BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pembangunan Daerah Sasaran utama dari pembangunan nasional adalah meningkatkan pertumbuhan
ekonomi serta pemerataan hasil-hasilnya demikian juga ditujukan bagi pemantapan stabilitas nasional. Hal tersebut sangat ditentukan keadaan pembangunan secara kedaerahan. Dengan demikian para perencana pembangunan nasional harus mempertimbangkan aktifitas pembangunan dalam konteks kedaerahan tersebut sebab masyarakat secara keseluruhan adalah bisnis dan bahkan merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pembangunan nasional. Sehubungan dengan keterangan di atas maka perlu diuraikan pengertian pembangunan daerah seperti dikemukakan oleh Sukirno (2000) yaitu: 1. Sebagai pembangunan negara ditinjau dari sudut ruang atau wilayahnya dan dalam konteks ini istilah yang paling tepat digunakan adalah pembangunan wilayah. 2. Strategi pembangunan daerah dimaksudkan sebagai suatu langkah untuk melengkapi strategi makro dan sektoral dari pembangunan nasional. Dengan dilaksanakannya pembangunan wilayah bukanlah semata-mata terdorong oleh rendahnya tingkat hidup masyarakat melainkan merupakan keharusan dalam meletakkan dasar-dasar pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat, untuk masa yang akan datang. Dengan dilaksanakannya pembangunan daerah diharapkan
Universitas Sumatera Utara
dapat
menaikkan
taraf
hidup
masyarakat
sekaligus
merupakan
landasan
pembangunan nasional akan berhasil apabila pembangunan masyarakat berhasil dengan baik. Pada dasarnya pembangunan daerah adalah berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga, dan imbalan bagi faktor (faktor returns) dalam daerah di batasi secara jelas (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010). Dalam upaya pembangunan regional, masalah yang terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaannya. Dalam sistem wilayah mobilitas barang maupun orang atau jasa relatif lebih terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup (Sirojuzilam, 2005). Pembangunan daerah merupakan pembangungan yang segala sesuatunya dipersiapkan dan dilaksanakan oleh darerah, mulai dari perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawabannya. Dalam kaitan ini daerah memiliki hak otonom. Sedangkan pembangunan wilayah merupakan kegiatan pembangunan
yang
perencanaan,
pembiayaan,
dan
pertanggungjawabannya
dilakukan oleh pusat, sedangkan pelaksanaannya bisa melibatkan daerah di mana tempat kegiatan tersebut berlangsung (Munir, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang diterapkan di setiap daerah akan berbeda pula. Peniruan mentah-mentah terhadap pola kebijaksanaan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberi manfaat yang sama bagi daerah yang lain (Munir, 2002). Pada dasarnya pembangunan daerah dilakukan dengan usaha-usaha sendiri dan bantuan teknis serta bantuan lain-lain dari pemerintah. Dalam arti ekonomi pembangunan daerah adalah memajukan produksi pertanian dan usaha-usaha pertanian serta industri dan lain-lain yang sesuai dengan daerah tersebut dan berarti pula merupakan sumber penghasilan dan lapangan kerja bagi penduduk. Dalam strategi pembangunan wilayah aspek-aspek pokok yang penting dipecahkan adalah: di daerah-daerah mana serangkaian pembangunan selayaknya dijalankan. Untuk beberapa proyek letak daerahnya sudah khusus dan tidak dapat lagi dipindahkan, seperti proyek bendungan untuk tenaga listrik dan irigasi, proyek pertambangan dan sebagainya. Dalam rangka
pembangunan
manusia
seutuhnya
dan
pembangunan
seluruhnya masayarakat Indonesia, pembangunan daerah perlu dipacu secara bertahap. Untuk menjamin agar pembangunan daerah dapat memberikan sumbangan yang maksimal dalam keseluruhan usaha pembangunan nasional haruslah dilakukan kordinasi yang baik antara keduanya. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah harus mempertimbangkan berbagai rencana pemerintah pusat maupun di daerah lain. Sebelum
suatu
daerah
menyusun
berbagai
langkah-langkah
dalam
pembangunan daerahnya dengan demikian suatu daerah mempunyai kekuasaan yang
Universitas Sumatera Utara
