BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berikut teori-teori yang mendukung penelitian ini, yaitu konsep dasar peramalan, konsep dasar deret waktu, proses stokastik, proses stasioner, fungsi autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial (PACF), proses white noise, differencing, operator backshift, transformasi BoxCox, model stasioner deret waktu (AR, MA, dan ARMA), model non-stasioner deret waktu (ARIMA), pemrograman linear, dan goal programming. 2.1
Konsep Dasar Peramalan Peramalan (forecasting) adalah suatu seni dan ilmu untuk memperkirakan
kejadian pada masa depan. Peramalan dilakukan dengan melibatkan pengambilan data masa lalu dan menempatkannya ke masa yang akan datang dengan suatu bentuk model matematis (Heizer dan Render, 2006). Pada dasarnya terdapat dua metode peramalan (Hakim, 2004), yaitu: 1.
Metode Peramalan Kualitatif Metode peramalan kualitatif digunakan ketika data historis tidak tersedia, dengan kata lain peramalan kualitatif merupakan peramalan yang tidak berbentuk angka.
Metode peramalan kualitatif disebut juga dengan
metode subjektif. Misalnya jika rumah sakit ingin mengetahui kualitas pelayanan yang diberikan maka rumah sakit tersebut perlu membuat suatu kuesioner pertanyaan tentang pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut kepada pasien.
6
7
2.
Metode Peramalan Kuantitatif Metode peramalan kuantitatif menggunakan data historis atau data masa lampau. Tujuannya adalah mempelajari kejadian pada masa lalu, sehingga bisa memahami struktur dan sifat-sifat yang penting dari data. Metode peramalan kuantitatif dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu: a. Metode peramalan kausal meliputi penentuan faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel yang diprediksi. Contoh tipe peramalan ini adalah peramalan analisis regresi berganda dengan variabel lag ataupun model ekonometrika. b. Metode peramalan deret waktu meliputi proyeksi dari nilai-nilai yang akan datang dari variabel yang sepenuhnya didasarkan pada observasi masa lalu dan masa kini variabel tersebut.
2.2
Konsep Dasar Deret Waktu Data deret waktu adalah data yang disusun berdasarkan urutan terjadinya
waktu. Data tersebut menggambarkan perkembangan suatu kejadian atau suatu kegiatan. Analisis deret waktu adalah suatu metode kuantitatif yang mempelajari pola gerakan data masa lampau yang teratur (Wirawan, 2001). Deret waktu mempunyai empat komponen (Heizer dan Render, 2006), yaitu: 1.
Komponen Tren Komponen tren merupakan pergerakan data sedikit demi sedikit meningkat atau menurun, seperti perubahan pendapatan dan penyebaran umur.
8
2.
Komponen Musiman Komponen musiman adalah pola data yang berulang pada kurun waktu tertentu, seperti harian, mingguan, bulanan, atau kuartalan.
3.
Komponen Siklis Komponen siklis adalah pola dalam data yang terjadi setiap beberapa tahun. Contoh komponen siklis ini biasanya terkait pada siklus bisnis dan merupakan satu hal penting dalam analisis serta perencanaan bisnis jangka pendek.
4.
Komponen Variasi Acak (Random Variation) Komponen variasi acak merupakan satu titik khusus dalam data, yang disebabkan oleh peluang dan situasi yang tidak biasa. Variasi acak tidak mempunyai pola khusus, jadi tidak dapat diprediksi.
9
Berikut adalah grafik dari keempat komponen deret waktu:
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.1 Grafik Keempat Komponen, (a) Tren, (b) Musiman, (c) Siklis, (d) Variasi Acak (Herjanto, 2008).
