BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai Dalam Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai tidak terdapat defenisi mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sehingga setiap orang dapat secara bebas memberikan defenisi mengenai pajak tersebut. Pajak Pertambahan Nilai menurut Sukardji (2006:270) adalah “pengenaan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi baik yang dilakukan perseorangan maupun badan baik baik badan swasta maupun badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja negara”. Berdasarkan objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah konsumsi barang dan jasa, maka Pajak Pertambahan Nilai secara bebas dapat diartikan pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai suatu barang atau jasa.Secara matematis pertambahan nilai atau nilai tambah suatu barang atau jasa dapat dihitung dari nilai/harga penjualan dikurangi nilai/harga pembelian, sehingga salah satu unsur pertambahan nilai atau nilai tambah suatu barang atau jasa adalah laba yang diharapkan.
2.
Objek Pajak Pertambahan Nilai
Universitas Sumatera Utara
a. Barang Kena Pajak (BKP) BKP adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupabarang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenai PPN. Penyerahan barang dapat dikenakan PPN bila memenuhi unsur: 1) Penyerahan BKP 2) Penyerahan JKP 3) Daerah Pabean 4) Kegiatan Usaha atau pekerjaan 5) Yang melakukan harus PKP Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas: 1) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. 2) Impor Barang Kena Pajak. 3) Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha. 4)Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean didalam Daerah pabean. 5)Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 6)Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. 7) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha/ pekerjaan oleh orang pribadi/ badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain
Universitas Sumatera Utara
8)Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak digunakan untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
b. Barang Tidak Kena Pajak (Non BKP) : 1) Barang hasil pertambangan atau hasil hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya: -
Minyak Mentah (Crude Oil)
-
Gas bumi, panas bumi
-
Pasir & kerikil
-
Batubara sebelum diprosesmenjadi briket
-
Bijig besi, biji timah, bijih emas, bijih nikel,bijih tembaga, bijih perak & biji bauksit
2) Barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan rakyat banyak: -
Beras, gabah
-
Jagung
-
Sagu
-
Kedelai
-
Garam
3) Makanan dan minuman yang disediakan di hotel, restoran, rumah makan, warung & sejenisnya bukan catering 4) Uang, emas batangan, surat berharga. c. Jasa Kena Pajak (JKP)
Universitas Sumatera Utara
JKP adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkansuatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersediauntuk dipakai, temasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. d. Jasa Tidak Kena Pajak (Non JKP) Berdasarkan Pasal 4A ayat (3) UU PPN 1984 yang dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 dtetapkan jenis jasa yang tidak dikenakan PPN sebagai berikut: 1) 2) 3) 4)
Jasa di bidang pelayanan kesehatan medic Jasa di bidang pelayanan social Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi 5) Jasa di bidang keagamaan 6) Jasa di bidang pendidikan baik pendidikan sekolah maupun penyelenggaraan pendidikan luar sekolah 7) Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang sudah dikenakan Pajak Tontonan 8) Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan 9) Jasa di bidang angkutan umum 10) Jasa di bidang tenga kerja 11) Jasa di bidang perhotelan 12) Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
3. Subjek Pajak Pertambahan Nilai a. Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha adalah orang atau badan yang dalm kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan aktivitas :
Universitas Sumatera Utara
1) Menghasilkan barang 2) Mengimpor barang 3) Mengekspor barang 4) Melakukan usaha perdagangan 5) Memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean 6) Melakukan usaha jasa 7) Memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak , tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. b.
Pengusaha Kecil
Kriteria Pengusa Kecil yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 diubah dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003 tanggal 29 Desember 2003. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ini Pengusaha Kecil sebagai berikut: 1) Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang menyerahkan BKP dan atau JKP dalam satu tahun buku memeperoleh jumlah peredaran bruto atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) 2) Apabila sampai dengan suatu Masa Pajak dalam satu tahun buku jumlah peredaran bruto lebih dari RP 600.000.000, maka pengusaha ini memenuhi syarat sebagai PKP sehingga wajib melaporkan usahanya
Universitas Sumatera Utara
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak selambat-lambatya pada akhir bulan berikutnya. 3) Dalam hal kewajiban pelaporan usaha dimaksud dilaksanakan tidak tepat waktu, maka saat pengukuhan adalah awal bulan berikutnya setelah akhir bulan seharusnya kewajiban pelaporan usaha dilakukan. 4) Dalam hal pengukuhan sebagai PKP dilakukan secara jabatan, maka saat pengukuhan tetap pada awal bulan berikutnya setelah batas akhir bulan seharusnya kewajiban pelaporan usaha dilakukan. c.
Bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP)
1) Siapapun yang mengimpor BKP (Ps. 4 huruf b UU PPN) 2) Siapapun yang memanfaatkan BKP tidak berwujud/ JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean (ps. 4 huruf d,e UU PPN) 3) Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya (Ps. 16 UU PPN)
4. Dasar Pengenaan Pajak Menurut Soemarso (2007:547) untuk menghitung besarnya pajak yang terutang adalah “ adanya dasar pengenaan pajak (DPP)”. Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak. Atau dengan rumus: PPN yang terutang = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang
Universitas Sumatera Utara
terutang. Selanjutnya yang dimaksud dengan Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor, dan Nilai Impor adalah: c.
harga jual, ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP/JKP, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut UndangUndang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantum dalam faktur pajak.
d.
penggantian, ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
e.
nilai ekspor, ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
f.
nilai impor, ialah berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk Impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan PPnBM.
g.
Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan. Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
-
Pemakaian sendiri/ pemberian Cuma-Cuma BKP/JKP adalah harga jual/ penggantian dikurangi laba kotor;
-
Rekaman suara atau rekaman suara dan gambar adalah harga jual rata-rata
-
Film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film
-
Persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar
-
Aktiva
yang
menurut
tujuannsemula
tidak
untuk
diperjualbelikan yang masih ada pada saat pembubaran perusahaan sepanjang PPN yang dibayar atas perolehannya dapat dikreditkan adalah harga pasar wajar -
Kendaraan bermotor bekas adalah 10% x Harga Jual
-
Jasa biro perjalanan/ jasa biro pariwisata adalah 10% x jumlah tagihan/ seharusnya ditagih
-
Jasa pengiriman paket adalah 10% x jumlah tagihan/ seharusnya ditagih
-
Jasa anjak piutang adalah 5% x (service charge, provisi, diskon)
-
Penyerahan BKP dari pusat ke cabang dan sebaliknya dan antar cabang adalah harga jual dikurangi laba kotor
-
Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang.
Universitas Sumatera Utara
5. Tarif Pajak Pertambahan Nilai a. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen). Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku atas penyerahan BKP/JKP adalah tarif tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pasal 7 ayat (1) UU PPN 1984 diubah dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 sebagai penyesuain dengan perluasan objek PPN yang diatur dalam pasal 4 ayat (1) sehingga menjadi sebagai berikut: B. tarif PPN adalah 10% C. tarif PPN sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas: - ekspor BKP Berwujud - ekspor BKP Tidak Berwujud - ekspor JKP Adapun Pasal 7 ayat (2) tetap menetukan bahwa dengan Peraturan Pemerintah tariff PPN tersebut dapat dinaikkan paling tinggi 15% atau diturunkan paling rendah 5%.
6. Saat Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai pada dasarnya menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan BKP/JKP atau pada saat impor barang kena pajak, meskipun atas penyerahan tersebut belum atau belum sepenuhnya diterima pembayarannya.Apabila pembayaran diterima
Universitas Sumatera Utara
sebelum penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak, maka terutangnya pajak terjadi pada saat penerimaan pembayaran.Secara lebih rinci, terutangnya pajak sebagai berikut: a. terutangnya pajak atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya merupakan barang bergerak terjadi pada saat barang kena pajak tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli, atau pada saat BKP diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan, b. terutangnya pajak atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya
merupakan barang tidak bergerak, terjadi pada saat
penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP tersebut, baik secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli, c. terutangnya pajak atas penyerahan BKP tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu dari peristiwaperistiwa dibawah ini: 1) saat harga penyerahan barang kena pajak tidak berwujud dinyatakan sebagai piutang oleh Pengusaha Kena Pajak, 2) saat harga penyerahan barang kena pajak tidak berwujud ditagih oleh Pengusaha Kena Pajak, 3) saat harga penyerahan barang kena pajak tidak berwujud diterima pembayarannya, baik sebagian atau seluruhnya oleh Pengusaha Kena Pajak,
Universitas Sumatera Utara
4) saat ditandatanganinya kontrak atau perjanjian oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal saat-saat sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c tidak diketahui. d. terutangnya pajak atas penyerahan JKP, terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya. e. terutangnya pajak atas impor BKP, terjadi pada saat BKP tersebut dimasukkan ke dalam daerah pabean. Terutangnya pajak atas ekspor BKP, terjadi pada saat BKP tersebut dikeluarkan dari daerah pabean. f. terutangnya pajak atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dan atas persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, terjadi pada: 1) saat ditandatanganinya akta pembubaran, 2) saat diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak
melakukan
kegiatan
usaha
atau
sudah
dibubarkan,
berdasarkan hasil pemeriksaan, 3) saat diketahuinya bahwa perusahaan tersebut telah bubar berdasarkan data atau dokumen yang ada. g. terutangnya pajak atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean adalah pada saat orang pribadi atau badan tersebut mulai memanfaatkan BKP tidak berwujud atau JKP di dalam daerah pabean. Saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari
Universitas Sumatera Utara
luar daerah pabean oleh orng pribadi atau badan di dalam daerah pabean ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
7.
Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai
Mekanisme PPN menurut Muljono dan Tunggal ( 2007 ) sebagai berikut : a. setiap PKP menyerahkan BKP / JKP diwajibkan membuat faktur pajak untuk memungut pajak yang terutang. Pajak yang dipungut dinamakan Pajak Keluaran, b. pada saat Pengusaha Kena Pajak tersebut di atas membeli BKP atau menerima JKP dari Pengusaha Kena Pajak lain, juga membayar pajak yang terutang, yang dinamakan Pajak Masukan, c. pada akhir masa pajak, Pajak Masukan tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal jumlah Pajak Keluaran
lebih
besar
daripada
jumlah
Pajak
Masukan,
maka
kekurangannya dibayar ke Kas Negara selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya, d. pada akhir masa pajak, setiap Pengusaha Kena Pajak diwajibkan untuk melaporkan pemungutan dan pembayaran pajak yang terutang kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 setelah akhir masa pajak.
