BAHAN AJAR EKONOMETRIKA AGUS TRI BASUKI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
UJI AUTOKORELASI DAN PERBAIKAN AUTOKORELASI 8.1. Uji Autokorelasi a. Penyebab Munculnya Otokorelasi Berkaitan dengan asumsi regresi linier klasik, khususnya asumsi no autocorrelation pertanyaan yang patut untuk diajukan adalah (mengapa otokorelasi itu terjadi atau muncul?) Padahal dalam dunia nyata, segala sesuatu tidak ada yang sifatnya tetap tetapi berubah terus seiring waktu. Untuk menjawab pertanyaan di atas, di bawah ini akan dikemukakan beberapa hal yang dapat mengakibatkan munculnya otokorelasi (Gujarati, 1995: 402-406. Koutsoyiannis, 1977: 203-204, Arief, 1993: 38-41): 1. Adanya Kelembaman (intertia) Salah ciri yang menonjol dari sebagian data runtun waktu ekonomi adalah kelembaman, seperti data pendapatan nasional, indeks harga konsumen, data produksi, data kesempatan kerja, data pengangguranmenunjukkan adanya pola konjuktur. Dalam situasi seperti ini, data observasi pada periode sebelumnya dan periode sekarang kemungkinan besar akan saling ketergantungan (interdependence). 2. Bias Specification: Kasus variabel yang tidak dimasukkan Hal itu terjadi karena disebabkan oleh tidak masukkan variabel yang menurut teori ekonomi, variabel tersebut sangat penting peranannya dalam menjelaskan variabel tak bebas. Bila hal ini terjadi, maka unsur pengganggu (error term)μi akan merefleksikan suatu pola yang sistematis di antara sesama unsur pengganggu, sehingga terjadi situasi otokorelasi di antara unsur pengganggu. 3. Adanya fenomena sarang laba-laba (cobweb phenomenon) Munculnya fenomena sarang laba-laba terutama terjadi pada penawaran komoditi sektor pertanian. Di sektor pertanian, reaksi penawaran terhadap perubahan harga terjadi setelah melalui suatu 1 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
tenggang waktu (gestation period). Misalnya, panen komoditi permulaan tahun dipengaruhi oleh harga yang terjadi pada tahun sebelumnya. Akibatnya, bila pada akhir tahun t, harga komoditi pertanian ternyata lebih rendah daripada harga sebelumnya, maka pada tahun berikutnya (t + 1) akan ada kecenderungan di sektor pertanian untuk memproduksi komoditi ini lebih sedikit daripada yang diproduksi pada tahun t. Akibatnya, μi tidak lagi bersifat acak (random) tetapi mengikuti suatu pola yaitu sarang laba-laba. b. Konsekuensi dari Munculnya Otokorelasi Sebagaimana telah diuraikan, bila hasil suatu regresi dari suatu model empiris memenuhi semua asumsi regresi linier klasik maka berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Gauss Markov, hasil regresi dari model empiris tersebut akan Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) ini berarti bahwa dalam semua kelas, semua penaksir akan unbiased linier dan penaksir OLS adalah yang terbaik, yaitu penafsir tersebut mempunyai varian yang minimum. Singkatnya, penaksir OLS tadi efisien. Berangkat dari pemikiran di atas, bila semua asumsi regresi linier klasik dipenuhi kecuali asumsi no autocorrelation, maka penafsir-penafsir OLS akan mengalami hal-hal sebagai berikut (Arief, 1993: 41, Sumodiningrat, 1994: 241-244, Ramanathan, 1996: 452-, Gujarati, 1995: 410-415 dan Gujarati, 1999: 381-382). c. Cara Mendeteksi Ada-tidaknya Masalah Otokorelasi Harus diakui bahwa tidak ada prosedur estimasi yang dapat menjamin mampu mengeliminiasi masalah otokorelasi karena secara alamiah, perilaku otokorelasi biasanya tidak diketahui. Oleh karen itu, dalam beberapa kasus, orang atau penggunaan ekonometrika mungkin akan merubah bentuk fungsi persamaan regresinya misalnya, dalam bentuk log atau first difference. Hal ini menunjukkan bahwa pendeteksian terhadap ada-tidaknya otokorelasi merupakan suatu hal yang sangat diperlukan. Berkaitan dengan hal tersebut, di bawah ini akan ditawarkan beberapa cara atau metode untuk mendeteksi ada-tidaknya otokorelasi (Arief, 1993: 41-46, Sumodiningrat, 1994: 234-240, Ramanthan, 1996: 452-458, Gujarati, 1995: 415-426 dan Kautsoyiannis, 1977: 211-227, Thomas 1997: 302-307 Maddala, 1992: 229-268).