2.3
Proses Stokastik Proses stokastik adalah suatu proses yang dapat dinyatakan ke dalam
peubah acak
dengan
menyatakan ruang sampel dan
indeks waktu. Peubah acak
menyatakan
merupakan suatu fungsi bernilai real yang
harganya ditentukan oleh tiap anggota dalam ruang sampel ( ) dalam indeks waktu ke- . Sebuah himpunan berhingga pada variabel random ( dari {
sebuah
proses
stokastik
dapat
dinyatakan
ke
dalam
) bentuk
}, sehingga fungsi distribusi dapat didefinisikan sebagai
10
(
)
{
};
adalah dimensi
dari fungsi distribusi tersebut (Wei, 1990). 2.4
Proses Stasioner Menurut Bowerman et al. (2005), proses stasioner adalah suatu proses
statistika dengan tidak adanya perubahan yang sistematik dalam rata-rata (mean) dan varians data. Secara umum, proses stasioner dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu stasioner kuat dan stasioner lemah. Suatu data dikatakan stasioner kuat apabila distribusi bersama dari bersama dari
adalah sama dengan distribusi
untuk setiap pilihan dari waktu ke
dan setiap pilihan lag waktu k, sedangkan dikatakan stasioner lemah apabila fungsi rata-rata (mean) adalah konstan sepanjang waktu dan fungsi autokovarians untuk setiap waktu dan lag 2.5
(Cryer, 1986).
Fungsi Autokovarians (ACVF) dan Fungsi Autokorelasi (ACF) Sebuah
proses
stasioner
{ }
dengan
mean
yang konstan, dan kovarians berfungsi hanya pada perbedaan waktu | di antara
dan
dan
√
√
dapat ditulis sebagai:
√
√
varians yang
|. Sehingga dalam hal ini , kovarians
dapat ditulis sebagai:
dan korelasi di antara
,
11
dengan
;
fungsi autokovarians pada lag
untuk
autokorelasi pada lag ;
adalah rata-rata (mean);
menyatakan fungsi
1, 2, 3, ...;
adalah waktu pengamatan (
menyatakan
1, 2, 3, ...),
adalah
pengamatan pada waktu ke-t (Wei, 1990). Pada keadaan stasioner fungsi autokovarians pada lag autokorelasi pada lag
harus memenuhi (Wei, 1990):
1.
untuk
2. | |
| |
3. 2.6
dan fungsi
untuk
dan
1, 2, 3, ... 1, 2, 3, ...
untuk semua .
Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF) Autokorelasi parsial di antara
linear,
dengan
variabel
dan
dapat diturunkan dari model regresi
dependent
dan
variabel
independen
, yaitu :
dengan
adalah parameter regresi pada lag
untuk
1, 2, 3, ...,
dan
adalah kesalahan normal berkorelasi dengan
untuk
mengalikan
dan menghitung nilai
pada kedua ruas persamaan
. Dengan
harapannya, diperoleh: (
)
( (
) )
( (
) )
dengan menggunakan algoritma Yule-Walker sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut (Cryer and Chan, 2010):
12
untuk
1, 2, 3, ..., , diperoleh sistem persamaan berikut:
. .
karena
merupakan fungsi pada lag , maka
parsial pada
disebut fungsi autokorelasi
sebagai berikut: ∑ ∑
dengan 2.7
untuk
1, 2, 3, ...,
.
Proses White Noise Suatu proses { } disebut dengan white noise, jika merupakan urutan variabel
random berkorelasi dari distribusi tetap dengan mean konstan selalu
diasumsikan
bernilai
0,
untuk semua
varians
konstan
{
dan
. Dengan definisi tersebut, suatu proses
white noise { } disebut stasioner dengan (Wei, 1990): Fungsi autokovarians:
yang
13
Fungsi autokorelasi: {
Fungsi autokorelasi parsial: {
2.8
Differencing Differencing dilakukan untuk menstasionerkan data non-stasioner. Operator
differencing
dapat didefinisikan sebagai:
dan dapat dikembangkan ke tingkat yang lebih tinggi. Sebagai contoh:
apabila data belum stasioner, maka dilakukan proses differencing sampai data menunjukkan kestasionerannya yang dapat dilihat pada plot ACF dan plot PACF (Reinert, 2010).
14
Berikut adalah gambar plot ACF dan PACF yang menunjukkan data sudah stasioner atau belum:
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.2 fungsi ACF dan PACF, (a) ACF tidak stasioner, (b) ACF stasioner, (c) PACF tidak stasioner, (d) PACF stasioner.
2.9
Operator Backshift Operator backshift
dengan
dapat didefinisikan sebagai:
menyatakan operator backshift (Reinert, 2010).
