BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fero Sulfat 2.1.1 Uraian Bahan Rumus molekul
: FeSO 4 .7H 2 O
Berat molekul
: 278,01
Nama kimia
: Besi (2+) sulfat (1:1) heptahidrat
Pemerian
: Hablur atau granul warna hijau tidak berbau di
dan
udara kering.
udara
lembab
rasa seperti Segera
kebiruan, pucat, garam. Merekah
teroksidasi
dalam
membentuk besi (III) sulfat berwana
kuning kecoklatan. pH
: Lebih kurang 3,7
Kelarutan
: Mudah larut
dalam air; tidak larut
dalam etanol;
sangat mudah larut dalam air mendidih (Ditjen POM, 1995). 2.1.2 Farmakologi Besi adalah komponen penting dalam pembentukan hemoglobin, jumlah yang cukup diperlukan untuk eritropoiesis yang efektif, transpor oksigen oleh darah, untuk produksi mioglobin dan sebagai kofaktor dari beberapa enzim penting (Groves, 1989). Kebutuhan
tubuh
untuk
unsur besi
sehari
Universitas Sumatera Utara
adalah 8,7 mg bagi pria dan 14,8 mg bagi wanita (Tjay dan Rahardja, 2002). Pada individu yang mengalami defisiensi zat besi, 200 – 400 mg zat besi elemental seharusnya diberikan setiap hari untuk memperbaiki kekurangan zat besi dengan cepat (Katzung, 1992). Zat besi disimpan dalam sel-sel mukosa intestinal sebagai feritin (suatu kompleks protein/besi) sampai dibutuhkan tubuh. Defisiensi besi disebabkan oleh kehilangan darah akut atau kronik, pemasukan yang kurang selama periode pertumbuhan cepat anak-anak, atau menstruasi berlebihan atau wanita hamil. Karena itu, keadaan ini merupakan akibat keseimbangan negatif besi yang disebabkan habisnya simpanan besi dan pemasukan yang tidak cukup, memuncak pada anemia mikrositik hipokrom. Penambahan sulfas ferrosus diperlukan untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Gangguan gastrointestinal yang disebabkan oleh iritasi lokal merupakan efek samping paling sering akibat suplemen zat besi (Mycek, et al, 2001). 2.1.3 Farmakokinetik Absorpsi zat besi melalui saluran cerna berlangsung di duodenum dan yeyunum bagian atas. Makin ke distal suasana menjadi netral atau basa, karena itu besi membentuk garam kompleks fosfat, karbonat atau lainnya yang tidak dapat diabsorpsi (Grollman, 1991). Besi dalam bentuk fero lebih mudah diabsorpsi daripada dalam bentuk feri dan sekitar 20% dari fero ini diabsorpsi oleh usus (Gennaro, 2000). Asam askorbat dapat meningkatkan absorpsi zat besi (Gilman, dkk., 1996; Lee, dkk., 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin ; tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM, 1995). Mothes dan Dublanc, dua orang Perancis, biasa dihubungkan dengan penemuan kapsul gelatin yang terdiri dari satu bagian, berbentuk lonjong, ditutup dengan setetes larutan pekat gelatin panas sesudah diisi. Kapsul yang terdiri dari dua bagian ditemukan oleh James Murdock dari London (Lachman, dkk. 1994). Gelatin larut dalam air panas dan dalam cairan lambung yang hangat, kapsul gelatin melepaskan isinya dengan cepat. Gelatin sebagai protein dicerna dan diabsorbsi (Ansel, 2005). Sehubungan dengan sifat gelatin yang larut dalam cairan lambung, maka kapsul gelatin tidak dapat menghindari efek samping obat yang dapat mengiritasi mukosa lambung. Di Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi USU dalam beberapa tahun terakhir telah dikembangkan kapsul yang tahan terhadap asam lambung. Bangun, dkk., (2005) telah membuat suatu cangkang kapsul yang tidak pecah oleh cairan lambung (pH 1,2), tetapi akan pecah di dalam cairan usus buatan (pH 4,5), cairan usus buatan (pH 6,8), dan cairan pH berganti. Cangkang kapsul ini dibuat dari natrium alginat dengan kalsium klorida menggunakan cetakan. Cangkang kapsul ini disebut cangkang kapsul alginat dengan warna yang transparan. 2.2.1
Kapsul Alginat Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang
diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah (Grasdalen dkk., 1979). Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis pyrifera,
Universitas Sumatera Utara
Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum (Belitz and Grosch, 1987). Struktur alginat dapat dilihat di bawah ini.