lebih terbatas dalam usaha mencapai tujuan pembangunannya sebab program pembangunan daerah yang akan dilaksanakan suatu daerah tidak dapat bertentangan dengan program pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Jadi pada hakekatnya perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh sesuatu daerah merupakan pelengkap perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat yaitu membuat suatu program untuk menyebarkan proyekproyek ke berbagai daerah dengan tujuan agar penyebaran tersebut akan memberikan sumbangan yang optimal kepada usaha pemerintah untuk membangun. Namun dalam prakteknya tujuan tersebut tidak selalau tercapai karena perencanaan yang jauh dari sempurna oleh sesuatu daerah, organisasi tidak efisien, kurangnya informasi mengenai potensi daerah dan berbagai faktor lain. Sebagai akibat banyaknya kekurangan dalam merumuskan dan melaksanakan penyebaran proyek-proyek ke berbagai daerah, pemerintah daerah dengan bantuan badan perencana daerah yang bersangkutan haruslah secara aktif membantu perumusan rencana pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Dalam mewujudkan sasaran jangka panjang pembangunan, yakni menuju masyarakat yang adil dan makmur telah dilakukan berbagai upaya yang mengarah pada tercapainya cita-cita tersebut. Pembangunan daerah yang merupakan rangkaian yang utuh dari pembangunan nasional pada beberapa tahun terakhir telah mulai menunjukkan kemajuan yang berarti dalam meningkatkan kinerja dari daerah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Proses pembangunan bukan hanya ditentukan oleh aspek ekonomi semata, namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang penting dalam proses pembangunan daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan daerah disamping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi setiap daerah akan sangat bervariasi sesuai dengan potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Simanjuntak, 2003).
2.2.
Perencanaan Pembangunan Daerah Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan
geografis dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara efisien dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005). Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai upaya menghubungkan pengetahuan atau teknik yang dilandasi kaidah-kaidan ilmiah ke dalam praksis (praktik-praktik yang dilandasai oleh teori) dalam perspektif kepentingan orang banyak atau public (Nugroho dan Dahuri, 2004). Karena berlandaskan ilmiah, maka perencanaan
pembangunan
haruslah
tetap
mempertahankan
dan
bahkan
meningkatkan validitas keilmuan (scientific validity) dan relevansi kebijakannya. Didorong oleh motif ini, perencanaan pembangunan mengalami perkembangan yang cukup dinamis baik secara teoritik maupun paradigmatik (Sihombing, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Dalam upaya pembangunan regional, masalah yang terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010). Dalam perencanaan pembangunan nasional maupun dalam perencanaan pembangunan daerah, pendekatan perencanaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Pendekatan regional melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah. Jadi, terlihat perbedaan fungsi ruang yang satu dengan ruang lainnya dan bagaimana ruang itu saling berinteraksi untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang efisien dan nyaman. Perbedaan fungsi terjadi karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi, perbedaan aktivitas utama pada masing-masing ruang yang harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mendukung penciptaan pertumbuhan yang serasi dan seimbang (Tarigan, 2006). Kebijakan pembangunan wilayah merupakan keputusan atau tindakan oleh pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan. Sasaran akhir dari kebijakan pembangunan tersebut adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini
membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara keseluruhan (Tarigan, 2007). Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005). Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008). Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik
Universitas Sumatera Utara
Location Quotient (LQ), yaitu suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2007). 2.3.1. Analisis Location Quotient (LQ) Pendekatan LQ mempunyai dua kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Memperhitungkan ekspor, baik secara langsung maupun tidak lansung (barang antara). b. Metode ini tidak mahal dan dapat diterapkan pada data distrik untuk mengetahui kecendrungan. Kelebihan analisis LQ yang lainnya adalah analisis ini bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time series/trend, artinya dianalisis selama kurun waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu komoditi tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau penurunan (Tarigan, 2005). Untuk menentukan sektor basis dan non basis di Kota Tebing Tinggi digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Kota Tebing Tinggi yang menjadi pemacu pertumbuhan. Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak
Universitas Sumatera Utara
pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro (2004) dan Tarigan (2007) sebagai berikut: Perhitungan LQ menggunakan rumus sebagai: Si/S LQ = --------Ni/N Keterangan: LQ: Nilai Location Quotient Si : PDRB Sektor i di Kota Tebing Tinggi S : PDRB total di Kota Tebing Tinggi Ni : PDRB Sektor i di Provinsi Sumatera Utara N : PDRB total di Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh, yaitu: 1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kota Tebing Tinggi adalah sama dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara. 2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kota Tebing Tinggi lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di daerah Kota Tebing Tinggi lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara. Apabila nilai LQ > 1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kota Tebing Tinggi. Sebaliknya apabila nilai LQ < 1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kota Tebing Tinggi. Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah PDRB Kota Tebing Tinggidan Provinsi Sumatera Utara tahun 2005-2009 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000. 2.3.2. Analisis Tipologi Klassen Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang dapat digunakan untuk mengetahui klasifikasi sektor perekonomian wilayah Kota Tebing Tinggi. Analisis Tipologi Klassen digunakan dengan tujuan mengidentifikasi posisi sektor perekonomian Kota Tebing Tinggi dengan memperhatikan sektor perekonomian Provinsi Sumatera Utara sebagai daerah referensi. Analisis Tipologi Klassen menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut (Sjafrizal, 2008): 1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (s i ) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam
Universitas Sumatera Utara
PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (sk i ) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan s i > s dan sk i > sk. 2. Sektor maju tapi tertekan (stagnant sektor) (Kuadran II). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (s i ) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (sk i ) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan s i < s dan sk i > sk. 3. Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan s i > s dan sk i < sk. 4. Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) (Kuadran IV). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (s i ) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan sekaligus memilki nilai kontribusi sektor terhadap
Universitas Sumatera Utara
PDRB (sk i ) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan s i < s dan sk i < sk. Klasifikasi sektor PDRB menurut Tipologi Klassen sebagaimana tercantum pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Klasifikasi Sektor PDRB Menurut Tipologi Klassen Kuadran I Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) s i > s dan sk i > sk
Kuadran II Sektor maju tapi tertekan (Stagnant sector) s i < s dan sk i > sk
Kuadran III Kuadran IV Sektor potensial atau masih dapat Sektor relatif tertinggal berkembang (developing sector) (underdeveloped sector) s i > s dan sk i < sk s i < s dan sk i < sk Sumber: Sjafrizal, 2008 2.3.3. Analisis Shift Share (Shift Share Analysis) Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh dibawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya. Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam Analisis menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian
Universitas Sumatera Utara
nasional. Analisis ini bertujuan untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar. Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu dengan yang lainnya (Arsyad, 1999; Tarigan, 2007), yaitu: Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis: a. perubahan pengerjaan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan. b. Pergeseran proporsional (proportional shift) mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada sektor-sektor yang tumbuh lebih cepat daripada perekonomian yang dijadikan acuan. c. Pergeseran diferensial (differential shift) membantu kita dalam menentukan seberapa jauh daya saing sektor-sektor daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadika acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran diferensial dari suatu sektor adalah positif, maka sektor tersebut lebih tinggi daya saingnya daripada sektor yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan. Rumus dari analisis Shift Share adalah sebagai berikut (Glasson, 1990): Gj : Yjt – Yjo (Nj + Pj + Dj) Nj
