BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Spiritual Quotient a. Pengertian Secara etimologi kata “spirit” berasal dari kata Latin “spiritus”, yang diantaranya berarti “roh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas hidup, nyawa hidup.”Dalam perkembangannya, selanjutnya kata spirit diartikan secara lebih luas lagi. Para filosuf, mengonotasian “spirit” dengan (1) kekuatan yang menganimasi dan memberi energi pada cosmos, (2) kesadaran yang berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi, (3) makhluk immaterial, (4) wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas, moralitas, kesucian atau keilahian). Sedangkan kecerdasan adalah kemampuan untuk memahami sesuatu. Spiritual Quotient adalah kesadaran tentang gambaran besar atau gambaran menyeluruh tentang diri seseorang dan jagat raya (Supriyono, 2006). Zohar dan Marshal (2007:4) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dannilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang
8
lebih luas dan kaya,
9
kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain. Ary
Ginanjar
Agustian
(2001:57)
menekankan
bahwa
kecerdasan spiritual adalah perilaku atau kegiatan yang kita lakukan merupakan ibadah kepada Tuhan. Dengan demikian, kecerdasan spiritual menurut Ary Ginanjar Agustian, haruslah disandarkan kepada Tuhan dalam segala aktivitas kehidupan untuk mendapatkan suasana ibadah dalam aktivitas manusia. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, penulis mengambil kesimpulan
bahwa
spiritual
quotient
adalah
kecerdasan
yang
membangun manusia secara utuh untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna hidup untuk menilai bahwa tindakan yang dilakukan atau jalan hidup individu lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi (SQ) Adapun
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pembinaan
Kecerdasan Spiritual antara lain sumber kecerdasan itu sendiri (Godspot), potensi qalbu (hati nurani) dan kehendak nafsu. Sedangkan secara umum ada dua faktor utama yang mempengaruhi kecerdasan yaitu; faktor genetik atau bawaan dan faktor lingkungan yaitu lingkungan rumah, kecukupan nutrisi, interfensi dini dan pendidikan di sekolah (Zohar dan Marshall 2001).
10
c. Ciri-ciri Spiritual Quotient (SQ) Tinggi Zohar dan Marshall (2001) memberikan gambaran bagaimana tanda-tanda orang yang memiliki SQ tinggi, yaitu : 1. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif) 2. Tingkat kesadaran yang tinggi 3. Kemampuan menghadapi dan memanfaatkan penderitaan 4. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa takut 5. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai 6. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu 7. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan holistik) 8. Kecenderungan
nyata
untuk
bertanya
:
“mengapa?”
atau
“bagaimana jika?” untuk mencari jawaban yang mendasar 9. Pemimpin yang penuh pengabdian dan bertanggungjawab.
d. Spiritual Quotient Menurut Islam Kecerdasan
Spiritual
dalam
Islam
sesungguhnya
bukan
pembahasan yang baru. Bahkan masalah ini sudah lama diwacanakan oleh para sufi. Kecerdasan Spiritual (SQ) berkaitan langsung dengan unsur ketiga manusia. Bahwa manusia mempunyai substansi ketiga yang disebut dengan roh. Keberadaan roh dalam diri manusia merupakan intervensi langsung Allah Swt tanpa melibatkan pihak-pihak
11
lain, sebagaimana halnya proses penciptaan lainnya. Hal ini dapat difahami melalui penggunaan redaksional ayat sebagai berikut: “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”. (Q.S.al-Hijr/15:29) Sebuah hadis: “Orang yang cerdas adalah mereka yang mampu mengendalikan nafsunya dan beramal (berbuat) untuk masa sesudah mati, sedang orang yang lemah ialah mereka yang mengikuti nafsunya dan berangan-angan kepada Allah”. (Riwayat Ahmad) Menurut Hadist ini, kecerdasan seseorang dapat diukur dari kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsunya (cerdas emosi) dan mengorientasikan semua amalnya pada kehidupan sesudah mati (cerdas spiritual). Mereka yakin bahwa ada kehidupan setelah kematian, mereka juga percaya bahwa setiap amalan di dunia sekecil apapun akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt. Keyakinan tentang keabadian, menjadikannya lebih berhati-hati dalam menapaki kehidupan di dunia ini, sebab mereka percaya bahwa kehidupan ini tidak sekali di dunia ini saja, tapi ada kehidupan yang lebih hakiki. Dunia adalah tempat menanam, sedangkan akhirat adalah tempat memanen. Siapa yang menanam padi akan menuai padi. Siapa yang menanam angin akan menuai badai.
