7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pisau Egrek Bahan baku alat pemanen sawit dalam hal ini pisau egrek seperti pada gambar 2.1 biasanya menggunakan baja karbon sedang dari pegas daun mobil yang dalam bentuk potongan platstrip sesuai dengan ukuran pisau egrek dan tipe yang ada. Proses produksi egrek ini dilakukan dengan pembakaran arang kayu atau dipanaskan didalam furnace guna untuk mempermudah proses tempa (hammer). Proses pembakaran arang kayu atau furnace dapat dilakukan sesuai dengan bahan yang akan di tempa.
Sumber : http://alatperkebunan.blogspot.com/
Gambar 2.1 Pisau Egrek/Pisau Pemanen Sawit Dalam proses produksi egrek, beberapa tahapan yang harus dilalui antara lain: 1.
Proses tempa (hammer) Baja karbon sedang yang sudah dalam bentuk potongan platstrip
dibakar dalam tungku pembakaran dengan waktu kurang lebih 45 menit tujuannya agar baja karbon sedang tersebut mudah untuk dibengkokkan
Universitas Sumatera Utara
8
karena pada awal tahap ini dilakukan proses tarik ekor yaitu pada ujung potongan baja karbon sedang. Proses tarik ekor ini dilakukan dengan menggunakan mesin tempa manual. Setelah proses tarik ekor, potongan baja karbon sedang dipanaskan kembali. Akibat pemanasan ini, ukuran baja karbon sedang semakin memanjang karena mengalami proses pemuaian. Selanjutnya dilakukan proses buka bagian depan dengan menggunakan mesin tempa. Agar ukuran/dimensi platstrip tersebut rata, maka
dibawa
ke
tempat
pemotongan
dan
dipotong
dengan
menggunakan mesin potong. Kemudian dipanaskan kembali di tungku pembakaran agar baja karbon sedang tersebut dapat dibengkokkan dengan menggunakan mesin rolling sesuai dengan bentuk egrek yang sudah standard dan dipukul rata dengan menggunakan mesin tempa. Seperti ditunjukan pada gambar 2.2.
Sumber : Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan
Gambar 2.2 Mesin tempa (hammer)
Universitas Sumatera Utara
9
2.
Proses Polishing Hasil akhir dari proses tempa (hammer) sudah dalam bentuk egrek
tetapi masihmemerlukan pemolesan kembali agar sesuai dengan ukuran standard perusahaan. Tahap pertama proses ini adalah penggambaran pola. Dalam penggambaran polaini, digunakan egrek yang sudah terstandar sebagai acuan. Dengan menggambarpola ini, maka operator dapat dengan mudah memformat dengan menggunakanmesin format dan mempertajam bagian tepinya. Setelah selesai diformat, egrek dibawa ke proses flating. Proses flating ini merupakan proses pemukulan dengan menggunakan palu, tujuannya agar egrek tersebut tidak baling. 3.
Gerinda kasar Setelah selesai dari proses format yang ditunjukan pada gambar 2.3
egrek dibawa ke stasiun gerinda kasar.Pada tahap ini dilakukan kegiatan tekuk ekor dengan menggunakan mesin gerinda sehingga bagian ujungnya runcing dan bagian tepinya juga makin dipertajam. Proses ini merupakan proses paling lama karena membutuhkan waktu sekitar 7 menit untuk menyelesaikannya. Setelah kegiatan gerinda selesai, maka kembali. dibawa ke tempat flating untuk dipukul dengan palu. Tiap akhir proses selalu dilakukan proses pemukulan yang tujuannya agar egrek tersebut tidak baling karena biasanya setelah mengalami proses permukaan egrek tersebut tidak rata.
Universitas Sumatera Utara
10
Sumber : Pandai Besi Pancur Batu
Gambar 2.3 Mesin Gerinda Kasar 4.
Penyepuhan Setelah mengalami proses gerinda kasar, egrek tersebut di sepuh
dengan memanaskan pada tungku pembakaran. Oleh karena itu sebelum disepuh, arang dibakar selama 5 menit pada tungku pemanasan sehingga suhu mencapai diatas 850 ˚C. Tujuan dari proses
ini adalah
untuk mengeluarkan kandungan karbon sehingga egrek tersebut makin keras. Pada tahap penyepuhan ini terjadi dua proses yaitu proses pengerasan (hardening) dan proses tempering. Pada proses hardening, egrek dipanaskan agar kandungan karbon hilang namun apabila pada tahap pemanasan suhu sudah terlalu tinggi maka egrek dapat patah maka dilanjutkan dengan tahap tempering agar panas pada egrek dapat disesuaikan. Sesudah disepuh, egrek masih mengalami proses flating untuk meratakan permukaan egrek (agar tidak baling). 5.
Gerinda halus Egrek yang sudah disepuh dibawa ke mesin gerinda halus untuk
digerinda. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memutihkan permukaan egrek sehingga tampak mengkilap dan tampak lebih tajam.
Universitas Sumatera Utara
11
6.
Finishing Tahap finishing merupakan tahap pengecatan dengan menggunakan
tiner. Egrek direndam sebentar dalam wadah yang berisi tiner kemudian ditiriskan pada lemari oven dengan temperatur 600 ˚C. Dalam lemari oven ini, bertujuan untuk mengeringkan cat clear dan dibutuhkan waktu sekitar 30 menit agar cat clear tersebut dapat benar-benar kering. Setelah itu, egrek yang sudah selesai dibawa ke gudang produk jadi dengan menggunakan beko. Tabel 2.1. Syarat Mutu Egrek – SNI No
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
1
Tampak Luar
-
Tidak cacat
2
Sisi Potong
-
Tajam
3
Bahan Baku
-
4
Kekerasan Sisi Potong Dilakukan Perlakuan Panas
HRC
Baja karbon sedang atau setara 45,3
Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit
2.2. Baja Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0,1% hingga 1,7% sesuai tingkatannya. Dalam proses pembuatan baja akan terdapat unsur-unsur lain selain karbon yang akan tertinggal di dalam baja seperti mangan (Mn), silikon (Si), kromium (Cr), vanadium (V), dan unsur lainnya.
Universitas Sumatera Utara
12
Baja adalah paduan logam yang tersusun dari besi sebagai unsur utama dan karbon sebagai unsur penguat.Unsur karbon banyak berperan sebagai peningkatan kekerasan.Perlakuan panas dapat mengubah sifat fisis baja jadi lunak seperti kawat menjadi keras seperti pisau. Perlakuan panas mengubah struktur mikro baja dan struktur kristal dari bcc ke fcc yang bersifat paduan dan bila didinginkan tibatiba terjadi perubahan struktur kristal dari fcc ke bcc. Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator pembangkit listrik, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan baja. Baja menduduki peringkat pertama di antara barang tambang logam dan produknya melingkupi hampir 90 % dari barang berbahan logam.
