BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Petis Udang Hingga saat ini dikenal tiga jenis petis, yaitu petis udang (umumnya berwarna coklat kehitaman), petis ikan (berwarna hitam) dan petis daging (berwarna coklat muda). Berdasarkan pengalaman diketahui bahwa jenis bahan baku tidak terlalu berpengaruh terhadap cita rasa petis yang dihasilkan. Petis adalah komponen dalam masakan Indonesia yang dibuat dari produk sampingan pengolahan makanan berkuah (biasanya dari pindang, kupang atau udang) yang dipanasi hingga cairan kuah menjadi kental seperti saus yang lebih padat. Dalam proses selanjutnya, petis ditambah karamel gula batok. Ini meyebabkan warnanya menjadi coklat pekat dan rasanya manis. (Petis., 2007) Petis udang adalah ekstrak udang yang dikentalkan dengan tambahan beberapa macam bahan untuk memberi rasa, warna, dan konsistensi yang menarik. Umumnya terbuat terbuat dari daging udang atau limbah udang (kepala dan kulit udang) yang sengaja direbus untuk diambil sarinya (ekstrak yang mengandung asam amino, vitamin, mineral, dan komponen cita rasa. (Astawan, Made., 2005) 2.1.1. Bahan Baku Petis Udang Cita rasa petis lebih ditentukan oleh jenis bumbu yang digunakan. Apabila bumbu yang digunakan sama, walaupun bahan bakunya berbeda, akhirnya akan menghasilkan petis dengan cita rasa yang hampir sama satu sama lain
4
5
Bahan baku utama jenis petis udang adalah daging atau limbah udang dan gula merah. Bahkan bahan baku tambahannya berupa bawang putih, cabai, merica, gula pasir, tepung beras/tepung tapioca/kanji/tepung arang kayu, garam dapur, dan air. (Astawan, Made., 2005) 2.1.2. Peralatan yang digunakan Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan petis sangat sederhana dan lazim digunakan di rumah tangga biasa. Alat yang penting ialah belanga, yaitu panci lebar yang terbuat dari tanah liat. Alat ini disukai karena memiliki sifat pengantar panas yang rendah dan porous (berpori-pori). Dalam pembuatan petis diperlukan pemanasan rendah dalam waktu cukup lama, sehingga secara perlahan akan menghasilkan adonan petis yang kental dan elastis. Dengan menggunakan belanga, pemanasan rendah dapat terjadi secara menyeluruh. Adanya pori-pori pada seluruh dinding belanga menyebabkan penguapan tidak hanya terjadi pada permukaan adonan yang menempel pada dinding belanga. Apabila digunakan wajan atau panci alumunium, akan terdapat banyak bagian yang hangus dan petis yang dihasilkan menjadi kasar dan berair (lembek). Hal ini disebabkan alumunium memiliki sifat pengantar panas yang baik, tetapi tidak porous. (Astawan, Made., 2005) 2.1.3. Proses Pembuatan Petis Udang Selengkapnya proses pembuatan petis yaitu: Mula-mula kepala/daging/ kulit udang harus dicuci bersih. Setelah dicuci, diberi air dengan perbandingan tertentu. Kemudian dimasak atau direbus, biasanya selama 3 sampai 6 jam. Selanjutnya dilakukan pemerasan untuk mengambil sarinya dan ampasnya
6
dibuang. Sari udang tersebut di masukkan ke dalam belanga kemudian dimasak, sambil diaduk-aduk sampai agak kental. Setelah itu dilakukan penambahan gula, sedikit garam, bawang putih, cabai, dan merica. Selain gula, di beberapa daerah juga ada yang menambahkan tepung tapioca dan tepung arang kayu atau arang jerami dalam pembuatan petis. Arang ini berguna untuk mencegah timbulnya bau tengik pada petis. Perebusan dilakukan sampai adonan mengental kira-kira selama 3 jam, yang ditandai dengan pengadukan yang terasa berat atau apabila dijatuhkan dari sendok pengaduk, cairan tidak meluncur tetapi menetes (tetes demi tetes). Petis merupakan produk saus kental yang elastis sangat cocok dikemas dengan botol atau stoples yang bermulut besar. Sebelum digunakan, botol-botol pengemas tersebut harus disterilisasi terlebih dahulu. (Astawan, Made., 2005) 2.1.4. Ciri-ciri petis