: Yjo (Yt / Yo) – Yjo
(P + D)j
: Yjt – (Yt / Yo) Yjo
Universitas Sumatera Utara
Pj
: ∑i [(Yjt / Yio) – (Yt / Yo)] Yijo
Dj
: ∑t [ Yijt – (Yit / Yio) Yijo] : (P + D) j – Pj
Di mana: Gj
: Pertumbuhan PDRB Total Kota Tebing Tinggi
Nj
: Komponen Share
(P + D)j
: Komponen Net Shift
Pj
: Proportional Shift Kota Tebing Tinggi
Dj
: Differential Shift Kota Tebing Tinggi
Yj
: PDRB Total Kota Tebing Tinggi
Y
: PDRB Total Provinsi Sumatera Utara
o,t
: Periode awal dan Periode akhir
i
: Subskripsi sektor pada PDRB
Catatan: Simbol E (tenaga kerja) dalam buku asli, diganti dengan simbol Y (PDRB) karena data yang diteliti adalah PDRB. Jika Pj > 0, maka Kota Tebing Tinggiakan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat propinsi tumbuh lebih cepat. Sebaliknya jika Pj < 0, maka Kota Tebing Tinggi akan berspesialisasi pada sektor yang di tingkat propinsi tumbuh lebih lambat. Bila Dj > 0, maka pertumbuhan sektor i di Kota Tebing Tinggi lebih cepat dari pertumbuhan sektor yang sama di Provinsi Sumatera Utara dan bila Dj < 0, maka pertumbuhan sektor i di Kota Tebing Tinggi relatif lebih lambat dari pertumbuhan sektor yang sama di Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Produk Domestik Regional Bruto Dalam ruang lingkup suatu negara dikenal istilah yang disebut: Gross
National Product (GNP) yang berarti Produk Nasional Kotor, sedangkan dalam suatu kesatuan wilayah yang lebih rendah hal ini disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan uraian di atas dapat kita nyatakan sebagai Produk Nasional Kotor yang dapat mencakup suatu negara kesatuan wilayah tertentu. Apabila ditarik pengertian tersebut dalam suatu wilayah (region) tertentu maka diperoleh Produk Regional Kotor yang sebenarnya merupakan perkiraan pendapatan yang diterima oleh penduduk suatu wilayah yakni jumlah seluruh pendapatan sebagai balas jasa penggunaan faktor-faktor produksi oleh wilayah. Dengan kata lain Produk Domestik Regional Bruto dapat diartikan sebagai: Estimasi total produk barang dan jasa yang diterima oleh masyarakat suatu daerah sebagai balas jasa dari penggunaan faktorfaktor produksi yang dimilikinya. Dalam hal ini maka pendapatan yang dihasilkan atas penggunaan faktor-faktor tetapi berada di luar wilayah tersebut tidaklah diperhitungkan. Menurut Kusmadi, dkk., (1996 dalam Prihatin, 1999) produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan satu indikator ekonomi untuk mengukur kemajuan pembangunan di suatu wilayah. Sebagai nilai dari semua barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi, PDRB bermanfaat untuk mengetahui tingkat produk netto atau nilai tambah yang dihasilkan seluruh faktor produksi, besarnya laju
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan ekonomi, dan pola/struktur perekonomian pada satu tahun atau periode di suatu negara atau wilayah tertentu. Berdasarkan lapangan usaha, PDRB dibagi dalam sembilan sektor, sedangkan secara makro ekonomi dibagi menjadi tiga kelompok besar yang disebut sebagai sektor primer, sekunder dan tersier. Sektor primer apabila outputnya masih merupakan proses tingkat dasar dan sangat bergantung kepada alam, yang termasuk dalam sektor ini adalah sektor Pertanian dan sektor Pertambangan dan Penggalian. Untuk sektor ekonomi yang outputnya berasal dari sektor primer dikelompokkan ke dalam sektor sekunder, yang meliputi sektor Industri Pengolahan, sektor Listrik, Gas dan Air Minum serta sektor Bangunan. Sedangkan sektor-sektor lainnya, yakni sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor Pengangkutan dan Komunikasi, sektor Bank dan Lembaga Keuangan lainnya serta sektor Jasa-Jasa dikelompokkan ke dalam sektor tersier (Sitorus, dkk., 1997 dalam Prihatin, 1999). Dalam perhitungan pendapatan nasional, terdapat 2 (dua) metode antara lain: 1. Metode langsung, yaitu perhitungan nilai tambah dari sutu lapangan usaha/sektor atau sub sektor suatu region dengan cara mengalokasikan angka pendapatan nasional. 2. Metode tidak langsung, yaitu metode alokasi pendapatan nasional dengan memperhitungkan nilai tambah sektor/sub sektor suatu region dengan cara mengalokasikan angka pendapatan nasional dan sebagai dasar alokasi adalah jumlah produksi fisik, nilai produksi fisik, nilai produksi bruto/netto dan tenaga kerja, serta alokator tidak langsung.
