12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Corporate Social Responsibility Teori legitimasi dan teori stakeholder merupakan perspektif teori yang berada dalamkerangka teori ekonomi politik.Karena pengaruh masyarakat luas dapat menentukan alokasisumber keuangan dan sumber ekonomi lainnya, perusahaan
cenderung
menggunakan
kinerja
berbasis
lingkungan
dan
pengungkapan informasi lingkungan untuk membenarkan atau melegitimasi aktivitas perusahaan di mata masyarakat. Darwin (2004) mendefinisikan CSR sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum.Tanggung jawab sosial secara lebih sederhana dapat dikatakan sebagai timbal balik perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya karena perusahaan telah mengambil keuntungan atas masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dalam proses pengambilan keuntungan tersebut perusahaan seringkali menimbulkan kerusakan lingkungan dan dampak sosial lainnya. Menurut WBCSD (World Business Council for Sustainable Development) dikutip dari Indrawan, (2011):“The continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of work life of workforce and their families as well as of the local community and social large”, yang berarti bahwadefinisi CSR adalah komitmen bisnis yang 12
13
berkelanjutan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dengan meningkatkan kualitas kehidupan kerja karyawan dan kerja mereka dan komunitas lokal dan masyarakat yang luas. Menurut Bank Dunia (World Bank) dikutip dari Indrawan (2011):“CSR is the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives, the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development”, yang berarti bahwa definisi CSR adalah komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi perkembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan karyawan dan perwakilannya, komunitas lokal dan masyarakat yang luas untuk meningkatkan kualitas hidup, melalui jalan bisnis dan perkembangan yang baik. Ketentuan mengenai kegiatan CSR di Indonesia diatur dalam Undang – Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dan Undang – Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang menyatakan bahwa setiap perseroan atau penanaman modal berkewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan perusahaan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Pengaturan CSR juga bertujuan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungannya.Dengan demikian CSR merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan, bukan kegiatan yang bersifat sukarela.
14
Konsep Corporate Social Responsibility melibatkan tanggung jawab antara pemerintah, lembaga sumberdaya masyarakat, serta komunitas setempat (lokal).Kemitraan ini tidaklah bersifat pasif dan statis.Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial diantara stakeholders.Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting.Sustainability Reporting adalah
pelaporan mengenai
kebijakan
ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya didalam
konteks
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable
development).Sustainability Reporting harus menjadi dokumen strategis yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang Sustainability Development yang membawanya menuju kepada core business dan sektor industrinya sehingga perusahaan sejenis dapat menerapkan konsep tersebut. Menurut Send dan Bhattacharya (2001) menjelaskan bahwa terdapat enam hal pokok yang termasuk dalam corporate social responsibility yaitu: 1. Community support, yaitu dukungan pada program pendidikan, kesehatan, kesenian, dan sebagainya. 2. Diversity, merupakan kebijakan perusahaan untuk tidak membedakan konsumen dan calon pekerja dalam hal gender, fisik,atau ras tertentu. 3. Employee support, berupa perlindungan kepada tenaga kerja, insentif dan penghargaan serta jaminan keselamatan kerja. 4. Enviroment, menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, mengelola limbah dengan baik, menciptakan produk – produk yang ramah lingkungan sehingga lingkungan sekitar dapat terjaga.
15
5. Non-US operation, perusahaan bertanggung jawab untuk memberikan hak yang sama bagi masyrakat dunia untuk mendapatkan kesempatan bekerja, antara lain dengan membuka pabrik di luar negeri (aboard operations). 6. Product, perusahaan berkewajiban untuk membuat produk yang aman bagi kesehatan, tidak menipu, melakukan riset dan pengembangan produk, dan menggunakan kemasan yang bisa didaur ulang (recycled) Manfaat perusahaan menerapkan Corporate Social Responsibility antara lain: 1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan 2. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial (social licence to operate) 3. Mereduksi risiko bisnis perusahaan 4. Melebarkan akses sumberdaya bagi operasional usaha 5. Membuka peluang pasar yang lebih luas 6. Mereduksi biaya, misalnya biaya yang terkait dengan dampak pembuangan limbah 7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders 8. Memperbaiki hubungan dengan regulator 9. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan 10. Peluang mendapatkan penghargaan Dari aspek ekonomi, perusahaan akan mengungkapkan suatu informasi jika informasi tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dengan menerapkan CSR, diharapkan perusahaan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan
16
kekuatan keuangan dalam jangka panjang.Dari aspek investasi, investor juga memiliki kecenderungan menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki kepedulian pada masalah sosial. Perusahaan akan menggunakan informasi tanggung jawab sosial sebagai keunggulan kompetitif perusahaan. Dalam aspek hukum, perusahaan harus taat pada peraturan pemerintah seperti Undang – Undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 dan Undang – Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang mengharuskan perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Jika peraturan ini dilanggar maka perusahaan akan menanggung risiko untuk diberhentikan operasinya. 2.1.2. Good Corporate Governance Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan good corporate governance sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Good corporate governance dalam penelitian ini merupakan mekanisme corporate governance seperti kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, dan ukuran komite audit. Pada tanggal 16 Agustsus 2007, pemerintah telah mengesahkan peraturan yang mengatur tentang Perseroan Terbatas yaitu Undang – Undang No. 40 tahun 2007. Keberadaan Undang – Undang Perseroan Terbatas tersebut diharapkan mampu menjamin terselenggaranya iklim usaha yang kondusif, dimana Perseroan Terbatas sebagai suatu pilar pembangunan perekonomian perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional. Pembaharuan Undang – Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 ini salah satunya adalah untuk mendukung implementasi dari good corporate governance.