2.2.1.Klasifikasi Baja Berdasarkan komposisi dalam prakteknya baja terdiri dari beberapa macam yaitu: Baja Karbon (Carbon Steel), dan Baja Paduan (Alloy Steel) Berdasarkan tinggi rendahnya presentase karbon di dalam baja, baja karbon diklasifikasikan sebagai berikut: 1.
Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel) Baja karbon rendah mengandung karbon antara 0,10 s/d 0,30 %. Baja
karbon ini dalam perdagangan dibuat dalam plat baja, baja strip dan baja batangan atau profil. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung dalam baja, maka baja karbon rendah dapat digunakan atau dijadikan baja-baja sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
13
a.
Baja karbon rendah yang mengandung 0,04 % - 0,10% C. untuk dijadikan baja – baja plat atau strip.
b.
Baja karbon rendah yang mengandung 0,10 - 0,15% C digunakan untuk keperluan badan-badan kendaraan.
c.
Baja karbon rendah yang mengandung 0,15% - 0,30% C digunakan untuk konstruksi jembatan, bangunan, membuat baut atau dijadikan baja konstruksi.
2.
Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Steel) Baja karbon menengah mengandung karbon antara 0,30% - 0,60% C.
Baja karbon menengah ini banyak digunakan untuk keperluan alat-alat perkakas bagian mesin. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung dalam baja maka baja karbon ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk keperluan industri kendaraan, roda gigi, pegas dan sebagainya. 3.
Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel) Baja karbon tinggi mengandung kadar karbon antara 0,60% - 1,7% C dan
setiap satu ton baja karbon tinggi mengandung karbon antara 70 – 130 kg. Baja ini mempunyai tegangan tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk material tools. Salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung didalam baja maka baja karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas, alat-alat perkakas seperti: palu, gergaji atau pahat potong. Selain itu baja jenis ini banyak digunakan untuk keperluan industri lain seperti pembuatan kikir, pisau cukur, mata gergaji dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
14
Baja karbon rendah merupakan baja yang paling murah diproduksi, mudah dimachining dan dilas, serta keuletan dan ketangguhannya sangat tinggi tetapi kekerasannya rendah dan tahan aus. Sehingga pada penggunaannya, baja jenis ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan komponen mobil, struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, pagar, dan lain-lain. Selain baja dengan paduan karbon (C), ada juga baja dengan paduan lainnya seperti Cr, Mn, Ni, S, Si, P, dan lain-lain. Baja paduan didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki seperti sifat kekuatan, kekerasan, dan keuletannya. Paduan dari beberapa unsur yang berbeda memberikan sifat khas dari baja. Misalnya baja yang dipaduan dengan Ni dan Cr akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan ulet. Berdasarkan kadar paduannya, baja paduan dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1.
Baja Paduan Rendah (Low Alloy Steel) Baja paduan rendah merupakan baja paduan yang elemen paduannya
kurang dari 2,5% wt. 2.
Baja Paduan Menengah (Medium Alloy Steel) Baja paduan menengah merupakan baja paduan yang elemen paduannya
antara 2,5% - 10% wt. 3.
Baja Paduan Tinggi (High Alloy Steel) Baja paduan tinggi merupakan baja paduan yang elemen paduannya lebih
dari 10% wt.
Universitas Sumatera Utara
15
Pada umunya, baja paduan mempunyai sifat yang unggul dibandingkan dengan baja karbon biasa, diantaranya adalah mempunyai keuletan yang tinggi tanpa pengurangan kekuatan tarik, tahan terhadap korosi dan keausan yang tergantung pada jenis paduannya, tahan terhadap perubahan suhu, serta memiliki butiran yang halus dan homogen. Berdasarkan golongan paduannya,baja paduan dibagi dua golongan, yaitu: 1.
HSS (High speed steel) kandungan karbonnya antara 0,70%-1,50%.kegunaanya untuk membuat
alat-alat potong seperti pengebor (drills),pembentuk lembaran baja (reamers), dan peniling (milling cutters). Disebut sebagai HSS karena alat potong tersebut dapat dioperasikan dua kali lebih cepat dibandingkan dengan baja karbon.
2.
Baja paduan khusus (special alloy steel) baja jenis ini mengadung satu atau lebih logam-logam seperti nikel (Ni),
Krom (Cr), mangan (Mn), molybdenum (Mo) dan vanadium (V). Dengan menambahkan unsure-unsur tersebut kedalam baja maka sifat mekanik dan kimianya berubah, seperti menjadi keras, kuat dan ulet dibandingkan dengan baja karbon. Baja paduan khusus dibedakankan lagi menjadi: 1.
Baja Perkakas (Tool Steel) Mempunyai sifat-sifat yang harus memiliki yaitu tahan pakai/awet,
Tajam atau mudah di asah, tahan panas, kuat dan ulet. Pemilihan baja perkakas tergantung pada syarat pemakiannya,misalnya baja perkakas
Universitas Sumatera Utara
16
pemotong harus tahan aus dan tangguh. Perkakas penumbuk seperti pahat, pemukul, paku keeling, harus memiliki ketangguhan yang baik. 2. HSLS (High Strength Low Alloy Steel) Sifat dari HSLS adalah memiliki kuat luluh (tensile strength) yang tinggi, anti bocor, tahan terhadap abrasi, mudah dibentuk tahan terhadap korosi, ulet, sifat mampu mesin (diproses/dibentuk) yang baik dan sifat mampu las yang tinggi (weld ability). Untuk mendapatkan sifat-sifat di atas maka baja ini diproses secara khusus dengan menambahkan unsur-unsur paduan seperti : Tembaga (Cu), Nikel (Ni), Krom (Cr), Molibdenum (Mo), Vanadium (V) dan kolumbium. 3.