yang baik Ciri-ciri petis udang yang baik adalah berwarna cerah (tidak kusam), umumnya coklat kehitaman, berbau sedap, kental, tetapi sedikit lebih encer dari pada margarine. Petis terlalu liat dapat dicurigai terlalu banyak mengandung tepung kanji. (Astawan, Made., 2005) Cita rasa gurih pada petis berasal dari dua komponen utama yaitu dari peptide dan asam amino yang terdapat pada ekstrak serta dari komponen bumbu yang digunakan. Asam amino glutamat pada ekstrak merupakan asam amino yang paling dominan menentukan rasa gurih. Sifat asam glutamate yang ada pada ekstrak ikan, udang, dan daging sama dengan asam glutamate yang terdapat pada monosodium glutamate (MSG) yang berbentuk bubuk penyedap rasa. (Astawan, Made., 2005)
7
2.1.5. Kandungan gizi petis udang Komposisi gizi pada petis udang sangat bervariasi sekali, tergatung pada bahan baku yang digunakan dan cara pembuatannya. Penambahan gula dan tepung dalam proses pembuatannya menyebabkan cukup tingginya kadar karbohidrat pada petis yaitu sekitar 20-40 g per 100 g. Kandungan mineral yang cukup berarti pada petis terdapat kalsium, fosfor dan zat besi, masing-masing sebanyak 37, 36 dan 3 mg per 100 g. (Astawan, Made., 2.005)
2.2. Bakteri Batang Gram negatif 2.2.1. Gambaran umum Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata, tetapi dengan bantuan mikroskop, mikroorganisme tersebut akan nampak. Ukuran bakteri berkisar antara panjang 0,5 sampai 10 mikron dan lebar 0,5 sampai 2,5 mikron tergantung dari jenisnya. (Buckle dkk., 1987) Bakteri batang gram negatif adalah bakteri yang berbentuk batang yang zat lipidnya akan larut selama pencucian dengan alkohol, pori-pori pada dinding sel akan membesar, permeabilitas dindng sel menjadi besar, sehingga zat warna yang sudah diserap mudah lepas dan kuman menjadi tidak berwarna. Hal ini disebabkan karena dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks dibanding bakteri gram positif. Perbedaan utamanya adalah adanya lapisan membran
luar,
yang
meliputi
peptidoglikan.
Kehadiran
membrane
ini
menyebabkan dinding sel bakteri gram negatif kaya akan lipid. Lapisan membran luar (outer wall layer) pada bakteri gram negatif mempunyai stuktur sebagai unit
8
membran. Perbedaannya adalah lapisan itu tidak hanya terdiri dari fosfolipid saja seperti membran plasma, tetapi juga mengandung lipid lainnya, polisakarida, dan protein. Lipid dan polisakarida berhubungan erat dan membentuk stuktur khas yang dinamakan lipopolisakarida atau LPS. Lipopolisakarida terdiri dari tiga bagian yaitu lipid A, core, dan oligosakarida (antigen O yang berperan sebagai patogenitas. (Fardiaz, Srikandi., 1992)
2.2.2. Jenis-jenis bakteri batang gram negatif. 2.2.2.1. Escherichia coli Escherichia coli adalah suatu bakteri gram negatif berbentuk batang yang termasuk dalam group Enterobacteriaeceae. Escherichia coli merupakan suatu bakteri koliform, kuman ini digambarkan habitatnya pada saluran pencernaan dan dapat pula dijumpai pada tanah, sampah, air, makanan dan minuman dan lain-lain. Strain tertentu dari Escherichia coli memproduksi polipeptida bakterisidal yang disebut colicin. (Bonang., 1979) Berdasarkan sifat serologisnya, Escherichia coli dapat dibedakan antigennya menjadi 3 yaitu: 1) Antigen O (Somatik) yang bersifat tahan panas atau termostabil, 2) Antigen H (Flagel) yang bersifat tidak tahan panas atau termolabil, rusak pada suhu 100º C, 3) Antigen K (Kapsul) atau envelope antigen. (Anonim., 1989) Terdapat beberapa strain dari Escherichia coli yang pathogen pada manusia dan menyebabkan diare, bateri ini diklasifikasikan oleh ciri-ciri khas sifat-sifat virulensinya, yaitu:
9