17
Tujuan good corporate governance pada intinya adalah menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Pihak – pihak tersebut adalah pihak internal yang meliputi dewan komisaris, direksi, karyawan, dan pihak ekternal yang meliputi investor, kreditur, pemerintah, masyarakat, dan pihak – pihak lain yang berkepentingan (stakeholders). Dalam praktiknya good corporate governance ini berbeda disetiap negara dan perusahaan karena berkaitan dengan sistem ekonomi, hukum, struktur kepemilikan, sosial dan budaya. Perbedaan praktik ini menimbulkan beberapa versi yang menyangkut prinsip – prinsip good corporate governance, namun demikian pada dasarnya adalah mempunyai banyak kesamaan. Menurut Organization for Economic Corporation and Development (OECD), prinsip dasar good corporate governance adalah: kewajaran (fairness), akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), dan responsibilitas (responsibility). Prinsip – prinsip tersebut digunakan untuk mengukur seberapa besar good corporate governance telah diterapkan dalam perusahaan. Adapun penjelasan untuk keempat prinsip tersebut adalah: 1.
Kewajaran (fairness). Prinsip kewajaran menekankan pada adanya perlakuan dan jaminan hak - hak yang sama kepada pemegang saham minoritas maupun mayoritas, termasuk hak – hak pemegang saham asing serta investor lainnya. Praktik kewajaran juga mencakup adanya sistem hukum dan peraturan serta penegakannya yang jelas dan berlaku bagi semua pihak. Prisip kewajaran ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang timbul dari adanya hubungan kontrak antara pemilik dan manajer
18
karena diantara kedua pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda (conflict of interest) salah satu cara mengatasinya adalah dengan memberikan saham kepada manager. 2.
Akuntabilitas (Accountability). Prinsip akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang mengendalikan hubungan antara unit – unit pengawasan yang ada di perusahaan. Akuntabilitas dilaksanakan dengan adanya dewan komisaris, direksi independen, dan komite audit. Akuntabilitas diperlukan sebagai salah satu solusi mengatasi agency problem yang timbul antara pemegang saham dan direksi serta pengendaliannya oleh komisaris.
3.
Transparansi (Transparency). Prinsip dasar transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang disajikan oleh perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat waktu, dan dapat dibandingkan dengan indikator – indikator yang sama. Dengan kata lain prinsip
transparansi
menghendaki
adanya
keterbukaan
dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam penyajian (disclosure) informasi yang dimiliki perusahaan. Transparansi dilaksanakan dengan adanya kepemilikan institusi. 4.
Responsibilitas (responsibility). Responsibilitas diartikan sebagai tanggung jawab perusahaan untuk mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku serta pemenuhan terhadap kebutuhan – kebutuhan sosial. Responsibilitas
19
menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan pihak – pihak lain yang berkepentingan. Hal tersebut untuk merealisasikan tujuan yang hendak dicapai yaitu mengakomodasi kepentingan pihak – pihak yang berkaitan dengan perusahaan seperti masyarakat, pemerintah, asosiasi bisnis dan pihak – pihak lainnya. Prinsip responsibility ini penekanannya diberikan kepada kepentingan stakeholder perusahaan. Kepemilikan manajerial adalah para pemegang saham yang juga berarti dalam hal ini sebagai pemilik dalam perusahaan dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan pada suatu perusahaan yang bersangkutan. Dalam teori keagenan dijelaskan bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang saham mungkin bertentangan. Hal tersebut disebabkan manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi manajer tersebut, karena pengeluaran tersebut akan menambah biaya perusahaan yang menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan penurunan dividen yang akan diterima. Dengan peningkatan kepemilikan manajerial yang lebih baik dapat menyelaraskan kepentingan manajer dan pemegang saham, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Kepemilikan institusional dalam proporsi yang besar juga mempengaruhi nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat meningkat jika lembaga institusi mampu menjadi alat pemonitoran yang efektif. Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal perusahaan memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan. Komisaris
20
independen
mempunyai
akuntabilitas
yang
tinggi
didalam
melakukan
pengawasan, semakin baik pengawasan sebuah perusahaan semakin baik kualitas pengungkapan informasi yang disampaikan. Penelitian Rustiarini (2010) menunjukkan bahwa komisaris independen berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Komite audit yang bertanggungjawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan pengawasan pada audit ekternal. Komite audit meningkatkan integritas dan kredibilitas pelaporan keuangan melalui: (1) pengawasan atas proses pelaporan termasuk sistem pengendalian internal dan penggunaan prinsip akuntansi berlaku umum, dan (2) mengawasi proses audit secara keseluruhan. Hasilnya mengindikasikan bahwa adanya komite audit memiliki konsekuensi pada laporan keuangan yaitu: (1) berkurangnya pengukuran akuntansi yang tidak tepat, (2) berkurangnya pengungkapan akuntansi yang tidak tepat dan (3) berkurangnya tindakan kecurangan manajemen dan tindakan illegal. Dari keempat variabel Good Corporate Governance yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan komisaris dan komite audit, penelitian ini menggunakan kepemilikan institusional sebagai variabel yang mewakili
Good
Corporate
Governance.