Baja Tahan Karat (Stainless Steel) Baja stainless steel sebenarnya adalah baja paduan dengan kadar paduan
tinggi, dimana terdapat unsur paduan kromium pada sistem paduan besi dan karbon. untuk membatasi paduan ini masuk kedalam jenis paduan baja (alloy steel) atau paduan ini masuk ke dalam golongan stainless steel, the american iron and steel institute (AISI) memberikan batasan kandungan 4% kromium. Bila kandungan kromium dalam paduan melebehi 4% maka paduan tersebut sudah memenuhi syarat masuk kedalam golongan stainless. Baja stainless steel ini memiliki daya tahan yang baik terhadap panas, tahan temperatur rendah maupun tinggi tahan korosi, keras, ulet ,dan tahan aus, dapat ditempa, mudah dipolish serta mengkilat. Pengaruh unsur-unsur paduan dalam baja adalah sebagai berikut: 1.
Unsur Karbon (C) Karbon merupakan unsur terpenting yang dapat meningkatkan kekerasan
dan kekuatan baja. Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,3 – 1,7%,
Universitas Sumatera Utara
17
sedangkan unsur lainnya dibatasi sesuai dengan kegunaan baja. Unsur paduan yang bercampur di dalam lapisan baja adalah untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas dan menghasilkan sifat-sifat yang khusus. Karbon dalam baja dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan tetapi jika berlebihan akan menurunkan ketangguhan. 2.
Unsur Mangan (Mn) Semua baja mengandung mangan karena sangat dibutuhkan dalam proses
pembuatan baja. Kandungan mangan kurang lebih 0,6% tidak mempengaruhi sifat baja, dengan kata lain mangan tidak memberikan pengaruh besar pada struktur baja dalam jumlah yang rendah. Penambahan unsur mangan dalam baja dapat menaikkan kekuatan tarik sehingga baja dengan penambahan mangan dapat memiliki sifat kuat dan ulet. 3.
Unsur Silikon (Si) Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setiap baja dengan
kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh untuk menaikkan tegangan tarik dan menurunkan laju pendinginan kritis. Silikon dalam baja dapat meningkatkan kekuatan, kekerasan, kekenyalan, ketahanan aus, dan ketahanan terhadap panas dan karat. 4.
Unsur Nikel (Ni) Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu
memperbaiki kekuatan tarik dan menaikkan sifat ulet, tahan panas, jika pada baja paduan terdapat unsur nikel sekitar 2,5% maka baja dapat tahan terhadap korosi. Unsur nikel yang bertindak sebagai tahan korosi disebabkan nikel bertindak sebagai lapisan penghalang yang melindungi permukaan baja.
Universitas Sumatera Utara
18
5.
Unsur Kromium (Cr) Sifat unsur kromium dapat menurunkan laju pendinginan kritis (kromium
sejumlah 1,5% cukup meningkatkan kekerasan dalam media pendinginan minyak). Penambahan kromium pada baja menghasilkan struktur yang lebih halus dan membuat sifat baja dikeraskan lebih baik karena kromium dan karbon dapat membentuk karbida. Kromium dapat menambah kekuatan tarik dan keplastisan serta berguna juga dalam membentuk lapisan pasif untuk melindungi baja dari korosi serta tahan terhadap suhu tinggi.
2.2.2. Sifat-Sifat Baja Untuk dapat menggunakan bahan teknik dengan tepat, maka bahan tersebut harus dapat dikenali dengan baik sifat-sifatnya yang mungkin akan dipilih untuk digunakan. sifat-sifat tersebut tentunya sangat banyak macamnya, untuk itu secara umum sifat-sifat bahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1.
Sifat Kimia Dengan sifat kimia diartikan sebagai sifat bahan yang mencakup antara
lain kelarutan bahan terhadap larutan kimia, basa atau garam dan pengoksidasiannya terhadap bahan tersebut. Salah satu contoh dari sifat kimia yang terpenting adalah Korosi 2.
Sifat Teknologi Sifat teknologi adalah sifat suatu bahan yang timbul dalam proses
pengolahannya. Sifat ini harus diketahui terlebih dahulu sebelum mengolah atau mengerjakan bahan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
19
Sifat-sifat teknologi antara lain : sifat mampu las (weldability), sifat mampu dikerjakan dengan mesin (machineability), sifat mampu cor (castability), dan sifat mampu dikeraskan (hardenability) 3.
Sifat Mekanik Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan
beban-beban yang dikenakan padanya. Beban-beban tersebut dapat berupa beban tarik, tekan, bengkok, geser, puntir, atau beban kombinasi. Sifat-sifat mekanik yang terpenting antara lain: a.
Kekuatan (strength) Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa
menyebabkan bahan tersebut menjadi patah. Kekuatan ini ada beberapa macam, dan ini tergantung pada beban yang bekerja antara lain dapat dilihat dari kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan, kekuatan puntir, dan kekuatan bengkok. b.
Kekerasan (hardness) Dapat didefenisikan sebagai kemampuan bahan untuk bertahan
terhadap goresen, pengikisan (abrasi), penetrasi. Sifat ini berkaitan erat dengan sifat keausan (wear resistance). Dimana kekerasan ini juga mempunyai korelasi dengan kekuatan. c.
Kekenyalan (elasticity) Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan. Bila suatu bahan mengalami tegangan maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tegangan yang bekerja besarnya tidak
Universitas Sumatera Utara
20
melewati suatu batas tertentu maka perubahan bentuk yang terjadi bersifat sementara, perubahan bentuk ini akan hilang bersamaan dengan hilangnya tegangan, akan tetapi bila tegangan yang bekerja telah melampaui batas, maka sebagian bentuk itu tetap ada walaupun tegangan telah dihilangkan. Kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi, dengan kata lain kekenyalan menyatakan kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah menerima beban yang menimbulkan deformasi. d.
Kekakuan (stiffness) Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan/beban
tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) atau defleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting daripada kekuatan. e.
Plastisitas (plasticity) Menyatakan
kemampuan
bahan
untuk
mengalami
sejumlah
deformasi plastis yang permanen tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling, extruding dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut sebagai keuletan/kekenyalan (ductility). Bahan yang mampu mengalami deformasi plastis yang cukup tinggi dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan / kekenyalan tinggi, dimana bahan tersebut dikatakan ulet / kenyal (ductile). Sedang bahan yang tidak menunjukan terjadinya deformasi plastis dikatakan
Universitas Sumatera Utara
21
sebagai bahan yang mempunyai keuletan rendah atau dikatakan getas / rapuh (brittle). f.
Ketangguhan (toughness) Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi
tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat dikatakan sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu benda kerja, pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga sifat ini sulit untuk diukur. g.
Kelelahan (fatigue) Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah apabila menerima
tegangan berulang-ulang (cyclic stress) yang besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan elastisitasnya. Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh kelelahan. Karenanya kelelahan merupakan sifat yang sangat penting tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak faktor yang mempengaruhinya. h.
