BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Teori Sinyal Informasi dibutuhkan oleh pihak internal dan eksternal perusahaan.
Informasi menggambarkan kondisi perusahaan di masa lalu dan prospek perusahaan di masa depan. Conelly et al. (2011)
mengungkapkan bahwa
informasi mempengaruhi proses pengambilan keputusan oleh pelaku bisnis. Kualitas informasi dapat diukur dari segi kelengkapan, keakuratan, dan ketepatan waktu. Adanya perbedaan informasi yang diterima antara manajer dan pihak luar perusahaan menimbulkan adanya asimetri informasi. Perusahaan berusaha memberikan informasi yang berkualitas untuk mengurangi perbedaan informasi. Leland dan David (1977) mengungkapkan bahwa pihak eksternal akan memberikan nilai perusahaan yang tinggi pada informasi yang berkualitas. Kegagalan bisnis bisa terjadi karena sedikitnya jumlah informasi yang berkualitas (Leland dan David, 1977). Pihak manajer perusahaan bertanggung jawab untuk memberikan informasi yang berkualitas melalui laporan keuangan. Transparansi laporan keuangan yang diberikan oleh perusahaan dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi asimetri informasi. Pengungkapan laporan keuangan yang memenuhi ketentuan dan standar akan berpengaruh terhadap keputusan pihak
9
internal dan eksternal perusahaan. Scott (2000, dalam Muliati, 2011) menyatakan bahwa terdapat dua macam asimetri informasi yaitu: 1) Adverse Selection Pihak manajer atau pihak internal mengetahui lebih banyak informasi tentang kondisi perusahaan saat ini dan prospek perusahaan di masa depan dibanding pihak eksternal perusahaan. Hal ini mengakibatkan perbedaan informasi yang diterima oleh pihak eksternal perusahaan. 2) Moral Hazard Pihak
manajer
bertindak
tanpa
sepengetahuan
pihak
eksternal
perusahaan. Manajer mengambil tindakan diluar kesepakatan dan melanggar kontrak yang disepakati. Tindakan ini termasuk pelanggaran etika dan norma bisnis yang tidak baik dilakukan. Pihak internal perusahaan berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan melalui penyampaian informasi yang berkualitas. Goeree (2003) mengungkapkan bahwa sinyal dapat menjelaskan berbagai fenomena ekonomi yang dialami oleh perusahaan. Sinyal ini dapat memberikan pengaruh terhadap tindakan orang lain di masa depan. Zhao et al. (2004) menguatkan pernyataan bahwa pentingnya informasi yang akan mempengaruhi keputusan pihak luar perusahaan, yaitu lender. Pemberi pinjaman akan menentukan tinggi rendahnya nilai perusahaan berdasarkan sinyal yang diterima. Pelaku bisnis membuat keputusan berdasarkan informasi yang tersedia secara bebas dan mudah diakses. Connelly et al. (2011) mengungkapkan bahwa teori sinyal berguna dalam penggambaran perilaku ketika pihak internal dan
10
eksternal memiliki askses informasi yang berbeda. Scott (2012, dalam Winardi, 2013) mengungkapkan bahwa sinyal adalah sebuah respon yang ditindaklanjuti oleh manajer tingkat atas. Respon ini menjadi pedoman bagi pihak eksternal perusahaan untuk memberikan penilaian mengenai prospek perusahaan. Leland dan David (1977) menyatakan bahwa sulit atau tidak mungkin bagi pelaku bisnis untuk membedakan informasi yang berkualitas. Sinyal akan menjadi kredibel jika perusahaan dengan kualitas informasi yang kurang baik berusaha meningkatkan kualitas informasinya menjadi lebih baik. Bhattacharya dan Amy (2001) mengungkapkan bahwa perusahaan dengan kualitas informasi yang baik memisahkan diri dengan perusahaan dengan kualitas informasi buruk melalui penyampaian sinyal yang kredibel. Kredibilitas informasi menjadi hal yang penting (Bhattacharya dan Amy, 2001). Salah satu informasi yang dapat dijadikan sinyal adalah pengumuman prestasi yang dicapai oleh perusahaan. Prestasi ini dapat berupa penghargaan maupun penilaian kualitas yang dilakukan oleh lembaga yang independen. Jama’an (2008) mengungkapkan bahwa integritas informasi menunjukkan sinyal positif yang dapat mempengaruhi opini investor, konsumen, kreditor, dan pihakpihak berkepentingan lainnya. Jika informasi memberikan sinyal positif maka kepercayaan konsumen terhadap kredibilitas perusahaan tergolong baik. Respon yang positif ini dapat meningkatkan penjualan produk barang atau jasa. Penjualan produk barang atau jasa yang meningkat akan berpengaruh positif terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan.