12
Tidak hanya bersikap hati-hati, orang yang cerdas spiritualnya lebih bersemangat, lebih percaya diri dan lebih optimis.Mereka tidak pernah ragu-ragu berbuat baik, sebab jika kebaikannya tidak bisa dinikmati saat di dunia mereka masih bisa berharap mendapatkan balasannya di akhirat nanti. Jika tidak bisa dinikmati sekarang, amal kebaikan itu akan berubah menjadi tabungan atau deposito secara otomatis yang kelak akan dicairkan justru pada saat mereka sangat membutuhkan di alam keidupan sesudah mati. Ciri orang yang cerdas sebenarnya telah tampak jelas dalam derap langkahnya, ketika mereka membuat rencana, saat mengeksekusi rencananya dan pada saat melakukan evaluasi. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari saat sendirian atau dalam interaksi sosialnya nampak wajahnya yang senantiasa bercahaya, memancarkan energi positif, menjadi magnet power, penuh motivasi, menjadi sumber inspirasi, dan berfikir serta bertindak positif. Mereka akan bersikap baik dan benar baik ketika ditengah keramaian maupun disaat sendirian karena dimanapun dia berada merasa dilihat oleh Allah. Orang seperti ini mempunyai integritas (selaras antara kata dan perbuatannya). Orang yang cerdas emosi dan spiritual enak diajak bergaul, karena mereka telah terbebas dari su’udzon (buruk sangka), hasad (iri atau dengki) dan takabur (menyombongkan diri). Orang-orang inilah yang memiliki potensi untuk meraih sukses di dunia sekaligus sukses menikmati kehidupan surgawi di akhirat nanti.
13
Mengacu kepada paparan di atas, dapat ditegaskan bahwa Islam memberikan apresiasi yang tinggi terhadap SQ. Tinggal lagi bagaimana manusia memelihara SQ-nya agar dapat berfungsi optimal.
e. Pengukuran Kecerdasan Spiritual (SQ) SQ seseorang bisa kita lihat dan dengar langsung. Apakah dia tinggi hati, taat dengan agamanya, sifat irinya, hingga hobi gosipnya. Kalau seluruh pointer itu lebih banyak ke arah yang tidak baik, maka ia dikategorikan ber-Spiritual Quotient rendah (Saifullah, 2005). Khavari (2008) juga menyatakan bahwa kecerdasan spiritual dapat diukur dengan memberikan pertanyaan yang mengandung unsur menilai diri berdasarakan kepercayaan dan memiliki standar nilai : 4 (sangat setuju), 3 (setuju), 2 (tidak setuju), 1 (sangat tidak setuju).
2. Tekanan Darah a. Pengertian Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrike berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolic adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Bare, 2001).
14
Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersirkulasi di dalam pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang elastis dan ketahanan yang kuat. Sementara itu Palmer (2007) menyatakan bahwa tekanan darah diukur dalam satuan millimeter air raksa (mmHg).
b. Faktor yang Menentukan Tekanan Darah Faktor-faktor yang menentukan tekanan darah adalah : 1. Faktor Fisiologis : a. Kelenturan dinding arteri b. Volume darah, semakin besar volume darah maka semakin tinggi tekanan darah. c. Kekuatan gerak jantung d. Viscositas darah, semakin besar viskositas, semakin besar resistensi terhadap aliran. e. Curah jantung, semakin tinggi curah jantung maka tekanan darah meningkat f. Kapasitas pembuluh darah, makin basar kapasitas pembuluh darah maka makin tinggi tekanan darah.