Keretakan (creep) Merupakan kecenderungan suatu logam mengalami deformasi plastis
yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada saat bahan tersebut menerima beban yang besarnya relatif tetap.
2.2.3. Diagram Fasa Fe-C Diagram keseimbangan besi karbon seperti pada gambar 2.4 adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat
Universitas Sumatera Utara
22
dengan kadar karbon. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi-operasi perlakuan panas. Dimana fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses anil, normalizing maupun proses pengerasan. Besi karbon terbagi atas dua bagian yaitu baja (steel) dan cast iron. Baja adalah paduan besi dengan karbon maksimal sampai sekitar 2%, sedangkan cast iron adalah paduan besi dengan karbon diatas 2%. Baja dibagi dua bagian yaitu baja yang mengandung kurang dari 0,83% disebut hypoetectoid dan baja yang mengandung lebih dari 0,83% sampai dengan 2% karbon disebut dengan hyperetectoid. Pemanasan pada suhu 723 0C dengan komposisi 0,8 % C disebut dengan titik eutectoid. Apabila dilakukan pemanasan sebelum mencapai titik eutectoid, pada titik hypoeutectoid terbentuk fasa pearlit dan ferrit. Sedangkan dibawah hypereutectoid mempunyai fasa pearlit dan sementit. Pada pemanasan melewati garis eutectoid, terjadi perubahan fasa pearlit menjadi austenit. Ketika paduan A (A1) mencapai suhu 7230C (suhu eutektoid) sisa austenit sekitar 0,8% C (meskipun sebenarnya jumlah komposisinya 0,4%). Oleh karena itu, pada titik eutectoid reaksi yang terjadi adalah perubahan sisi austenite menjadi pearlite (α + Fe3C). ketika paduan A (A3) mencapai suhu 9100C, ferit bcc mulai berubah bentuk menjadi austenite. Ini merupakan reaksi solid dan dipengaruhi oleh difusi karbon pada austenit. Ferrit yang berisi karbon terbentuk dengan sangat lambat. Keadaaan paduan A (Acm) transformasi Fe3C menjadi austenit secara keseluruhan pada suhu ini, seperti
Universitas Sumatera Utara
23
prediksi pada diagram. Seluruh sistem austenit fcc dengan kadar karbon 0.95 %. Dari gambar 2.4 andaikan suatu bahan dipanaskan sampai sekitar suhu 800-12000C dengan komposisi 0,68 % karbon sampai fasa austenit, kemudian didinginkan sampai 6000C fasa yang terbentuk adalah fasa pearlit tetapi bila didinginkan sampai batas kritis 7380C, fasa gamma sebagian akan terdistorsi menjadi fasa alpha, dan bila dilanjutan pendinginan di bawah sedikit batas kritis,
ferrit
akan
bergabung
didalam
pearlit
dan
austenite
akan
bertransformasi menjadi karbida (sementit). Andaikan didinginkan cepat, fasa akan bertransformasi menjadi sementit dan pearlit. Dalam hal ini, pengaruh waktu tahan sangat menetukan pada pembetukan perubahan butir.
(Sumber: file.upi.edu)
Gambar 2.4. Diagram Fasa Fe-C
Universitas Sumatera Utara
24
Adapun macam – macam struktur yang ada pada besi karbon adalah sebagai berikut: 1.
Ferrit Ferrit adalah fasa larutan padat yang memiliki struktur BCC (body
centered cubic). Ferrit terbentuk akibat proses pendinginan yang lambat dari austenit baja hypotectoid pada saat mencapai A3. Ferrit bersifat sangat lunak, ulet dan memiliki kekerasan sekitar 70 - 100 BHN dan memiliki konduktifitas yang tinggi. 2.
Austenit Fasa Austenit memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic).
Dalam keadaan setimbang fasa austenit ditemukan pada temperatur tinggi. Fasa ini bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi. Kelarutan atom karbon di dalam larutan padat austenit lebih besar jika dibandingkan dengan kelarutan atom karbon pada fasa ferrit dan memiliki kekerasan sekitar 200 BHN. 3.
Sementit Sementit adalah senyawa besi dengan karbon yang umum dikenal
sebagai karbida besi dengan kandungan karbon 6,67% yang bersifat keras sekitar 5-68 HRC 4.
Perlit Perlit adalah campuran sementit dan ferit yang memiliki kekerasan
sekitar 10-30HRC. Perlit yang terbentuk sedikit dibawah temperatur eutectoid memiliki kekerasan yang lebih rendah dan memerlukan waktu inkubasi yang lebih banyak.
Universitas Sumatera Utara
25
5.
Bainit Bainit merupakan fasa yang kurang stabil yang diperoleh dari austenit
pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur transformasi ke perlit dan lebih tinggi dari transformasi ke martensit. 6.
Martensit Martensit terbentuk oleh pendinginan cepat austenit dimana atom karbon
terperangkap sehingga tidak punya waktu untuk berdifusi dari kristal. Martensit terbentuk pada suhu diatas suhu ruang, atau dibawah temperatur uetektoid dimana struktur austenit menjadi tidak stabil. Martensit mempunyai struktur kristal yang sama dengan austenit dengan komposisi yang hampir sama. Martensit sebagai fasa menstabil yang mengadung larutan padat dalam struktur. Tidak mengubah bentuk diagram besi – karbida. Pada suhu dibawah euktektoid setelah waktu tertentu,larutan lewat jenuh karbon dalam besi terus berubah sehingga membentuk ferrit dan karbida yang lebih stabil.
2.2.4 Dagram TTT (Time Temperature Transformation) Pada Gambar 2.5 menunjukkan diagram TTT untuk jenis baja hypoeutectoid, dimana garis ordinat menunjukkan temperatur sedangkan garis absis menunjukkan waktu. Melalui diagram TTT ini, dapat diketahui kapan transformasi austenit dimulai serta waktu yang dibutuhkan untuk membentuk austenit sempurna. Untuk mencapai martensit, kecepatan turunnya suhu dapat relatif dipercepat dengan menggunakan media pendingin air.Seiring dengan turunnya
suhu,
pembentukan
mendekati
seratus
persen
martensit.
Terbentuknya struktur mikro bainit dengan kecepatan suhu yang relatif
Universitas Sumatera Utara
26
lambat yaitu dengan menggunakan media pendinginan udara. Dimana media pendinginan udara diberikan secara alam, sehingga lamanya untuk dingin membutuhkan waktu yang lambat.