Menurut Sukardji, Untung (2010:19) mekanisme PPN di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1) Pengusaha Kena Pajak (PKP) A menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) kepada PKP B dengan Harga jual Rp 1.000.000,00. Atas penyerahan ini terutang PPN sebesar = 10% x Rp 1.000.000,00 = Rp 100.000,00 dan wajib dipungut oleh PKP A. Pemungutan PPN dilakukan dengan cara membuat Faktur Pajak. Sehubungan dengan itu, PKP A membuat dan menyerahkan Faktur Pajak dengan PPN sebesar Rp 100.000,00 kepada PKP B. 2) Karena PKP B yang menerima Faktur Pajak dengan nilai PPN sebesar Rp 100.000,00, PKP B selaku pembeli BKP akan membayar Rp 1.000.000,00 ditambah PPN sebesar Rp 100.000,00 kepada PKP A selaku penjual. 3) BKP dimaksud oleh PKP B diserahkan lebih lanjut kepada PKP C. Kali ini, PKP B berstatus sebagai penjual BKP, sedangkan PKP C selaku pembeli. Harga jual tidak lagi Rp 1.000.000,00 melainkan Rp 1.200.000,00. Atas penyerahan ini terutang PPN sebesar 10% x Rp 1.200.000,00 = Rp 120.000,00, dan wajib dipungut oleh PKP B. seperti yang dilakukan oleh PKP A, untuk memungut PPN ini PKP B membuat dan menyerahkan Faktur Pajak dengan nilai PPN Rp 120.000,00 kepada PKP C. 4) Karena menerima Faktur Pajak dengan nilai PPN sebesar Rp 120.000,00, selaku pembeli, PKP C membayar harga BKP Rp 1.200.000,00 ditambah dengan PPN sebesar Rp 120.000,00. 5) PPN sebesar Rp 100.000,00 yang dipungut oleh PKP A, dalam UU PPN 1984 disebut “Pajak Keluaran”, sedangkan bagi PKP B selaku pembeli membayar PPN tersebut dinamakna “Pajak Masukan”. Demikian pula halnya, PPN sebesar Rp 120.000,00 yang dipungut oleh PKP B dinamakan “Pajak Keluaran”,sedangkan bagi PKP C selaku pembeli yang membayar PPN tersebut dinamakan “Pajak Masukan” 6) Pada akhir bulan (sebenarnya lebih tepat pada awal bulan berikutnya), PKP B memperhitungkan Pajak Masukan sebesar Rp 100.000,00 dengan Pajak Keluaran sebesar Rp 120.000,00. Hasilnya, diperoleh selisih lebih banyak Pajak Keluaran sebesar Rp 20.000,00 yang wajib disetorkan ke kas Negara melalui bank penerima pembayaran pajak. Memperhitungkan (mengurangkan) Pajak Masukan dengan Pajak Keluran ini, dalam mekanisme PPN berdasarkan UU PPN 1984 dinamakan “pengkreditan Pajak Masukan.” Jadi mengkreditkan Pajak Masukan mengandung pengertian mengurangkan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran
8.
Faktur Pajak
Universitas Sumatera Utara
1. Defenisi Faktur Pajak Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP /JKP atau bukti pungutan pajak karena impor barang kena pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Pasal 1 angka 23 UU PPN Tahun 2000). Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/ atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat: -
Nama, alamat, dan Nomor Wajib Pajak yang menyerahkan BKP atau JKP
-
Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib pembeli BKP atau penerima JKP
-
Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau penggantian, dan potongan harga
-
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
-
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut
-
Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak, dan
-
Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP / JKP yang dilakukan di dalam daerah pabean. Pembuatan faktur pajak bersifat wajib bagi setiap Pengusaha Kena Pajak, karena faktur pajak adalah bukti yang menjadi sarana pelaksanaan cara kerja (mekanisme) pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai.
Universitas Sumatera Utara
Faktur pajak hanya boleh dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak.Oleh karena itu, bagi orang pribadi dan badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat faktur pajak.Larangan membuat faktur pajak oleh bukan Pengusaha Kena Pajak dimaksudkan untuk melindungi pembeli dari pemungutan pajak yang tidak semestinya.Namun demikian, apabila faktur pajak telah dibuat oleh orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tersebut, jumlah pajak yang tercantum dalam faktur pajak harus disetorkan ke Kas Negara.
9. Faktur Pajak Gabungan
Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender yang disebut dengan Faktur Pajak gabungan.
Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Beberapa hal berkenaan dengan penerbitan Faktur Pajak diberikan kemudahan, kesederhanaan dan kepastian hukum dalam UU PPN no.42 Th 2009 yaitu: 1. Hanya akan dikenal satu jenis Faktur Pajak dan tidak ada lagi Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak Sederhana. 2. Saat Pembuatan Faktur Pajak
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka meringankan beban administrasi Wajib Pajak maka saat pembuatan Faktur Pajak adalah pada saat terutangnya pajak, yaitu pada saat penyerahan, atau dalam hal pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran. Dengan pengaturan ini, Wajib Pajak tidak perlu lagi membuat faktur penjualan (invoice) yang berbeda dengan Faktur Pajak. Pembuatan Faktur Pajak dibuat pada (Pasal 13 ayat (1a) : •
Saat penyerahan BKP/JKP
•
Saat penerimaan pembayaran (dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan)
•
Saat penerimaan pembayaran termin (dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan)
•
Saat lain yang diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
a. Berdasarkan UU PPN no.42 Th 2009, ada beberapa syarat untuk kelengkapan Faktur Pajak yaitu sebagai berikut : •
Faktur Pajak harus diisi dengan lengkap, jelas dan benar sesuai Pasal 13 ayat 5 UU PPN apabila tidak merupakan Faktur Pajak Cacat
•
Faktur pajak Penjualan yang memuat keterangan sesuai Pasal 13 ayat 5 UU PPN dipersamakan dengan Faktur Pajak
Universitas Sumatera Utara
•
PPN yang tercantum dalam FP cacat tidak dapat dikreditkan, dan PKP penerbit dikenakan sanksi administrasi Pasal 14 ayat 4 UU KUP.