11
2.1.2. Skytrax Skytrax adalah sebuah perusahaan yang menyediakan jasa penelitian mengenai maskapai penerbangan dan bandara di seluruh dunia. Perusahaan yang berbasis di Inggris ini meneliti maskapai penerbangan ekonomi, bisnis, dan first class. Skytrax didirikan tahun 1989 dan dikenalkan kepada masyarakat luas pada tahun 1999. Tujuan didirikannya perusahaan ini adalah memberikan survei atas maskapai penerbangan yang independen, imparsial, dan global. Hasil survei digunakan oleh airline dan media untuk mempromosikan produk mereka. Skytrax mengadakan survei dengan dua tahap yaitu, menganalisis secara langsung dan menetapkan standar kualitas penilaian yang profesional. Perusahaan konsultan ini melakukan penilaian terhadap produk kualitatif, pelayanan, audit penumpang dan studi penelitian untuk maskapai penerbangan, aliansi maskapai penerbangan, bandara, dan pemasok angkatan udara di seluruh dunia. Skytrax mendanai seluruh pengeluaran dari mulai proses penelitian hingga dihasilkannya kategori penghargaan. Menurut website Skytrax (www.skytraxresearch.com) ratusan maskapai dan bandara di seluruh benua telah banyak mendapatkan manfaat dari pengembangan jasa konsultasi dan penelitian yang diadakan oleh Skytrax. Skytrax menggunakan 41 parameter yang berbeda dalam mengindikasi penilaian. Penilaian ini dimulai dari proses masuknya penumpang ke dalam pesawat hingga tempat duduk dan kualitas pelayanan yang disediakan. Jacso (2009) mengungkapkan bahwa penilaian yang diberikan memang tidak sempurna, namun penilaian ini menambah sesuatu yang unik dan berguna. Hasil
12
penelitian maskapai penerbangan yang dilaporkan Skytrax terbukti kompeten dan informatif. Bagi perusahaan yang menyediakan fasilitas jasa, kualitas pelayanan adalah hal utama. Parasuraman, et al. (1985) menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi ekspektasi konsumen. Ekspektasi konsumen berhubungan dengan penilaian yang diberikan pada perusahaan penerbangan. Perusahaan dengan penilaian yang tinggi, baik dari segi keamanan, keselamatan, dan kualitas pelayanan akan sangat mempengaruhi perilaku konsumen.
2.1.2.1 World Airline Awards World Airline Awards Skytrax adalah sebuah penghargaan yang menjadi target perusahaan maskapai penerbangan di seluruh dunia. Masyarakat umum secara luas berpartisipasi dalam survei terbesar dalam memutuskan pemenang penghargaan di setiap tahunnya. Ghufran (2014) mengungkapkan bahwa kepercayaan yang dibangun dari hubungan dengan berbagai negara dan kota bertujuan mempengaruhi pemilihan maskapai penerbangan. Pengumuman world airline awards diadakan pada tanggal 16 Juni 2015. Pengumuman penghargaan maskapai penerbangan dan bandara menjadi bagian dari acara The Paris Air Show.
Menurut
keterangan
di
website
resmi
Skytrax
(www.worldairlineawards.com), acara ini dianggap sebagai acara yang paling bergengsi di dunia.
13
Klasifikasi penghargaan yang diberikan diantaranya adalah top 100 Airlines (berdasarkan pilihan penumpang), best airline cabine staff, best leisure airlines, best low cost airlines, best regional airlines, most improved airlines, best airport service, dan kategori penghargaan lainnya. Klasifikasi penghargaan ini dinilai dengan star yang diberikan kepada masing-masing maskapai penerbangan dan bandara. Ada 5 bintang yang diberikan pada kategori maskapai penerbangan yaitu bintang 5, bintang 4, bintang 3, bintang 2, dan bintang 1. Lain halnya dengan kategori bandara ada 4 bintang yang diberikan yaitu bintang 5, bintang 4, bintang 3, dan bintang 2.
