II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikroalga Mikroalga merupakan organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan produsen primer perairan yang mampu berfotosintesis dengan bantuan air (H2O), CO2 dan sinar matahari yang dapat mengubah energi kinetik menjadi energi kimiawi. Mikroalga berfotosintesis untuk menghasilkan biomassa seperti layaknya tumbuhan tingkat tinggi lainnya. Habitat hidup mikroalga adalah di perairan atau tempat-tempat lembab. Bentuk sel mikroalga beragam, ada yang berbentuk bulat, lonjong, memanjang seperti benang, bercabang atau tidak, hingga berbentuk tidak beraturan yang hidup berkelompok dan tersebar diperairan (Wang et al., 2015). 2.2 Chaetoceros calcitrans 2.2.1 Morfologi Chaetoceros calcitrans Menurut Yamaji (1986), Chaetoceros calcitrans adalah alga yang berwarna cokelat keemasan, klasifikasi dari Chaetoceros sp. adalah sebagai berikut: Kingdom : Chrysophyta, Filum: Bacillariophyceae, Ordo : Centrales, Kelas : Chaetoceraceae, Genus: Chaetoceros, dan Spesiesnya adalah : Chaetoceros calcitrans. Chaetoceros calcitrans merupakan alga jenis diatom (Bacillariophyceae), yaitu mikroalga yang dominan di laut. Bentuk diatom dapat berupa sel tunggal atau rangkaian sel panjang, setiap sel dilindungi oleh dinding silika yang menyerupai kotak (Sachlan, 1982; Arinardi et al., 1994). Diatom memiliki
4
5
beberapa pigmen warna yakni chlorophyl a, chlorophyl c, karoten, diatomin dan fukosantin. Pigmen chlorophyl memiliki peran sebagai katalisator dalam proses fotosintesis sedangkan adanya pigmen karoten dan diatomin menyebabkan dinding sel dari Chaetoceros calcitrans berwarna cokelat keemasan. Chaetoceros calcitrans memiliki bentuk sel bulat dengan ukuran sel yang sangat kecil yakni berkisar antara 4 – 6 mikro sama seperti diatom pada umumnya (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). 2.2.2 Sifat Ekologi dan Fisiologi Chaetoceros calcitrans Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), Chaetoceros calcitrans merupakan
diatom
yang bersifat
eurythermal dan
euryhaline.
Daerah
penyebarannya meliputi muara sungai, pantai dan laut pada daerah tropis dan subtropis. Diatom ini dapat hidup pada kisaran suhu yang tinggi, pada suhu air 40oC fitoplankton ini masih dapat bertahan hidup namun tidak berkembang. Pertumbuhan optimumnya memerlukan suhu pada kisaran antara 25 - 30oC, salinitas optimal untuk pertumbuhan optimal dari Chaetoceros sp. adalah 28 – 30‰. Seperti halnya fitoplankton pada umumnya, pertumbuhan dari Chaetoceros calcitrans ini juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Intensitas cahaya yang optimum untuk pertumbuhannya adalah berkisar antara 3000 45.000 lux, dan pertumbuhannya akan menurun jika intensitas cahaya melebihi 45.000 lux. Chaetoceros calcitrans bereproduksi secara aseksual yakni dengan pembelahan sel dan seksual dengan pembentukan auxospora. Silikat memiliki peranan penting dalam
proses reproduksi fitoplankton ini sebagai bahan
pembentuk cangkang. Pembelahan sel pada diatom ini sama seperti pembelahan
6
sel diatom pada umumnya, yaitu satu sel induk yang membelah akan menghasilkan dua sel anak. Satu sel anak mendapatkan tutup kotak (epiteka) akan berkembang menyerupai ukuran sel induknya, sedangkan sel anak yang mendapatkan dasar kotak (hipoteka) akan tumbuh lebih kecil dari sel induk. Pembelahan sel ini akan terus berlanjut sampai ukuran sel semakin kecil (Djarijah, 1995). Menurut
Isnansetyo
dan
Kurniastuty
(1995),
pembelahan
sel
Chaetoceros calcitrans yang dilakukan secara terus menerus akan menyebabkan ukuran sel menjadi semakin kecil, dan sampai batas ukuran tertentu, pembelahan sel ini akan berhenti sebentar dan berganti menjadi reproduksi secara seksual melalui pembentukan auxospora yaitu isi sel (sel anak) akan keluar dari cangkang dan akan tumbuh membesar hingga ukurannya sama dengan ukuran sel induk semula dan kemudian sel ini akan melakukan reproduksi secara aseksual kembali yakni melalui pembelahan sel.
Gambar 1. Performa dari Chaetoceros calcitrans pembesaran 400x (Ismi et al., 1992).