15
2.10 Transformasi Box-Cox Transformasi Box-Cox merupakan sebuah transformasi berparameter tunggal yang ditransformasi menjadi sebuah transformasi berpangkat pada respon
.
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: {
dengan
menyatakan variabel respon ke- untuk
dan
menyatakan
parameter yang perlu diduga (Sclove, 2005). Tabel 2.1 beberapa nilai
dengan transformasinya Transformasi
2 √
0,5 1
(tidak ada transformasi)
0 -0,6
⁄√
-1
⁄
Sumber: (Kutner, et al., 2005)
2.11 Model Stasioner Deret Waktu Suatu
kelas
proses
stasioner
deret
waktu
adalah
proses
ARMA
(Autoregressive Moving Average). Proses ARMA ini meliputi proses AR (Autoregressive) dan proses MA (Moving Average).
16
2.11.1 Proses AR (Autoregressive) Proses autoregresif dengan order
dinotasikan
, memenuhi persamaan
(Wei, 1990):
dengan
adalah koefisien autoregresif untuk
dengan rata-rata nol dan varian
; dan
;
adalah indeks
adalah order AR. Persamaan
dapat ditulis menggunakan operator backshift :
(
)
dapat dinyatakan dalam operator backshift ( ) sebagai: dengan
.
2.11.2 Proses MA (Moving Average) Model moving average dengan order
dinotasikan
, adalah (Wei,
1990):
dengan
adalah parameter model MA untuk
MA. Persamaan
, dan
adalah order
dapat ditulis menggunakan operator backshift :
(
)
17
dapat dinyatakan dalam operator backshift ( ) sebagai: dengan
2.11.3 Proses ARMA (Autoregressive Moving Average) Model autoregressive moving average dengan order
dan
dinotasikan
, adalah (Wei, 1990):
atau dengan dan dengan
adalah koefisien autoregresif unuk
adalah parameter MA ke- untuk
; ; dan
adalah order AR;
adalah order MA.
2.12 Model Non-Stasioner Deret Waktu ARIMA Menurut Wei (1990), model rerata bergerak terintergrasi autoregresif dengan order
dan
dinotasikan ARIMA
, memenuhi persamaan:
dengan
adalah
(Autoregressive) dengan order
order , dan
,
AR adalah
,
koefisiean MA (Moving Average) dengan order , differencing dengan order
koefisien
menyatakan proses
adalah koefisien AR (Autoregressive) dengan
adalah koefisien MA (Moving Average) dengan order , dan
menyatakan rata-rata (mean) pada proses ARIMA
.
Seperti yang dituliskan dalam buku (Rosadi, 2012), secara umum langkahlangkah yang dilakukan dalam analisis deret waktu adalah sebagai berikut:
18
1.
Langkah pertama, identifikasi model Identifikasi secara sederhana dilakukan dengan cara melihat plot dari data dengan tujuan untuk mengetahui apakah data sudah stasioner atau belum. Kestasioneran data dapat dilihat dari bentuk fungsi autokorelasi (ACF/Autocorrelation Function) dan fungsi autokorelasi parsial (PACF/Partial Autocorrelation Function). Apabila data belum stasioner dalam varians maka dilakukan transformasi data yang disebut dengan transformasi Box-Cox dan apabila data deret waktu belum stasioner dalam rata-rata (mean) maka dilakukan proses differencing. Jika data sudah stasioner maka langkah selanjutnya adalah menduga dan menentukan bentuk model ARMA sesuai dengan proses differencing sehingga
bentuk
model
ARMA
yang
diduga
tersebut
dapat
menggambarkan sifat-sifat data dengan membandingkan plot ACF/PACF dengan sifat-sifat fungsi ACF/PACF dari model ARMA. Tabel 2.2 Sifat-sifat ACF/PACF dari Model ARMA Proses
Sampel ACF
Sampel PACF
White
Tidak ada yang melewati batas
Tidak ada yang melewati batas
Noise AR
minimal pada lag
minimal pada lag
Meluruh menuju nol secara
Di atas batas interval maksimum
eksponensial
sampai lag ke- dan di bawah batas pada lag
MA
Di atas batas interval
Meluruh menuju nol secara
maksimum sampai lag ke- dan
eksponensial
di bawah batas pada lag ARMA
Meluruh menuju nol secara
Meluruh menuju nol secara
eksponensial
eksponensial
Sumber: Rosadi (2012)
19
2.