Universitas Sumatera Utara
Metode umum yang digunakan dalam kedua metode di atas adalah dengan metode langsung, seperti di Indonesia bahkan juga di Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Metode dimasud dilaksanakan dengan beberapa pendekatan antara lain: 1. Pendekatan Produksi (Production Approach), yaitu menghitung nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara mengurangkan biaya tiap-tiap sektor/sub sektor. 2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach), yaitu menghitung nilai tambah setiap sektor kegiatan ekonomi dengan menjumlahkan semua balas jasa faktor-faktor produksi yaitu upah/gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung netto. 3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach), yaitu menghitung nilai tambah suatu kegiatan ekonomi yang bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi (Kusmadi, dkk., 1996 dalam Prihatin, 1999). Di Indonesia, pendekatan yang umum digunakan adalah dari segi Pendekatan Produksi. Perlu diperhatikan bahwa dalam menjumlahkan hasil produksi barang dan jasa, haruslah dicegah perhitungan ganda (Double Counting/Multiple Counting). Hal tersebut penting sebab sering terjadi bahan mentah suatu sektor dihasilkan oleh sektor lain, sehingga nilai bahan mentah tersebut telah dihitung pada sektor yang menghasilkannya. Produk Domestik Regional Bruto secara keseluruhan maupun sektoral umumnya disajikan dalam dua bentuk yaitu penyajian atas dasar harga berlaku dan
Universitas Sumatera Utara
atas dasar harga konstan dengan suatu tahun dasar. Penyajian atas dasar harga berlaku menunjukkan besaran nilai tambah bruto masing-masing sektor, sesuai dengan keadaan pada tahun sedang berjalan. Dalam hal ini penilaian terhadap produksi, biaya antara ataupun nilai tambahnya dilakukan dengan menggunakan harga berlaku pada masing-masing tahun. Penyajian atas dasar harga konstan merupakan penyajian harga yang berlaku secara berkala, perkembangan pendapatan regional dapat diartikan sebagai perkembangan karena mengingkatnya produksi juga diikuti oleh meningkatnya harga-harga. Oleh karena itu penyajian seperti ini masih dipengaruhi oleh adanya faktor perubahan harga (inflasi/deflasi). Penyajian atas dasar harga konstan diperoleh dengan menggunakan harga tetap suatu tahun dasar. Dalam hal ini semua barang dan jasa yang dihasilkan, biaya antara yang digunakan ataupun nilai tambah masing-masing sektor dinilai berdasarkan harga-harga pada tahun dasar. Penyajian seperti ini akan memperlihatkan perkembangan produktivitas secara riil karena pengaruh perubahan harga (inflasi/deflasi) sudah dikeluarkan. Angka PDRB secara absolut memberikan gambaran besarnya tingkat produksi suatu wilayah. Angka PDRB yang dinilai dengan harga konstan memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut yang diwakili oleh peningkatan produksi berbagai sektor. Dari uraian-uraian tersebut akan diperlihatkan adanya kenaikan PDRB maupun pendapatan regional perkapita, perubahan dan pergeseran strukur ekonomi
Universitas Sumatera Utara
menurut sektor-sektor primer, sekunder maupun tertier. Pergeseran struktur pada masing-masing sektor yang bersangkutan seperti sektor pertanian, industri, perdagangan, pemerintahan dan sektor-sektor lainnya. 2.5.