Sumber: R.E.Smallman dan R.J. Bishop (2000)
Gambar 2.5 Diagram TTT Untuk Baja Hypoeutectoid
Dari gambar 2.5 di atas menunjukkan hidung (nose) sebagai batasan waktu minimum dimana sebelum waktu tersebut bertransformasi austenite ke perlit tidak akan terjadi. Posisi hidung dari diagram TTT dapat bergeser menurut kadar karbon, semakin kekanan berarti kadar karbon makin mudah untuk membentuk bainit/martensite atau makin mudah dikeraskan.
Universitas Sumatera Utara
27
2.3. Perlakuan Panas (Heat Treatment) Perlakuan panas atau heat treatment mempunyai tujuan untuk meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan internal (internal stress), menghaluskan ukuran butir kristal dan meningkatkan kekerasan atau tegangan tarik logam. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perlakuan panas, yaitu suhu pemanasan, waktu yang diperlukan pada suhu pemanasan, laju pendinginan dan lingkungan atmosfir. Cara yang dipakai ialah memanaskan logam sehingga terbentuk suatu fasa, kemudian diikuti dengan pendinginan cepat. Dengan cara ini pada temperature kamar akan terbentuk satu fasa yang kelewat jenuh. Bila logam dalam keadaan tersebut dipanaskan maka fasa-fasa yang larut akan mengendap. Perlakuan panas adalah kombinasi anatara proses pemanasan atau pendinginan dari suatu logam atau paduannyadalam keadaan padat untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu. Untuk mendapatkan hal ini maka kecepatan pendinginan dan batas temperatur sangat menentukan (Daryanto,2010). Perlakuan panas dibedakan: (a) proses laku panas dengan kondisi equilibrium, seperti annealing, normalising (b) proses laku panas non-equilibrium, seperti pengerasan (hardening). Jenis-jenis perlakuan panas antara lain: 2.3.1 Annealing Proses annealing atau melunakkan baja adalah proses pemanasan baja diatas temperatur kritis (723oC) selanjutnya dibiarkan berapa lama sampai temperatur merata disusul dengan pendinginan secara perlahan-lahan sambil
Universitas Sumatera Utara
28
dijaga agar temperatur bagian luar dan dalam kira-kira sama hingga diperoleh struktur yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin udara. Tujuan proses annealing yaitu : •
Melunakkan material logam
•
Menghilangkan tegangan dalam/sisa
•
Memperbaiki butir-butir logam
2.3.2 Normalizing Normalizing adalah proses pemanasan logam hingga mencapai fase austenite yang kemudian didinginkan secara perlahan-lahan dengan media pendingin udara. Hasil pendinginan ini berupa perlit dan ferit namun hasilnya jauh lebih mulus dari annealing. Prinsip proses normalizing adalah melunakkan logam. Namun pada baja karbon tinggi atau paduan tertentu dengan proses ini belum tentu memperoleh baja lunak. Mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung dari kadar karbon. Normalizing dilakukan untuk mendapatkan struktur mikro dengan butir halus dan seragam. Proses ini dapat diartikan sebagai pemanasan dan mempertahankan pemanasan pada suhu yang sesuai diatas batas perubahan diikuti dengan pendinginan secara bebas di dalam udara luarsupaya menjadi seragam dan juga untuk memperbaiki sifat-sifat mekanik dari baja tersebut 2.3.3 Quenching Pengertian pengerasan ialah perlakuan panas terhadap baja dengan sasaran meningkatkan kekerasan alami baja.Perlakuan panas menuntut
Universitas Sumatera Utara
29
pemanasan benda kerja menuju suhu pengerasan dan pendinginan secara cepat dengan kecepatan pendinginan kritis (Schonmetz,1985). Faktor penting yang dapat mempengaruhi proses hardening terhadap kekerasan baja yaitu oksidasi oksigen udara. Selain berpengaruh terhadap besi, oksigen udara berpengaruh terhadap karbon yang terikat sebagai sementit atau yang larut dalam austenit. Oleh karena itu pada benda kerja dapat berbentuk lapisan oksidasi selama proses hardening. Pencegahan kontak dengan udara selama pemanasan atau hardening dapat dilakukan dengan jalan menambah temperatur yang tinggi karena bahan yang terdapat dalam baja akan bertambah kuat terhadap oksigen. Jadi, semakin tinggi temperatur, semakin mudah untuk melindungi besi terhadap oksidasi (Sconmetz,1985). Proses quenching atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan logam sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan ke-homogenan ini maka austenite perlu pemanasan yang cukup.Selanjutnya secara cepat baja tersebut dicelupkan ke media pendingin, tergantung pada kecepatan pendinginan yang kita inginkan untuk mencapai kekerasan baja (Daryanto,2010). Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat berubah menjadi ferit atau pearlit karena tidak ada kesempatan bagi atomatom karbon yang telah larut dalam austenite untuk mengadakan pergerakan difusi dan berbentuk sementit oleh karena iti terjadi fase yang martensit, ini berupa fase yang sangat keras dan tergantung pada keadaan karbon.
Universitas Sumatera Utara
30
Menurut Edih Supardi (1999) dasar pengujian pengerasan pada bahan baja yaitu suatu proses pemanasan dan pendinginan untuk mendapatkan struktur kerasyang disebut martensit. Martensit yaitu fasa larutan padat lewat jenuh dari karbondalam sel satuan tetragonal pusat badan atau mempunyai bentuk Kristal Body Centered Tetragonal (BCT) seperti pada gambar 2.6.
Sumber : ASM International, Material Park
Gambar 2.6 Struktur Kristal Martensit-Body Centered Tetragonal (BCT)
Makin tinggi derajat kelewatan jenuh karbon, maka makin besar perbandingan satuan sumbu sel satuannya, martensit makin keras tetapi getas. Martensit adalah fasa metastabil terbentuk dengan laju pendinginan cepat, semua unsur paduan masih larut dalam keadaan padat.Pemanasan harus dilakukan
secara
bertahap
(preheating)
dan
perlahan-lahan
untuk
memperkecil deformasi ataupun resiko retak.Setelah temperatur pengerasan (austenitizing) tercapai, ditahan dalam selang waktu tertentu (holding time) kemudian didinginkan cepat. Tahap pendinginan lambat pada baja mengakibatkan suatu keadaan yang relatif lunak atau plastis.Untuk menambah kekerasan baja, dapat
Universitas Sumatera Utara
31
dilakukan dengan pengerjaan yang dimana baja dipanaskan sampai suhu 830oC kemudian didinginkan secara cepat (quenching).Tujuan pengerjaan ini dengan maksud pengerasan baja adalah mendinginkan atau melindungi suatu perubahan austenitic dari pada pendinginan. 2.3.4 Tempering Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan (quenching) pada temperatur tempering (di bawah suhu kritis) sehingga diperoleh ductility tertentu, yang dilanjutkan dengan proses pendinginan (Koswara, 1999). Prosesnya adalah memanaskan kembali berkisar antara suhu 150oC – 650 oC dan didinginkan secara perlahan-lahan tergantung sifat akhir baja tersebut. Menurut Schonmetz (1985) tujuan proses tempering dibedakan sebagai berikut: a. Tempering pada suhu rendah (150 oC - 300oC) Perlakuan ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan kerapuhan dari baja, biasanya untuk alat-alat kerja yang tidak mengalami beban berat seperti alat-alat potong, mata bor dan sebagainya. b. Tempering suhu menengah (300oC - 550oC) Bertujuan untuk menambah keuletan, dan kekerasannya sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, pegas.