7
2.2.3 Kegunaan Chaetoceros calcitrans Chaetoceros calcitrans memiliki peran yang besar dalam hal penyediaan pakan untuk larva khususnya larva udang dalam bidang budidaya dan perikanan. Hal tersebut dikarenakan Chaetoceros calcitrans memiliki kandungan nutrisi yang tinggi yaitu protein 35%, lemak 6,9%, karbohidrat 6,6% dan kadar abu 28% (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Selain dalam bidang budidaya dan perikanan Chaetoceros sp. juga memiliki peranan terhadap manusia. Mikroalga Chaetoceros sp. memiliki potensi tinggi sebagai penghasil senyawa-senyawa kimia bernilai ekonomi tinggi seperti asam lemak omega. Menurut Metting dan Pyne (1986) mikroalga Chaetoceros calcitrans mempunyai komponen aktif antibakteri golongan asam lemak. Mikroalga Chaetoceros
mempunyai
aktivitas
antibakteri
yang
dapat
menghambat
pertumbuhan bakteri patogen gram positif dan negatif. Mikroalga Chaetoceros calcitrans menghasilkan komponen aktif yang mempunyai aktivitas terhadap bakteri E.coli & S.aureus, serta kapang Candida albians. 2.2.4 Kultur Chaetoceros calcitrans Kultur merupakan usaha perbanyakan dengan kondisi lingkungan yang terkendali atau disesuaikan. Volume medium yang digunakan antara 0,5 L sampai dengan 3 L (skala laboratorium). Kondisi lingkungan yang dikendalikan dimaksudkan agar pertumbuhan mikroalga optimum (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
8
Kulturisasi Chaetoceros calcitrans dimulai dari kegiatan isolasi kemudian dikembangkan sedikit demi sedikit secara bertingkat. Pembudidayaan mikroalga Chaetoceros calcitrans dilakukan secara bertahap dari skala laboratorium, semi massal hingga secara massal. Pembudidayaan mikroalga skala laboratorium dilakukan untuk mempersiapkan kultur murni yang akan digunakan sebagai bibit dalam pembudidayaan skala semi massal dan akan di lanjutkan pada skala massal. Pembudidayaan mikroalga secara semi massal adalah kegiatan budidaya kultur murni mikroalga dari skala laboratorium untuk dipersiapkan pada kultur mikroalga secara massal. Pembudidayaan mikroalga secara massal dapat digunakan sebagai pakan alami yang baik untuk larva udang. Keberhasilan budidaya mikroalga sangat ditentukan oleh kemurnian, kepadatan awal, pupuk, kualitas air, intensitas cahaya, suhu, pH, dan salinitas serta sanitasi dan higienis (Achmad, 1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan suatu jenis mikroalga dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berpengaruh terhadap sifat-sifat pertumbuhan mikroalga adalah faktor genetik (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Menurut Achmad, (1993), faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan Chaetoceros calcitrans adalah sebagai berikut : 1. Intensitas Cahaya Intensitas cahaya merupakan jarak yang dapat ditembus oleh cahaya ke dalam kultur. Semakin jauh jarak yang bisa ditembus
semakin besar kemungkinan
kultur melakukan fotosintesis secara merata. Intensitas cahaya yang diperlukan tergantung pada volume kultivasi dan densitas mikroalga. Semakin tinggi densitas dan volume kultivasi semakin tinggi pula intensitas cahaya yang diperlukan.
9
Intensitas cahaya yang diperlukan untuk kultivasi pada
penelitian ini adalah
berkisar antara 3000 – 4500 lux 2. pH Chaetoceros calcitrans dapat hidup pada pH 7 - 8,5. Jika pH tidak sesuai dengan habitatnya, pertumbuhan mikroalga tersebut tidak akan berlangsung dengan normal. 3. Salinitas Salinitas optimum untuk pertumbuhan Chaetoceros calcitrans berkisar antara 28 – 30‰. 4. Kandungan Karbon dioksida (CO2) Karbondioksida merupakan gas yang terpenting bagi mikroalga. Hal ini disebabkan karena CO2 mutlak diperlukan dalam proses fotosintesis yang juga berpengaruh langsung terhadap proses pertumbuhannya. CO2 yang berlebihan akan mengakibatkan pH menurun dari batas optimum. 5. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pertumbuhan mikroalga. Hal tersebut dikarenakan semakin tingginya kenaikan suhu pada saat kulturisasi dapat meningkatkan kegiatan metabolisme dari kultur mikroalga (Slamet, 2008). Suhu optimal untuk kultivasi mikroalga Chaetoceros calcitrans antara 25 – 30oC. 6. Nutrien Dalam kultur mikroalga skala laboratorium dibutuhkan medium kultur yang sesuai untuk pertumbuhannya. Menurut Cahyaningsih, et al.,(2010) Chaetoceros calcitrans umumnya menggunakan medium air laut dengan turbiditi sama dengan
10
nol atau sangat minimal. Medium air laut yang mengandung nutrien lengkap sebagai medium tumbuh yaitu sumber nutrisi berupa makronutrien (N, P, K, S, Na, Si, Ca) dan mikronutrien (Fe,Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, B) 2.3 Pertumbuhan Mikroalga Fase pertumbuhan pada mikroalga dapat diketahui dengan melakukan pengamatan terhadap beberapa parameter pertumbuhan seperti besarnya ukuran sel dan jumlah sel. Menurut Brock and Madigan (2003), terdapat lima fase pertumbuhan mikroalga selama proses kulturisasi yang terdiri dari : 1. Fase lag Fase lag adalah fase yang terjadi sesaat setelah penambahan inokulan ke media kultur. Fase ini juga disebut fase adaptasi dimana pada fase ini kultur umumnya hanya mengalami peningkatan ukuran sel tetapi belum terjadi proses pembelahan sel. 2. Fase Eksponensial Pada fase ini diawali dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang tetap. Pada kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini akan mencapai kondisi yang maksimal. 3. Fase Deklinasi Fase ini ditandai dengan proses pembelahan sel tetap terjadi namun tidak seintensif pada fase sebelumnya, sehingga laju pertumbuhannya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan fase sebelumnya.
