BAB II TINJAUAN PUSTAKA A .Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Bank Syariah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1992, “ bank syariah adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat yang melakukan kegiatan usaha semata- mata berdasarkan prinsip syariat ( Islam )”. Menurut Perwataatmadja dan Antonio (1992:1) : “ bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam atau mengacu pada ketentuanketentuan Al Qur’an dan Al Hadist, khususnya yang menyangkut tata cara bermualat secara Islam “.Di era globalisasi bank syariah lebih diperluas sebagaimana Menurut Wiyono (2005:75), “Bank Syariah adalah bank yang berasaskan kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah “. Dalam hal ini praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsurunsur riba dijauhi, untuk diganti dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil. 2.Dasar Hukum Bank Syariah di Indonesia Bank syariah di tanah air mendapatkan pijakan yang kokoh setelah adanya regulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Hal ini karena sejak saat itu diberikan keleluasaan penentuan tingkat suku bunga, termasuk nol persen ( atau peniadaan bunga). Sungguhpun
demikian
kesempatan
ini
belum
termanfaatkan
karena
tidak
diperkenankannya pembukaan kantor bank baru. Kemudian posisi bank syariah semakin pasti setelah diusahkannya UU Perbankan No. 7 tahun 1992 dimana bank diberikan kebebasan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari nasabahnya baik bunga ataupun keuntungan bagi hasil.
Universitas Sumatera Utara
Dengan terbitnya PP No. 72 tahun 1992 tentang bagi hasil yang secara tegas memberikan batasan bahwa bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil ( bunga ) sebaliknya pula bank yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Dikeluarkannya UU ini, maka operasional perbankan syariah semakin luas. Titik kulminasi telah tercapai dengan disahkannya UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang membuka kesempatan bagi siapa saja yang akan mendirikan bank syariah maupun yang ingin mengkonversi dari sistem konvensional ke sistem syariah. UU ini juga melakukan revisi beberapa pasal yang dianggap penting, dan merupakan aturan hukum secara leluasa menggunakan istilah syariah dengan tidak lagi menggunakan istilah bagi hasil. Untuk menjalankan UU tersebut selanjutnya dikeluarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat tahun 1999 dilengkapi Bank berdasarkan prinsip syariah. Aturan yang berkaitan dengan bank umum berdasarkan prinsip syariah diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999. Dasar-dasar hukum positif inilah yang dijadikan pijakan bagi bank syariah di Indonesia dalam mengembangkan produk-produknya dan operasionalnya. 3. Karakteristik Bank Syariah Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik sebagaimana menurut Wiyono (2005:75), yakni: a. b. c. d. e. f.
pelarangan riba dalam berbagai bentuknya ; tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money) ; konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas ; tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif; tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang; tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.
Universitas Sumatera Utara
Bank syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil. Bank syariah tidak menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena riba merupakan riba yang diharamkan. Bank syariah dapat menjalankan kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa perbankan lain yang menggunakan prinsip syariah. Suatu transaksi sesuai dengan prinsip syariah apabila telah memenuhi syaratsyarat sebagaimana menurut Wiyono (2005:75), yakni : a. b. c. d. e. f.
transaksi tidak mengandung unsur kedholiman; bukan riba; tidak membayarkan pihak sendiri atau pihak lain; tidak ada penipuan; tidak mengandung materi-materi yang diharamkan; tidak mengandung unsur judi.
Menurut institute Bankir Indonesia (2003 : 24), fungsi dan peran bank syariah merupakan kegiatan bank syariah tecantum dalam pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOFI ( Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution ) : a. Manajer Investasi, bank Islam dapat mengolah investasi dana nasabah b. Investasi, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya. c. Penyediaan jasa keuangan dan lalu lintas pembangunan, bank syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya. d. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada keuangan syariah, bank syariah juga memiliki kewajiban mengeluarkandan mengelola/menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan zakat serta dana-dana sosial lainnya.
Dalam penghimpunan dana, bank syariah menggunakan prinsip wadiah, mudharabah dan prinsip lainnya sesuai dengan prinsip syariah, sedangkan dalam penyaluran dana bank syariah menggunakan prinsip, yakni prinsip musyarakah dan atau mudharabah untuk investasi atau pembiayaan; prinsip murabahah, salam, dan atau
Universitas Sumatera Utara
istishna untuk jual beli; prinsip ijarah dan atau ijarah muntahiyah bitamliik untuk sewa menyewa; prinsip lain yang sesuai dengan bank syariah. Hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam tersebut ditentukan oleh lima konsep dasar akad. Kelima konsep tersebut menurut Muhammad (2005:176) adalah: a. Prinsip Simpanan murni (al-Wadiah) Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan bank Islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-Wadiah. Fasilitas al-wadiah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional alwadiah identik dengan giro. b. Bagi Hasil (Syirkah) Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito ) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan. c. Prinsip Jual Beli (at -Tijarah ) Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di mana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengankat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). d. Prinsip Sewa Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis : (1) Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya waktu yang telah disepakati kepada nasabah. (2) Bai takjiri atau ijarah al muntahiyah bitamliik merupakan penggabungan sewa dan beli, di mana si penyewa mempunyai mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease). e. Prinsip fee/jasa (al- Ajr Wal Umulah) Prinsip ini meliputi seluruh layanan nonpembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa Transfer dan lain lain. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al-ajr wal umulah.