Universitas Sumatera Utara
32
c. Tempering pada suhu tinggi (550oC -650oC) Tempering pada suhu tinggi bertujuan untuk memberikan daya keuletan yang besar dan sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah, misalnya pada roda gigi, poros, batang penggerak dan sebagainya. Pada dasarnya baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan. Melalui temper, kekerasan, dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi persyaratan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun, sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat (Djafrie, 1985). Meskipun proses ini menghasilkan baja yang lebih lemah, proses ini berbeda dengan annealing karena dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak, mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung oleh kadar karbon. Pada saat tempering proses difusi dapat terjadi yaitu karbon dapat melepaskan diri dari martensit berarti keuletan (ductility) dari baja naik, akan tetapi kekuatan tarik, dan kekerasan menurun. Senada dengan itu Djafrie (1986) menyatakan sifat-sifat mekanik baja yang telah dicelup, dan di-temper dapat diubah dengan cara mengubah temperatur tempering. 2.4. Media Pendingin Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja bermacammacam.Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panas antara lain:
Universitas Sumatera Utara
33
1. Air Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan yang cepat. Biasanya ke dalam air tersebut dilarutkan garam dapur sebagai usaha mempercepat turunnya temperatur benda kerja dan mengakibatkan bahan menjadi keras. Air memiliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang lain. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut (Dugan, 1972; Hutchinson, 1975; Miller, 1992). Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0oC (32o F) – 100oC, air berwujud cair.Suhu 0oC merupakan titik beku (freezing point) dan suhu 100o C merupakan titik didih (boiling point) air. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai penyimpan panas yang sangat baik.Sifat ini memungkinkan air tidak menjadi panas atau dingin dalam seketika. Air memerlukan panas yang tinggi dalam proses penguapan. Penguapan (evaporasi) adalah proses perubahan air menjadi uap air. Proses ini memerlukan energi panas dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan air es dalam proses pendinginan setelah proses heat treatment karena dapat mendinginkan logam yang telah dipanaskan secara cepat. Suhu air es berkisar antara 0°C-5°C, densitas (berat jenis) air maksimum sebesar 1 g/cm3 terjadi pada suhu 3,95o C. Pada suhu lebih besar maupun lebih kecil dari 3,95o C, densitas air lebih kecil dari satu (Moss, 1993; Tebbut, 1992).
Universitas Sumatera Utara
34
2. Minyak Minyak yang digunakan sebagai fluida pendingin dalam perlakuan panas adalah benda kerja yang diolah. Selain minyak yang khusus digunakan sebagai bahan pendingin pada proses perlakuan panas, dapat juga digunakan oli. Penggunaan pelumas atau oli sebagai media pendingin akan menyebabkan timbulnya selaput karbon pada spesimen tergantung dari besarnya viskositas pelumas. Atas dasar tujuan untuk memperbaiki sifat baja tersebut,oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan oli SAE 40 dalam proses pendinginan setelah proses heat treatment. 3. Udara Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikanke dalam ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara sebagai pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk membentuk kristal – kristal dan kemungkinan mengikat unsur – unsur lain dari udara. Adapun pendinginan pada udara terbuka akan memberikan oksidasi oksigen terhadap proses pendinginan. 4. Garam Garam dipakai sebagai bahan pendingin disebabkan memiliki sifat mendinginkan yang teratur dan cepat. Bahan yang didiginkan di dalam cairan garam yang akan mengakibatkan ikatannya menjadi lebih keras karena pada permukaan benda kerja tersebut akan meningkat zat arang.
Universitas Sumatera Utara
35
Kemampuan suatu jenis media dalam mendinginkan spesimen bisa berbedabeda, perbedaan kemampuan media pendingin disebabkan oleh temperatur, kekentalan, kadar larutan dan bahan dasar media pendingin.
2.5. Pengujian Kekerasan Kekerasan logam didefinisikan sebagai ketahanan terhadap penetrasi, dan memberikan indikasi cepat mengenai perilaku deformasi (Smallman, 2000). Alat uji kekerasan menekankan bola kecil, piramida atau kerucut ke permukaan logam dengan beban tertentu, dan bilangan kekerasan (Brinell atau piramida Vickers) diperoleh dari diameter jejak. Kekerasan dapat dihubungkan dengan kekuatan luluh atau kekuatan tarik logam, Karena sewaktu indentasi, material di sekitar jejak mengalami deformasi plastis mencapai beberapa persen regangan tertentu. Bilangan kekerasan Vickers (VPN) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan jejak piramida dan dinyatakan dalam satuan kgf/mm2 dan besarnya sekitar tiga kali tegangan luluh untuk material yang tidak mengalami pengerasan kerja yang berarti. Bilangan kekerasan Brinell (BHN) diberikan oleh persamaan (2.1). Dimana bilangan Brinell didefinisikan sebagai tegangan P/A, dalam satuan kgf/mm2, diamana P adalah beban dan A adalah luas permukaan kutub bola yang membentuk indentasi. Jadi
BHN =
2𝑃
.........................................(2.1)
𝜋𝐷(𝐷−�𝐷2 −𝑑 2 )
dimana d adalah diameter jejak dan D adalah diameter indentor. Agar diperoleh hasil yang kosisten maka rasio d/D harus kecil dan diusahakan agar tetap konstan. Dengan begini nilai BHN untuk material lunak adalah sama.
Universitas Sumatera Utara
36
Pengujian kekerasan penting, baik untuk pengendalian kerja maupun penelitian, khususnya bilamana diperlukan informasi mengenai getas pada suhu tinggi.