11
4. Fase Stasioner Pada fase ini laju pertumbuhan berbanding lurus dengan laju kematian sehingga penambahan maupun pengurangan mikroalga relatif sama, oleh karena itu kepadatan kultur menjadi tetap. 5. Fase Kematian Pada fase ini laju kematian lebih cepat dibandingkan dengan laju pertumbuhan sehingga terjadi penurunan jumlah sel pada bak kulturisasi. Penurunan kepadatan mikroalga ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi oleh suhu, intensitas cahaya, jumlah hara yang ada dan beberapa kondisi lingkungan yang lain. Kurva pertumbuhan mikroalga disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva pertumbuhan mikroalga, menunjukkan empat fase pertumbuhan a= fase lag; b= fase log; c= fase stasioner dan d= fase kematian (Brock & Madigan, 2003) 2.4 Media Kultur Mikroalga Dalam budidaya mikroalga media kultur digunakan sebagai tempat untuk tumbuh dan berkembang biak. Menurut Suriawira (BBL Lampung, 2002), susunan bahan baik bahan alami maupun bahan buatan yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan dinamakan media. Media yang digunakan dalam budidaya mikroalga berbentuk cair yang didalamnya terkandung beberapa
12
senyawa kimia yang merupakan sumber nutrient untuk keperluan hidupnya. Selanjutnya menurut Chen dan Shetty (1991), pertumbuhan dan perkembangan mikroalga memerlukan berbagai nutrien yang diabsorbsi dari luar (media). Secara garis besar kebutuhan unsur hara bagi kehidupan mikroalga dapat dibagi menjadi dua, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro (Chen dan Shetty, 1991). a. Unsur makro terdiri dari N, P, K, S, Na, Si, dan Ca. Unsur hara makro maupun mikro diberikan dalam bentuk senyawa, unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak. Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4. Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, pertumbuhan serta pembentukan sel secara vegetatif. Fosfor (P), diberikan dalam bentuk KH2PO4, berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme alga, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam amino. Unsur kalium (K) memperkuat organ alga, memperlancar metabolisme dan memperlancar
penyerapan
makanan,
unsur
sulfur
(S)
berperan
dalam
pembentukan asam amino dan vitamin, unsur kalsium (Ca) berperan membantu menyusun dinding sel, mengatur permeabilitas membran. Kalium (K), diberikan dalam bentuk KH2PO4, berfungsi untuk pemanjangan sel, memperkuat tubuh alga, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan. Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1.
13
b. Unsur mikro terdiri dari Fe, Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, Co, dan B. Unsur mikro adalah unsur hara yang diperlukan mikroalga dalam jumlah yang sedikit namun harus ada dalam media pertumbuhannya. Unsur Fe biasanya diberikan dalam bentuk senyawa FeCl3, berfungsi sebagai penyangga kestabilan pH media dan berperan dalam pembentukan klorofil. (Mn) berperan sebagai aktivator enzim, unsur (Zn) berperan sebagi aktivator enzim dan penyusun klorofil, unsur (Cu) berperan sebagai bagian enzim fenolase, laktase, dan askorbat aksidase, unsur (B) berfungsi dalam translokasi karbohidrat, sebagai aktivator dan inaktivator zat pengatur tumbuh, unsur (Cl) berperan sebagai ion yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim, (Mo) berperan dalam membentuk enzim reduktase, sintesis asam askorbat dan ikut dalam metabolisme fosfor. Magnesium (Mg) diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O berperan dalam pembentukan klorofil, pembentukan karbohidrat, lemak, vitamin, dan untuk meningkatkan kandungan fosfat serta pembentukan protein. Menurut Vonshak et al., (2004) dan Sanchez-Luna et al., (2006), kualitas kandungan nutrien pada mikroalga berkaitan dengan komposisi nutrien di media kultur dan parameter kualitas airnya. Perbedaan kualitas air dan media kultur diduga mengakibatkan perbedaan kandungan nutrisi pada mikroalga yang dihasilkannya. Hal ini berkaitan dengan kebutuhannya akan makro dan mikronutrien untuk kehidupannya. Selain itu mikroalga juga memerlukan mikronutrien
organik
berupa
unsur
vitamin
yang
mampu
menunjang
pertumbuhannya, antara lain cobalamin (B12), thiamin (B1) dan biotin (Taw, 1990 ; Andersen, 2005), serta menurut Jati et al., (2012), perbedaan media kultur berpengaruh terhadap kandungan nutrisi yang dihasilkan.