2 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
Autokorelasi terjadi bila nilai gangguan dalam periode tertentu berhubungan dengan nilai gangguan sebelumnya. Asumsi nonautokorelasi berimplikasi bahwa kovarians ui dan uj sama dengan no l: cov (uiuj) = E([ui – E(ui)][uj – E(uj)] = E(uiuj) = 0 untuk i+j Uji d Durbin Waston ( Durbin-Waston d Test ) Model ini diperkenalkan oleh J. Durbin dan G.S Watson tahun 1951. Deteksi autokorelasi dilakukan dengan membandingkan nilai statiatik Durbin Watson hitung dengan Durbin Watson tabel. Mekanisme uji Durbin Watson adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Lakukan regresi OLS dan dapatkan residualnya. Hitung nilai d (Durbin Watson). Dapatkan nilai kritis dL dan du. Apabila hipotesis nol adalah bahwa tidak ada serial korelasi positif, maka jika d < dL, tolak Ho d < du, terima Ho dL= d = du, pengujian tidak menyakinkan 5. Apabila hipotesis nol adalah bahwa tidak ada serial korelasi baik negatif, maka jika d > 4-dL, tolak Ho d < 4-du, terima Ho 4-du = d = 4-dL, pengujian tidak menyakinkan 6. Apabila Ho adalah dua ujung, yaitu bahwa tidak ada serial korelasi baik positif maupun negatif, maka jika d < dL, tolak Ho d > 4-dL, tolak Ho du < d < 4-du, terima Ho dL = d = du, pengujian tidak menyakinkan 4-du = d = 4-dL, pengujian tidak menyakinkan Pendeteksian ada tidaknya autokorelasi pada persamaan yang mengandung variabel dependen kelambanan, misalnya pada model penyesuaian parsial, dapat dilakukan uji Durbin LM seperti berikut ini :
3 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
ut = xt’d + T Yt-1 + Ut-1+ et dimana ut = residual dari model yang diestimasi xt = variabel-variabel penjelas Yt-1 = variabel dependen kelambanan Ut-1 = residual kelambanan Apabila nilai t hitung dari residual kelambanan signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis tidak adanya autokorelasi tidak dapat ditolak. Konsekuensi autokorelasi: 1. Penaksir tidak efisien, selang keyakinanya menjadi lebar secara tak perlu dan pengujian signifikansinya kurang kuat. 2. Variasi residual menaksir terlalu rendah. 3. Pengujian arti t dan F tidak lagi sahih dan memberi kesimpulan yang menyesatkan mengenai arti statistik dari koefisien regresi yang ditaksir. 4. Penaksir memberi gambaran populasi yang menyimpang dari nilai populasi yang sebenarnya.