2.6. Pengujian Tarik Pengujian tarik dilakukan terhadap batang uji yang standar. Pada bagian tengah batang uji merupakan bagian yang menerima tegangan yang uniform, danpada bagian ini diukurkan panjang uji (gauge length), yaitu bagian yang dianggap menerima pengaruh dari pembebanan. Pada bagian inilah yang selalu diukur panjangnya dalam proses pengujian. Dasar yang digunakan untuk mengetahui kekuatan tarik dari suatu material adalah kurva tegangan dan regangan. Donan (1952) menyatakan, The parameters which are used to describe the stress - strain curve of metals are the tensile strength, yield strength, percent elongation and reduction of area. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa komponen-komponen utama dari kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum (tensile strength), tegangan luluh dari material, regangan yang terjadi saat penarikan dan pengurangan luas penampang seperti. Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva seperti digambarkan pada gambar 2.7. Kurva ini menunjukkan hubungan antara tegangan dengan regangan. Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik ( ε eng.), yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan statik (∆L)
Universitas Sumatera Utara
37
terhadap panjang batang mula-mula (L0). Tegangan yang dihasilkan pada proses ini disebut dengan tegangan teknik (σeng), dimana didefinisikan sebagai nilai pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A0).
Sumber : Pengujian Bahan Logam, Engkos Koswara
Gambar2.7 Kurva Tegangan Regangan Baja
Tegangan normal tesebut akibat gaya tarik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.2) (Koswara, 1999).
σ=
F .........................................................(2.2) Ao
Dimana: σ = Tegangan tarik (MPa) F= Gaya tarik (N) Ao = Luas penampang spesimen mula-mula (mm2)
Dalam uji tarik dikenal juga sifat ulet. Keuletan ini dinyatakan dengan regangan maksimum yang bisa dicapai oleh bahan, yaitu pada saat patah. Semakin
Universitas Sumatera Utara
38
besar regangan yang bias dicapai oleh bahan, semakin ulet bahan tersebut. Regangan (e) merupakan perbandingan antara perpanjangan yang terjadi dengan panjang awal dari spesimen. Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.3) (Koswara, 1999).
ε=
∆L x100% ..........................................................(2.3) L
Dimana: ∆L = L-L0 Keterangan: ε = Regangan akibat gaya tarik L = Perubahan panjang spesimen akibat beban tekan (mm) Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm) Pada praktiknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian tarik pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat gaya tarik yang terjadi, panjang akan menjadi bertambah dan diameter pada spesimen akan menjadi kecil, maka ini akan terjadi deformasi plastis (Nash, 1998). Hubungan antara stress dan strain dirumuskan pada persamaan (2.4) (Koswara, 1999). E = σ / ε .....................................................(2.4) E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas” atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve).
Universitas Sumatera Utara
39
Sifat lainnya dalam uji tarik adalah adanya reduksi penampang. Reduksi penampang atau reduction of area pada saat patah. Sebenarnya sifat ini erat kaitannya dengan regangan yang dialami oleh bahan. Sifat ini dinyatakan dengan persamaan (2.5) (Koswara, 1999).
∆𝐴 =
A−A₀ A
X 100% ....................................................(2.5)
Keterangan : ∆𝐴 : Reduksi penampang
A : Luas penampang akhir (mm2) A0 : Luas penampang awal (mm2)
Saat spesimen mengalami patah, maka akan terbentuk suatu penampang patah yang bentuknya dapat diklasifikasikan menurut bentuk teksturnya. Jenis-jenis perpatahan menurut bentuknya adalah simetri, kerucut mangkok (cup cone), rata dan tak teratur bermacam-macam bentuk tekstur adalah silky (seperti sutera), butir halus, butir kasar atau granular, berserat (fibrous), kristalin, glassy (seperti kaca) dan pudar seperti terlihat pada gambar 2.8.
Sumber : Pengujian Bahan Logam, Engkos Koswara
Gambar 2.8 Bentuk Penampang Patahan
Universitas Sumatera Utara
40
Tujuan pengujian tarik untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan perubahanperubahan dari suatu logam terhadap pembebanan tarik. Dalam setiap pengujian tentang logam, pengujian tarik wajib dilakukan.
2.7. Pengujian Fatigue Batas lelah merupakan batas tegangan suatu spesimen saat spesimen tersebut masih dapat menerima tegangan bolak-balik yang tak hingga tanpa terjadi patah. Batas lelah material dapat ditentukan dari pengujian lelah lentur putar (rotary bending fatique test) terhadap beberapa specimen uji. Beban yang diberikan pada masingmasing specimen uji dibuat berbeda-beda. Bentuk penampang patahan akibat pembebanan dinamik dapat dicirikan oleh adanya : a. Retakan awal (crack inisiation) b. Daerah rambatan retak (crack growth) c. Daerah beban berlebih (overload area)
Faktor utama yang menyebabkan terjadinya patah lelah adalah fluktuasi tegangan, dan secara umum kondisi tegangan dibagi menjadi tiga jenis dan dapat digambarkan sebagai berikut: a. Tegangan pembalikan (reversed stress) gambar 1(a) menunjukkan kondisi tegangan balik dengan bentuk sinusoidal hal ini dapat terjadi bila dalam keadaan ideal. Misalnya poros yang berputar dengan kecepatan konstan tanpa beban lebih sehingga keadaan tegangan maksimum dan minimum yang terjadi sama besar. b. Tegangan berulang (repeated stress) pada gambar 1(b) terlihat bahwa tegangan maksimum dan tegangan minimum tidak sama dan keduanya
Universitas Sumatera Utara
41
dalam keadaan tarik. Tegangan berulang ini dapat juga terjadi dalam keadaan tekan kedua-duanya. c. Tegangan tidak beraturan (irregular stress) gambar 1(c) keadaan tegangan tidak teratur, hal ini terjadi pada bagian sayap pesawat terbang karena factor aerodinamik sehingga besar kecilnya beban yang mengenai sayap tidak dapat dideteksi pada setiap periode waktu.