Universitas Sumatera Utara
4. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah Dalam rangka memberikan landasan bagi pernyataan standar akuntansi keuangan No. 59 mengenai akuntansi perbankan syariah IAI (2004) telah menyusun kerangka dasar dan penyajian laporan keuangan bank syariah di Indonesia. Apabila tidak diatur secara spesifik dalam kerangka dasar ini maka berlakulah kerangka dasar akuntansi umum, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Penyajian laporan keuangan entitas syariah ini diperjelas lagi dengan dikeluarkannya aturan PSAK no 101 yang secara terperinci dapat dilihat secara langsung konsep maupun bentuk dari laporan keuangan yang seharusnya digunakan oleh perusahaan
–
perusahaan
yang
aktifitas
operasinya
mengembangkan
produk
syariah.Berikut ini merupakan salah satu contoh laporan Keuangan Neraca yang sesuai dengan aturan PSAK No 101: PT Bank Syariah “X” Laporan Posisi Keuangan (Neraca) Per 31 Desember 20X1
ASET Kas Penempatan pada Bank Indonesia Giro pada bank lain Penempatan pada bank lain Investasi pada efek/surat berharga Piutang : Murabahah Salam Istishna Ijarah Jumlah Piutang Pembiayaan Mudharabah Musyarakah Jumlah Pembiayaan Persediaan Tagihan dan kewajiban akseptasi
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Universitas Sumatera Utara
Aset Ijarah Aset Istishna dalam penyelesaian Penyertaan pada entitas lain Aset tetap dan akumulasi penyusutan Aset lainnya Jumlah asset KEWAJIBAN Kewajiban segera Bagi hasil yang belum dibagikan Simpanan Simpanan dari bank lain Utang : Salam Istishna’ Jumlah utang Kewajiban kepada bank lain Pembiayaan yang diterima Utang pajak Estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi Pinjaman yang diterima Kewajiban lainnya Pinjaman subordinasi Jumlah Kewajiban
xxx xxx xxx xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Sesuai dengan karakteristiknya maka laporan keuangan bank syariah meliputi sebagai berikut : 1. Laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan bank syariah sebagai investor beserta hak dan kewajibannya yang dilaporkan ke dalam bentuk, antara lain Laporan posisi keuangan, Laporan laba rugi, Laporan arus kas, dan Laporan perubahan ekuitas. 2. Laporan keuangan yang mencerminkan perubahan dalam investasi terikat yang dikelola oleh bank syariah untuk kemanfaatan pihak-pihak lain berdasarkan akad mudharabah atau agen investasi yang dilaporkan dalam laporan perubahan dana investasi terikat.
Universitas Sumatera Utara
3. Laporan keuangan yang mencerminkan peran bank syariah sebagai pemegang amanah dan kegiatan sosial yang dikelola secara terpisah dan dilaporkan ke dalam bentuk, yakni : a. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak dan shadaqah, b. laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan 1. Pemakai dan Kebutuhan Informasi Pemakai laporan keuangan bank syariah seperti dinyatakan dalam kerangka dasar akuntansi umum tambahan, antara lain sebagai berikut: a. Pemilik dana investasi yang berkepentingan akan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan investasi dengan tingkat keuntungan yang bersaing dan aman. b. Pembayar zakat, infak, dan shadaqah yang berkepentingan akan informasi mengenai sumber dan penyaluran dana tersebut. c. Dewan pengawas syariah yang berkepentingan dengan informasi tentang kepatuhan pengelola bank akan prinsip syariah. 2. Tujuan Akuntansi Keuangan Tujuan akuntansi keuangan bank syariah, yaitu sebagai berikut : a. Menentukan hak dan kewajiban pihak terkait, termasuk hak dan kewajiban yang berasal dari transaksi yang belum selesai dan atau kegiatan ekonomi lain, sesuai dengan prinsip syariah yang berlandaskan pada konsep kejujuran, keadilan, kebajikan, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai bisnis islami. b. Menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pemakai laporan untuk pengambilan keputusan. c. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha.
Universitas Sumatera Utara
3. Tujuan Laporan Keuangan Tujuan laporan keuangan bank syariah pada dasarnya sama dengan tujuan laporan keuangan yang berlaku secara umum dengan tambahan antara lain sebagai berikut: a. informasi kepatuhan bank terhadap prinsip syariah, informasi pendapatan, dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Bila ada, serta bagaimana pendapatan tersebut diperoleh serta penggunaannya. b. informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab bank terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak, dan informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh pemilik dan pemilik dana investasi terikat. c. Informasi mengenai pemenuhan fungsi sosial bank termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat. 4. Asumsi Dasar Menurut Wiyono (2005:79 ) “Asumsi dasar konsep akuntansi bank syariah sama dengan konsep dasar konsep akuntansi keuangan secara umum, yaitu konsep kelangsungan usaha (going concern) dan dasar akrual serta pendapatan untuk tujuan penghitungan bagi hasil menggunakan dasar kas”.
Pada dasarnya ada dua cara untuk menunjukkan pendapatan dalam priode akuntansi, yaitu: •
Cash Basis (dasar kas)
Pada cash basis, pendapatan dari penjualan barang-barang dan pendapatan dari pelaksanaan jasa diakui pada priode ketika kas diterima. Menurut Simamora (2002:72), “Akuntansi dasar kas mengakui pendapatan pada saat kas diterima dan mengakui beban
Universitas Sumatera Utara
pada kas dibayarkan”. Jadi pada dasar kas (Cash Basis) pengakuan pengakuan pendapatan diakui pada saat kas dalam transaksi tersebut diterima.
Accrual basis (dasar akrual)
Pada accrual basis, pendapatan diakui apabila penjualan barang atau jasa telah dilakukan pada saat terjadinya, tanpa memandang saat terjadinya penerimaan pendapatan. Dasar akrual (accrual basis) menurut Simamora (2000:72), “Dalam akuntansi dasar akrual (Accrual Basis Accounting), pengaruh transaksi dan peristiwa ekonomi lainnya diakui pada saat kejadian (dan buku pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan priode yang bersangkutan”. 5. Dasar Akrual Untuk mencapai tujuannya laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar), diungkapkan dalam catatan akuntansi, dilaporkan dalam laporan keuangan pada priode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual, memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan, pembayaran kas, kewajiban pembayaran kas di masa depan, dan sumber daya yang merepresentasikan kas yang akan diterima di masa depan. Oleh karena itu, laporan keuangan menyediakan jenis informasi transaksi masa lalu dan peristiwa lainnya yang paling berguna bagi pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Penghitungan pendapatan untuk tujuan bagi hasil menggunakan dasar kas. Dengan kata lain, dasar akrual digunakan dalam penyusunan laporan keuangan secara menyeluruh kecuali laporan arus kas.