Pendapatan Masyarakat Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan nonbasis. Dalam menggunakan ukuran pendapatan, nilai pengganda basis adalah besarnya kenaikan pendapatan seluruh masyarakat untuk setiap satu unit kenaikan pendapatan si sektor basis (Tarigan, 2005). Ciri yang umum di negara yang sedang berkembang ditandai dengan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat, walaupun diantara negara berkembang itu ada yang mempunyai pendapatan perkapita sama dengan negara-negara maju. Masalah pokok yang dihadapi negara-negara berkembang adalah kemiskinan yang menimpa sebagian besar penduduknya. Usaha untuk mengatasinya adalah dengan melakukan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat atau sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 2000). Usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita diperlukan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi hingga dapat melampaui pertumbuhan penduduk yang terjadi dalam periode yang sama. Akan tetapi pembangunan ekonomi yang
Universitas Sumatera Utara
berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi melahirkan masalah merawankan dalam pemerataan ekonomi dan sosial yang bermula dari penemuan Kuznets, dkk (Hasibuan,1993). Hasil penemuan mereka, membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat selalu dibarengi kenaikan dalam ketimpangan pembagian pendapatan (ketimpangan relatif). Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sumitro (Mahlil, 2001) bahwa terdapat kecenderungan seakan-akan pola dan sifat pertumbuhan justru menambah kepincangan pembagian pendapatan. Alasan
yang
dikemukakan:
pertama,
karena
untuk
mencapai
laju
pertumbuhan yang tinggi maka sektor modern pasti mendapat tempat karena dapat meningkatkan pertumbuhan yang cepat. Hal ini menyebabkan tidak meratanya pembagian kesempatan kerja. Kedua, mengejar pertumbuhan sama artinya mengutamakan daerah yang sebelumnya sudah maju, sehingga daerah yang sudah maju akan bertambah maju dan daerah terbelakang akan semakin tertinggal. Di dalam banyak literatur mengenai teori distribusi pendapatan dapat ditemukan beberapa pendekatan untuk pengukurannya antara lain: pertama, distribusi pendapatan fungsional atau distribusi faktor yang lazim digunakan oleh ahli ekonomi yang mencoba menerangkan pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing faktor. Kedua, distribusi pendapatan personal (personal income distribution) yang merupakan distribusi pendapatan perorangan yang menyangkut segi manusia sehingga perorangan atau rumah tangga dan total pendapatan yang diterima (Todaro, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya kedua pendekatan inilah yang digunakan untuk menganalisis dan menilai distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan fungsional yang berasal dari teori produktivitas maginal, atau yang dikenal dengan distribusi balas jasa dalam teori ekonomi mikro. Perangkat analisis dari distribusi fungsional adalah fungsi produksi serta alokasi faktor-faktor produksi yang diikutsertakan dalam fungsi produksi. Pendekatan ini jarang dipakai karena teori yang mendasarinya memiliki hubungan antara balas jasa input yang dipergunakan dengan output yang dihasilkan di dalam suatu proses produksi spesifik. Pendekatan yang lazim dipergunakan adalah pendekatan distribusi personal atau rumah tangga. Pendekatan ini dilakukan dengan mengelompokkan perorangan ke dalam kelompok (deciles atau quintiles) yang akan menggambarkan pola pembagian pendapatan di dalam suatu kelompok masyarakat. Kemudian menetapkan proporsi yang diterimanya oleh masing-masing kelompok dari pendapatan total.
2.6.
Perkembangan Wilayah Perkembangan konsep wilayah mempunyai sejarah yang panjang, secara
umum wilayah dapat diartikan sebagai bagian permukaan bumi yang dapat dibedakan dalam hal-hal tertentu dari daerah sekitarnya. Sehubungan dengan hal tersebut sebagian wilayah dapat disebut wilayah administratif (Bintarto, 1989). Pengembangan
dapat
diartikan
sebagai
suatu
kegiatan
menambah,
meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses interatif yang menggabungkan dasar-dasar
Universitas Sumatera Utara
pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010). Miraza (2005), di dalam sebuah wilayah terdapat berbagai unsur pembangunan yang dapat digerakkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Unsur dimaksud seperti natural resources, human resources, infrastructure, technology dan culture. Sirojuzilam (2005), pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu dan mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkatan kesejahteraan masyarakat