Alasan
pemilihan
kepemilikan
institusional adalah karena semakin baik institusi yang memiliki saham mayoritas disuatu entitas, maka nilai perusahaan entitas tersebut akan semakin meningkat dan pengendalian atas semakin baik pula.
21
2.1.3. Beban Menurut Standar Akuntansi Keuangan, beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. Menurut Financial Accounting Standard Board(FASB)dalam Statement Financial Accounting Concepts (SFAC) no.6dan diterjemahkan oleh Herman Wibowo menyatakan bahwa :Beban adalah arus keluar atau penggunaan lain aktiva atau terjadinya kewajiban (atau keduanya) dari penyerahan atau produksi barang, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan lain yang merupakan operasi terbesar atau utama yang berkelanjutan dari perusahaan tersebut. Menurut Henry Simamora dalam bukunya AkuntansiBasis Pengambilan Keputusan Bisnis beban terdiri dari : 1. Beban Pokok Penjualan (Cost of Good Solds). Rekening Biaya Pokok Penjualan
merupakan biaya perolehan dari pos-pos persediaan (harga
pembelian atau biaya pabrikasi) yang dijual untuk menghasilkan pendapatan penjualan. Biaya pokok barang yang tersedia untuk dijual (Cost Of Good Available for Sale) adalah persediaan awal ditambah pembelian (biaya pokok barang yang diproduksi). Biaya pokok penjualan ditentukan dengan mengurangkan persediaan akhir dari biaya pokok barang yang tersedia untuk dijual. 2. Beban Operasi (Operating Expenses). Beban operasi adalah beban berkala dan lazim yang dikeluarkan perusahaan dalam upayanya memperoleh pendapatan. Beban-beban ini biasanya diklasifikasikan berdasarkan
22
kategori-kategori fungsional. Klasifikasi yang lazim dipakai adalah dengan memisahkan beban penjualan (selling expenses) dari beban umum dan administratif (general administrative expenses). Contoh beban operasi adalah beban iklan, beban pemeliharaan, beban penyusutan, beban gaji, dan lain-lain. 3. Beban Lain-lain (Other Expense). Beban lain-lain pada pokoknya mengandung beban-beban yang dikeluarkan dari aktivitas-aktivitas yang bukan merupakan kegiatan pokok perusahaan sehinnga nilai rupiah dari aktivitas ini biasanya terhitung kecil. Contoh beban lain-lain adalah biaya bunga dari pinjaman perusahaan. Menurut Standar Akuntansi Keuangan, pengakuan beban adalah sebagai berikut: Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Kalau manfaat ekonomi diharapkan timbul selama beberapa periode akuntansi dan hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tak langsung, beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar prosedur alokasi yang rasional dan sistematis. Hal ini sering diperlukan dalam pengakuan beban yang berkaitan dengan penggunann aktiva seperti aktiva tetap, goodwill, paten, merk dagang. Prosedur alokasi ini dimaksudkan untuk mengakui beban dalam periode akuntansi yang menikmati manfaat ekonomi aktiva yang bersangkutan. Dalam pernyataan di atas beban merupakan arus keluar atas penggunaan lain dari harta selama periode dari penyerahan atas produksi barang atau kegiatankegiatan lain yang merupakan operasi utama perusahaan. Beban diakui dalam laporan laba rugi berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
23
1. Adanya penurunan aktiva tetap yang digunakan oleh perusahaan misalnya aktiva tetap. 2. Adanya proses produksi untuk menghasilkan barang-barang atau jasa. 3. Adanya kewajiban perusahaan terhadap karyawan misalnya pembayaran gaji dan upah. 4. Adanya kewajiban perusahaan tanpa diiringi dengan perolehan aktiva, misalnya garansi produk dan pembayaran bunga pinjaman. Dengan demikian dapat disimpulkan beban yang berkaitan dengan proses memperoleh pendapatan, harus diakui pada saat pendapatan tersebut diperoleh, sedangkan beban yang berkaitan secara langsung dengan proses dan untuk memperoleh pendapatan harus diakui pada saat beban tersebut dimanfaatkan. 2.1.4. Pendapatan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 23, pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas selama satu periode jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi pemilik. Pendapatan hanya meliputi arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima dan dapat diterima oleh entitas itu sendiri. Dalam hubungan keagenan, arus masuk bruto manfaat ekonomi mencakup jumlah yang ditagih untuk kepentingan prinsipal dan tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas entitas. Jumlah yang ditagih atas nama prinsipal bukan merupakan pendapatan, sebaliknya pendapatan adalah jumlah komisi yang diterima.