15
2. Faktor Patologis: a. Posisi tubuh : Baroresepsor akan merespon saaat tekanan darah turun dan berusaha menstabilankan tekanan darah b. Aktivitas fisik : Aktivitas fisik membutuhkan energi sehingga butuh aliran yang lebih cepat untuk suplai O2 dan nutrisi (tekanan darah naik) c. Temperatur : menggunakan sistem renin-angiontensin – vasokontriksi perifer d. Usia : semakin bertambah umur semakin tinggi tekan darah (berkurangnya elastisitas pembuluh darah ) e. Jenis kelamin : Wanita cenderung memiliki tekanan darah rendah karena komposisi tubuhnya yang lebih banyak lemak sehingga butuh O2 lebih untuk pembakaran f. Emosi : Emosi Akan menaikan tekanan darah karena pusat pengatur emosi akan menset baroresepsor untuk menaikan tekanan darah.
c. Pengukuran Tekanan Darah Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pada metode langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain (Smeltzer & Bare, 2001).
16
Smelltzer & Bare (2001), bahaya yang dapat ditimbulkan saat pemasangan kateter arteri yaitu nyeri inflamasi pada lokasi penusukkan, bekuan darah karena tertekuknya kateter, perdarahan : ekimosis bila jarum lepas dan tromboplebitis. Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan
menggunakan
sphygmomanometer
dan
stetoskop.
Sphygmomanometer tersusun atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer seseuai dengan tekanan dalam milimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis (Smeltzer & Bare, 2001). Selain itu ada juga cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolic dengan lebih akurat (Smeltzer& Bare,2001).
17
Mengauskultasi
tekanan
darah,
ujung
stetoskop
yang
berbentuk corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat dibawah lipatan siku (rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul diantara kedua kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg perdetik, sementara kita
mendengarkan
awitan
bunyi
berdetak,
yang
menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar dari arteri
brakialis sampai tekanan dalam
manset turun dibawah tekanan diastolic dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare,2001).
d. Tekana Darah Rendah Tekanan darah rendah adalah kondisi abnormal dimana tekanan darah seseorang jauh lebih daripada biasanya. Yang dapat menyebabkan gejala pusing/tidak bias berpikir secara jernih atau bergerak dengan mantap (lightheadedness). Jika tekanan darah terlampau rendah, aliran darah kejantung, otak, dan organ vital lainnya tidak cukup. Penyebab tekanan
darah rendah
antaralain ”hipotensi
ortostatik”. Seharusnya pembuluh darah berespon terhadap gravitasi dengan kontraksi (menyempit), dan dengan demikian dapat meningkat kantekanan darah, jika kita berdiri dari posisi duduk atau
18
berbaring. ”Hipotensi ortostatik” berarti bahwa pembuluh darah tidak disesuaikan diri terhadap posisi berdiri, sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Penyebab ”hipotensiorostatik” meliputi : penyakit system saraf, seperti neuropati, istirahat ditempat tidur dalam waktu yang lama, irama jantung yang tidak teratur, penyakit kencing manis, dimana kerusakan saraf mengganggu reflex yang mengontrol tekanan darah. Penyebab tekanan darah rendah lainnya adalah dehidrasi (kekurangan cairan), reaksi tubuh terhadap panas, sehingga darah berpindah ke pembuluh kulit, sehingga memicu dehidrasi, gagal jantung, serangan jantung, perubahan irama jantung, pingsan (stresemosional, takut, rasa tidak aman/nyeri), anafilaksis (reaksi alergi yang mengancam jiwa), donor darah, perdarahan di dalam tubuh, kehilangan darah, kehamilan, etherosklerosis (pengerasan dinding arteri).
e. TekananDarah Tinggi Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140mmHg dan tekanan diastolic diatas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2001). Wiryowidagdo (2002) mengatakan bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang berada pada tingkatan diatas normal. Jadi tekanan diatas dapat diartikan sebagai peningkatan secara abnormal dan terus
19
menerus pada tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa factor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal (Hayens, 2003). Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu hipertensi esensial (primer) dan hipertensi skunder. Hipertensi esensial (primer) merupakan tipe yang hamper sering terjadi 95% dari kasus terjadinya hipertensi. Hipertensi esensial (primer) dikaitkan dengan kombinasi factor gayahidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan polamakan. Sedangkan
hipertensi sekunder berkisar 5% dari kasus
hipertensi. Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya penyakit jantung) atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu (Palmer,2007).