8.2. Perbaikan Autokorelasi Setelah kita ketahui konsekuensi masalah autokorelasi dimana estimator dari metode OLS masih linier, tidak bias tetapi tidak mempunyai varian yang minimum. Penyembuhan masalah autokorelasi sangat tergantung dari sifat hubungan antara residual. Atau dengan kata lain bagaimana bentuk struktur autokorelasi. Model regresi sederhana seperti dalam persamaan (6.21) sbb: Yt 0 1 X t et
(8.21)
Diasumsikan bahwa residual mengikuti model AR(1) sebagai berikut: et et 1 vt
1 1
(8.22)
Penyembuhan masalah autokorelasi dalam model ini tergantung dua hal: 4 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
(1) jika atau koefisien model AR(1) diketahui; (2) jika tidak diketahui tetapi bisa dicari melalui estimasi. a. Ketika Struktur Autokorelasi Diketahui Pada kasus ketika koefisien model AR(1) yakni struktur autokorelasi diketahui, maka penyembuhan autokorelasi dapat dilakukan dengan transformasi persamaan dikenal sebagai metode Generalized difference equation. Pada bab 7 kita telah mengembangkan metode GLS untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas yakni ketika varian residual tidak konstan. Dengan melakukan transformasi model kita dapat menghilangkan masalah heteroskedastisitas sehingga kita kemudian dapat mengestimasi model dengan menggunakan metode OLS. Untuk menjelaskan metode Generalized difference equation dalam kasus adanya autokorelasi, misalkan kita mempunyai model regresi sederhana dan residualnya (et) mengikuti pola autoregresif tingkat pertama AR(1) sbb: Yt 0 1 X t et et et 1 vt
1 1
(8.23) (8.24)
Dimana residual vt memenuhi asumsi residual metode OLS yakni E(vt)=0; Var(vt) = 2; dan Cov (vt,vt-1) =0. Kelambanan (lag) satu persamaan (6.23) sbb: Yt 1 0 1 X t 1 et 1
(8.25)
Jika kedua sisi dalam persamaan (6.25) dikalikan dengan maka akan menghasilkan persamaan sbb: (8.26) Yt 1 0 1 X t 1 et 1 Kemudian persamaan (6.23) dikurangi persamaan menghasilkan persamaan diferensi tingkat pertama sbb:
(8.25)
akan
Yt Yt 1 0 0 1 X t 1 X t 1 et et 1
Yt Yt 1 0 (1 ) 1 X t 1 X t 1 vt 0 (1 ) 1 ( X t X t 1 ) vt
(8.27)
dimana vt et et 1 dan memenuhi asumsi OLS seperti persamaan (6.24)
5 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
Persamaan (6.27) tersebut dapat kita tulis menjadi: Yt 0 t X t vt
(8.28)
Dimana Yt (Yt Yt 1 ); 0 0 (1 ); 1 1 ; X t ( X t X t 1 ) Residual vt dalam persamaan (6.28) sudah terbebas dari masalah autokorelasi sehingga memenuhi asumsi OLS. Sekarang kita bisa mengaplikasikan metode OLS terhadap transformasi variabel Y* dan X* dan mendapatkan estimator yang menghasilkan karakteristik estimator yang BLUE. b. Ketika Struktur Autokorelasi Tidak Diketahui Walaupun metode penyembuhan masalah autokorelasi sangat mudah dilakukan dengan metode generalized difference equation jika strukturnya diketahui, namun metode ini dalam prakteknya sangat sulit dilakukan. Kesulitan ini muncul karena sulitnya kita untuk mengetahui nilai . Oleh karena itu kita harus menemukan cara yang paling tepat untuk mengestimasi . Ada beberapa metode yang telah dikembangkan oleh para ahli ekonometrika untuk mengestimasi nilai . 1) Metode Diferensi Tingkat Pertama Nilai terletak antara -1 1. Jika nilai = 0 berarti tidak ada korelasi residual tingkat pertama (AR 1). Namun jika nilai = 1 maka model mengandung autokorelasi baik positif maupun negatif. Ketika nilai dari = +1, masalah autokorelasi dapat disembuhkan dengan diferensi tingkat pertama metode generalized difference equation. Misalkan kita mempunyai model sederhana seperti persamaan (6.29) sebelumnya, metode diferensi tingkat pertama (first difference) dapat dijelaskan sbb: Yt 0 1 X t et