b. Faktur Pajak Pengganti, Hilang dan Batal Yang dapat dilakukan apabila Faktur Pajak : •
Faktur pajak yang cacat, rusak, salah dalam pengisian maupun penulisan dapat diganti dengan cara menerbitkan Faktur Pajak pengganti
•
Apabila FP hilang, maka dapat dibuat copy FP tsb dan di stempel KPP (legalisir)
•
Apabila terjadi pembatalan transaksi sedangkan FP telah terbit, maka atas FP tersebut harus dibatalkan oleh PKP yang menerbitkan FP
c. Pejabat/ Kuasa yang menandatangani Faktur Pajak Adapun Pejabat/Kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak adalah sebagai berikut : •
WP
harus
menyampaikan
surat
pemberitahuan
nama
pejabat/kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani •
Apabila surat tersebut tidak disampaikan/terlambat disampaikan maka faktur pajak yang diterbitkan dianggap faktur pajak cacat
Universitas Sumatera Utara
d. Penomoran Faktur Pajak Pengusaha
kena
pajak
harus
menerbitkan
faktur
pajak
dengan
menggunakan Kode dan nomor seri faktur pajak.Apabila terjadi kesalahan pengisian kode dan nomor seri FP, maka FP yang diterbitkan merupakan FP cacat. Format penomoran : - 2 digit kode transksi - 1 digit kode status - 3 digit kode cabang - 2 digit tahun penerbitan - 8 digit nomor urut Contoh : 010.000-10.00000025 Artinya : penyerahan kepada selain pemungut PPN, faktur pajak normal (bukan pengganti), diterbitkan di tahun 2010 dengan nomor urut 25. Khusus untuk PKP Eceran (PKP PE) diberikan kemudahan untuk menggunakan nomor sendiri yang dapat berupa nomor invoice atau nomor struk penjualan sebagaimana telah dipergunakaan saat ini, sampai dengan tanggal 31 Desember 2010. Mulai 1 Januari 2011 wajib melakukan penomoran faktur pajak sesuai ketentuan dalam lampiran III PER-13/PJ/2010.
Universitas Sumatera Utara
10. Nota Retur Nota Retur adalah Nota yang dibuat oleh penerima barang kena pajak karena adanya pengembalian barang kena pajak yang dibeli/diterima.Dalam terjadi pengembalian barang kena pajak, maka pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada Pengusaha Kena Pajak Penjual. Nota retur tersebut harus dibuat dalam masa pajak yang sama dengan masa pajak terjadinya pengembalian barang kena pajak. Namun atas pengembalian barang kena pajak yang kemudian diganti dengan barang kena pajak yang sama, baik dalam jumlah fisik, jenis, maupun harganya oleh Pengusaha Kena Pajak atau yang menghasilkan dan menyerahkan barang kena pajak tersebut, dapat tidak dibuat nota retur. Nota retur mengurangkan Pajak Keluaran bagi PKP penjual sedangkan bagi PKP pembeli mengurangkan Pajak Masukan. Nota retur sekurang-kurangnya harus mencantumkan: a. nomor urut, b.nomor dan tanggal faktur pajak dari barang kena pajak yang dikembalikan, c. nama, alamat, dan NPWP pembeli, d. nama, alamat, NPWP, serta tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan faktur Pajak, e. macam, jenis, kuantum, dan harga jual barang kena pajak yang
Universitas Sumatera Utara
dikembalikan, f. pajak pertambahan nilai atas BKP yang dikembalikan, g. pajak Penjualan atas Barang Mewah atas barang kena pajak yang tergolong mewah yang dikembalikan, h. tanggal pembuatan nota retur, i. tanda tangan pembeli
11. Pajak Masukan dan Pajak Keluaran Pajak Masukan Menurut Muljono ( 2008 : 61 ) adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak yang berkaitan dengan : perolehan BKP, penerimaan JKP, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean, pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean, dan impor BKP. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP, Penyerahan JKP, atau ekspor BKP.PPN Masukan dan PPN Keluaran dihitung dengan mempergunakan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 UndangUndang No. 42 Tahun 2009 dari Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak PPN adalah : harga jual, nilai pergantian, nilai impor, atau nilai lain. a.
Pengkreditan Pajak Masukan
Pengkreditan pajak masukan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
a. pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama, b. dalam hal belum ada pajak keluaran dalam suatu masa pajak, maka pajak masukan tetap dapat dikreditkan, c. apabila dalam suatu masa, PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah pajak keluaran yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang berkenaan dengan penyerahan terutang pajak, d. apabila dalam suatu pajak, PKP selain melakukan penyerahan terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan pajak masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan, e. besarnya pajak pengusaha
masukan yang dapat
yang
menggunakan
dikenakan
Norma
Pajak
dikreditkan oleh
Penghasilan
Perhitungan
Penghasilan
dengan Neto
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dapat dihitung dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan Menteri Keuangan, f. pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya, selambat-lambatntya 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
b. Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan Dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 (Sukardji, 2010:157) , ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sebagai berikut: i. Bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/ atau impor barang modal dapat dikreditkan. ii. Pajak Masukan bagi PKP yang gagal berproduksi Pasal 9 ayat (2a) : “Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal PKP tersebut mengalami gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak pengkreditan Pajak Masukan dimulai.” iii. Saat PKP menggunakan hak untuk memperoleh kembali kelebihan pembayaran Pajak masukan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 9 ayat (4), dalam hal Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. iv. Criteria Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan: -
Perolehan BKP dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
-
Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP atau penerima JKP;
-
Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum BKP berproduksi
v. Pengkreditan Pajak Masukan sehubungan dengan pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha. vi. Pengembalian PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dibayar oleh orang pribadi pemegang paspor Negara lain (Pasal 16E,UU PPN No.9 th 2009)
12. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Surat Pemberitahuan Masa (SPT) menurut Waluyo (2006: 239) adalah “surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau pada suatu saat ”.
