukan dengan cara thermogravimetri. Penentuan kadar air cara ini hanya memerlukan waktu ± 1 jam. Dengan cara destilasi terjadinya
oksidasi senyawa lipid maupun dekomposisi senyawaan
menjadi gula dapat dihindari sehingga penentuannya lebih tepat. Untuk bahan yang
Universitas Sumatera Utara
mengandung gula dan protein yang tinggi sering ditambahkan serbuk asbes ke dalam bahan. Hal ini untuk mencegah terjadinya superheating yang dapat menimbulkan dekomposisi bahan tersebut. Untuk memperluas permukaan kontak dengan cairan kimia yang digunakan untuk memperlancar terjadinya destilasi dapat ditambahkan tanah diatomen pada bahan yang telah ditumbuk halus sebelum destilasi (Sudarmadji, 1989).
2.4.3 Metode Kimiawi Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi yaitu antara lain: 2.4.3.1 Cara Titrasi Karl Fischer (1935) Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan iodin dalam metanol. Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Metanol dan piridin digunakan untuk melarutkan iodin dan sulfur dioksida agar reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan metanol akan mengikat asam sulfat yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat. Selama masih ada air dalam bahan, iodin akan bereaksi, tetapi begitu air habis, maka iodin akan bebas. Pada saat timbul warna iodin bebas ini, titrasi dihentikan. iodin bebas ini akan memberikan warna kuning coklat. Untuk memperjelas pewarnaan maka dapat ditambahkan metilin biru dan akhir titrasi akan memberikan warna hijau (Sudarmadji, 1989). Tahapan reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut: I 2 + SO 2 + 2 C 6 H 5 N → C 6 H 5 N. I 2 + C 6 H 5 N. SO 2
Universitas Sumatera Utara
C 6 H 5 N. I 2 + C 6 H 5 N. SO 2 + C 6 H 5 N + H 2 O → 2(C 6 H 5 N. HI) + C 6 H 5 N. SO 3 C 6 H 5 N. SO 3 + CH 3 OH → C 6 H 5 N (H)SO 4 CH 3 I 2 dengan metilen biru akan berubah warnanya menjadi hijau. Dalam pelaksanaannya titrasi harus dilakukan dengan kondisi bebas dari pengaruh kelembaban udara. Untuk keperluan tersebut dapat dilakukan dalam ruang tertutup. Cara titrasi Karl Fischer ini telah berhasil dipakai untuk penentuan kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula, madu dan bahan makanan yang dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan harga yang tepat dan dikerjakan cepat. Tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg (Sudarmadji, 1989).
2.4.3.2 Cara Kalsium Karbid Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas asetilin. Cara
ini sangat tepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah
asetilin yang terbentuk dapat diukur dengan berbagai cara: − Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan sesudah reaksi ini selesai. Kehilangan bobotnya merupakan berat asetilin. − Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan tertutup dan mengukur volumenya. Dengan volume yang diperoleh tersebut dapat diketahui banyaknya asetilin dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan.
Universitas Sumatera Utara
− Dengan mengukur tekanan gas asetilin yang terbentuk jika reaksi dikerjakan dalam ruang tertutup. Dengan mengetahui tekanan dan volume asetilin dapat diketahui banyaknya dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan. − Dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga sehingga dihasilkan tembaga asetilin yang dapat ditentukan secara gravimetri atau volumetri atau secara kolorimetri. Reaksi yang terjadi selama pencampuran dapat dituliskan sebagai berikut: CaC 2 + H 2 O → CaO + C 2 H 2 Tiap 1 grol gas asetilin berasal dari 1 grol air. Volume 1 grol gas asetilin dianggap sama dengan gas ideal yaitu 22,4 liter. Ketelitiannya tergantung pada pencampuran atau interaksi karbid dengan bahan. Cara tersebut telah berhasil untuk menentukkan kadar air dalam tepung, sabun, kulit, biji panili, mentega dan air buah. Penentuan kadar air cara ini dapat dikerjakan sangat singkat yaitu berkisar 10 menit (Sudarmadji, 1989).
2.4.3.3 Cara Asetil khlorida Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil klorida dan air menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Asetil klorida yang digunakan dilarutkan dalam toluol dan bahan didispersikan dalam piridin (Sudarmadji, 1989). Reaksi yang terjadi dapat dituliskan berikut: H 2 O + CH 3 COCl → CH 3 COOH + HCl
Universitas Sumatera Utara
Cara ini telah berhasil dengan baik untuk penentuan kadar air dalam bahan minyak, mentega, margarin, rempah-rempah dan bahan-bahan yang berkadar air sangat rendah (Sudarmadji, 1989).
2.4.4 Metoda Fisis Menurut Sudarmadji (1989), ada beberapa cara penentuan kadar air cara fisis ini antara lain: − Berdasarkan tetapan dielektrikum − Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistansi − Berdasarkan resonansi nuklir magnetik
2.5 Penetapan Susut Pengeringan Prosedur ini digunakan untuk penetapan jumlah semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu. Jika dalam monografi susut pengeringan ditetapkan dengan analisis termogravimetri, gunakan timbangan analitik yang peka (Dirjen POM, 1994).
Universitas Sumatera Utara