Langkah kedua, mengestimasi parameter dalam model Setelah menduga dan menentukan bentuk model ARIMA maka, langkah selanjutnya adalah mengestimasi parameter dalam model. Untuk mengetahui apakah koefisien hasil estimasi signifikan atau tidak dapat digunakan pengujian statistik uji- yang akan berdistribusi studentdengan derajat bebas
3.
,
adalah banyaknya sampel.
Langkah ketiga, pemeriksaan diagnostik Langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan diagnostik dari model yang telah diestimasi. Untuk mengetahui apakah residual yang dihitung berdasarkan model yang telah diestimasi mengikuti asumsi error dari model sifat white noise atau tidak, maka dilakukan pengujian sisaan white noise melalui nilai autokorelasinya dengan langkah sebagai berikut: i. Hipotesis: (residual memenuhi white noise) minimal ada satu untuk
(residual tidak memenuhi white noise)
; dengan
menyatakan nilai autokorelasi pada
. ii. Statistik Uji: Stastistik uji yang digunakan adalah statistik uji Ljung-Box: ∑
̂
20
dengan
menyatakan statistik uji Ljung-Box, ̂ menyatakan nilai
sampel ACF pada
,
menyatakan banyaknya sisaan, serta
menyatakan banyaknya parameter dalam model. iii. Daerah Penolakan: Tolak
jika
Setelah uji sisaan white noise dilakukan maka langkah selanjutnya adalah menguji kenormalan residual yang dapat dilakukan dengan menggunakan uji kenormalan Anderson –Darling (Wei, 1990): i. Hipotesis data mengikuti sebaran normal data tidak mengikuti sebaran normal ii. Statistik Uji ( )∑
dengan
[
(
adalah fungsi sebaran kumulatif dari distribusi
normal standar atau normal baku, untuk
menyatakan data terurut ke-
1, 2, 3, ..., .
iii. Daerah Penolakan: Tolak 4.
)]
jika P-value
dengan
.
Langkah keempat, memilih model terbaik Parameter yang dipergunakan dalam peramalan haruslah optimal untuk mendapatkan suatu model terbaik. Metode yang digunakan untuk mengetahui kualitas dari model adalah Akaike’s Information Criterion (AIC). Nilai AIC terkecil dapat mewakili model tersebut merupakan model terbaik. Persamaan untuk menghitung nilai AIC adalah sebagai berikut (Wei, 1990) :
21
( dengan
adalah banyaknya parameter dalam model,
kuadrat residual dan 5.
) adalah jumlah
adalah banyaknya data residual.
Langkah kelima, membuat model peramalan Setelah mendapatkan model terbaik dari kandidat model yang diduga maka langkah selanjutnya adalah membuat model peramalan berdasarkan model ARIMA yang terpilih.
6.
Langkah keenam, menentukan peramalan Setelah model peramalan ditentukan sesuai dengan model ARIMA yang terpilih, selanjutnya adalah melakukan peramalan dengan menggunakan bantuan program R.
2.13 Pemrograman Linear Pemrograman linear adalah suatu teknik perencanaan yang bersifat analitis yang analisisnya menggunakan model matematis dengan tujuan menemukan beberapa
kombinasi
alternatif
pemecahan
optimum
terhadap
persoalan
(Aminudin, 2005). 2.13.1 Bentuk Umum Model Bentuk umum dari model dan tabel simpleks awal pemrograman linear (Aminudin, 2005) yaitu: Maks
dengan batasan:
22
dan dengan
menyatakan fungsi tujuan yang dicari nilai optimalnya (maksimal/
minimal), kegiatan kegiatan
menyatakan kenaikan nilai
apabila ada pertambahan tingkat
dengan satu satuan unit atau sumbangan setiap satuan keluaran terhadap
,
menyatakan banyaknya data,
sumber atau fasilitas yang tersedia,
menyatakan
menyatakan koefisien
keputusan
, serta
dari variabel
menyatakan batasan variabel keputusan,
untuk
dan
menyatakan besar target ke- .