Escherichia coli Enteropatogenik adalah penyebab utama dari diare pada bayi, khususnya di Negara berkembang (Suharyono, 1991). Escherichia coli strain EPEC masuk dan melekat ke dalam sel mukosa usus kecil. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare cair, yang biasanya sembuh sendiri tetapi dapat juga menjadi kronik. (Jawezt, E, dkk., 1996) Escherichia coli Enteroxigenk (ETEC) bersifat pathogen pada penyakit diare yang menyerang manusia. Escherichia coli Enterotoxigenik. Menghasilkan Enterotoxin yang tahan panas yang mengakibatkan diare ringan, khususnya pada anak-anak. (Jawezt, E, dkk., 1996) Escherichia coli Enterohemorragik (EHEC) berhubungan dengan penyakit colitis hemorrhagic yaitu bentuk diare yang berat dengan sindroma uremia hemolitik mikroangipatik dan trombositopenia. Banyak kasus hemorrhagic dan komplikasinya dapat dicegah dengan memasak daging sapi sampai matang (Jawezt, E, dkk.,1996) Escherichia coli Enteroinvansif (EIEC). Beberapa strain dari EIEC ini diketahui dapat menyebabkan diare berdarah dan berinvasi ke sel epitel mukosa usus besar. Seperti organisme lain yang bersifat invasif, EIEC ini sering juga terdapat dalam tinja yang penuh dengan leukosit dan eritrosit (Jawezt, E, dkk., 1996) Escherichia coli Enteroagregatif (EAEC) menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di negara-negara berkembang. Sangat sedikit yang diketahui mengenai faktor virulensi EAEC dan epidemologi penyakit yang disebabkannya. (Jawezt, E, dkk., 1996)
10
2.2.2.2. Salmonella Salmonella adalah jenis bakteri gram negatif, berbentuk batang bergerak serta mempunyai tipe metabolisme yang bersifat fakultatif anaerob. Termasuk kelompok bakteri Enterobacteraiceae. Sejumlah 2000 tipe Salmonella telah dibedakan secara serologis dan diberi nama khusus. Misalnya, Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi penyebab demam typhus. Salmonella typhimurium, Salmonella agona, Salmonella panama adalah sebagian kecil dari berbagai jenis mikroorganisme penyebab keracunan bahan pangan tipe gastroenteritis yang sudah lama dikenal. (Buckle, dkk., 1987) Terinfeksinya manusia oleh Salmonella hampir disebabkan selalu mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi kuman tersebut. Infeksi gastroenteristis Salmonella 4 – 8 jam setelah makan makanan yang tercemar oleh Salmonella, dengan gejala – gejala timbul rasa sakit perut yang mendadak dengan diare encer/berair, kadang –kadang dengan lendir atau darah, sakit kepala, mual, muntah , demam suhu 38 - 39º C sering terjadi. Genus Salmonella mempunyai tiga macam antigen yaitu: 1) Antigen O (Somatik),Antigen ini merupakan bagian dari dinding sel bakteri. Tahan terhadap pemanasan 100° C, alkali dan asam. Antigen O terdiri dari lipopolisakaria bila disuntikkan pada hewan akan merangsang pembentukkan antibody terhadap antigen O terutama yang berbentuk Ig., 2) Antigen H (Flagel), Antigen H merupakan protein yang disebut flagelin, bersifat termolabil dan rusak pada pemanasan 60º C, oleh alkohol dan asam. Antigen H ditemukan dalam dua fase: fase spesifik dan non spesifik. Organisme cenderung berubah dari satu fase ke
11
fase yang lain, ini dinamakan variasi fase., 3) Antigen Vi, Antigen ini merupakan antigen envelope dan terdapat pada permukaan luar bakteri terdiri dari polisakarida yang bersifat termostabil. Kuman yang mempunyai antigen Vi bersifat virulen. (Jawezt, E, dkk., 1992)
2.2.2.3. Proteus Proteus termasuk dalam famili enterobateriaceae, bakteri bentuk batang, Gram negatif tidak berspora, tidak berkapsul, berflagel peritrik, kuman berukuran 0,4 – 0,8 µm x 1,0 – 3,0 µm, Proteus termasuk dalam bakteri non laktosa fermenter, bersifat fakultatif aerob/anaerob. Proteus sp mengeluarkan bau yang khas dan swarming pada media BAP. Proteus sp menunjukkan pertumbuhan menyebar pada suhu 37° C. proteus sp membentuk asam dan gas dari glukosa sifatnya khas antara lain mengubah fenil alanin menjadi asam fenil alanin piruvat atau PAD dan menhidrolisa urea dengan cepat karena ada enzim urease. Pada TSIA bersifat alkali asam dengan membentuk H2S. Proteus termasuk bakteri patogen, menyebabkan infeksi saluran kemih, atau kelainan bernanah seperti abses, infeksi luka. Proteus sp ditemukan sebagai penyebab diare pada anak–anak dan hanya menimbulkan infeksi pada manusia. (Jawezt, E, dkk., 1992)