Tabel II. 1 Klasifikasi World Airline Awards Maskapai Penerbangan World Airline Awards Penjelasan Bintang 5 Skytrax mengakui standar maskapai penerbangan yang tinggi. Maskapai penerbangan memiliki keunggulan dalam pelayanan dan produk yang dihasilkan, baik itu penilaian dari segi staf, kabin, dan hal lainnya. Bintang 4 Skytrax memberikan penilaian yang baik terhadap kinerja airline secara keseluruhan. Bintang 3 Skytrax memberikan penilaian yang cukup baik dengan standar yang produk dan layanan maskapai penerbangan yang dapat diterima, misalnya memiliki cabin perjalanan yang baik namun memiliki kualitas rendah dari segi pelayanan staf. Bintang 2 Skytrax memberikan nilai yang rendah dibawah standar kualitas kinerja rata-rata. Bintang 1 Skytrax memberikan penilaian terendah karena standar yang dicapai sangat rendah. Tidak ada bintang Skytrax tidak memberikan bintang karena kualitas maskapai penerbangan sangat buruk dan tidak memenuhi standar kualitas. Sumber: Skytrax (www.airlinequality.com, diakses pada tanggal 18 Agustus 2015)
14
2.1.2.2 Indikator Penilaian Skytrax menggunakan 41 indikator berbeda dalam melakukan survei penelitian.
Menurut
salah
satu
website
resmi
(www.worldairlineawards.com), indikator tersebut diantaranya: 1.
2.
Kategori Airline atau Airport a)
Situs web maskapai
b)
Pemesanan online
c)
Check-in secara online
d)
Penghitungan tiket bandara
e)
Waktu menunggu saat check-in
f)
Kualitas pelayanan check-in
g)
Check-in
h)
Prosedur boarding
i)
Prosedur pre-boarding
j)
Keramahan staf
k)
Efisiensi staf
l)
Fasilitas lounge pesawat
m)
Standar pelayanan staf lounge pesawat
n)
Jasa keberangkatan
o)
Jasa kedatangan
p)
Pengiriman lewat bagasi
Kategori Produk Jasa a)
Kenyamanan kursi kabin
15
Skytrax
3.
b)
Kebersihan kabin
c)
Kebersihan toilet
d)
Pencahayaan kabin
e)
Suhu kabin
f)
Kenyamanan fasilitas kabin
g)
Bahan bacaan
h)
Majalah maskapai penerbangan
i)
Hiburan dalam pesawat
j)
Audio atau film
k)
Pilihan AVOD
l)
Kualitas makanan
m)
Jumlah makanan
n)
Pilihan makanan
o)
Pilihan minuman
Kategori Pelayanan Staf a)
Bantuan selama boarding
b)
Konsistensi pelayanan
c)
Keterampilan berbahasa
d)
Efisiensi pelayanan makanan
e)
Pengumuman PA
f)
Perilaku staf
g)
Keterampilan pemecahan masalah
h)
Cabin presence thru flight
16
2.1.3
i)
Assisting families
j)
Staff grooming
Leverage Leverage menunjukkan seberapa besar aset perusahaan yang dibiayai
oleh hutang dan mempengaruhi penurunan dan peningkatan profitabilitas. (Van Horne dan Wachowitcs (1995, dalam Yahya, 2011)). Leverage menggunakan dana yang bersifat tetap tetapi mengandung risiko. Muradoglu dan Sheeja (2013) menyatakan bahwa risiko menjadi sesuatu yang penting dalam menjelaskan tingkat pengembalian. Kreditur dalam memberikan pinjaman kepada perusahaan mempertimbangkan segi keamanan terhadap dana yang dipinjamkan. Kreditur berusaha mengamankan dirinya dari tingkah laku manajer yang mungkin berusaha merugikan pihak kreditur. Menurut Weston dan Brigham (1990), tindakan-tindakan yang diambil seorang kreditur untuk melindungi dirinya yaitu: 1.