24
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan membagi pendapatan menjadi tiga jenis, yaitu: 1.
Penjualan barang. Penjualan barang meliputi barang yang diproduksi perusahaan untuk dijual dan barang yang dibeli pengecer atau tanah dan properti lain yang dibeli untuk dijual kembali.
2.
Penjualan jasa. Hal ini biasanya menyangkut pelaksanaan tugas secara kontraktual yang telah disepakati untuk dilaksanakan selama suatu periode waktu yang telah disepakati oleh perusahaan. Jasa dapat diserahkan selama satu periode atau lebih dari satu periode.
3.
Penggunaan aktiva. Penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak lain akan menimbulkan pendapatan dalam bentuk: a. Bunga, pembebanan untuk penggunaan kas dan setara kas atau jumlah terhutang kepada perusahaan. b. Royalti, pembebanan untuk penggunaan aktiva jangka panjang perusahaan, misalnya paten, merk dagang, hak cipta, perangkat lunak komputer. c. Dividen, distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi mereka dari jenis modal tertentu. Kriteria yang ditetapkan oleh Standar Akuntansi Keuangan dalam
pengukuran pendapatan sebagai berikut: 1.
Pendapatan diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima.
2.
Diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima dan dikurangi diskon atau rabat.
25
3.
Jika
pendapatan
ditangguhkan,
nilai
wajar
ditentukan
dengan
mendiskontokan arus kas yang akan diterima dengan tingkat bunga tersirat (imputed). 4.
Pertukaran barang serupa tidak dianggap transaksi yang menghasilkan pendapatan.
5.
Pertukaran
tidak
serupa
dianggap
transaksi
yang
menghasilkan
pendapatan. 2.1.5. Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang sering dikaitkan dengan nilai saham.Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi, dan meningkatkan kepercayaan pasar tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Harga saham yang digunakan umumnya mengacu pada harga penutupan, dan merupakan harga yang terjadi pada saat saham diperdagangkan di pasar.Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham.Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para profesional.Para profesional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris. Secara umum banyak teknik dan metode yang telah dikembangkan dalam penilaian perusahaan diantaranya adalah: a) pendekatan laba antara lain metode rasio tingkat laba atau price earning ratio, metode kapitalisasi proyeksi laba; b) pendekatan arus kas antara lain metode diskonto arus kas; c) pendekatan dividen antara lain metode pertumbuhan dividen; d) pendekatan aktiva antara lain metode
26
penilaian aktiva; e) pendekatan harga saham; f) pendekatan economic value added. Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Akan tetapi dibalik tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan dapat merupakan index yang tepat untuk mengukur tingkat efektifitas perusahaan. Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan, atau memaksimalkan harga saham perusahaan.Tujuan memaksimumkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para pemegang obligasi dan kepentingan masyarakat.Nilai perusahaan dapat juga dilihat melalui nilai pasar atau nilai buku perusahaan dari ekuitasnya. Nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai asset perusahaan sesungguhnya.Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang – peluang investasi. Adanya peluang investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan
27
nilai perusahaan. Semakin tinggi nilai saham maka nilai perusahaan akan meningkat dan dapat memberikan prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa depan. Dalam penelitian ini indikator yang digunakan untuk mengukur nilai perusahaan adalah Price Book Value (PBV). Price Book Value merupakan perbandingan antara harga per lembar saham dengan nilai buku ekuitas perlembar saham. Harga per lembar saham yang digunakan adalah harga penutupan saham (closing price) untuk setiap periode yang diteliti dan nilai buku ekuitas per lembar saham (book value per share) dihitung berdasarkan nilai ekuitas dibagi dengan jumlah saham beredar yang tercatat pada laporan keuangan perusahaan. Dalam menentukan nilai perusahaan dengan menggunakan Price Book Value (PBV) menggunakan ketentuan: 1. PBV > 1, maka saham dalam posisi overvalued 2. PBV = 1, maka saham dalam posisi fairvalued 3. PBV < 1, maka saham dalam posisi undervalued Jadi semakin besar nilai PBV menunjukkan bahwa semakin besar kepercayaan pasar terhadap prospek perusahaan tersebut. Untuk perusahaan yang berjalan baik, umumnya rasio ini mencapai diatas satu, yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya (Jogiyanto, 2004). 2.1.6. Profitabilitas
28
Profitabilitas
merupakan
kemampuan
suatu
perusahaan
untuk
mendapatkan laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan investor atas investasi yang dilakukan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya. Sedangkan bagi perusahaan sendiri profitabilitas dapat digunakan sebagai evaluasi atas efektivitas pengelolaan badan usaha tersebut. Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang. Dengan demikian setiap badan usaha akan selalu meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu badan usaha maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut akan lebih terjamin. Penilaian profitabilitas adalah proses untuk menentukan seberapa baik aktivitas – aktivitas bisnis dilaksanakan untuk mencapai tujuan strategis, mengeliminasi pemborosan – pemborosan dan menyajikan informasi tepat waktu untuk melaksanakan penyempurnaan secara berkesinambungan. Ada beberapa pengukuran kinerja terhadap profitabilitas perusahaan dimana masing – masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini akan memungkinkan seorang analis untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva, dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan.