Universitas Sumatera Utara
Dalam sistem Self Assessment, SPT Masa PPN berfungsi sebagai sarana bagi Pengusaha kena Pajak untuk mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang. a. pengkreditan Pajak Masukan (PM) terhadap pajak Keluaran(PK), b. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pihak lain dalam suatu Masa Pajak. Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib mengisi dan menyampaiakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan benar, lengkap dan jelas serta menandatanganinya. Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah mengisi formulir Surat Pemberitahuan, dalam bentuk kertas dan/atau dalam bentuk elektronik, dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah: a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam surat pemberitahuan, c. jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 18 tahun 2000, UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan UU Nomor 28 tahun 2007. Aturan pelaksanaannya terakhir diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ./2006 tentang bentuk, isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-147/PJ./2006 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Bagi Pemungut PPN, maka dikenal 2 (dua) SPT Masa PPN, Yaitu : a. SPT Masa PPN bentuk formulir 1107, yang wajib digunakan bagi semua PKP dan mulai berlaku sejak Masa Pajak Januari 2007. b. SPT Masa PPN Bagi Pemungut PPN bentuk formulir 1107 PUT, yang wajib digunakan bagi pemungut PPN dan mulai berlaku sejak Masa Pajak Januari 2007. Kemudian dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER29/PJ/2008 tanggal 23 Juni 2008 ditetapkan bahwa PKP yang menyampaikan SPT dalam bentuk formulir kertas ( hard copy) wajib menggunakan SPT Masa PPN Formulir 1108 yang terdiri atas: a. Induk SPT – Formulir 1108
Universitas Sumatera Utara
b. Lampiran 1 Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM – Formulir 1107 A c. Lampiran 2 Daftar Pajak Masukan dan PPnBM – Formulir 1108 B
13. Tata Cara Penyetoran, Pelaporan dan Penyampaian SPT Masa PPN a. Batas Waktu Penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak , harus disetor paling lambat 15 (lima belas) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur, maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya
b. Batas waktu Pelaporan SPT Masa PPN SPT Masa PPN harus disampaikan setiap bulan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.Dalam hal hari ke-20 adalah hari libur, maka SPT Masa PPN harus disampaikan pada hari kerja sebelum hari libur.
c. Penyampaian SPT Masa PPN Surat Pemberitahuan Masa PPN dapat disampaiakn oleh Pengusaha Kena Pajak dengan cara: 1. Manual • disampaikan langsung ke KPP tempat PKP dikukuhkan atau KP4 (Kantor
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan)
setempat; dan atas penyampaian SPT Masa PPN tersebut PKP akan menerima tanda bukti penerimaan,
Universitas Sumatera Utara
• disampaikan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melaui perusahaan jasa ekspedisi atau melalui perusahaan jasa kurir, ke KPP tempat PKP dikukuhkan atau KP4 setempat. Tanda bukti serta tanggal pengiriman SPT dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut lengkap. 2. Elektronik yaitu melalui e-Filling, yang tata cara penyampaiannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-05/PJ./2005
tentang
Tata
Cara
Penyampaian
Surat
Pemberitahuan Secara Elektronik (e-Filling) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi.
14. Pengakuan dan Pengukuran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut SAK dan UU Perpajakan. Pajak Pertambahan Nilai timbul akibat adanya transaksi pembelian dan penjualan terhadap BKP/ JKP. Apabila PKP melakukan pembelian BKP maka akan dikenakan Pajak Masukan. Selanjutnya bila PKP tersebut melakukan penjualan atas BKP tersebut maka mereka berhak untuk melakukan pemungutan PPN yang telah mereka setor sebelumnya dan hal ini merupakan Pajak Keluaran. Seperti halnya pendapatan, PPN juga harus diketahui kapan diakui dan bagaimana cara pengukurannya. Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dalam SAK yang dikeluarkan oleh IAI (2009, Pasal 23), dijelaskan bahwa:
Universitas Sumatera Utara
“Penghasilan diakui dalam laba rugi kalau peningkatan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.” Menurut UU Perpajakan R.I No.250/PMK/2008 Pasal 4 ayat 1, dijelaskan bahwa: “Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”.