Universitas Sumatera Utara
5. Ruang Lingkup Transaksi Ijarah 1. Transaksi dan Akad dalam Operasi Bank syariah a. Pengertian Transaksi, Akad, dan Rukun Akad Layaknya dalam suatu perekonomian apa pun sistem ekonomi yang dipakai hubungan antar pihak yang melakukan kegiatan ekonomi akan berakhir dengan transaksi (transaction). Menurut Wiyono (2005:25) “sebagai kejadian ekonomi/keuangan yang melibatkan paling tidak dua pihak (seseorang dengan seseorang atau beberapa orang lainnya) yang saling melakukan pertukaran, melibatkan diri dalam perserikatan usaha, pinjam meminjam dan lain-lain atas dasar suka ataupun atas dasar suatu ketetapan hukum/ syariat yang berlaku” Menurut Wiyono (2005:27) :Lafal akad berasal dari lafal Arab al-‘aqd yang berarti perikatan, perjanjian atau permufakatan al-ittifaq. Secara termologi fiqih, akad didefinisikan sebagai pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan melakukan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada obyek perikatan. Jadi “akad adalah suatu perikatan, perjanjian yang ditandai adanya penyataan melakukan ikatan (ijab) dan pernyataan menerima ikatan (qabul) sesuai dengan syariah Islamiyah yang mempengaruhi obyek yang diperikatkan oleh pelaku perikatan”. Dari pengertian diatas maka dalam akad minimal dua pihak yang melakukan perikatan, kemudian adanya obyek perikatan dan disertai dengan ijab dan qabul untuk terlaksananya perikatan tersebut. Suatu akad akan sah secara syariah apabila memenuhi rukun akad. Wiyono (2005:27) menyatakan rukun akad terdiri dari : 1) pernyataan untuk mengikatkan diri (siqhat al-‘aqd) 2) pihak-pihak yang berakad (al-muta’aqidain) 3) obyek akad (al-ma’qud ‘alaih)
Jadi, ke tiga unsur tersebut harus ada agar suatu akad sah secara syariah Islamiyah. Salah satunya ditinggalkan maka akad menjadi tidak sah.
Universitas Sumatera Utara
b. Jenis-Jenis Transaksi dan Akad Didalam sistem ekonomi syariah pada umumnya akad dibedakan menjadi dua kelompok menurut Wiyono (2005:28 ), yaitu: 1) akad tabarru’ (kontrak untuk transaksi kebajikan ) 2) akad tijarah ( kontrak untuk transaksi yang berorientasi laba ) Akad tabarru’ merupakan perjanjian/ kontrak yang tidak mencari keuntungan materiil. Jadi, bersifat kebajikan murni dan hanya mengharap imbalan dari Allah SWT, sedangkan akad tijarah merupakan perjanjian / kontrak yang tujuannya mencari keuntungan usaha Jenis-jenis transaksi yang tergabung dalam akad tabarru’, yakni : a) Akad Qardh Transaksi qardh timbul karena salah satu pihak meminjamkan obyek perikatan yang berbentuk uang kepada pihak lainnya, tanpa berharap mengambil keuntungan materiil apa pun. b) Akad Rahn Transaksi rahn timbul karena salah satu pihak meminjamkan suatu obyek perikatan yang berbentuk uang kepada pihak lainnya yang disertai dengan jaminan. c) Akad Hawalah Transaksi hawalah timbul karena salah satu pihak meminjamkan suatu obyek perikatan yang berbentuk uang untuk mengambil alih piutang/ utang dari pihak lain. d) Akad Wakalah Transaksi wakalah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu obyek perikatan yang berbentuk jasa atau dapat juga disebut sebagai meminjamkan dirinya untuk melakukan sesuatu atas nama diri pihak lain. e) Akad Wadi’ah Transaksi wadi’ah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu suatu obyek perikatan yang berbentuk jasa yang lebih khusus yaitu custodian (penitipan atau pemeliharaan). f) Akad Kafalah Transaksi kafalah timbul jika salah satu pihak memberikan suatu obyek yang berbentuk jaminan atas kejadian tertentu di masa yang akan datang (contingent quarantee). g) Akad Wakaf Transaksi wakaf timbul jika salah satu pihak memberikan suatu obyek yang berbentuk uang ataupun obyek lainnya tanpa disertai kewajiban mengembalikan. Jenis-jenis transaksi Tijarah, yakni a) Akad Bai’ (akad jual beli ) Dalam pengertian perekonomian, bai’ adalah transaksi pertukaran antara ‘ayn yang berbentuk barang dengan dayn yang berbentuk uang. Akad bai’ terbagi dalam 3 macam, yakni : 1) Bai’ Al-Murabahah yaitu jual beli dimana harga jualnya terdiri dari harga pokok barang yang dijual ditambah dengan keuntungan yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Universitas Sumatera Utara
b)
c)
d)
e)
2) Bai’ As-Salam (jual beli pesanan) yaitu transaksi jual beli suatu barang yang harga jualnya terdiri dari harga pokok barang dan keuntungan yang ditambahkan telah disepakati, dimana waktu penyerahan barangnyadilakukan kemudian hari, sementara pembayarannya dilakukan di muka. 3) Bai’ Al-Istishna’ yaitu transaksi jual beli seperti prinsip bai’ as salam, tetapi pembayarannya dapat dilakukan cicilan atau ditangguhkan. Ijarah (sewa menyewa ) Ijarah dapat juga didefinisikan sebagai akad pemindahan hak guna atau manfaat atas barang atau jasa melalui upah sewa tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Ijarah Muntahiyah Bitamliik Ijarah Muntahiyah Bitamliik adalah transaksi ijarah yang diikuti dengan proses perpindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Sharf Sharf adalah transaksi pertukaran dayn (mata uang) dengan dayn (mata uang ) yang berbeda atau jual beli mata uang yang berbeda. Barter (Pertukaran Barang dengan Barang )
2. Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bitamliik a. Defenisi Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bitamliik Pada dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang/jasa untuk membayar imbalan tertentu. Menurut Karim (2004:128) “Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri”. Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa. Al-Bai’ wal Ijarah Muntahiyah Bitamliik (IMBT) merupakan rangkaian dua buah akad, yakni al-bai; dan akad Ijarah Muntahiyah Bitamliik (IMBT), menurut Karim (2004:139) “Al-Bai’ merupakan akad jual beli, sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa-menyewa (Ijarah)dan jual beli atau hibah diakhir masa sewa. Dalam Ijarah Muntahiyah Bitamliik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
1) Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa ; 2) Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa. b. Landasan Syariah Al – qur’an : “ Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan “. (Al – Baqarah : 223) c. Teknis Perbankan Ijarah adalah akad / perjanjian antara bank dengan nasabah untuk menyewa suatu barang / obyek milik bank, di mana bank mendapatkan imbalan atas barang yang disewakannya, dan di akhir periode nasabah diberikan kesempatan untuk membeli barang / obyek yang disewanya. Pengalihan kepemilikan yang diakadkan di awal, hanya semata – mata untuk memudahkan bank dalam pemeliharaan asset itu sendiri baik sebelum dan sesudah berakhir masa sewa Rukun -
Ada penyewa ( lesse, pihak yang mengambil manfaat dari pengguna asset, nasabah )
-
Ada pemilik barang/pemberi sewa ( lessor, pemilik asset, bank )
Ada obyek yang disewakan (pembayaran sewa dan manfaat dari penggunaan asset) -
Ada harga sewa yang disepakati
-
Ada perjanjian
Universitas Sumatera Utara
Syarat: -
Kesepakatan kedua pihak untuk melakukan penyewaan
-
Barang yang disewa tidak masuk kategori haram
-
Harga sewa harus terukur
-
Pada akhir penyewaan barang akan dibeli oleh penyewa Perlu diingat di sini bahwa yang menjadi obyek kontrak dalam ijarah adalah
manfaat dari penggunaan aset, bukan aset itu sendiri, hal ini erat kaitannya dengan rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti penggunaan manfaat aset dalam bentuk sewa. Karena itu manfaat penggunaan asetlah yang dijamin, bukan aset itu sendiri. Aset bukanlah obyek kontrak ini, meskipun kontrak ijarah kadang – kadang menganggapnya sebagai obyek dan sumber manfaat. Sementara itu syarat-syarat dari masing-masing rukun tersebut adalah : 1) Sigot (ucapan) Siqot kontrak ijarah adalah sebuah pernyataan niat dari 2 pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang setara, dengan cara penawaran dari pemilik aset dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa. 2) Pelaksanaan ijarah Hukum dasar ijarah adalah bahwa ia harus bisa dilaksanakan. Tetapi jika tidak ada sesuatu yang menjelaskan pelaksanaan atau jika tidak dicantumkan kapan dimulainya kontrak itu, maka ijarah akan dimulai dari saat berkontrak dan akan dilaksanakan mulai saat itu. Kebanyakan ulama tidak berbeda pendapat pada sahnya sebuah kontrak ijarah yang pelaksanaannya ditunda sampai suatu waktu. Tetapi hal semacam itu dianggap sebagai kontrak yang tidak mengikat, dan karenanya mereka membatasi karakter mengikat itu pada ijarah yang sudah dilaksanakan.
Universitas Sumatera Utara
3) Membuat ijarah terikat pada peristiwa di masa datang atau pada sebuah syarat. Kebanyakan ulama sepakat bahwa ijarah, seperti halnya jual beli, tidak bisa dibuat terikat kepada sebuah peristiwa di masa datang atau pada sebuah syarat, tetapi sebagian membolehkannya. 4) Pihak – pihak yang berkontrak Untuk masuk pada sebuah kontrak, kedua pihak harus berakal sehat dan baligh. Ada kesepakatan para ulama bahwa ijarah tidak sah kecuali pihak – pihak yang berkontrak adalah orang yang kompeten, yang berkualifikasi untuk menggunakan uang. Selain itu supaya kontrak itu sah, harus ada kerelaan masing – masing pihak, dan untuk tujuan bisa dilaksanakannya kontrak itu, pihak – pihak harus punya kewenangan bertindak demi terciptanya sebuah kontrak. Ini pandangan yang mengatakan bahwa kewenangan bertindak adalah syarat bagi kontrak untuk bisa dilaksanakan. 5) Obyek Obyek ijarah adalah manfaat (penggunaan aset) dan sewa. 6) Manfaat a. Kontrak harus terdiri dari penggunaan manfaat dari sebuah aset tertentu misalnya seseorang berkata kepada yang lain. ” Saya sewakan kepada anda rumah ini.” Atau penggunaan manfaat sebuah aset yang spesifikasinya diterima berdasarkan penjelasan pemberi sewa, contohnya ” Saya sewakan kepada anda sebuah rumah, spesifikasinya begini dan begitu.” b. Kontrak harus memasukkan tindakan yang diketahui.
Universitas Sumatera Utara
7) Syarat manfaat a) Yang harus menjadi obyek ijarah adalah manfaat penggunaan aset, bukan penggunaan aset itu sendiri. b) Manfaat harus bisa dinilai dan diniatkan untuk dipenuhi dalam kontrak karena tidak ada kesepakatan tentang apa yang dibolehkan, tapi tidak punya harga. Membayar uang untuk hal itu dianggap pemborosan (mubazir). c) Pemenuhan manfaat harus yang sifatnya dibolehkan. d) Kemampuan untuk memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah. e) Manfaat harus dikenali sedemikian rupa supaya bisa menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa. Para ulama sepakat bahwa jahalah itu mengakibatkan sengketa yang dapat membatalkan kontrak. 8) Spesifikasi manfaat Manfaat dispesifikasi dengan menyatakan obyek atau jangka waktu. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. Syarat mengkhususkan obyek manfaat telah menyebabkan pembagian ijarah kepada : a) Ijarah aset yang manfaatnya dipenuhi dari aset tertentu. Dalam tipe ijarah ini jika aset rusak maka ijarah jadi batal. Contohnya meneyewakan rumah untuk tempat tinggal. b) Ijarah yang spesifikasinya diterima berdasarkan penjelasan pemberi sewa. Dalam ijarah tipe ini manfaat dipenuhi dari apa yang dikhususkan oleh penjelasan itu.