3. Lansia a. Pengertian Lansia Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60tahun (Maryamdkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang
dikatakan
lanjut usia (lansia) apabila usianya 65tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
20
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai
oleh
kegagalan
seseorang
untuk
mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009). Penetapan usia 65tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia) dimulai pada abad ke-19 dinegara Jerman. Usia 65tahun merupakan batas minimal untuk kategori lansia. Namun, banyak lansia yang masih menganggap dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009).
b. Batasan Lanjut Usia 1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia Lanjut usia meliputi : usia pertengahan yakni kelompok usia 46 sampai 59tahun. Lanjut usia (Elderly) yakni antara usia 60-74 tahun. Usia lanjut tua (Old) yaitu antara 75 sampai 90tahun dan usia sangat tua (Very Old) yaitu usia diatas 90tahun.
21
2. Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1998 Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60tahun keatas. 3. Menurut Prof.Dr.Koesoemato Setyonegoro pengelompokkan lanjut usia sebagai berikut: Usia dewasa muda (Elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun. Usia dewasa penuh (Middle year) atau maturitas : 25-60 atau 65tahun. Lanjut usia (Geriatric Age) lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur 75-80tahun (Old) dan lebih dari 80 tahun (VeryOld).
c. Perubahan pada Lansia Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Nugroho (2008) yaitu: 1. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diakibatkan oleh terjadinya proses degenerative yang meliputi : 1) Sel terjadi perubahan menjadi lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar ukurannya, serta berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya intraseluler. 2) Sistem persyarafan terjadi perubahan berat otak 10-20, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi dan mengecilnya syaraf panca indera yang menyebabkan berkurangnya
penglihatan
hilangnya
pendengaran,
22
menurunnya sensasi perasa dan penciuman sehingga dapat mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan misalnya glukoma dan sebagainya. 3) Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 60 tahun dan pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress. Hilangnya kemampuan pendengaran meningkat sesuai dengan proses penuaan dan hal yang seringkali merupakan keadaan potensial yang dapat disembuhkan dan berkaitan dengan efek-efek kolateral seperti komunikasi yang buruk dengan pemberi perawatan, isolasi, paranoia dan penyimpangan fungsional. 4) Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih terbentuk spesies, lensa lebih suram sehingga menjadi katarak yang menyebabkan gangguan
penglihatan,
hilangnya
daya
akomodasi,
meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap, menurunnya lapang pandang sehingga luas pandangnya berkurang luas.
23
5) Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadikaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume kehilangan elastisitas pembuluh darah karena kurangnya efektivitas pembuluh darah feriver untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk, duduk ke berdiri biasanya mengakibatkan tekanan
darah
menurun
menjadi
mmHg
yang
mengakibatkan pusing mendadak, tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resitensi dari pembuluh darah perifer. 6) Perubahan mental Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejalagejala memori cocok dengan keadaan yang disebut pikun tua, akhir-akhir ini lebih cenderung disebut kerusakan memori berkenaan dengan usia atau penurunan kognitif berkenaan dengan proses menua. Pelupa merupakan keluhan yang sering dikemukakan oleh manula, keluhan ini dianggap lumrah dan biasa oleh lansia, keluhan ini didasari oleh fakta dari peneliti crosssectional dan logitudional didapat bahwa kebanyakan, namun tidak semua lansia mengalami gangguan memori, terutama setelah usia 70 tahun, serta perubahan IQ
24
(intelegentia quotient) tidak berubah dengan informasi matematika
dan
perkataan
verbal,
berkurangnya
penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari factor waktu. 7) Perubahan-perubahan psikososial Meliputi pensiun, nilai seseoarang seringdi ukur oleh produktivitasnya dan identitas di kaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seorang pension (purnatugas) ia akan mengalami
kehilangan
financial,
status,
teman
dan
pekerjaan. Merasakan sadar akan kematian, semakin lanjut usia biasanya mereka menjadi semakin kurang tertarik terhadap kehidupan akhirat dan lebih mementingkan kematian itu sendiri serta kematian dirinya, kondisi seperti ini benar khususnya bagi orang yang kondisi fisik dan mentalnya semakin memburuk, pada waktu kesehatannya memburuk
mereka cenderung untuk berkonsentrasi pada
masalah kematian dan mulai dipengaruhi oleh perasaan seperti itu, hal ini secara langsung bertentangan dengan pendapat orang lebih
muda, dimana kematian mereka
tampaknya masih jauh dan karena itu mereka kurang memikirkan kematian.