Menurut Donald E Kieso, dkk dalam buku Akuntansi Intermediate (2002:53), Pendapatan umumnya diakui jika: a. Telah direalisasi atau dapat direalisasi b. Telah dihasilkan Misal, PT. X melakukan penjualan barang dengan penyerahan Rp 25.000.000,00 terdiri dari : -
Penyerahan yang telah diterima pembayarannya Rp 20.000.000,00,-
-
Penyerahan yang belum diterima pembayarannya Rp 5.000.000,00,-
Prinsip kas
: pendapatan (penjualan) adalah Rp 20.000.000,00,- sisa yang belum di bayar sebesar Rp 5.000.000,00 ditetapkan sebagai penghasilan pada periode berikutnya apabila telah dilakukan pembayaran berikutnya. Tabel 2.1
Universitas Sumatera Utara
Pengakuan Pendapatan Prinsip akrual Des 2009
Jan 2010
Penyerahan = Rp 25.000.000,00 Pembayaran = Rp 20.000.000,00
Pembayaran II = Rp 5.000.000,00
Penghasilan ditetapkan = Rp 25.000.000,00 Prinsip kas Des 2009
Jan 2010
Penyerahan = Rp 25.000.000,00 Pembayaran = Rp 20.000.000,00
Pembayaran II = Rp 5.000.000,00
Penghasilan ditetapkan = Rp 20.000.000,00 Penghasilan ditetapkan=Rp5.000.000,00
Pengakuan pendapatan dari penjualan barang dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.23 menurut IAI (2009 : 23) menyebutkan bahwa pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila seluruh kondisi berikut terpenuhi : a. Perusahaan telah memindahkan resiko secara signifikan dan telah memindahkan menfaat kepemilikan barang kepada penbeli ; b. Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual; c. Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal; d. Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut; dan
Universitas Sumatera Utara
e. Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan dapat diukur dengan andal. Pengukuran pendapatan dalam PSAK No.23( 2009 : 23) dijelaskan bahwa “ Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima”. Dalam UU Perpajakan No.42 Tahun 2009 Pasal 8A ayat 1, dijelaskan bahwa “ Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dengan Dasar Pengenaan Pajak yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain”. Dalam Pasal 11 ayat 1 UU PPN No.42 Tahun 2009, terutangnya pajak terjadi pada saat: a. b. c. d. e. f. g. h.
Penyerahan BKP; Impor BKP; Penyerahan JKP; Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean; Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean; Ekspor BKP Berwujud; Ekspor BKP tidak berwujud, atau Ekspor JKP.
Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dalam SAK (2009 : 23) dijelaskan bahwa “Beban diakui dalam Laporan Laba Rugi kalau penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal”. Hal ini berarti pengakuan beban terjdi bersamaan dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aktiva ( misalnya, akrual hak karyawan atau penyusutan aktiva tetap). Menurut UU Perpajakan No.42 Tahun 2009 Pasal 11 Ayat2, dijelaskan bahwa “ Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerhan Jasa Kena Pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang kena Pajak tidak berujud atau Jasa Kena
Universitas Sumatera Utara
Pajak dari Luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran”.
Dalam akuntansi, saat penyerahan barang merupakan salah satu saat pengakuan beban atau perolehan aktiva (PSAK No.23 ; 38). Begitu juga dengan pajak, pengakuan beban atau perolehan aktiva diakui pada saat penyerahan barang kena pajak, tetapi karena pembuatan faktur pajak dapat diserahkan bulan berikutnya maka pendapatan tersebut tidak dapat dilaporkan pada bulan saat penyerahan BKP. Terutangnya PPN menurut akuntansi yaitu pada saat penyerahan BKP walaupun faktur pajak belum dibuat dan belum diterima pembayarannya. Menurut UU Perpajakan terutangnya PPN sama dengan akuntansi yaitu pada saat penyerahan BKP atau sudah terjadi penjualan (UU Perpajakan RI No.42 Tahun 2009), tetapi apabila diterima uang muka dari penjualan tersebut maka terutangnya PPN secara administrative adalah pada saat pembayaran uang muka dan diterbitkan faktur pajaknya. Efek dari pengakuan dan pengukuran beban PPN ini memiliki implikasi terhadap pelaporan keuangan yaitu laba ruginya terlalu rendah sehingga mengakibatkan pajak terutangnya juga understated. Misal, pada tanggal 25 Desember 2009 diterima uang muka sebesar Rp. 1.000.000,00 dari penjualan barang dagang sebesar Rp 10.000.000,00. Barang tersebut akan diserahkan pada 20 Januari 2010. Menurut UU Perpajakan, pada saat diterima uang muka PPN dan penjualan sudah diakui dan faktur pajak diterbitkan pada saat itu juga. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
menurut SAK, penjualan belum diakui karena barang belum diserahkan dan faktur belum diterbitkan, tetapi uang muka atas penjualan barang tersebut sudah diakui dan dikenakan PPN Keluaran. Jadi penjualan diakui menurut akuntansi adalah pada saat penyerahan barang pada bulan berikutnya yaitu tanggal 20 Januari 2010. Perbedaan pengakuan penjualan menurut SAK dan Pajak, akan menyebabkan laba yang dihasilkan perusahaan terlalu rendah ( understated). Hal ini terjadi karena menurut akuntansi penjualan belum diakui bila belum terjadi penyerahan barang.Sedangkan dalam pajak, apabila pembayaran diterima lebih dahulu sebelum barangnya diserahkan maka pada saat pembayaran uang muka tersebut penjualan dan PPN sudah diakui. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan koreksi fiscal atas pendapatan dan beban untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak dan rekonsiliasi nilai atas penyerahan omset penjualan.
15. Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai Prosedur pembukuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari: •
Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan,
•
Penjualan dan PPN terutang,
•
PPN yang masih harus dibayar atau lebih
•
dan lain-lain
Dilihat dari pengenaan PPN, barang yang dibeli oleh perusahaan dapat digolongkan ke dalam dua jenis barang, yaitu barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan.Pembelian kedua jenis barang
Universitas Sumatera Utara
tersebut perlu dipertimbangkan dalam rangka pembukuan, karena PPN yang tidak dapat dikreditkan tersebut dapat dimasukkan kedalam biaya dalam perhitungan pajak penghasilan nantinya. Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan masih dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu: 1) pembelian barang untuk diolah (persediaan), dan 2) pembelian barang modal yang ada hubungannya dengan proses produksi. Berikut ini akan diuraikan prosedur pembukuan pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan tidak dapat dikreditkan (berkaitan dengan PPN Masukan) : 1.