Kreditur memberikan persyaratan mengenai perjanjian kredit. Perjanjian atau kesepakatan kedua belah pihak diberlakukan pada saat awal peminjaman dana. Kreditor dapat mengajukan syarat tentang kewajiban transparansi pelaporan keuangan oleh perusahaan.
2.
Kreditur bertindak tegas
apabila pihak manajemen perusahaan
melakukan tindakan yang melanggar kesepakatan atau mengambil keutungan dari kreditur secara tidak etis. Tindakan tersebut adalah
17
menghentikan pemberian kredit atau menetapkan biaya pinjaman yang lebih tinggi dari biaya pinjaman yang biasanya. Leverage dapat digunakan untuk memperoleh dana pinjaman dari luar untuk memaksimalkan kinerja operasional perusahaan. Ada dua jenis leverage yang digunakan oleh perusahaan yaitu leverage operasi dan leverage keuangan. Yahya (2011) mengungkapkan bahwa penggunaan kedua leverage ini bertujuan memaksimalkan keuntungan yang diperoleh berdasarkan aset dan modal yang dimiliki. Muradoglu dan Sheeja (2013) mengungkapkan bahwa leverage dapat menimbulkan resiko kerugian. Jika perusahaan memperoleh laba yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka keuntungan yang diperoleh investor menurun. Jenis leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt to total equity ratio (DER).
2.1.3.1 Debt to Total Equity Ratio (DER) Pemerolehan dana untuk aktivitas operasional perusahaan berasal dari hutang jangka pendek dan modal pemegang saham. Rasio leverage berkaitan dengan aktivitas pendanaan perusahaan. Salah satu rasio leverage adalah debt to total equity ratio (DER). Debt to total equity ratio adalah sebuah rasio untuk mengukur jumlah modal yang dibiayai oleh hutang. Mareta et al. (2013) menyatakan bahwa rasio ini menggambarkan pemerolehan dana melalui penerbitan surat hutang atau obligasi. Yahya (2011) mengungkapkan bahwa rasio debt to total equity ratio dapat diukur dengan membagi total seluruh
18
hutang dengan total ekuitas (modal) yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menunjukkan modal yang dimiliki perusahaan yang didanai oleh hutang. Falope dan Olubanjo (2009) menyatakan bahwa debt to total equity ratio dapat dihitung dengan membandingkan total kewajiban dengan total modal yang dimiliki perusahaan. Total kewajiban mencakup kewajiban lancar dan kewajiban jangka panjang. Semakin tinggi rasio berarti semakin besar modal yang didanai oleh hutang (Falope dan Olubanjo, 2009). Semakin tinggi rasio leverage berarti semakin rendah laba yang akan diterima (Yoon dan SooCheo, 2005). Lain halnya apabila rasio leverage menunjukkan angka yang rendah maka perolehan laba akan menjadi tinggi. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan penurunan tingkat resiko pada kreditur berupa kemampuan perusahaan melunasi hutang jangka pendek maupun jangka panjang (Yoon dan SooCheo, 2005). Dari pihak pemegang saham, rasio yang rendah mengakibatkan pembayaran bunga yang rendah pada akhirnya akan meningkatkan dividen yang diterima oleh pemegang saham (Brigham, 2010). Rasio ini berhubungan dengan solvabilitas perusahaan. Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang (Brigham, 2010). Perusahaan dianggap solvabel apabila perusahaan memiliki kekayaan dan aset yang cukup untuk melunasi seluruh kewajibannya. Perusahaan dianggap tidak solvabel jika perusahaan tidak memiliki kekayaan dan aset yang memadai untuk melunasi seluruh kewajibannya (Brigham, 2010).
19
2.1.3.2 Debt to Total Asset Ratio (DAR) Debt to total asset ratio adalah salah satu rasio leverage yang mengukur solvabilitas
perusahaan.