2.13.2 Langkah-langkah Metode Simpleks Langkah-langkah yang dipergunakan dalam pemecahan program linear dengan metode simpleks (Aminudin, 2005), yaitu: 1.
Formulasikan dan standarisasikan modelnya.
2.
Membentuk
tabel awal simpleks berdasarkan informasi model pada
langkah 1. 3.
Menentukan kolom kunci di antara kolom-kolom variabel yang ada, yaitu kolom yang mengandung nilai
paling positif untuk kasus
memaksimumkan dan kolom yang mengandung nilai
paling
negatif untuk kasus meminimumkan. 4.
Menentukan baris kunci di antara baris-baris variabel yang ada, yaitu baris yang memiliki rasio kuantitas ( Dalam bentuk matematis dapat ditulis:
) dengan nilai positif terkecil.
23
5.
Membentuk tabel berikutnya dengan memasukan variabel pendatang ke kolom variabel dasar dan mengeluarkan variabel perantau dari kolom tersebut serta lakukan transformasi baris-baris variabel. Dengan menggunakan rumus transformasi sebagai berikut: i. Baris baru selain baris kunci:
ii. Baris kunci baru:
iii. Rasio kunci:
6.
Lakukanlah uji optimalitas. Dengan kriteria jika semua koefisien pada baris sudah tidak ada lagi yang bernilai positif (untuk kasus memaksimumkan) atau sudah tidak ada lagi bernilai negatif (untuk kasus meminimumkan) berarti tabel sudah optimal. Jika kriteria tersebut belum terpenuhi maka diulangi mulai dari langkah ke-3 sampai ke-6, hingga terpenuhi kriteria tersebut.
24
2.13.3 Bentuk Tabel Simpleks Model Pemrograman Linear Tabel 2.3 Model Simpleks Awal 0
Variabel Dasar
0
0
Tujuan 0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Sumber : Aminudin (2005)
2.14 Goal Programming Model goal programming merupakan perluasan dari pemrograman linear. Model pemprograman linear merupakan salah satu teknik penyelesaian dalam riset
operasi
dalam
menyelesaikan
masalah-masalah
optimasi
baik
memaksimumkan atau meminimumkan, tetapi tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah manajemen yang menghendaki sasaran-sasaran tertentu dicapai secara simultan. Oleh karena itu dalam Siswanto (2007), A. Charmes dan W.M Cooper pada tahun 1961 mulai mempopulerkan model goal programming. Model goal programming
merupakan suatu model yang mampu menyelesaikan
masalah-masalah pemrograman linear yang memiliki lebih dari satu sasaran yang hendak dicapai.
25
Perbedaan
antara
model
pemrograman
linear
dengan
model
goal
programming terletak pada kehadiran variabel yang berfungsi untuk menampung kelebihan dan kekurangan nilai ruas kiri suatu fungsi kendala agar sama dengan nilai ruas kanannya. Jika dalam model pemrograman linear menghadirkan variabel slack dan surplus maka pada goal programming menghadirkan variabel deviasional di atas sasaran dan variabel deviasional di bawah sasaran. Di samping itu, perbedaan juga terletak pada kendala fungsional. Jika dalam model pemrograman linear kendala-kendala fungsional menjadi pembatas bagi usaha pemaksimuman atau peminimuman fungsi tujuan maka pada model goal programming
kendala-kendala
fungsional
itu
merupakan
sarana
untuk
mewujudkan sasaran yang hendak dicapai (Siswanto, 2007). 2.14.1 Variabel Deviasional Variabel deviasional merupakan suatu variabel yang berfungsi untuk menampung penyimpangan atau deviasi hasil yang akan terjadi pada nilai ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Variabel deviasional harus diminimumkan di dalam fungsi tujuan agar nilai ruas kiri suatu persamaan kendala sebisa mungkin mendekati nilai ruas kanannya. Variabel deviasional dibedakan menjadi dua (Siswanto, 2007) yaitu: a. Variabel deviasional berada di bawah sasaran Variabel deviasional ini berfungsi untuk menampung deviasi negatif, karena variabel deviasional maka :
berfungsi untuk menampung deviasi negatif,
26
∑∑
atau ∑∑
dengan
merupakan variabel keputusan untuk produk ke- ( = 1,2,3,...,
dengan periode ke- ( = 1,2,3,..., );
merupakan koefisien dari variabel
keputusan untuk produk ke- dengan periode ke- , ke- yang diinginkan,
merupakan besar target
merupakan besarnya penyimpangan negatif ke-
. Sehingga variabel deviasional
untuk
mempunyai koefisien
)
akan selalu
pada setiap kendala sasaran.