12
2.2.2.4. Vibrio sp Vibrio adalah bakteri batang bengkok, atau batang lurus. Gram negatif, aerob, bakteri ini dapat bergerak karena mempunyai flagel monotrik. Pada isolasi pertama bakteri membentuk batang gemuk, kemudian batang bengkok kira – kira 2 – 4 µ panjangnya dan sangat aktif bergerak dengan satu flagel kutub. Bakteri ini tidak membentuk spora, pada biakan Mac Concey Vibrio membentuk koloni konvec, halus dan bergranula pada cahaya. Sedangkan pada media TCBS koloni bulat halus, 1 – 3 mm, serta mukoid. (Jawezt, E, dkk., 1991) Manusia dalam keadaan lemah, Vibrio cholera akan bersifat pathogen. Cholera bukan infeksi yang infasif. Organisme ini tidak mencapai peredaran darah, tetapi terlokalisasi dalam saluran pencernaan. Bakteri ini berkembangbiak dalam ephitel superficial, mengeluarkan toksin cholera yang kemungkinan mussinase dan endotoksin. Toksin cholera diabsorbsi ke sel–sel ephitel gangliosida dan merangsang hipersekresi air pada semua usus halus sambil menghambat absorbsi natrium. Akibatnya diare, dehidrasi, asidosis, shock, dan kematian. Vibrio parahaemolyticus menyebabkan keracuanan akut dengan diare hebat setelah menyantap makanan laut yang terkontaminasi oleh vibrio. Bakteri ini sering mencemari makanan hasil laut , karena bakteri ini termasuk bakteri halofilik (tahan hidup pada lingkungan kadar garam tinggi). Penularan infeksi dapat terjadi lewat air, makanan dan hubungan antar manusia.
13
2.3. Kontaminasi Makanan Kontaminasi makanan yaitu terdapatnya bahan atau mikroorganisme berbahaya dalam makanan secara tidak sengaja. Kontaminasi makanan dapat menimbulkan efek merugikan antara lain sakit dan perlukaan akut, sangat kronis bahkan kematian bagi yang mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi mikroba. Kontaminasi mikroba di dalam makanan sering dihubungkan dengan keracunan makanan. Korban yang terkena keracunan makanan dapat terjadi dimana saja dan tidak memandang usia serta menimpa banyak orang. Selain itu, kasus keracunan makanan sangat erat kaitannya dengan sanitasi pangan dan higienis. Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya mikroba pembusuk dan patogen dalam makanan. Mikroorganisme hidup yang mengkontaminasi makanan akan berkembang di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Waktu antara konsumsi makanan terkontaminasi dengan timbulnya gejala penyakit, baik infeksi maupun keracunan disebut dengan waktu inkubasi. (Hiasinta, A. P., 2001) Keracunan makanan oleh mikroba dapat dibagi menjadi dua yaitu intoksikasi dan infeksi. Intoksikasi terjadi karena mengkonsumsi makanan yang telah mengandung toksin yang diproduksi oleh mikroba baik bakteri maupun kapang. Beberapa bakteri yang dapat menyababakan keracunan makanan adalah Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas cocovenenans. Infeksi terjadi bila seseorang setelah mengkonsumsi makanan atau minuman yang
14
mengandung mikroba patogen dan terjadi gejala-gejala penyakit. Contonya Salmonella, Escherichia coli, dan Clostridium prefringrns. (Sinaga, Siti Morin., 2004) Petis dikatagorikan sebagai makanan semi basah yang mempunyai kadar air sekitar 10-40 persen, nilai aw (aktifitas air) 0,65-0,90 dan mempunyai tekstur plastis. Kerusakan pada petis biasanya disebabkan oleh jamur maupun bakteri. Hal ini disebabakan karena produk petis tidak ditangani, diolah, disimpan, didistribusikan dan di pasarkan dengan cara dan alat yang tidak higienis dan saniter.