Solvabilitas
berhubungan
dengan
kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajibannya (Samiloglu dan Demirgunes, 2008). Rasio ini menunjukkan seberapa besar aset yang dibiayai oleh hutang (Falope dan Olubanjo, 2009). Mareta et al. (2013) menyatakan bahwa rasio ini menggambarkan pemerolehan dana melalui pinjaman. Rasio ini diukur dengan membandingkan total hutang dengan total aset perusahaan. Semakin tinggi rasio yang ditunjukkan maka semakin besar aset yang dibiayai oleh hutang begitupun sebaliknya jika semakin rendah rasio maka semakin kecil aset yang dibiayai oleh hutang (Falope dan Olubanjo, 2009). Mareta et al. (2013) menyatakan bahwa hutang adalah salah satu indikator penting bagi investor untuk mempertimbangkan sebuah keputusan investasi. Rasio ini menunjukkan kondisi keuangan perusahaan. Angka DAR yang tinggi belum tentu membuktikan bahwa kondisi perusahaan tidak baik begitupun sebaliknya jika angka DAR kecil menunjukkan kondisi keuangan perusahaan yang baik. Hal ini berkaitan dengan perspektif yang diberikan oleh investor. Mareta et al. (2013) menyatakan bahwa DAR yang tinggi pada situasi ekonomi yang sulit dan suku bunga yang tinggi mencerminkan kondisi perusahaan yang buruk. Mareta et al. menyatakan bahwa selama kondisi ekonomi ekonomi baik dan suku bunga rendah maka DAR yang tinggi yang dihasilkan oleh perhitungan tidak mencerminkan kondisi keuangan perusahaan memburuk.
20
2.1.4
Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan (Refra dan Maria, 2014). Keuntungan diukur dari tingkat penjualan, aset dan modal. Kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan akan mempengaruhi keputusan investor dan pihak-pihak berkepentingan lainnya. Laba yang tinggi dapat menarik investor untuk menanamkan modal di perusahaan tersebut. Bagi perusahaan, tingkat laba yang diterima dapat dijadikan alat evaluasi atas kebijakan dan kinerja perusahaan pada periode tertentu. Keramidou et al. (2013) menyatakan bahwa laba menunjukkan indikator keberhasilan suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki kemampuan memproduksi barang atau jasa dengan kinerja terbaik akan menghasilkan keuntungan yang maksimal. Dalam kegiatan operasional perusahaan, laba adalah sesuatu hal yang penting. Tujuan utama setiap perusahaan adalah memaksimalkan laba (Refra dan Maria, 2014). Laba adalah hasil pengurangan pendapatan penjualan dengan beban pokok penjualan dan beban yang lainnya. Keramidou et al (2013) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kinerja dipengaruhi oleh profitabilitas perusahaan. Kinerja perusahaan yang rendah disebabkan penerimaan laba yang diperoleh rendah dan begitupun
sebaliknya kinerja perushaan yang tinggi
dipengaruhi oleh profibalitas perusahaan yang tinggi. Menurut Kasmir (2008, dalam Sapriko, 2011), tujuan penggunaan rasio profitabilitas oleh pihak internal dan eksternal perusahaan yaitu: 1. Mengukur laba yang diperoleh pada periode tertentu.
21
2. Membandingkan dan menilai tingkat laba yang diperoleh di periode sebelumnya dengan laba yang diperoleh saat ini. 3. Mengevaluasi perkembangan laba dari waktu ke waktu. 4. Menilai besarnya laba bersih setelah dikurangkan dengan pajak. 5. Mengukur tingkat produktivitas seluruh dana perusahaan baik dari modal perusahaan sendiri maupun modal pinjaman dari pihak luar perusahaan. 6. Mengukur tingkat produktivitas dari seluruh dana yang digunakan. 7. Dan tujuan lainnya. Kasmir (2008, dalam Sapriko, 2011) juga menyatakan bahwa manfaat yang diperoleh dari penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui besarnya keutungan yang diperoleh dalam periode tertentu 2. Mengetahui posisi laba pada periode sebelumnya dengan periode saat ini. 3. Mengetahui perkembangan posisi laba dari waktu ke waktu. 4. Mengetahui besarnya laba bersih yang diterima oleh perusahaan. 5. Mengetahui besarnya tingkat produktivitas dari seluruh pengeluaran dana perusahaan. 6. Dan manfaat lainnya. Rasio profitabilitas dapat diukur dengan dua pendekatan yaitu pendekatan penjualan dan pendekatan investasi. Menurut Kasmir (2008, dalam Sapriko, 2011) ada empat rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas. Jenis-jenis rasio yang digunakan adalah profit margin, return on asset, return on
22