29
Profitabilitas keuangan perusahaan dideskripsikan dalam bentuk laporan laba – rugi yang merupakan bagian dari laporan keuangan korporasi, yang dapat digunakan oleh semua pihak yang berkepentingan untuk membuat keputusan ekonomi. Berdasarkan financial report yang diterbitkan perusahaan, selanjutnya dapat digali informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, struktur permodalan, aliran kas, kinerja keuangan dan informasi lain yang mempunyai relevansi dengan laporan keuangan perusahaan. Menurut
Prastowo
(2008)
menyatakan
bahwa
informasi
kinerja
perusahaan, terutama profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan dimasa depan, sehingga dapat memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas) serta untuk merumuskan efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya. Profitabilitas keuangan perusahaan sudah tentu merupakan kinerja perusahaan yang ditinjau dari kondisi keuangan perusahaan.Profitabilitas keuangan perusahaan tercermin dari laporan keuangannya, oleh sebab itu untuk mengukur profitabilitas keuangan perusahaan diperlukan analisis terhadap laporan keuangannya. Rasio
profitabilitas
merupakan
rasio
untuk
menilai
kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan.Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu perusahaan.Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihaslikan dari penjualan dan pendapatan investasi.Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan.
30
Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di laporan keuangan neraca dan laporan laba – rugi.Pengukuran dapat dilakukan untuk beberapa periode operasi.Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus mencari penyebab perubahan tersebut. Hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan alat evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak. Jika berhasil mencapai target yang telah ditentukan mereka dikatakan telah berhasil mencapai target untuk satu periode atau beberapa periode, sebaliknya jika gagal atau tidak berhasil mencapai target yang telah ditentukan, ini akan menjadi pelajaran bagi manajemen untuk periode kedepan. Kegagalan ini harus diselidiki letak kesalahan dan kelemahannya sehingga kejadian tersebut tidak terulang.Kegagalan atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk perencanaan kedepan, sekaligus untuk menggantikan manajemen yang baru terutama setelah manajemen lama mengalami kegagalan. Rasio profitabilitas ini sering disebut sebagai salah satu alat ukur kinerja manajemen Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan antara lain : 1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu. 2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang.
31
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4. Untuk menilai besarnya laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri. 5. Untuk mengukur seluruh produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Penggunaan seluruh atau sebagian rasio profitabilitas tergantung dari kebijakan manajemen.Jelasnya semakin lengkap jenis rasio yang digunakan semakin sempurna hasil yang dicapai.Artinya pengetahuan tentang kondisi dan posisi profitabilitas perusahaan dapat diketahui secara sempurna. Ada beberapa jenis rasio yang dapat digunakan, antara lain: 1. Profit margin (profit margin on sales) Profit margin on sales atau margin laba atas penjualan merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan.Cara pengukuran rasio ini adalah dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih. Terdapat dua rumusan untuk mencari profit margin, yaitu: a. Untuk margin laba kotor dengan rumus: Gross Profit Margin =
Penjualan Bersih – Harga Pokok Penjualan 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
Margin laba kotor menunjukkan laba yang relatif terhadap perusahaan, dengan cara penjulan bersih dikurangi harga pokok penjualan. Rasio ini merupakan cara untuk penetapan harga pokok penjualan. b. Untuk margin laba bersih dengan rumus:
32
Net Profit Margin =
Earning after Interest and Tax (EAIT) 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
Margin laba bersih merupakan ukuran keuntungan dengan membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dibandingkan dengan penjualan.Rasio ini menunjukkan pendapatan bersih atas penjualan. Baik gross profit margin sales maupun net profit margin apabila rasionya tinggi ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu, sebaliknya kalau rasionya rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu, atau biaya yang tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, atau kombinasi dari dua hal tersebut. Rasio yang rendah bisa menunjukkan ketidakefisienan manajemen. 2. Hasil pengembalian aset (Return on Assets) Rasio ini adalah rasio keuntungan bersih setelah pajak terhadap jumlah aset secara keseluruhan.Rasio ini merupakan suatu ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian (%) dari aset yang dimiliki.Apabila rasio ini tinggi berarti menunjukkan adanya efisiensi yang dilakukan oleh pihak manajemen. Syamsudin (2004) mengatakan bahwa Return on Assets (ROA) merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan, semakin tinggi rasio ini berarti semakin baik keadaan suatu perusahaan.