Universitas Sumatera Utara
Jika manfaat aset rusak sesudah dikhususkan dan sesudah digunakan beberapa waktu setelah kontrak efektif, pemberi sewa akan menyediakan penggantian. 9) Sewa Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar penyewa sebagai pembayaran manfaat yang dinikmatinya. Setiap sesuatu yang layak dianggap harga dalam jual beli dianggap layak pula sebagai sewa dalam ijarah. Kebanyakan ulama mengatakan syarat yang berlaku untuk harga berlaku juga pada sewa. Sewa juga harus diketahui. Ini mengikuti hadis Nabi Saw : ” Orang yang menyewa seorang pekerja harus memberi tahu upahnya.” Jika manfaat dipenuhi dan sewa tidak ditentukan, sewa dari manfaat yang senilai harus dibayarkan. a) Membayar sewa dalam bentuk jasa (manfaat lain) Kebanyakan ulama membolehkan pembayaran sewa dalam bentuk manfaat dari macam yang sama dengan obyek kontrak. b) Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa. Sewa dapat ditentukan dalam ukuran waktu, tempat, dan jarak. Misalnya seseorang berkata kepada lainnya : ” Jika anda menjahitkan baju ini untuk saya pada hari ini, upahnya Rp 30.000, sedangkan jika anda menjahitkannya besok upahnya Rp 20. 000. Jika anda tinggal di rumah ini sebagai pedagang emas, maka sewanya adalah Rp 2 juta, sedangkan jika anda sebagai pembuat parfum, sewanya Rp 1 juta, ” dan sebagainya. c) Hak sewa dan masanya Hak atas sewa tidak muncul karena kontrak, melainkan pemenuhan syarat dalam kontrak atau dengan menyediakan obyek kontrak itu. Ulama Hanafi
Universitas Sumatera Utara
menambahkan syarat – syarat tentang percepatan pembayaran sewa oleh penyewa. d) Karakterisasi syariah tentang pembayaran sewa di muka Penerimaan sebuah pembayaran di muka tidak dilarang dalam syariah, tetapi hanya sebagai pembayaran di muka dari total sewa. Ia tidak boleh dianggap sebagai keuntungan sewa karena hal ini adalah urusan interen pemberi sewa. Sebab dari pandangan syariah pembayaran sewa adalah jumlah yang tidak bisa dibagi dan tidak bisa dipecah menjadi modal dan keuntungan. Keuntungan adalah hasil dari sebuah transaksi jual beli sebuah barang dengan suatu kelebihan dari ongkosnya Dalam ijarah semua pembayaran adalah sewa yang dapat dipercepat atau ditunda baik keseluruhannya atau sebagian (jika ia merupakan bagian dari total sewa). Ia juga dapat dibayar secara cicilan atau ditangguhkan sesudah pengambilan manfaat dari aset yang disewa. d. Ijarah dan Leasing Karena ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadi perpindahan kepemilikan, maka banyak orang yang menyamakan ijarah ini dengan leasing. Hal ini terjadi karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada hal-ihwal sewa-menyewa. Menyamakan ijarah dengan leasing tidak sepenuhnya salah, tapi tidak sepenuhnya benar pula karena pada dasarnya, walaupun terdapat kesamaan antara ijarah dan leasing, tapi ada beberapa karakteristik yang membedakannya. Berikut ini gambaran tabel yang memberikan ikhtisar perbedaan dan kesamaan antara ijarah dan leasing Sedikitnya ada lima aspek yang perlu dicermati menurut Karim (2004:131), yaitu : objek, metode pembayaran, perpindahan kepemilikan, lease-purchase, sale and lease back.
Universitas Sumatera Utara
No 1 2
Ijarah Objek manfaat barang dan jasa Method Of Payment : a.Contigent to performance b.Not contigent to performance
Leasing Objek Manfaat barang saja Method Of Payment : Not contigent to performance
3
Transfer Of Title : a.ijarah →no transfer of title b.IMBT → Promise to sell or hibah at the beginning of period Lease Purchase / sewa beli : Bentuk leasing seperti ini haram karena akadnya gharar,(yakni antara sewa dan beli) Sale and Lease Back Ok
Transfer Of Title : a.Operating lease → no transfer of title b.Financial lease → option to buy or not to buy, at the end of period Lease Purchase / sewa beli Ok
4
5
Sale and Lease Back Ok
1) Objek Bila dilihat dari segi objek yang disewakan, leasing hanya berlaku untuk sewa menyewa barang saja sedangkan dalam ijarah objek yang disewakan berupa barang maupun jasa / tenaga kerja. 2) Metode Pembayaran Bila dilihat dari segi metode pembayaran, leasing hanya memiliki satu metode pembayaran saja, yakni yang bersifat not contingent to performance. Artinya, pembayaran sewa pada leasing tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa. Di lain pihak, dari segi metode pembayarannya ijarah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ijarah yang pembayarannya tergantung pada objek yang disewa (contingent to performance) dan ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa (not contingent to performance). 3) Perpindahan Kepemilikan (Transfer of Title ) Dari aspek perpindahan kepemilikan, dalam leasing kita kenal ada dua jenis : operating lease dan financial lease. Dalam operating lease, tidak terjadi pemindahan kepemilikan aset, baik di awal maupun di akhir priode.