yang rata-rata banyak sarana dan prasarana, barang dan jasa yang
tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya. Pengembangan
wilayah
adalah
merupakan
suatu
rangkaian
usaha
pertumbuhan dan perubahan yang terencana dan dilaksanakan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernisasi dalam rangka pembinaan bangsa. Sandy (1992), pengembangan wilayah pada hakekatnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut serta tetap menaati peraturan perundangan yang berlaku. Hadisaroso (1993), mengemukakan pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah/kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat. Lebih lanjut pengembangan wilayah menurut Soegijoko (1997) merupakan upaya pemerataan pembangunan
Universitas Sumatera Utara
dengan mengembangkan wilayah-wilayah tertentu melalui berbagai kegiatan sektoral secara terpadu, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah itu secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Mulyanto (2008), pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan dilaksanakan bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan administratif di mana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada umumnya pengembangan wilayah dapat dikelompokkan menjadi usaha-usaha mencapai tujuan bagi kepentingan-kepentingan di dalam kerangka azas: a. Sosial Usaha-usaha mencapai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan peningkatan kualitas hidup serta peningkatan kesejahteraan individu, keluarga, dan seluruh masyarakat didalam wilayah itu diantaranya dengan mengurangi pengangguran dan menyediakan lapangan kerja serta menyediakan prasarana-prasarana kehidupan yang baik seperti fasilitas transportasi, dan lain sebagainya. b. Ekonomi Usaha-usaha mempertahankan dan memacu perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang memadai untuk mempertahankan kesinambungan dan perbaikan kondisi-kondisi ekonomis yang baik bagi kehidupan dan memungkinkan pertumbuhan yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
c. Wawasan lingkungan Pencegahan kerusakan dan pelestarian terhadap kesetimbangan lingkungan. Aktivitas sekecil apapun dari manusia yang mengambil lingkungan dari, atau memanfaatkan
potensi
alam,
sedikit
banyak
akan
mempengaruhi
kesetimbangannya, yang apabila tidak diwaspadai dan dilakukan penyesuaian terhadap dampak-dampak yang terjadi akan menimbulkan kerugian bagi manusia, khususnya akibat dampak yang dapat bersifat tak berubah lagi (irreversible change). Untuk mencegah hal-hal ini maka dalam melakukan pengembangan wilayah, program-programnya harus berwawasan lingkungan dengan
tujuan:
mencegah
kerusakan,
menjaga
kesetimbangan
dan
mempertahankan kelestarian alam.
2.7.
Penelitian Sebelumnya Adapun penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis sektor unggulan
daerah sebelumnya antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Supangkat tahun 2002, dengan judul penelitian “Analisis Penentuan Sektor Prioritas dalam Peningkatan Pembangunan Daerah Kota Asahan”, dengan menggunakan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan berpeluang
untuk
dijadikan
sebagai
sektor
prioritas
bagi
peningkatan
pembangunan di daerah Kota Asahan, terutama sub sektor perkebunan, perikanan dan industri besar, serta sedang.
Universitas Sumatera Utara
2. Marhayanie (2003), dalam tesisnya “Identifikasi Sektor Ekonomi Potensial dalam Perencanaan Pembangunan Kota Medan”. Variabel yang diteliti kontribusi per sektor dengan metode analisis linkage, menyimpulkan bahwa analisis angka pengganda diperoleh bahwa sektor ekonomi yang potensial dalam perencanaan pembangunan Kota Medan adalah sektor industri pengolahan. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada total PDRB Kota Medan pada tahun 2000 adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel, yaitu sebesar 29,76%, sedangkan sedangkan yang terkecil adalah sektor pertambangan dan galian sebesar 0,01%. Hasil analisis linkage dengan Tabel I-O tahun 2000, sektor bangunan memiliki backward linkage terbesar yaitu 2,22 dan yang terkecil sektor keuangan, persewaan dan jasa-jasa perusahaan sebesar 1,37, sedangkan sktor yang memiliki forward linkage terbesar adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 3,80 dan yang terkecil sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 1,07. 