33
Ukuran yang sering digunakan untuk menghitung Return on Assets (ROA) adalah:
Return on Assets (ROA) =
Laba Setelah Pajak Total Assets
3. Hasil pengembalian ekuitas / modal (Return on Equity)
Hasil pengembalian ekuitas atau return on equity atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal
sendiri.Rasio
ini
menunjukkan
efisiensi
penggunaan
modal
sendiri.Semakin tinggi rasio ini, semakin baik.Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian sebaliknya. Menurut Helfert (2000), Return on equity (ROE) menjadi pusat perhatian para pemegang saham (stakeholders) karena berkaitan dengan modal saham yang diinvestasikan untuk dikelola pihak manajemen. ROE memliki arti penting untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memenuhi harapan pemegang saham. Rumus untuk mendapatkan Return on Equity (ROE) adalah:
Return on Equity (ROE) =
𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑓𝑡𝑒𝑟 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡 𝑎𝑛𝑑 𝑇𝑎𝑥 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
4. Laba Per Lembar Saham Biasa (Earning per Share of Common Stock)
Rasio per lembar saham atau disebut juga rasio nilai buku merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham.Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk
34
memenuhi keinginan pemegang saham, sebaliknya dengan rasio yang tinggi, kesejahteraan pemegang saham meningkat. Keuntungan bagi pemegang saham adalah jumlah keuntungan setelah dipotong pajak. Keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham biasa adalah jumlah keuntungan dikurangi pajak, dividen, dan dikurangi hak – hak lain untuk pemegang saham prioritas. Laba per Lembar Saham =
2.2.
Laba Saham Biasa Saham Biasa yang Beredar
Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan secara konseptual
merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan yang sering juga disebut sebagai social disclosure, corporate social reporting, atau corporate social disclosure.Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi suatu organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi
(khususnya
perusahaan),
diluar
peran
tradisionalnya
untuk
menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang saham. Bentuk pengungkapan sosial perusahaan (corporate social disclosure) adalah pengungkapan informasi finansial dan non-finansial yang berhubungan dengan organisasi dan interaksinya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial, yang dinyatakan dalam laporan tahunan perusahaan ataupun laporan sosial yang terpisah.Pengungkapan sosial perusahaan (corporate social disclosure)
35
secara rinci meliputi lingkungan fisik, energi, sumberdaya manusia, produk dan keterlibatan masyarakat.Konsep Corporate Social Responsibility melibatkan tanggung jawab kemitraan bersama antara pemerintah, lembaga sumberdaya masyarakat, serta komunitas setempat dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Ada dua pendekatan yang berbeda dalam melakukan penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.Pertama, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mungkin diperlakukan sebagai suatu suplemen dari suatu aktivitas akuntansi konvensional. Pendekatan ini secara umum akan menganggap masyarakat keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan cenderung membatasi persepsi tentang tanggung jawab sosial yang dilaporkan. Pendekatan kedua dengan meletakkan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada suatu pengujian peran informasi dalam hubungan masyarakat dan organisasi.Pandangan yang lebih luas ini telah menjadi sumber utama kemajuan dalam pemahaman tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan sekaligus merupakan sumber kritik yang utama terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Menurut Wibisono (2007), secara umum alasan perusahaan melakukan pelaporan tentang tanggung jawab sosial yang mereka lakukan adalah: 1. Values driven approach (bersifat demonstratif) 2. Regulation driven (bersifat comply, keinginan untuk menepati standar) 3. Business case/reputation driven (bersifat proteksi/membangun reputasi) 4. Stakeholder/trust driven (membangun reputasi)
36
5. Competation peer driven (keinginan untuk tampil beda) Menurut Wibisono
(2007), pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan dalam laporan tahunan dimaksudkan untuk bahan evaluasi bagi perusahaan. Selain itu, laporan tersebut menjadi alat komunikasi dengan shareholder dan stakeholder.Secara historis, perkembangan pelaporan perusahaan dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1. Perkembangan Pelaporan Perusahaan Tipe Pelaporan Financial accounting and reporting Financial aspects of corporate governanve Environmental reporting Social accounting and reporting Sustainable reporting (reporting on environmental, social and wider economic impact) Sumber: Wibisono (2007)
Waktu Sejak 1850-an Sejak awal 1990-an Sejak awal 1990-an Sejak awal 1990-an Sejak 2000
Ketentuan mengenai Corporate Social Responsibility di Indonesia diatur dalam Undang – Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dan Undang – Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang menyatakan bahwa setiap perseroan atau penanam modal berkewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Ketentuan dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan perusahaan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Pengaturan CSR juga bertujuan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungannya.Dengan demikian CSR merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan, bukan kegiatan yang bersifat sukarela.
37
Dari aspek ekonomi, perusahaan akan mengungkapkan suatu informasi jika informasi tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dengan menerapkan CSR diharapkan perusahaan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangan dalam jangka panjang.Dari aspek investasi, investor juga memiliki kecenderungan menanamkan modalnya pada perusahaan yang memilki kepedulian pada masalah sosial. Perusahaan akan menggunakan informasi tanggung jawab sosial sebagai keunggulan kompetitif perusahaan. Dalam aspek hukum, perusahaan harus taat pada peraturan pemerintah seperti Undang – Undang Penanaman Modal No. 25 tahun 2007 dan Undang – Undang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 yang mengharuskan perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Jika peraturan ini dilanggar maka perusahaan akan menanggung risiko untuk diberhentikan operasinya. Darwin (2004) mengatakan bahwa Corporate Sustainability Reporting terbagi menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan, dan kinerja sosial. Gloutie (2006) menyatakan bahwa tema – tema yang diungkapkan dalam wacana akuntansi tanggung jawab sosial adalah: 1. Kemasyarakatan, mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti perusahaan, misalnya aktivitas terkait kesehatan, pendidikan, dan seni, serta pengungkapan aktvitas kemasyarakatan lainnya. 2. Ketenagakerjaan, meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang – orang dalam perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tunjangan, mutasi dan promosi, dan lainnya.