b. Variabel deviasional berada di atas sasaran Variabel deviasional ini berfungsi untuk menampung deviasi positif. Karena variabel deviasional
berfungsi untuk menampung deviasi positif, maka:
∑∑
atau ∑∑
dengan
merupakan besarnya penyimpangan positif ke- , sehingga
variabel deviasional kendala sasaran.
akan selalu mempunyai koefisien 1 pada setiap
27
Berdasarkan persamaan di atas dapat dilihat bahwa nilai penyimpangan minimum di bawah ataupun di atas sasaran adalah nol dan tidak mungkin negatif, atau dan
dan
untuk
Secara matematis, bentuk umum kendala sasaran adalah: ∑∑
atau ∑∑
2.14.2 Fungsi Tujuan Menurut Siswanto (2007), fungsi tujuan di dalam model goal programming ditandai dengan kehadiran variabel deviasional yang harus diminimumkan. Berdasarkan ditetapkan
persamaan
, dapat diketahui bahwa sasaran yang telah
akan tercapai bila variabel deviasional
dan
minimum
dalam fungsi tujuan, sehingga fungsi tujuan model goal programming adalah: ∑
2.14.3 Empat Macam Kendala Sasaran Menurut
Siswanto
(2007),
penggunaan
variabel
deviasional
dapat
dikelompokan ke dalam empat cara yaitu: a. Mewujudkan suatu sasaran dengan nilai tertentu Sasaran yang dikehendaki dituangkan ke dalam nilai ruas kanan kendala (
. Agar sasaran ini tercapai, maka penyimpangan di bawah dan di atas
28
nilai
harus diminimumkan. Oleh karena itu dibutuhkan kehadiran variabel
deviasional
dan
akibatnya fungsi persamaan kendala sasaran
menjadi: ∑∑
dan persamaan fungsi tujuan: ∑
Penyelesaian optimal, apabila penyimpangan di atas nilai maka
maka
ini berarti terjadi
(sasaran terlampaui), sedangkan jika
ini berarti terjadi penyimpangan di bawah nilai
(sasaran
tidak terlampaui). b. Mewujudkan suatu sasaran di bawah nilai tertentu Sasaran yang hendak dicapai dituangkan ke dalam parameter
(nilai ruas
kanan kendala). Agar sasaran tersebut tidak terlampaui maka dibutuhkan kehadiran variabel deviasional sasaran: ∑∑
dan persamaan fungsi tujuan: ∑
sehingga fungsi persamaan kendala
29
Penyelesaian optimal, bila
maka sasaran tercapai akan tetapi bila
maka terjadi penyimpangan di atas
dan hal ini menunjukkan
bahwa sasaran yang dikehendaki telah terlampaui. c. Mewujudkan suatu sasaran di atas nilai tertentu Sasaran yang hendak dicapai dituangkan ke dalam parameter kanan kendala). Agar
(nilai ruas
sasaran tersebut terlampaui, maka dibutuhkan
kehadiran variabel deviasional
sehingga fungsi persamaan kendala
sasaran: ∑∑
dan persamaan fungsi tujuan: ∑
Penyelesaian optimal, jika sedangkan jika
bernilai nol berarti sasaran tercapai
bernilai positif berarti sasaran yang dikehendaki tidak
terlampaui. d. Mewujudkan suatu sasaran pada nilai interval tertentu Bila interval itu dibatasi oleh
dan
maka penyelesaian yang
diharapkan akan berada di antara interval tersebut atau, ∑∑
Penyimpangan-penyimpangan pada persamaan Oleh karena itu, perlu menghadirkan
harus diminimumkan.