3. Amir dan Riphat tahun 2005, dalam penelitian “Analisis Sektor Unggulan untuk Evaluasi Kebijakan Pembangunan Jawa Timur menggunakan Tabel Input-Output 1994 dan 2000”. Variabel penelitian yang diteliti adalah berbagai sektor unggulan (key sector) dalam perekonomian Jawa Timur pada tahun 1995 – 2000, dengan menggunakan analisis input-output yang telah banyak digunakan untuk menganalisis sektor unggulan, yang biasanya dilihat menggunakan angka pengganda (multiplier) sektor ekonomi dan tingkat keterkaitan antar sektor perekonomian. Tingkat keterkaitan antar sektor perekonomian akan diukur dengan menggunakan pure total linkage yaitu tingkat keterkaitan suatu sektor
Universitas Sumatera Utara
dengan sektor lainnya sebagai penjumlahan atas angka Daya Penyebaran (Backward Linkage) dan Daya Kepekaan (Forward Linkage). Hasil penelitian menunjukkan selama periode penelitian telah terjadi pergeseran dalam sektorsektor unggulan dan proses industrialisasi. Kebijakan strategi pembangunan harus diarahkan kepada kebijakan yang memberikan dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan pekerjaan. Berdasarkan analisis sektor unggulan menggunakan angka pengganda (output, pendapatan dan lapangan kerja) dan keterkaitan sektoral (pure total linkage) direkomendasikan untuk menjadikan Jawa Timur sebagai pusat industri (industri lainnya dan indutri makanan, minuman dan tembakau), pusat perdagangan, dan pusat pertanian. 4. Sukatendel (2007) dalam tesisnya “Analisis Keterkaitan Alokasi Anggaran dan Sektor Unggulan Dalam Mengoptimalkan Kinerja Pembangunan Daerah di Kota Bogor”, dengan varibel penelitian yang diteliti adalah: sektor unggulan, potensi dan pengembangan sektor unggulan, dan alokasi anggaran untuk sektor unggulan di Kota Bogor. Metode yang digunakan adalah analisis input-output, analisis kewilayahan, analisis kelembagaan alokasi anggaran dan pembuatan peta tematik. Hasil penelitian menunjukkan sektor unggulan di Kota Bogor adalah industri pengolahan, perdagangan, bangunan dan pertanian tanaman pangan. Sektor unggulan seperti industri pengolahan dan perdagangan lokasinya memusat di wilayah utara Bogor Bagian Tengah dan Bogor Bagian Timur. Sedangkan sektor unggulan tanaman bahan makanan (pertanian) sebagian besar berlokasi di Bogor
Universitas Sumatera Utara
Bagian Barat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dukungan anggaran pembangunan Kota Bogor untuk sektor unggulan masih sangat kurang (tidak ada keterkaitan) kecuali untuk sektor Bangunan. Namun untuk sektor unggulan seperti industri pengolahan dan perdagangan sebenarnya tidak perlu didukung oleh anggaran pembangunan yang besar karena akan mengakibatkan semakin besarnya ketimpangan wilayah pembangunan di Kota Bogor. Sedangkan sektor unggulan tanaman bahan makanan masih perlu didukung oleh anggaran pembangunan yang besar agar sektor tersebut bisa semakin berkembang sehingga diharapkan dapat mengatasi ketimpangan wilayah pembangunan di Kota Bogor.
2.8.
Kerangka Pemikiran Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu Kota di Provinsi Sumatera Utara
yang merupakan lintasan antar Provinsi Sumatera Utara sangat mendukung bagi penduduk untuk mengembangkan usaha perdagangan dan jasa. Perkembangan usaha perdagangan dan jasa di Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu sumber pendapatan bagi Kota Tebing Tinggi dan memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Tebing Tinggi, sehingga diperlukan menganalisis posisi Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa dalam perekonomian Kota Tebing Tinggi dengan melihat sektor perdagangan dan jasa dalam PDRB Kota Tebing Tinggi sebagai sektor basis menggunakan analisis LQ dan menganalisis kota perdagangan dan jasa terhadap pengembangan wilayah dengan
Universitas Sumatera Utara
melihat kesejahteraan masyarakat menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi berganda. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 2.1.
Kota Tebing Tinggi
Kota Perdagangan dan Jasa
Posisi Kota Tebing Tinggi
Pengembangan Wilayah
Analisis LQ
Deskriptif dan Regresi Berganda
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian 2.9.
Hipotesis Berdasarkan permasalahan, maka rumusan hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Posisi Kota Tebing Tinggi merupakan basis kota perdagangan dan jasa. 2. Kota Tebing Tinggi sebagai kota perdagangan dan jasa berpengaruh terhadap pengembangan wilayah Kota Tebing Tinggi.
Universitas Sumatera Utara