Gambar 2.1. Struktur alginat Asam alginat adalah kopolimer biner yang terdiri dari residu β-Dmannuronat (M) dan α-L-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang membentuk rantai linear (Grasdalen, dkk., 1979). Kedua unit tersebut berikatan pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu (MM dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Thom dkk., 1980; Son dkk., 2003). Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel ini disebabkan oleh terjadinya kelat antara rantai L-guluronat dengan ion kalsium (Thom dkk., 1980). Gel ini merupakan jaringan taut silang yang tersusun dari kalsium alginat yang membentuk konformasi kotak telur (egg box type of conformation) (Belitz dan Grosch, 1987).
Universitas Sumatera Utara
2.3
Titanium Dioksida Titanium dioksida berwarna putih dan dapat menyebabkan warna menjadi
opak. Titanium dioksida telah banyak digunakan dalam industri manisan (permen), makanan, kosmetik, plastik dan dalam bidang farmasi untuk pembuatan sediaan oral dan topikal sebagai pigmen pemutih. Karena indeks bias yang tinggi, titanium dioksida mempunyai sifat yang dapat menghamburkan cahaya dalam penggunaannya sebagai pigmen pemutih atau pengopak (Rowe, et al, 2003). Titanium dioksida merupakan senyawa yang tidak mengiritasi dan tidak bersifat toksik. Penelitian yang dilakukan terhadap beberapa spesies hewan, termasuk manusia, menunjukkan tidak terjadi penyerapan yang signifikan terhadap konsumsi titanium dioksida dan juga tidak tersimpan didalam jaringan (Rowe, R.C., et al, 2003; FAO, 1969). Penggunaan titanium dioksida diijinkan sejak tahun 1966 dengan batas 1% dari berat badan (Winarno, 1997). Peraturan di Amerika Serikat mengesahkan penggunaannya secara umum sebagai warna aditif tidak lebih dari 1 %. Uni Eropa juga
mengizinkan
penggunannya
dalam
makanan.
India
membatasi
penggunaannya dalam permen karet tidak lebih dari 1 % dan untuk minuman mengandung buah tidak melebihi 100 mg/kg. Sedangkan di Jepang digunakan tanpa batasan dalam makanan (Rao, 2006). Dalam bidang farmasi, titanium dioksida digunakan sebagai zat pemutih dalam suspensi salut film, tablet salut gula dan kapsul gelatin. Titanium dioksida dapat juga dicampurkan dengan zat warna yang lain. Titanium dioksida sangat stabil pada temperatur tinggi, berwarna putih,amorf, tidak berasa dan tidak higroskopis. Tidak larut dalam H 2 SO 4 encer,
Universitas Sumatera Utara
HCL, HNO 3 pelarut-pelarut organik dan air, tetapi larut dalam asam hidrofluoric dan H 2 SO 4 panas (Rowe, et al., 2003). 2.4 Studi Stabilitas Waktu nyata dan studi dipercepat dilaksanakan pada bets primer atau bets yang ditetapkan sesuai protocol uji stabilitas untuk menetapkan atau memastikan masa uji ulang dari suatu zat aktif dengan masa simpan atau edar suatu produk. 2.4.1
Uji Dipercepat Studi didesain untuk meningkatkan derajat degradasi kimiawi atau
perubahan fisis dari zat aktif atau produk dengan menggunakan kondisi penyimpanan “berlebihan” sebagai bagian dari studi stabilitas formal. Data yang diperoleh dari studi ini, dapat digunakan untuk menilai efek kimiawi jangka panjang pada kondisi yang tidak dipercepat. Uji dipercepat dilakukan selama 3-6 bulan. 2.4.2 Pengujian Jangka Panjang atau Waktu Nyata Pengujian jangka panjang biasanya dilaksakan setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan selama tahun ke 2 dan selanjutnya tiap tahun selama masa simpan atau edar pada paling sedikit 3 bets primer. Studi stabilitas lanjutan atau jangka panjang dilakukan selama 3, 6, 9, 12, 18, 24, 36 dan seterusnya akan dilaksanakan sesuai panduan uji stabilitas setempat dan ASEAN. 2.4.3 Pengujian Pasca Pemasaran Studi stabilitas hendaknya dilakukan tiap tahun terhadap produk yang dipasarkan. Studi tersebut hendaknya dilaksanakan pada 1 bets dari tiap
Universitas Sumatera Utara
produk/tahun dan meliputi paling sedikit selama 12 bulan untuk jangka waktu yang cukup mencakup masa simpan/edar yang diusulkan (BPOM, 2009). 2.5
Penetapan Kadar Besi Secara in vitro Besi(II) bereaksi dengan 1,10-fenantrolina membentuk kompleks jingga-