Universitas Sumatera Utara
Dalam financial lease, di akhir priode sewa si penyewa diberikan pilihan untuk membeli atau tidak membeli barang yang disewa tersebut. Namun pada praktiknya, dalam financial lease sudah tidak ada lagi opsi untuk membeli atau tidak membeli, karena pilihan untuk membeli sudah ”dikunci” di awal priode. Dilain pihak, ijarah sama dengan operating lease, namun demikian, pada akhir masa sewa bank dapat menjual barang yang desewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahiyah bitamliik. 4) Lease Purchase Variasi lainnya dari leasing adalah lease purchase (sewa beli ), yakni kontrak sewa sekaligus beli. Dalam syariah akad lease dan purchase diharamkan karena adanya two in one (dua akad sekaligus).ini menyebabkan gharar dalam akad, yakni ketidakjelasan akad. 5) Sale and Lease-Back Sale and lease Back terjadi bila, misalnya, A menjual barang X ke B, tetapi karena A tetap ingin memiliki barang X tersebut, B menyewakan kembali ke A dengan kontrak financial lease, sehingga A mempunyai pilihan untuk memiliki barang X tersebut di akhir priode.
Universitas Sumatera Utara
1. Prosedur dan Pola Pembiayaan Ijarah a. Skema Pembiayaan ijarah
1. permohonan pembiayaan ijarah A. Bank Syariah
3. akad pembiayaan ijarah
2. menyewa/membeli
B. Nasabah 4. ijarah
obyek ijarah
C. Supplier
D. Objek Ijarah Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Ijarah
Sumber : Adiwarman Karim, Bank Islam, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, h. 136 keterangan : 1) Nasabah mengajukan pembiayaan ijarah ke bank syariah. 2) Bank syariah membeli/menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah sebagai objek ijarah, dari supplier/penjual/pemilik. 3) Setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dengan bank mengenai barang objek ijarah, tarif ijarah, priode ijarah dan biaya pemeliharaannya, maka akad
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan ijarah ditandatangani. Nasabah diwajibkan menyerahkan jaminan yang dimiliki. 4) Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang disepakati. Setelah priode ijarah berakhir, nasabah mengembalikan objek ijarah tersebut kepada bank. 5) a) Bila bank membeli objek ijarah tersebut, setelah priode ijarah berakhir objek ijarah tersebut disimpan oleh bank sebagai aset yang dapat disewakan kembali b) Bila bank menyewa objek ijarah tersebut, setelah priode berakhir dikembalikan oleh bank kepada supplier/penjual/pemilik. b. jenis barang/ jasa yang dapat disewakan 1) Barang modal : aset tetap, misalnya bangunan, gedung, kantor, ruko, dan lain-lain 2) Barang produksi : mesin, alat-alat berat, dan lain-lain. 3) Barang kendaraan transportasi : darat, laut, dan udara. 4) Jasa untuk membayar ongkos. a) Uang sekolah/kuliah b) Tenaga kerja c) Hotel d) Angkut dan transportasi, dan sebagainya c. Pola-Pola Pembiayaan Ijarah Menurut Karim (2004:138), Pola-pola pembiayaan ijarah terdiri atas : 1) Al-Bai’ wal Ijarah a. Al-Bai’ wal Ijarah b. Al-Bai’ wal ijarah Akhir c. Al-Bai’ Muajjal wal Ijarah
Universitas Sumatera Utara
d. Al-Bai’ Muajjal wal Ijarah Akhir 2) Ijarah Paralel i.Ijarah awal bil Ijarah ii.Ijarah Awal bil Ijarah Akhir iii.Ijarah bil Ijarah Menurut Karim (2004:138), Tipe-tipe Ijarah terdiri atas : 1) Dari Segi Manfaat Barang a) Ijarah Murni : i. al-bai wal ijarah a. Bayar di akhir lump-sum b. Bayar dengan cicilan imu’ajjal ii. al Ijarah paralel • Bayar di akhir lump sum • Bayar dengan cicilan Imu’ajjal b) Ijarah Muntahiyah Bitamliik : i. al-bai’ wal IMBT ii. IMBT paralel 2) Dari Segi Manfaat Tenaga Kerja a) al-Ijarah wal Ijarah (sub kontrak) i. bayar di akhir lump sum ii. bayar dengan cicilan/mu’ajjal 3) Dari Segi Metode Pembayaran a) Contingent to performance a. Barang b. Tenaga kerja 4) Not Contingent to Performance o Barang o Tenaga kerja 6. Perlakuan Akuntansi terhadap Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik Menurut PSAK No. 59. PSAK No. 59 ( IAI : 2004) mengelompokkan pengakuan dan pengukuran ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik menjadi empat kelompok, yakni : 1. bank sebagai pemilik obyek sewa; 2. bank sebagai penyewa; 3. penjualan dan penyewaan kembali; 4. sewa dan penyewaan kembali.
Universitas Sumatera Utara
1.
Bank Sebagai Pemilik Obyek Sewa Menurut PSAK No. 59 ( IAI : 2004) pada saat perolehan obyek sewa, ”obyek
sewa diakui sebesar biaya perolehannya”. Pada akhir tahun, pada saat bank syariah akan menyusun laporan keuangan maka aktiva ijarah tersebut harus disusutkan sesuai dengan ketentuan, yakni : a. kebijakan penyusutan pemilik obyek sewa untuk aktiva sejenis merupakan transaksi ijarah, dan b. masa sewa jika merupakan transaksi ijarah muntahiyah bittamlik. Misalnya : a
Transaksi Ijarah Beban penyusutan akan dilaporkan rugi laba dan akumulasi penyusutan akan mengurangi aktiva ijarah di neraca.