(8.29)
Diferensi tingkat pertama persamaan (6.23) tersebut sebagaimana dalam persamaan (6.30) sebelumnya sbb: Yt Yt 1 0 (1 ) 1 X t 1 X t 1 et et 1
(8.30)
Jika = +1 maka persamaan tersebut dapat ditulis kembali menjadi 6 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
Yt Yt 1 1 ( X t X t 1 ) (et et 1 )
(8.31)
Atau dapat ditulis menjadi persamaan sbb: Yt 1X t vt
(8.32)
dimana adalah diferensi dan vt et et 1 Residual vt dari persamaan (6.32) tersebut sekarang terbebas dari masalah autokorelasi. Metode first difference ini bisa diaplikasikan jika koefisien autokorelasi cukup tinggi atau jika nilai statistik DurbinWatson (d) sangat rendah. Sebagai rule of thumb jika R2 > d, maka kita bisa menggunakan metode first difference. Dari transformasi first difference ini sekarang kita tidak lagi mempunyai intersep atau konstanta dalam model. Konstanta dalam model dapat dicari dengan memasukkan variabel trend (T) di dalam model aslinya. Misalkan model awalnya dengan trend sbb: Yt 0 1 X t 2T et
(8.33)
dimana T adalah trend, nilainya mulai satu pada awal periode dan terus menaik sampai akhir periode. Residual et dalam persamaan (6.24) tersebut mengikuti autoregresif tingkat pertama. Transformasi persamaan (6.34) dengan metode first difference akan menghasilkan persamaan sbb: Yt 1X 1t 2 vt
(8.34)
dimana residual vt et et 1 Pada proses diferensi tingkat pertama persamaan (6.32) menghasilkan persamaan (6.33) yang mempunyai konstanta sedangkan diferensi pertama pada persamaan (6.34) tanpa menghasilkan konstanta. 2) Estimasi Didasarkan Pada Berenblutt- Webb Metode transformasi dengan first difference bisa digunakan hanya jika nilai tinggi atau jika nilai d rendah. Dengan kata lain metode ini hanya akan valid jika nilai = +1 yaitu jika terjadi autokorelasi positif yang sempurna. Pertanyaannya bagaimana kita bisa mengetahui asumsi bahwa = +1. Berenblutt-Webb telah 7 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
mengembangkan uji statistik untuk menguji hipotesis bahwa = +1. Uji statistik dari Berenblutt-Webb ini dikenal dengan uji statistik g (Gujarati, 2005). Rumus statistiknya dapat ditulis sbb: n
g
2 t
2 n
e
(8.34)
t t
1
Dimana et adalah residual dari regresi model asli dan vt merupakan residual dari regresi model first difference. Dalam menguji signifikansi statistik g diasumsikan model asli mempunyai konstanta. Kemudian kita dapat menggunakan tabel Durbin-Watson dengan hipotesis nol = 1, tidak lagi dengan hipotesis nol = 0. Keputusan bahwa = 1 ditentukan dengan membandingkan nilai hitung g dengan nilai kritis statistik d. Jika g dibawah nilai batas minimal d L maka tidak menerima hipotesis nol sehingga kita bisa mengatakan bahwa = 1 atau ada korelasi positif antara residual. 3) Estimasi Didasarkan Pada Statistik d Durbin Watson Kita hanya bisa mengaplikasikan metode transformasi first difference jika nilai tinggi yakni mendekati satu. Metode ini tidak bisa digunakan ketika rendah. Untuk kasus nilai rendah maka kita bisa menggunakan statistik d dari Durbin Watson. Kita bisa mengestimasi dengan cara sbb: d 2(1 ˆ )
(8.35)
atau dapat dinyatakan dalam persamaan sbb: ˆ 1
d 2
(8.36)