38
3. Produk dan konsumen, melibatkan aspek kualitatif, suatu produk atau jasa, antara lain kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan, kejelasan atau kelengkapan isi pada kemasan. 4. Lingkungan hidup, yaitu aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya alam. 2.3.
Pelaporan Informasi Sosial dan Pemilihan Kebijakan Akuntansi Dalam penelitian akuntansi dibutuhkan penelitian terhadap hubungan bisnis
dan masyarakat dalam rangka untuk mengidentifikasi kembali peran dan tugas perusahaan dari ekonomi murni menuju ke institusi ekonomi sosial.Perlunya paradigma sosial ekonomi untuk menganalisis pemilihan praktik akuntansi oleh manajemen.Mereka menyarankan perlunya pertimbangan terhadap faktor tanggung jawab sosial perusahaan ketika kita melakukan pengujian terhadap teori akuntansi positif. Dengan analisis ini maka akan dapat membantu manajemen memahami respon mereka terhadap masalah – masalah sosial ekonomi dan hubungannya dengan nilai perusahaan. Leverage makin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit, sehingga perusahaan harus menyajikan laba yang lebih tinggi pada saat sekarang dibandingkan laba di masa depan. Supaya perusahaan dapat menyajikan laba yang lebih tinggi, maka perusahaan harus mengurangi biaya – biaya (termasuk biaya – biaya untuk mengungkapkan informasi sosial).
39
Investor individual tertarik terhadap informasi sosial yang dilaporkan dalam laporan keuangan.Informasi tersebut berupa keamanan dan kualitas produk serta aktivitas lingkungan.Selain itu mereka menginginkan informasi mengenai etika, hubungan dengan karyawan dan masyarakat. Ukuran
perusahaan
dan
industri
berhubungan
dengan
jumlah
pengungkapan sedangkan profitabilitas tidak.Interaksi antara ukuran perusahaan dan industri menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang lebih kuat antara perusahaan dalam industry yang High –profile dibandingkan dengan industri yang low-profile. 2.4
Review Peneliti Terdahulu (Theoritical Mapping) Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk melihat hubungan antara
pengaruh pengungkapan Corporate Social Responsibility dan nilai perusahaan, salah satunya adalah penelitian oleh Rustiarini (2010) yang meneliti: Pengaruh corporate governance pada hubungan corporate social responsibility dan nilai perusahaan, dimana nilai perusahaan merupakan variabel dependen diproksikan dengan Tobin’s Q dan corporate social responsibility sebagai variabel independen yang dihitung berdasarkan item pengungkapan sesuai dengan Sembiring (2005) dan corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen dan jumlah komite audit sebagai variabel pemoderasi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sampai tahun 2008. Dengan menggunakan analisis regresi berganda menunjukkan hasil bahwa corporate governance berpengaruh terhadap nilai perusahaan dan penerapan corporate governance telah menuntun perusahaan untuk melakukan corporate social responsibility sehingga meningkatkan nilai perusahaan.
40
Nurlela dan Islahudin (2008) meneliti tentang pengaruh corporate social responsibility terhadap nilai perusahaan dengan kepemilikan manajerial sebagai variabel moderatingnya pada perusahaan yang terdaftar di BEJ tahun 2005, dan hasilnya adalah corporate social responsibility tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan sedangkan kepemilikan manajemen dan interaksinya dengan corporate social responsibility juga tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan Murwaningsari (2009) tentang hubungan corporate governance, corporate social responsibility, dan corporate financial performance pada perusahaan manufaktur di BEI tahun 2006, dengan analisis jalur, menunjukkan corporate governance yaitu kepemilikan manajerial dan institusional mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan yang dinilai dengan Tobin’s Q. Selanjutnya juga ditemukan hubungan antara corporate governance dan corporate social responsibility dengan nilai perusahaan. Penelitian dari Andayani dkk (2008) yang meneliti tentang corporate social responsibility, corporate governance and the intellectual property: An External Strategy of The Management to Increase The Company’s Value pada perusahaan yang terdaftar di BEJ tahun 2004-2005. Hasil dari penelitiannya adalah bahwa komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibilitysedangkan kepemilikan institusional, market value, komite audit, dan kualitas audit tidak berpengaruh terhadap corporate social responsibility. Kepemilikan institusi dan corporate social responsibility berpengaruh terhadap kinerja perusahaan diproksikan dengan ROE dan Tobin’s Q.