b
Transaksi Ijarah Muntahiyyah Bittamlik Besarnya penyusutan aktiva ijarah tergantung masa sewa Pendapatan Ijarah Mengenai pendapatan, PSAK No. 59 ( IAI : 2004) mengatur sebagai berikut:
“Pendapatan ijarah dan ijarah muntahiyyah bittamlik diakui selama masa secara proporsional kecuali pendapatan ijarah muntahiyyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap maka besarnya pendapatan setiap periode akan menurun secara progresif selama masa akad karena adanya pelunasan bagian per bagian obyek sewa pada setiap periode tertentu”. Biaya yang Terkait dengan Ijarah Mengenai biaya – biaya yang terkait dengan akad ijarah, PSAK No. 59 ( IAI : 2004) mengatur sebagai berikut: Jika biaya akad menjadi beban pemilik obyek sewa
Universitas Sumatera Utara
maka biaya tersebut dialokasikan secara konsisten dengan alokasi pendapatan ijarah atau ijarah muntahiyah bittamlik selama masa akad”. Untuk biaya perbaikan obyek sewa, PSAK no. 59 ( IAI : 2004) mengatur sebagai berikut : Bank membentuk estimasi biaya perbaikan obyek sewa tidak rutin secara proporsional selama masa manfaat obyek sewa untuk setiap periode, Realisasi biaya perbaikan obyek sewa dikurangkan dari estimasi biaya perbaikan yang sudah diakui pada periode. “Piutang ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik diukur sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan pada akhir priode pelaporan. Jika biaya akad menjadi beban pemilik objek sewa maka biaya tersebut dialokasikan secara konsisten dengan alokasi pendapatan ijarah atau ijarah muntahiyah bittamlik selama masa akad.” Dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan obyek sewa ditanggung pemilik sewa maupun penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing – masing di dalam obyek sewa. Perpindahan hak Pelepasan Aktiva Dalam Akad Ijarah Muntahiyah Bittamlik Perpindahan hak milik obyek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dapat dilakukan dengan beberapa alternatif, yaitu melalui hadiah, melalui pembayaran sisa cicilan sewa sebelum berakhirnya masa sewa, melalui pembayaran sekedarnya, dan melalui pembelian obyek sewa secara bertahap. a. Pelepasan Sebagai Hadiah Perpindahan hak milik obyek dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui hadiah diakui pada saat seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan obyel sewa yang telah diserahkan kepada penyewa. Obyek sewa dibebankan dari aktiva pemilik obyek sewa pada saat terjadinya perpindahan hak milik obyek sewa.
Universitas Sumatera Utara
b. Pelepasan Aktiva Ijarah Melalui Penjualan Obyek Sewa Perpindahan hak milik obyek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan obyek sewa dengan harga sebesar sisa cicilan sebelum berakhirnya masa sewa, diakui pada saat penyewa membeli obyek sewa, pemilik obyek sewa mengakui keuntungan atau kerugian atas penjualan
tersebut sebesar selisih
antara harga jual dan nilai buku bersih obyek sewa. Keuntungan penjualan aktiva ijarah dilaporkan di laporan laba rugi sebesar sebagai ”pendapatan non operasi”. c. Pelepasan Obyek Sewa Melalui Pembayaran Sekedarnya Menurut PSAK No. 59 ( IAI : 2004) pengakuan pelepasan obyek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui pembayaran sekedarnya adalah sebagai berikut : 1) Perpindahan hak milik obyek sewa diakui jika seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan penyewa membeli obyek sewa dari pemilik obyek sewa. 2) Obyek sewa dibebankan dari aktiva pemilik obyek sewa pada saat terjadinya perpindahan hak milik. Rugi penjualan aktiva ijarah akan dilaporkan pada laporan laba rugi pada pos ”beban non operasi” 3) Jika penyewa berjanji untuk membeli obyek sewa, tetapi kemudian memutuskan untuk tidak melakukan pembelian dan nilai wajar obyek sewa ternyata lebih rendah dari nilai bukunya maka selisihnya diakui sebagai piutang pemilik obyek sewa kepada penyewanya. 4) Jika penyewa tidak berjanji untuk membeli obyek sewa dan memutuskan untuk tidak melakukan pembelian maka obyek sewa dinilai sebesar nilai wajar atau niali buku, yang mana lebih rendah. Jika nilai wajar obyek sewa
Universitas Sumatera Utara
tersebut lebih rendah dari nilai buku maka selisihnya diakui sebagai kerugian pada periode berjalan. Kerugian penurunan nilai aktiva ijarah akan dilaporkan dalam laporan laba rugi sebagai ”beban non operasi” dan cadangan penurunan nilai aktiva ijarah akan dilaporkan di neraca sebagai pengurang aktiva ijarah. d. Pelepasan Obyek Sewa Melalui Penjualan Obyek Sewa Secara Bertahap Menurut PSAK NO. 59 ( IAI : 2004) Pengakuan pelepasan obyek sewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan obyek sewa secara bertahap adalah sebagai berikut : 1) Perpindahan hak milik sebagian obyek sewa diakui jika seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan penyewa membeli sebagian obyek sewa dari pemilik obyek sewa. 2) Nilai buku bagian obyek sewa yang telah dijual dikeluarkan dari aktiva pemilik obyek sewa pada saat terjadinya hak milik bagian obyek sewa. 3) Pemilik obyek sewa menagkui keuntungan atau kerugian sebesar selisih antara harga jual dan nilai buku atas bagian obyek sewa yang telah dijual. 4) Jika penyewa tidak melakukan pembelian atas obyek sewa yang tersisa maka perlakuan akuntansinya sesuai dengan c angka 3 dan 4. Penurunan Nilai Permanen Dalam ijarah muntahiyah bittamlik, jika obyek sewa mengalami penurunan nilai permanen sebelum perpindahan hak milik kepada penyewa, penurunan nilai tersebut timbul bukan akibat tindakan penyewa atau kelalaiannya, dan jumlah cicilan ijarah yang sudah dibayar melebihi nilai sewa yang wajar maka selisih antara keduanya (jumlah yang sudah dibayar penyewa untuk tujuan pembelian aktiva tersebut dan nilai sewa
Universitas Sumatera Utara
sewajarnya) diakui sebagai kewajiban kepada penyewa, serta dibebankan sebagai kerugian pada periode terjadinya penurunan nilai. 2. Bank Sebagai Penyewa PSAK no. 59 ( IAI : 2004) mengatur tentang biaya dan beban ijarah di mana bank sebagai pihak penyewa, yaitu ”beban ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik diakui selama masa akad” pada saat jatuh tempo. Biaya Akad Jika biaya akad menjadi beban penyewa maka biaya tersebut dialokasikan secara konsisten dengan alokasi beban ijarah atau ijarah muntahiyah bittamlik selama masa akad. Pada saat penyusunan laporan keuangan, bank syariah akan melaporkan biaya akad yang ditangguhkan di neraca sebagai aktiva lain – lain, sedangkan di laporan laba rugi akan dilaporkan adanya beban akad ijarah sebagai beban operasional bank syariah. Jika biaya pemeliharaan rutin dan operasi obyek sewa berdasarkan akad menjadi beban penyewa maka biaya tersebut diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Beban pemeliharaan akan disajikan di laporan laba rugi tahun berjalan pada kelompok beban operasional bank 3. Penjualan dan Penyewaan Kembali Jika nasbah menjual aktiva kepada bank dan menyewanya kembali maka perlakuan akuntansi bank sebagai pemilik objek sewa diterapkan. Jika bank menjual aktiva kepada nasabah dan menyewanya kembali, maka perlakuan akuntansinya menurut PSAK No. 59 ( IAI : 2004) adalah sebagai berikut : a. keuntungan atau kerugian penjualan aktiva diakui bank pada saat terjadinya transaksi penjual jika penyewaan kembali dilakukan secara ijarah, dan b. keuntungan atau kerugian penjualan aktiva dialokasikan sebagai penyesuaian terhadap beban ijarah selama masa akad jika penyewaan kembali dilakukan secara ijarah muntahiyah bittamlik.