Sebagaimana pembahasan sebelumnya, kita bisa mencari nilai dari estimasi statistik pada persamaan (6.36) di atas. Asumsi first difference menyatakan bahwa ˆ 1 hanya terjadi jika d=0 di dalam persamaan (6.36). Begitu pula jika d = 2 maka ˆ 0 dan bila d =4 maka ˆ 1 . Persamaan tersebut hanya suatu pendekatan tetapi kita bisa menggunakan nilai statistik d untuk mendapatkan nilai . Di dalam sampel besar kita dapat mengestimasi dari persamaan (6.36) dan 8 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
menggunakan yang kita dapatkan untuk model generalized difference equation dalam persamaan (6.13) sebelumnya. 4) Estimasi Dengan Metode Dua Langkah Durbin Untuk menjelaskan metode ini maka kita kembali ke model generalized difference equation persamaan (6.37). Kita tulis kembali persamaan tersebut sbb: Yt Yt 1 0 0 1 X t 1 X t 1 et et 1
(8.37)
Atau dapat kita tulis kembali menjadi Yt 0 (1 ) 1 X t 1 1 X t 1 Yt 1 vt
(8.38)
Dimana vt (et et 1 ) Setelah mendapatkan persamaan (6.38), Durbin menyarankan untuk menggunakan prosedur dua langkah untuk mengestimasi yaitu: 1. Lakukan regresi dalam persamaan (6.38) dan kemudian perlakukan nilai koefisien Yt-1 sebagai nilai estimasi dari . Walaupun ini bias, tetapi merupakan estimasi yang konsisten 2. setelah mencapai pada langkah pertama, kemudian lakukan transformasi variabel Yt (Yt Yt 1 ) dan X t ( X t X t 1 ) dan kemudian lakukan regresi metode OLS pada transformasi variabel persamaan (6.11.) 5) Estimasi Dengan Metode Cochrane-Orcutt Uji ini merupakan uji alternatif untuk memperoleh nilai yang tidak diketahui. Metode Cochrane-Orcutt sebagaimana metode yang lain menggunakan nilai estimasi residual et untuk memperoleh informasi tentang nilai (Pindyck, S and Daniel. L, 1998). Untuk menjelaskan metode ini kita misalkan mempunyai model regresi sederhana sbb: Yt 0 1 X t et
(8.39)
Diasumsikan bahwa residual (et) mengikuti pola autoregresif (AR1) sbb: 9 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
et et 1 vt
(8.40)
dimana residul vt memenuhi asumsi OLS Metode yang kita bicarakan sebelumnya untuk mengetimasi hanya merupakan estimasi tunggal terhadap . Oleh karena itu, Cochrane-Orcutt merekomendasi untuk mengestimasi dengan regresi yang bersifat iterasi sampai mendapatkan nilai yang menjamin tidak terdapat masalah autokorelasi dalam model. Adapun metode iterasi dari Cochrane-Orcutt dapat dijelaskan sbb: 1. Estimasi persamaan (6.39) dan kita dapatkan nilai residualnya eˆt 2. Dengan residual yang kita dapatkan maka lakukan regresi persamaan berikut ini: eˆt ˆ eˆt 1 vt
(8.41)
3. Dengan ˆ yang kita dapatkan pada langkah kedua dari persamaan (6.41) kemudian kita regresi persamaan berikut ini: Yt ˆYt 1 0 ˆ 0 1 X t ˆ1 X t 1 et ˆ et 1
(8.42)
Yt ˆYt 1 0 (1 ˆ ) 1 ( X t ˆX t 1 ) vt
atau dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana menjadi persamaan Y 0 1 X t et
(8.43)
dimana: 0 (1 ˆ ) 0
4. Karena kita tidak mengetahui apakah nilai ˆ yang diperoleh dari persamaan (6.41) adalah nilai estimasi yang terbaik, maka masukan nilai 0 0 (1 ˆ ) dan 1 yang diperoleh dalam persamaan (6.43) ke dalam persamaan awal (6.39) dan kemudian dapatkan residualnya eˆt sbb: eˆt Yt ˆ0 ˆ1 X t (8.44)
10 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