equity, dan earning per share. Rasio-rasio pengukuran tersebut digunakan untuk menilai posisi keuangan perusahaan dalam periode tertentu. Manajemen memiliki kebijakan dan wewenang dalam menentukan pengukuran profitabilitas dengan
menggunakan
sebagian
atau
seluruh
rasio-rasio
pengukuran
profitabilitas. Sapriko (2011) mengungkapkan bahwa semakin lengkap rasiorasio yang digunakan dalam pengukuran maka semakin baik hasil yang akan dicapai. Hasil yang dicapai dapat menggambarkan kondisi perusahaan dengan sempurna. Dengan adanya berbagai jenis pengukuran profitabilitas perusahaan membuat banyak perbedaan dalam menentukan suatu alternatif dalam mengukur profitabilitas masing-masing perusahaan. Hal ini tergantung dari kewenangan manajer untuk menyesuaikan kebutuhan masing-masing perusahaan. Sapriko (2011) mengungkapkan bahwa rasio yang sering digunakan dalam beberapa penelitian mengenai profitabilitas adalah return on asset dan return on equity. Menurut Sapriko (2011) kedua rasio ini mencerminkan tinggi rendahnya daya tarik bisnis. Hasil pengukuran ini akan memberikan gambaran mengenai kegagalan maupun keberhasilan bisnis suatu perusahaan. Kegagalan dan keberhasilan bisnis dapat dijadikan alat evaluasi untuk memperbaiki perencanaan dan strategi bisnis untuk masa depan. Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah return on asset (ROA).
23
2.1.4.1 Return on Asset (ROA) Tujuan
utama
yang
ingin
dicapai
sebuah
perusahaan
adalah
memaksimalkan profitabilitas. Refra dan Maria (2014) menyatakan bahwa tingkat profitabilitas yang tinggi akan membuat persaingan antar perusahaan semakin ketat. Niresh dan Velnampy (2014) mengungkapkan bahwa profitabilitas adalah jumlah yang dihasilkan perusahaan dari sumber daya apapun yang dimiliki. Refra dan Maria (2014) menyatakan bahwa setiap perusahaan akan berusaha menerapkan strategi-strategi bisnis terbaik untuk memaksimalkan keuntungan yang diperoleh. Rasio profitabilitas menggunakan komponen-komponen yang terdapat di dua laporan keuangan, yaitu laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi. Rasio ini diproksikan dengan ROA (return on assets). ROA adalah rasio laba bersih setelah pajak terhadap jumlah aset (Refra dan Maria, 2014). Return on asset (ROA) digunakan untuk menganalisis tingkat efisiensi kegiaatan operasional dari perusahaan. Sapriko (2011) menyatakan bahwa ROA digunakan dalam pengukuran kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aset untuk perolehan laba. Keramidou et al. (2011) membuktikan bahwa semakin tinggi angka yang ditunjukkan oleh ROA maka semakin baik kondisi perusahaan. Sebaliknya, apabila angka yang ditunjukkan oleh rasio rendah maka semakin menurun kondisi perusahaan. Angka yang ditunjukkan akan semakin baik jika manajemen melakukan tindakan yang tepat dalam mengelola laba yang diperoleh perusahaan.
24
2.2
Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis
2.2.1
World Airline Awards Informasi penghargaan yang diterbitkan oleh Skytrax menambah nilai
perusahaan maskapai penerbangan. Skytrax adalah lembaga terpercaya yang telah memberikan kontribusi dibidang penelitian maupun jasa konsultasi. Selama 27 tahun berakhir, ratusan maskapai penerbangan telah memperoleh halhal yang positif dari hasil riset dan informasi yang diberikan oleh Skytrax. Dengan adanya informasi penghargaan maskapai penerbangan tersebut, konsumen dan masyarakat luas dapat memahami kinerja perusahaan. Pemerolehan bintang dicantumkan dalam laporan keuangan oleh masing-masing maskapai penerbangan. Oleh karena itu informasi yang diberikan perusahaan melalui laporan keuangan mengalami peningkatan dalam segi kualitas informasi. Informasi yang berkualitas adalah salah satu sinyal positif yang diberikan oleh perusahaan. Semakin banyak sinyal positif yang diberikan perusahaan maka semakin banyak tanggapan positif oleh pengguna informasi perusahaan. Sinyal yang diberikan berupa informasi pemerolehan bintang yang dicapai dan award yang diperoleh maskapai penerbangan. Sinyal yang dibahas dalam hal ini adalah informasi mengenai pemerolehan bintang yang dicapai oleh masing-masing airline. Wuyshang (2015) menggambarkan perusahaan dengan pencapaian bintang yang rendah akan mendapatkan perspektif yang kurang baik dari konsumen. Lain halnya dengan perusahaan dengan pencapaian bintang tertinggi (bintang lima) akan mendapatkan perhatian yang besar dari konsumen.