25
8) Perubahan psikologis Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain penurunan badaniah atau dalam kebingungan untuk memikir kannya. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagement theory, yang berarti ada penarikan diridari masyarakat dan diri pribadinya satu sama
lain.
Pemisahan
diri
hanya
dilakukan
baru
dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir kehidupan lansia saja. Pada lansia yang realistic dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Karena telah lanjut usia mereka sering dianggap
terlalu lamban, dengan gaya reaksi yang
lamban dan kesiapan dan kecepatan bertindak dan berfikir yang menurun. Daya ingat mereka memang banyak yang menurun dari lupa sampai pikun dan demensia, biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenal hal-hal yang baru terjadi.
4. Hubungan Spiritual Quotient dengan Tekanan Darah Hubungan spiritual quotient tekanan darah adalah suatu hubungan yang saling terkait melihat fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Spiritual
quotient
yang
rendah
pada
masyarakat
akan
dapat
26
mempengaruhi tingkat stress yang lebih tinggi. Sedangkan stress dapat mempengaruhi tekanan darah pada masyarakat. Masyarakat yang memiliki tingkat stress dan emosianal yang tinggi tinggi memiliki risiko lebih besar terkena gangguan tekakan darah Masyarakat sering melakukan berbagai aktifitas untuk menghilangkan strees misalnya dengan cara beribadah atau aktifitas yang dapat menghibur diri mereka. Cara masyarakat mehindari stress dengan beribadah itulah yang bisa dimasukkan pada pengukuran tingkat spiritual quotient. Dari fenomena itulah dapat disimpulkan bahwa spiritual quotient dapat mempengaruhi tekanan darah pada setiap individu dalam masyarakat (Sigarlaki, 2006).
27
B. Kerangka Teori
Faktor yang mempengaruhi SQ : - Genetik - Lingkungan - Intervensi dini - Social - pendidikan
SpiritualQuotient
Faktor Patologis : - Posisi tubuh - Aktifitas - Temperatur - Usia - Jenis Kelamin - Emosi
Tekanan darah
Faktor Fisiologis : - Kelenturan dinding arteri - Volume darah - Kekuatan gerak jantung - Viscositas darah - Curah jantung - Kapasitas pembuluh darah
Gambar 2.1 Kerangka Teori
28
C. Kerangka Konsep
SpiritualQuotient
Faktor yang mempengaruhi SQ: - Genetik - Lingkungan - Intervensi dini - Social - Pendidikan
Tekanan darah pada penduduk usia lanjut
Faktor Fisiologis Tekanan Darah: - Posisi tubuh - Aktifitas - Temperatur - Usia - Jenis Kelamin - Emosi
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Keterangan :
: diteliti : tidak diteliti
Hasil yang diharapkan : - Adanya hubungan atara spiritual quotient dengan tekanan darah pada penduduk usia lanjut di Desa Kuntili ditunjukan dengan 1. Pada penduduk usia lanjut yang memiliki spiritual quotient baik tekanan darahnya menunjukan angka normal 2. Pada penduduk usia lanjut yang memiliki spiritual quotient kurang tekanan darahnya menunjukan angka tidak normal (Hipotensi/Hipertensi)
29
D. Hipotesa Hipotesa kerja penelitian ini adalah ada hubungan spiritual quotient dengan tekanan darah.