5. Kemudian estimasi regresi sbb: (8.45) eˆt ˆˆ eˆt wt ˆˆ yang kita peroleh dari persamaan (6.45) ini merupakan langkah kedua mengestimasi nilai Karena kita tidak juga mengetahui apakah langkah kedua ini mampu mengetimasi nilai yang terbaik maka kita dapat melanjutkan pada langkah ketiga dan seterusnya. Pertanyaannya, sampai berapa langkah kita harus berhenti melakukan proses iteratif untuk mendapatkan nilai . Menurut Cochrane-Orcutt, estimasi nilai akan kita hentikan jika nilainya sudah terlalu kecil. Contoh Kasus : Data perkembangan Ekspor, Konsumsi, Impor dan Jumlah penduduk di Negara GHI sebagai berikut : Tabel 6.4. Perkembangan Ekspor, Konsumsi, impor, dan populasi Tahun Eks Cons Imp Pop 1990 468359 119802 95842 181436821 1991 556306 140805 112644 184614740 1992 632582 157484 125987 187762097 1993 671218 192959 154367 190873248 1994 737948 228119 182495 193939912 1995 794926 279876 223901 196957845 1996 855022 332094 265676 199926615 1997 921714 387171 309737 202853850 1998 1024791 647824 518259 205753493 1999 698856 813183 650547 208644079 2000 883948 856798 685439 211540428 2001 889649 1039655 831724 214448301 2002 878823 1231965 985572 217369087 2003 930554 1372078 1097662 220307809 2004 1056442 1532888 1226311 223268606 2005 1231826 1785596 1428477 226254703 11 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Eks 1347685 1462818 1602275 1447012 1667918 1914268 1945064 2026120 2046740
Cons 2092656 2510504 2999957 3290996 3858822 4340605 4858331 5456626 6035674
Imp 1674125 2259453 2699961 2961896 3472940 3906545 3886665 2359212 2580527
Pop 229263980 232296830 235360765 238465165 241613126 244808254 248037853 251268276 254454778
Lakukan regresi LS Log(IMP) C Log(CONS) Log(EKS) Log(POP) Hasilnya seperti di bawah ini : Dependent Variable: LOG(IMP) Method: Least Squares Date: 01/09/17 Time: 07:01 Sample: 1990 2014 Included observations: 25 Variable C LOG(CONS) LOG(EKS) LOG(POP) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
Coefficient Std. Error 250.1596 1.933802 0.529593 -14.10181 0.984114 0.981844 0.164633 0.569188 11.80679 433.6286 0.000000
t-Statistic
Prob.
2.570601 5.321971 1.401305 -2.547255
0.0178 0.0000 0.1757 0.0188
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
13.57581 1.221827 -0.624543 -0.429523 -0.570453 0.910714
97.31562 0.363362 0.377928 5.536083
Lakukan Uji Autokorelasi dengan uji LM Pilih : view Residual Diagnostics Serial Correlation LM Test masukan angka 2 OK 12 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
Hasilnya seperti output dibawah ini Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
4.775548 Prob. F(2,19) 8.363160 Prob. Chi-Square(2)
0.0209 0.0153
Dari hasil perhitungan Uji LM diperoleh nilai Prob. Chi-Square(2) = 0,0153 lebih kecil dari α = 0,05 berti H 0 ditolak, artinya dalam model diatas model yang digunakan mengandung autokorelasi. Konsekuensi masalah autokorelasi dimana estimator dari metode OLS masih linier, tidak bias tetapi tidak mempunyai varian yang minimum. Perbaikan Autokorelasi Perbaikan Autokorelasi digunakan metode transformasi first difference jika nilai tinggi yakni mendekati satu. ˆ 1 d seperti dalam persaman (6.36), 2
sehingga ρ dapat di cari dengan formula dalam persamaan 6,36. Karena hasil regresi dengan log(imp)=f(log(cons), log(eks), log(pop)) diperoleh dw =0.910714, maka ρ diperoleh ρ = 1-(0,910714/2) = 0.5446. Tabel 6.5. Pembentukan Variabel Baru Ekspor, Konsumsi, impor, dan populasi Tahun log(Eks)* log(Cons)* log(Imp)* log(Pop)* 1991 2.656873 2.382668 2.33854 3.768209 1992 2.671972 2.393078 2.348949 3.771444 1993 2.667326 2.454826 2.410697 3.774582 1994 2.694465 2.479471 2.435342 3.777617 1995 2.704348 2.528681 2.484552 3.780553 1996 2.718406 2.554609 2.510481 3.783398 1997 2.733786 2.580786 2.536657 3.786172 1998 2.76206 2.768045 2.723916 3.788898 1999 2.570737 2.745019 2.700891 3.7916 2000 2.763322 2.713936 2.669807 3.794287 2001 2.710539 2.785588 2.74146 3.796955 2002 2.703701 2.813542 2.769413 3.799601 13 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