merah [(C 12 H 8 N 2 ) 3 Fe]2+. Intensitas warnanya tak bergantung pada keasaman dalam jangka pH 2-9, dan stabil untuk waktu yang lama. Besi (III) dapat direduksi dengan hidroksilamonium klorida atau dengan hidrokuinon (Vogel, 1994). Penambahan natrium asetat bertujuan untuk mempertahankan pH 3-6 dan pH 3,5 direkomendasikan untuk mencegah pengendapan dari garam besi seperti : fosfat. Penentuan kadar besi dapat dilakukan menggunakan suatu spektrofotometer pada panjang gelombang 508 nm (Skoog, et al, 1996). 2.6
Kerapuhan Perlu diketahui bahwa cangkang kapsul bukan tidak reaktif, secara fisika
atau kimia. Perubahan kondisi penyimpanan seperti temperatur dan kelembaban dapat mempengaruhi sifat kapsul. Dengan terjadinya kenaikan temperatur dan kelembaban dapat menyebabkan kapsul mengikat/melepaskan uap air. Sebagai akibatnya kapsul dapat menjadi rapuh atau lunak (Margareth, dkk., 2009). Laju pengeringan kapsul juga mempengaruhi kekerasan dan kerapuhan kapsul, kemampuan pelarutan, dan kecenderungan untuk melekat satu sama lain.. Kadar uap air yang rendah pada kapsul dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Jika kadar uap air pada kapsul gelatin kurang dari 10%, kapsul cenderung menjadi rapuh, dan sebaliknya jika kadar air lebih tinggi dari 18% kapsul gelatin melunak. Kondisi penyimpanan yang direkomendasikan untuk bentuk sediaan kapsul
Universitas Sumatera Utara
gelatin berkisar 15-300C dan 30%-60% kelembaban relatif (RH). (Margareth, dkk., 2009). Perubahan kerapuhan kapsul oleh kelembaban relatif telah dipelajari oleh Kontny dan Mulski (Gambar 2.7). Pemantauan terhadap karakteristik kapsul yang disimpan pada kelembaban yang bervariasi membuktikan bahwa kelembaban merupakan salah satu parameter yang penting dalam pembuatan dan penyimpanan kapsul. Kriteria yang diterima bahwa kerapuhan kapsul yang signifikan tidak boleh terdeteksi pada kapsul yang disimpan pada kelembaban relatif 30% dan 50% selama 4 minggu (Kontny, dkk., 1989). 2.7
Disolusi Disolusi adalah proses dimana suatu zat padat menjadi terlarut dalam suatu
pelarut. Pelarutan obat dalam media aqueous merupakan suatu bagian penting sebelum kondisi absorpsi sistemik (Gennaro, 1990). Disolusi dari suatu zat bisa digambarkan oleh persamaan Noyes-Whitney : dc / dt = KS (Cs – C) di mana dc/dt adalah laju disolusi, K adalah konstanta laju disolusi, S adalah luas permukaan zat padat yang melarut, Cs adalah konsentrasi obat dalam lapisan difusi, C adalah konsentrasi obat dalam medium disolusi pada waktu t (Ansel, 1989). Alat disolusi berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV ada dua jenis, yaitu : a. Metode Keranjang (Alat I) b. Metode Dayung (Alat II)
Universitas Sumatera Utara
2.8
Pengemasan Proses pengemasan adalah bagian siklus produksi yang dilakukan terhadap
produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi (Anonima, 2011).
Pengemas
harus dapat melindungi produk terhadap segala pengaruh luar yang merugikan yang dapat mempengaruhi kualitas atau potensi produk seperti cahaya, kelembapan, oksigen, kontaminasi biologi, ataupun kerusakan mekanis (WHO, 2002). Pengemasan berperan untuk melindungi pindahnya kelembapan dari lingkungan luar terhadap kandungan produk dan melindungi produk dari oksidasi dan cahaya. Hubungan antara kondisi penyimpanan dan variabel pengemasan pada stabilitas disolusi produk dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan pengemasnya mengenai ketahanan terhadap kelembapan. Misalnya sediaan tablet salut enterik yang dibungkus dengan kertas kurang stabil dari sudut pandang sifat-sifat disolusi sedangkan yang disimpan dalam botol kaca tidak mempengaruhi laju disolusi walaupun terpapar suhu 40oC dan 90% KR atau 50oC dan 50% KR selama 40 hari. Dari penelitian lain juga disebutkan bahwa tablet yang disimpan di foil blister
lebih
terlindungi,
polivinilklorida/polietilen
dibandingkan
menunjukkan
sampel
perlambatan
yang
dikemas
dalam
laju
disolusi
setelah
disimpan selama 3 bulan pada suhu 37oC dan 75% KR (Murthy and Sellassie,1993).
Universitas Sumatera Utara