Pembelian barang/ persediaan yang PPN-nya dapat dikreditkan. Misal, PT. Jaya membeli barang untuk persediaan dalam bulan Agustus 2009 seharga Rp. 20.000.000,00 dengan kredit dari PT. Sejahtera Jurnal Pembelian
Rp 20.000.000,00
PPN Masukan
Rp 1.000.000,00
Utang 2.
Rp 21.000.000,00
Pembelian barang modal yang PPN-nya dapat dikreditkan PT. Jaya membeli mesin seharga Rp 10.000.000,00 dengan kredit pada bulan Juni 2009 dari PT. Sejahtera. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut : Mesin
Rp 10.000.000,00
PPN Masukan
Rp 1.000.000,00
Utang
Rp 11.000.000,00
Universitas Sumatera Utara
3.
Pembelian barang/ persediaan yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan Misal, PT. Sentosa membeli tunai alat-alat tulis seharga Rp 500.000 ditambah PPN 10%. Karena alat-alat tulis ini tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses produksi, Pajak Masukannya tidak boleh dikreditkan. Sesuai dengan UU PPh 1984, PPN yang tidak dapat dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya operasi.
Jurnal Alat-alat Tulis
Rp 500.000,00
Biaya PPN
Rp
Utang 4.
50.000,00 Rp 550.000,00
Pembelian barang/modal yang PPn-nya tidak dapat dikreditkan PT. Makmur membeli kendaraan sedan untu keperluan kantor administrasi seharga RP 50.000.000,00 tunai. Pajak Masukan pembelian kendaraan sedan tidak dapat dikreditkan.Namun, pajak tersebut dibebankan sebagai biaya perolehan kendaraan.Jadi, tidak dapat dibedaka sekaligus di tahun perolehannya, melainkan disusut dengan tariff penyusutannya. Transaksi ini dicata dengan ayat jurnal sebagai berikut: Kendaraan sedan
Rp 50.000.000,00
Kas 5.
Rp 50.000.000,00
Pembelian dengan Potongan
Universitas Sumatera Utara
Misal, PT. Angkasa membeli barang seharga Rp 16.000.000,00 dengan potongan pembelian Rp 6.000.000,00 jika pembayaran dilakukan dalam periode yang ditentukan. Tarif PPN 10%. Jurnal Pembelian
Rp 16.000.000,00
Cadangan potongan pembelian
(Rp 6.000.000,00)
PPN Masukan
Rp
Utang
1.000.000,00 Rp 11.000.000,00
Apabila perusahaan tidak dapat membayar utang dalam waktu yang ditentukan, pembeli tidak berhak atas potongan. Pembayaran hutang pembelian ini dicatat dengan ayat jurnal: Jurnal Utang
Rp 11.000.000,00
PPN Masukan
Rp 6.000.000,00
Rugi Karena Potongan
Rp
Kas
600.000,00 Rp 17.600.000,00
Karena potongan tidak diambil maka PPN Masukan atas potongan yang belum pada saat pembelian harus dibebankan. Demikian pula penjual harus memperhitungkan PPN terutang dengan jumlah yang sama. 6.
Untuk pengembalian pembelian Contoh: Karena tidak sesuai dengan spesifikasi barang, pembelian sebanyak Rp.5.000.000,00 ditambah PPN 10% dikembalikan kepada penjual. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Jurnal Utang
Rp 5.500.000,00
Pembelian
Rp 5.000.000,00
PPN Masukan
Rp
500.000,00
Pengembalian ini akan mengurangi PPN Masukan, demikian pula penjualan akan mengurangi PPN terutang.
7.
Penjualan Tunai Contoh: PT Hidayah menjual barang secara tunai Rp. 30.000.000,00 dengan PPN 10%. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal : Kas
Rp 33.000.000,00
Penjualan
Rp 30.000.000,00
PPN Keluaran
Rp 3.000.000,00
8. Pengembalian penjualan Contoh : Masih dengan contoh no. 5 barang yang dijual dikembalikan Rp.8.000.000,00 Pengembalian ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut: Penjualan
Rp 8.000.000,00
PPN Keluaran
Rp 800.000,00
Kas
Rp 8.800.000,00
9. Penjualan dengan uang muka
Universitas Sumatera Utara
Contoh : Pada tanggal 13 Juni 2009 PKP “XYZ” menerima uang muka dari PKP “ABC” atas pembelian barang kena pajak peralatan kantor yaitu sebesar Rp 10.000.000,00 ditambah PPN 10%. Pada tanggal 13 Juli 2009 yaitu pad asst penyerahan barang, diterima sisa pembayaran Rp 5.000.000,00 dimana dalam pembayaran tersebut belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Karena itu, ada dua transaksi yang harus dicatat, yaitu: a) Pada saat pembayaran uang muka Kas
Rp 11.000.000,00 Uang muka pelanggan
Rp 10.000.000,00
PPN Keluaran
Rp 1.000.000,00
b) Pada saat penyerahan barang Kas
Rp 10.000.000,00
Uang muka pelanggan
Rp 10.000.000,00
Sesuai
Penjualan
Rp 15.000.000,00
PPN Keluaran
Rp 5.000.000,00
dengan
ketentuan
bahwa
PPN
sudah
terutang
pada
saat
pembayaran.Karena itu, pada saat pembayaran uang muka PKP menerima uang muka harus memungut PPN. 10. Penjualan dengan angsuran Contoh: PT. Abadi Cipta menjual suatu barang dengan angsuran seharga Rp44.000.000,00 pembayaran dilakukan dengan 10 kali cicilan. Transaksi penjualan dan angsuran setiap bulan dicatat dengan ayat jurnal: a) Pada saat penyerahan barang
Universitas Sumatera Utara
Piutang penjualan angsuran
Rp. 48.400.000,00
Penjualan
Rp 44.000.000,00
PPN Keluaran
Rp
4.400.000,00
b) Pada saat pembayaran angsuran Kas
Rp 4.840.000,00 Piutang penjualan angsuran
Rp 4.840.000,00