Universitas Sumatera Utara
4. Sewa dan Penyewaan Kembali ( Lease and Lease Back ) Dalam hal bank syariah menyewa suatu aktiva tetap dari pihak lain dan kemudian bank syariah menyewakan kepada nasabah maka PSAK No. 59 ( IAI : 2004) mengatur tentang perlakuan akuntansi sebagai berikut : “ Jika bank menyewakan kepada nasabah aktiva yang sebelumnya disewa oleh bank dari pihak ketiga maka perlakuan akuntansi bank sebagai pemilik obyek dan penyewa diterapkan “. Beban pemeliharaan akan disajikan di laporan laba rugi tahun berjalan.
B.
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
Judul
Perumusan Masalah
Mustika (2008)
Analisis Penerapan PSAK No 59 Tentang Perbankan Syariah Atas Transaksi Ijarah Pada PT Bank Syariah Mandiri Cabang Medan.
Apakah perlakuan akuntansi transaksi ijarah yang diterapkan pada PT Bank Syariah Mandiri Cabang Medan telah sesuai dengan PSAK No 59 ?
Hasil Penelitian Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif dan metode analitis. Hasil temuan dari penelitian terdahulu bahwasannya dalam perlakuan akuntansi, PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan mengacu pada PSAK No 59, International Accounting Standard dan Fatwa Dewan Syariah Nasional serta PAPSI.PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan telah menerapkan dan sesuai dengan PSAK. No 59 dalam mencatat transaksi ijarah dan menyajikan laporan keuangannya. Selanjutnya penelitian terdahulu juga dapat menyimpulkan bahwa Bank syariah terbukti lebih unggul dibandingkan perbankan konvensional berdasarkan kepada daya tahan bank syariah, kesimpulan ini dapat ditarik didasarkan terhadap bentuk pembiayaan ekonomi yang dilakukan bank syariah. Bank konvensional cenderung melakukan pengembangan sektor moneter, memberikan kemudahan dalam hal
Universitas Sumatera Utara
pemberian modal yaitu dengan cara pembiayaan melalui pemberian surat berharga dan juga memberikan uang tunai. Bank syariah sebaliknya melakukan pembiayaan terhadap sektor riil dengan bentuk kerja sama dan melakukan pembagian hasil yang telah disepakati. Mian (2007)
Penerapan Standard Akuntansi Keuangan No 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah pada PT. Bank Muamalat Indonesia Cabang Medan
C.
Kerangka Konseptual
Bagaimanakah Pengaruh Pengakuan dan Pengukuran PSAK No 59 mengenai produk – produk syariah dengan penyajian laporan keuangan.
Menurut Penelitian Terdahulu,PT Bank Muammalat Indonesia Cabang Medan telah meyajikan laporan keuangan sesuai dengan PSAK 59, sebagai bentuk keteraturan dalam hal pengakuan dan pengukuran produk – produk syariah yang telah diatur.
Dalam penyaluran dana atau yang disebut dengan sistem pembiayaan, salah satu produk yang digunakan bank syariah yaitu prinsip ijarah dan atau ijarah muntahiyah bitamliik untuk sewa menyewa.Hal tersebut tentunya harus sesuai dengan PSAK no 101 yang didalamnya telah diatur permasalahn yang berhubungan dengan pengakuan,pengukuran dan penyajiannya dalam sebuah laporan keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Bank Syariah
PSAK No. 101
Sistem Pembiayaan
Transaksi Ijarah
Pengakuan, Pengukuran, Penyajian
Laporan Keuangan
Gambar 1.1 Skema Kerangka Konseptual Sumber : Liza Rickiany, 2009 Keterangan : -
Bank Syariah
: bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip
syariat Islam atau mengacu pada ketentuan-ketentuan Al Qur’an dan Al Hadist, khususnya yang menyangkut tata cara bermualat secara Islam. -
Sistem Pembiayaan
: suatu system bank syariah yang menyalurkan dana
ataupun dalam bentuk barang dengan sistem bagi hasil yang menjunjung nilainilai keadilan, amanah, kemitraan, transparansi dan saling menguntungkan baik bagi bank maupun bagi nasabah yang merupakan pilar dalam melakukan aktivitas muamalah. -
Transaksi Ijarah
: akad pemindahan hak guna (manfaat ) atas suatu asset
dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti pemindahan kepemilikan asset itu sendiri. -
PSAK 101
: Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan yang
mengatur pengakuan,pengukuran dan penyajian laporan keuangan entitas syariah.
Universitas Sumatera Utara