Tahun log(Eks)* log(Cons)* log(Imp)* log(Pop)* 2003 2.731437 2.820177 2.776048 3.802233 2004 2.773012 2.84283 2.798701 3.804855 2005 2.809704 2.882888 2.83876 3.807467 2006 2.812413 2.915708 2.871579 3.810063 2007 2.826753 2.957237 2.964261 3.812645 2008 2.846909 2.99153 2.970694 3.815227 2009 2.781106 2.989612 2.968776 3.817819 2010 2.866917 3.036838 3.016002 3.820415 2011 2.893139 3.050284 3.029448 3.823018 2012 2.867485 3.071392 2.999403 3.825603 2013 2.881441 3.095176 2.7838 3.828122 2014 2.876182 3.111507 2.940825 3.830534 Dimana : Log(ekst)* Log(const)* Log(impt)* Log(popt)*
= Log(ekst)-0.5446*Log(ekst-1) = Log(const)-0.5446*Log(const-1) = Log(impt)-0.5446*Log(impt-1) = Log(popt)-0.5446*Log(popt-1)
Lakukan regresi LS Log(IMP)* C Log(CONS)* Log(EKS)* Log(POP)*
14 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
Hasilnya seperti di bawah ini : Dependent Variable: LOG(IMP)* Method: Least Squares Date: 01/09/17 Time: 07:37 Sample (adjusted): 1991 2014 Included observations: 24 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LOG(CONS)* LOG(EKS)* LOG(POP)*
28.69959 0.118989 1.529882 -8.041788
16.89465 0.301800 0.351877 4.805893
1.698738 0.394264 4.347779 -1.673318
0.1049 0.6976 0.0003 0.1098
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.937858 0.928537 0.059480 0.070758 35.86399 100.6150 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2.734542 0.222501 -2.655333 -2.458991 -2.603243 1.332800
Lakukan Uji Autokorelasi dengan uji LM Pilih : view Residual Diagnostics Serial Correlation LM Test masukan angka 2 OK Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
1.596644 Prob. F(2,18) 3.616187 Prob. Chi-Square(2)
0.2300 0.1640
Dari hasil perhitungan Uji LM diperoleh nilai Prob. Chi-Square(2) = 0,1640 lebih besar dari α = 0,05 berti H 0 diterima, artinya dalam model diatas model yang digunakan tidak mengandung autokorelasi.
15 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi
DAFTAR PUSTAKA Agus Widarjono, Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisi Kedua, Cetakan Kesatu, Penerbit Ekonisia Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta 2007. Catur Sugiyanto. 1994. Ekonometrika Terapan. BPFE, Yogyakarta Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. Third Edition.Mc. Graw-Hill, Singapore. Koutsoyiannis, A (1977). Theory of Econometric An Introductory Exposition of Econometric Methods 2nd Edition, Macmillan Publishers LTD. Maddala, G.S (1992). Introduction to Econometric, 2nd Edition, Mac-Millan Publishing Company, New York. Nachrowi, D.N. dan H. Usman (2002). Penggunaan Teknik Ekonometrika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Pindyck, S and Daniel. L. Rubinfeld,” Econometrics Model and Economic Forecast, 1998, Singapore: McGraw-Hill, pp. 163-164 Sritua Arif.1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. BPFE, Yogyakarta. Sumodiningrat, Gunawan. 2001. Ekonometrika Pengantar. Yogyakarta: PFEYogyakarta. Supranto, J. 1984. Ekonometrika. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Thomas, R.L. 1998. Modern Econometrics : An Intoduction. Addison-Wesley. Harlow, England.
16 | Uji Autokorelasi dan Perbaikan Autokorelasi