16. Saat Perhitungan Pembayaran dan Pembuatan Laporan Pada setiap akhir bulan pengusaha kena pajak akan menghitung PPN yang terutang untuk masa pajak yang bersangkutan, kemudian akan membandingkan antara PPN Keluaran dan PPN Masukan. Kemudian mengisi dan memasukkan surat pemberitahuan masa untuk masa yang bersangkutan yang berlaku sebagai laporan. Jurnal penutup untuk menutup perkiraan PPN adalah sebagai berikut: PPN Keluaran
Rp xx
PPN Masukan
Rp xx
PPN yang masih harus dibayar
Rp xx
Apabila PPN masukan lebih besar yang berarti ada kelebihan setoran, maka jurnal penutupnya adalah: PPN Keluaran
Rp xx
PPN lebih bayar
Rp xx
PPN Masukan
Rp xx
Apabila PPN masukan lebih besar yang berarti ada kelebihan setoran, maka jurnal penutupnya adalah: PPN Keluaran
Rp xx
Universitas Sumatera Utara
PPN lebih bayar
Rp xx
PPN Masukan
Rp xx
(PPN yang lebih bayar akan dikompensasikan dengan pajak masa berikutnya)
17. Koreksi Fiskal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Hampir semua perhitungan laba komersial yang dihasilkan oleh semua perusahaan harus mengalami koreksi fiscal untuk mendapatkan Penghasil;an kena Pajak. Hal ini disebabkan karena tidak semua ketentuan dalam SAK digunakan dalam peraturan perpajakan atau banyak ketentuan perpajakan yang tidak sama dengan SAK. Perbedaan yang terjadi adalah besarnya pajak terutang yang diakui dalam laporan
Laba
Rugi
Komersial
dengan
pajak
yang
terutang
menurut
fiscus.Perbedaan tersebut dapat berupa Beda Tetap dan Beda Waktu. Beda Tetap terjadi apabila terdapat transaksin yang diakui oleh Wajib Pajak sebagai penghasilan atau sebagai biaya dalam akuntansi secara komersial yang diatur dalam SAK. Namun berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, atas transaksi tersebut bukan merupakan penghasilan atau bukan merupakan biaya atau sebagian merupakan penghasilan atau sebagian lagi merupakan biaya. Beda Waktu terjadi karena adanya perbedaan pengakuan besarnya waktu secara akuntansi komersial dibandingkan dengan secara fiscal, misalnya dalam ketentuan masa manfaat dari aktiva yang akan dilakukan penyusutan. Sesuai dengan Pasal 1 PP No.43 Th 1985 tentang Pelaksanaan Pajak Penghasilan, pada dasarnya Pajak masukan PPN yang boleh dikurangkan dari
Universitas Sumatera Utara
penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat(1) UU PPh 1984 adalah PPN yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan UU PPN Tahun 1984. Dengan demikian PPN yang tidak dapat dikreditkan tersebut dapat dikoreksi fiscal atau dapat dimasukkan ke dalam biaya yang dapat dikurangkan dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak.
B. Kerangka Konseptual Gambar 2.1 PT.Agung Sumatera Samudera Abadi Medan
Pajak Pertambahan Nilai d. (PPN)
Pajak Penghasilan (PPh) Badan
Rekonsiliasi nilai penyerahan PPN dengan PPh Badan dan pengakuan beban dan hutang
UU No.42 thn 2009 dan SAK
Sumber Data : Hasil Olahan Penulis,2011 Keterangan gambar: PT.Agung Sumatera Samudera Abadi Medan adalah perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dalam kegiatannya wajib membayar pajak terutang menurut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Universitas Sumatera Utara
Penghasilan. Dalam pelaporan SPT Masa PPn dan SPT PPh Badan, PT.Agung Sumatera Samudera Abadi wajib melakukan rekonsiliasi nilai penyerahan menurut PPN dengan PPh Badan, karena dalam sebuah pemeriksaan pajak yang dilakukan pemeriksa, hampir dapat dipastikan bahwa rekonsiliasi ini akan dilakukan oleh pemeriksa sebagai bagian dari prosedur pemeriksaan.. Perusahaan juga harus mengetahui kapan penyerahan barang diakui sebagai beban dan hutang disesuaikan berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku yaitu:UU No.42 Tahun 2009 dan Standar Akuntansi Keuangan. C. Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Peneliti Malahayati (2007)
Mahreni Seprina Gultom (2010)
Judul Penelitian “ Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT. Fajar Deli Utama Medan”
Metode Penelitian Deskriptif Analitis
“Analisis Deskriptif Perhitungan dan Analitis Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. (Persero)Pelabuhan IndonesiaI Medan”
Hasil Penelitian Perusahaan belum menerapkan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan SAK. Hal ini karena pencatatan yang dilakukan oleh pihak perusahaan tidak memenuhi pernyataan SAK. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan telah melaksanakan kewajibannya dalam hal perhitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai selama satu tahun.
Universitas Sumatera Utara
Kesalahan yang terjadi pada tagihan yang dibuat PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan, di mana Perusahaan kurang mengerti tagihan apa saja yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Sumber Data : Hasil Olahan Penulis,2011
Universitas Sumatera Utara