41
Harjoto dan Jo (2007) meneliti tentang Corporate Governance dan Firm Value The Impact of Corporate Social Responsibility dari perusahaan yang terdaftar di Kinder, Lydenberg, and Domini’s (KLD) Socrates database, The Investor Responsibility Research Center’s (IRRC) governance and director database dan the I/B/E/S database selama periode 1993 – 2004. Mereka meneliti efek dari internal dan eksternal corporate governance dan memantau mekanisme terhadap pilihan corporate social responsibility dan keterlibatan nilai perusahaan dalam aktifitas corporate social responsibility. Menemukan bahwa pilihan corporate social responsibility terkait dengan karakteristik perusahaan seperti, ukuran perusahaan, leverage, R&D, profitabilitas serta karakteristik corporate governance
termasuk
kepemimpinan
komisaris,
komisaris
independen,
kepemilikan institusional.Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa corporate social responsibility, kepemilikan institusi dan komisaris independen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan Tobin’s Q. Berikut ini disajikan ringkasan peneliti terdahulu berseta hasil penelitian dalam bentuk matriks pada Tabel 2.2 berikut ini:
42
No. Nama Peneliti 1.
Roza Thohiri (2011)
2.
Ni Wayan Rustiarini (2010)
3.
Etty Murwaningsari (2009)
Tabel 2.2 Review Penelitian Terdahulu Judul Variabel yang Digunakan Penelitian Pengaruh 1.Nilai Perusahaan: Tobin’s Q pengungkapan 2.CSR: pendekatan dikotomi, CSR dan GCJ setiap item CSRI yang terhadp milik diungkapkan diberi nilai 1, 0 perusahan untuk yang tidak dengan 3.GCG: Dengan proksi: profitabilitas a. Kepemilikan Manajerial sebagai b.Kepemilikan Institusional moderating c. Proporsi komisaris variabel studi independen empiris pada d.Jumlah anggota komite perusahaan audit LQ45 yang terdaftar BEI periode 20072010 Pengaruh 4.Nilai Perusahaan: Tobin’s Q 5.CSR: pendekatan dikotomi, Corporate setiap item CSRI yang Governance pada diungkapkan diberi nilai 1, 0 hubungan untuk yang tidak 6.GCG: Dengan proksi: Corporate e. Kepemilikan Manajerial Social Responsibility f. Kepemilikan Institusional dan Nilai g.Proporsi komisaris Perusahaan independen h.Jumlah anggota komite audit Hubungan 1.Kinerja Perusahaan: Tobin’s Corporate Q Governance, 2.Kepemilikan Manajerial Corporate 3.Kepemilikan Institusional Social 4.CSR: pendekatan dikotomi, Responsibility setiap item CSRI yang dan Corporate diungkapkan diberi nilai 1, 0 untuk yang tidak Financial Performance dalam satu Continum
Hasil Penelitian 1. CSR berpengaruh pada nilai perusahaan 2. CG berpengaruh terhadap nilai perusahaan 3. CG berpengaruh pada hubungan CSR dengan nilai perusahaan.
1. CSR berpengaruh pada nilai perusahaan 2. CG berpengaruh terhadap nilai perusahaan 3. CG berpengaruh pada hubungan CSR dengan nilai perusahaan.
1. Kepemilikan manajerial dan institusional sebagai GCG mempunyai pengaruh terhadap kinerja perusahaan dan CSR. 2. CSR berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
43
4.
Rika Nurlela Pengaruh 1.Nilai Perusahaan: Tobin’s Q dan Islahuddin Corporate 2.CSR: pendekatan dikotomi, (2008) Social setiap item CSRI yang Responsibility diungkapkan diberi nilai 1, 0 terhadap Nilai untuk yang tidak Perusahaan 3.Kepemilikan Manajemen: dengan diukur dengan natural logaritma dari % saham yang Prosentase Kepemilikan dimiliki manajer, direksi, dan komisaris dibagi total Manajemen sebagai saham Variabel Moderating
5.
Wuryan Andayani, Sari Atmini, Dede Sadewo dan James Kamau Mwangi (2008)
6.
Corporate Social Responsibility, Good Corporate Governance and The Intellectual property: An External Strategy of the Management to Increase the Company’s Value Harjoto dan Jo Corporate (2007) Governance and Firm Value The Impact of Corporate Social Responsibility
1.Nilai perusahaan: Tobin’s Q dan ROE 2.Kepemilikan Institusional 3.Komisaris Independen 4.Komite Audit 5.Kualitas Audit 6.Intellectual Property
1.Nilai Perusahaan: Tobin’s Q dan ROE 2.CSR: menggunakan variabel dummy 3.ROA 4.Kepemilikan Institusional 5.Komisaris Independen
1. CSR tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan 2. Kepemilikan Manajemen berpengaruh terhadap CSR 3. Interaksi antara CSR dengan kepemilikan manajemen tidak berpengaruh terhadap CSR CSR dan kepemilikan institusional memiliki hubungan dengan nilai perusahaan yang diproksikan dengan Tobin’s Q dan ROE
CSR, kepemilikan institusional dan komisaris independen memiliki hubungan positif dengan nilai perusahaan yang diproksikan dengan Tobin’s Q