untuk membatasi penyimpangan
30
di bawah
dan perlu juga untuk menghadirkan
untuk membatasi
penyimpangan di atas Dengan demikian persamaan
menjadi: ∑∑
Dalam hal ini, persamaan
setara dengan:
∑∑
atau ∑∑
Agar
dan
∑
minimum, maka persamaan fungsi tujuan minimumkan ; Pertidaksamaan
dan
sasaran di mana sasaran itu berada pada interval
adalah fungsi kendala dan
. Agar peranan
kendala sasaran dan variabel deviasional itu menjadi semakin jelas, maka bisa saja mengubah kedua bentuk fungsi pertidaksamaan tersebut menjadi fungsi-fungsi persamaan dengan cara menambahkan variabel baru yaitu dan
yang berfungsi sebagai variabel slack dan surplus, yaitu: ∑∑
atau ∑∑
31
Variabel
dan
pada persamaan
dan
bukan
merupakan variabel deviasional dan kehadirannya tidak diperhitungkan di dalam fungsi tujuan. Oleh karena itu, fungsinya benar-benar seperti variabel slack dan surplus di mana nilainya sangat tergantung kepada hasil penyelesaian optimal. Dengan demikian, peminimuman menggiring penyelesaian optimal berada di antara interval
dan
akan
dan
2.14.4 Bentuk Umum Model Secara umum model goal programming (Siswanto, 2007), dapat dirumuskan sebagai berikut: ∑
dengan kendala:
dan
, untuk;
2.14.5 Kasus Goal Programming Pada dasarnya terdapat dua kasus goal programming yang perlu diperhatikan (Lasmanah, 2003), yaitu: 1. Preemptive Goal Programming Preemtive goal programming merupakan suatu permasalahan muncul ketika permasalahan yang dihadapi memiliki satu tujuan atau lebih penting dari
32
tujuan yang lain. Jadi dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, maka perhatian pertama dipusatkan pada tujuan yang menjadi prioritas pertama, selanjutnya tujuan yang menjadi prioritas kedua, sampai pada
banyaknya
tujuan yang akan menjadi prioritas selanjutnya (Lasmanah, 2003). 2. Program Tujuan Non-Preemptive Goal Programming Program tujuan non- preemptive yaitu suatu program tujuan dengan tujuan yang sama pentingnya sehingga tidak perlu adanya urutan tingkat prioritas. Dengan kata lain, prioritas satu dengan prioritas lainnya mempunyai tingkat kepentingan yang sama. Permasalahan preemptive goal programming diselesaikan dengan cara penyelesaian prosedur sekuensi dengan tahapan-tahapan sebagai berikut (Lasmanah, 2003): i. Tujuan-tujuan yang pertama dicakup adalah tujuan-tujuan prioritas pertama yang diselesaikan dengan metode simpleks. ii. Jika hasil perhitungan tahap pertama diperoleh penyelesaian optimal yang sama dengan
, maka harus menambahkan tujuan-tujuan
prioritas kedua ke dalam model, dengan ketentuan: a. Jika
, variabel-variabel pembantu yang mencerminkan
penyimpangan-penyimpangan dari tujuan-tujuan prioritas pertama sekarang dapat dikeluarkan dari model, di mana kendala-kendala persamaan yang mencakup variabel-variabel ini diganti oleh persamaan atau pertidaksamaan untuk tujuan-tujuan ini.
33
b. Jika
, maka model tahap kedua adalah menambahkan tujuan-
tujuan prioritas kedua ke dalam model tahap pertama, tetapi hal ini juga menambahkan kendala bahwa fungsi tujuan tahap pertama harus sama dengan
(yang memungkinkan untuk menghilangkan unsur-
unsur yang mencakup tujuan-tujuan prioritas pertama dari fungsi tujuan tahap kedua). Selanjutnya, mengulangi proses yang satu untuk tujuan-tujuan prioritas yang lebih rendah. 2.14.6 Bentuk Model Preemptive Goal Programming Model umum suatu persoalan preemptive goal programming dapat dirumuskan sebagai berikut (Lasmanah, 2003): ∑
dengan kendala: ∑∑
dengan
, untuk Dengan
dan periode ke-
untuk
untuk periode ke- , sampai dengan
;
;
; dan
menyatakan prioritas dengan urutan kepentingan ke.
menyatakan urutan prioritas pertama
menyatakan urutan prioritas kedua untuk periode ke- ,
menyatakan urutan prioritas ke- untuk periode ke- .