25
Peningkatan dan penurunan bintang yang dicapai oleh maskapai penerbangan mempunyai korelasi dengan naik turunnya laba yang diperoleh perusahaan (Kamaludin, 2015). Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut: H1: World airline awards berpengaruh positif terhadap ROA perusahaan.
2.2.2
Debt to Total Equity Ratio Penelitian
mengenai
faktor-faktor
yang
berpengaruh
terhadap
profitabilitas pernah dilakukan oleh Yoon dan SooCheo (2005); Samiloglu dan Demirgunes (2008); Falope dan Olubanjo (2009) yang menggunakan debt to total equity ratio sebagai variabel independen. Falope dan Olubanjo (2009) menggunakan data perusahaan non keuangan di Nigeria pada tahun 1996 hingga 2005 dan membuktikan bahwa tidak ada pengaruh antara variabel debt to total equity ratio terhadap ROA. Samiloglu dan Demirgunes (2008) menggunakan perusahaan-perusahaan di Turki sebagai objek penelitian. Hasil penelitian membutikan bahwa debt to total equity ratio berpengaruh negatif terhadap ROA. Akan tetapi, penelitian Yoon dan SooCheo (2005) berhasil membuktikan bahwa rasio leverage yang diukur dengan debt to total equity ratio berpengaruh positif terhadap ROA. Yoon dan SooCheo (2005) menggunakan data industri restauran Amerika Serikat pada tahun 1998-2003. Debt to total equity ratio menggunakan perbandingan total kewajiban terhadap total modal. Samiloglu dan Demirgunes (2008) mengungkapkan bahwa
26
debt to total equity ratio berpengaruh negatif terhadap profitabilitas. Peningkatan laba akan berpengaruh terhadap keputusan manajemen perusahaan dalam menahan laba yang diperoleh sehingga mengurangi tindakan untuk melakukan pinjaman. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut: H2: Debt to total equity ratio berpengaruh negatif terhadap ROA perusahaan.
2.2.3
Debt to Total Asset Ratio Penelitian mengenai pengaruh debt to total asset ratio terhadap ROA
sudah banyak teliti sebelumnya di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Falope dan Olubanjo (2009), Samiloglu dan Demirgunes (2008), serta Mareta et al. (2013). Falope dan Olubanjo membuktikan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara debt to total asset ratio dan ROA. Lain halnya dengan hasil penelitian Mareta et al. (2013) yang membuktikan bahwa ada pengaruh positif antara debt to total asset ratio terhadap ROA. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011. Penelitian ini membuktikan bahwa DER yang tinggi berbanding lurus dengan profitabilitas yang tinggi dan sebaliknya DER yang rendah berbanding lurus dengan profitabilitas yang diperoleh rendah. Samiloglu dan Demirgunes (2008) membuktikan bahwa ada pengaruh signifikan negatif antara debt to total asset ratio terhadap ROA. Semakin tinggi DAR yang ditunjukkan maka semakin kecil laba yang diperoleh
27
begitupun sebaliknya jika DAR rendah maka laba yang dihasilkan menunjukkan angka yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut: H3: Debt to total asset ratio berpengaruh negatif terhadap ROA.
2.3
Kerangka Teoritis Kerangka teoritis dalam penelitian ini menggambarkan tentang
hubungan variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah world airline awards, debt to total equity ratio (DER), dan debt to total asset ratio (DAR). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah return on asset (ROA). Kerangka teoritis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
World Airline Awards
H1 (+)
H2 (-)
DER
ROA
DAR H3 (-)
Firm Size
Gambar 2. 1 Kerangka Teoritis
28