Gambar 2.9 . Bentuk Siklus Tegangan Lelah Perbandingan antara tegangan minimum dengan tegangan maksimum disebut stress ratio diberi notasi R, hasilnya dapat dihitung dengan persamaan berikut ini. ..........................................................(2.6)
Sedangkan pada pengujian fatik ada beberapa sistim penbebanan yang dapat digunakan seperti berikut ini: - Tegangan tarik rata-rata (tensile mean stress), R= +1 - Tegangan balik sempurna (completely reversed stress ), R= -1 - Tegangan tarik pulsa (pulsating tension), 0 < R < 1 - Tegangan tekan pulsa (pulsating compession), 1 < R < + tak terhingga
Universitas Sumatera Utara
42
- Tegangan tarik bolak-balik rata-rata (alternating tensile mean stress), -1 < R<0 - Tegangan tekan bolak-balik rata-rata (alternating compressive mean stress) - tak terhingga < R < 0 Pada pengujian fatik suatu bahan yang dilaksanakan di Laboratorium biasanya tegangan yang dipakai disederhanakan serta hasilnya diperlihatkan dalam bentuk diagram S – N , disebut juga Wohler diagram. 1. Kurva tegangan Vs Jumlah siklus Metode dasar untuk memperlihatkan data-data fatik adalah dengan menarik kurva tehadap nilai logaritmik jumlah siklus dimana bahan itu gagal. Nilai tegangan yang dipakai dapat berupa nilai tegangan maksimum, tegangan minimum, tegangan rata-ratanya. Nilai tegangan dapat berupa tegangan nominal atau tegangan maksimum , pada gambar 2.10 dapat dilihat satu bentuk kurva S – N dari suatu pengujian Fatique rotary bending.
Gambar 2.10. Kurva S – N Untuk Logan Ferro Dan Non Ferro
Universitas Sumatera Utara
43
Jumlah siklus pada kurva tegangan bahan yang tahan terhadap perpatahan akan meningkat dengan menurunnya tegangan. Pengujian fatik untuk baja pada tegangan rendah dapat mencapai jumlah siklus sampai dengan 106 siklus, dan untuk bahan bukan besi sampai 107 siklus. Untuk beberapa jenis logam seperti baja dan titanium, garis pada kurva S – N akan berbentuk garis horizontal pada nilai tegangan tertentu yang lazim disebut sebagai batas kelelahan (endurance limit). Bila beban bahan bekerja dibawah garis horizontal ini berarti bahwa bahan dapat menahan beban tanpa mengalami patah. Hampir semua bahan bukan besi (non ferrous metal) seperti Al, Mg, Cu tidak menunjukkan garis horizontal dan hanya mempunyai kemiringan yang bertahap dengan meningkatnya jumlah siklus sampai pada suatu saat akan patah. Pengujian yang dilakukan akan menghasilkan data yang menyebar, ini disebabkan sifat-sifat internal bahan juga proses pembuatan benda uji. Untuk mendapatkan data yang dapat mewakili kurva S – N maka dilakukan pengolahan data secara statistik. Mekanisme patah lelah rotary bending, yang diakibatkan oleh pembebanan dinamis tersebut merupakan suatu proses pemisahan dari dua bidang padat akibat tegangan. proses perpatahan ini terdiri dari tiga fase yaitu: Inisiasi retakan (crack initiation), perambatan retak (crack propagation), Patah akhir ( fracture failure). Pembebanan pada uji Fatique rotary bending pada dasarnya merupakan penerapan momen lentur yang dihasilkan oleh gaya berat pada lengan pemberat. Pada pengujian rotary bending ini, tegangan yang bekerja pada benda uji seperti ditunjukkan pada gambar 2.11.
Universitas Sumatera Utara
44
Sumber : ASTM E 466, ASTM Handbook
Gambar 2.11. Bentuk Tegangan Pada Pengujian Fatique Rotary Bending .
Tegangan bending yang terjadi pada permukaan benda uji dapat ditentukan dengan menggunakan momen inersia dan jarak melintang benda uji dengan persamaan sebagai berikut:
...............................................................(2.7) dimana: σb
= Tegangan bending pada benda uji ( kg/cm2 )
Mb
= Momen bending pada benda uji ( kg cm )
I
= Momen inersia ( cm2 )
Dan besarnya momen bending yang terjadi pada benda uji adalah : ....................................................(2.8) dimana: Mb
= Besar momen bending ( kg cm )
W
= Beban yang dipergunakan ( kg )
L
= Jarak beban diantara dua titik tumpuan yaitu 20 cm
Universitas Sumatera Utara
45
2.8. Analisa Struktur Butir Tiap volume yang mempunyai orientasi tertentu disebut butir dan daerah tidak teratur antar butir disebut batas butir. Lebar batas butir sekitar dua atau tiga deretan atom. Sebetulnya, butir dan batas butir berdimensi tiga. Dan gambar hanya menampilkan penampang tertentu. Gelembung polyhedral yang terbentuk bila larutan sabun kita kocok merupakan model tiga dimensi dari kristal dengan batas butirnya. Butir kristal tidak sepenuhnya berbentuk polyhedral, tetapi dapat mempunyai bentuk yang berbeda, bergantung pada riwayat termal dan mekanik bahan utuh. Sifat mekanik turut ditentukan oleh ukuran butir. Makin halus butir, makin keras bahan dan kekuatan luluh; keuletan dan ketangguhan bahan juga lebih tinggi. Hubungan antara besar butir dan kekuatan diberikan oleh persamaan Petch yang dirumuskan pada persamaan (2.9).
Dimana:
𝜎𝑦 = 𝜎1 + 𝐾𝑦 𝑑−
1� 2 ....................................................(2.9)
σy = Tegangan luluh σ1= Tegangan friksi (friction stress) k= Koefisien penguat (strengthening coefficient) d= ukuran (diameter) butir 2.8.1. Pertumbuhan Struktur Butir Struktur kristal logam akan rusak pada titik cairnya (Alexander, 1991). Batas butir akan lenyap dan kekuatan mekanik tidak akan berarti lagi. Struktur kristal akan terbentuk kembali jika logam didinginkan. Sewaktu
Universitas Sumatera Utara
46
membeku, energi dilepaskan dalam bentuk panas laten pembekuan, dan laju pembekuan bergantung pada jumlah panas yang dapat dilepaskan. Bila pendinginan berlangsung secara perlahan-lahan, terbentuklah kelompok atom pada permukaan cairan yang kemudian menjadi inti butiran padat. Selama solidifikasi dengan laju pendinginan lambat, inti pertama bertambah besar akibat kepindahan atom dari cairan kebahan padat. Akhirnya, semua cairan bertransformasi dan butir bertambah besar. Batas butir merupakan titik pertemuan pertumbuhan berbagai inti. Bila pendinginan cepat, jumlah kelompok bertambah dan tiap-tiap kelompok tumbuh dengan cepat hingga akhirnya saling bertemu. Sebagai hasil akhir, diperoleh logam dengan jumlah butir yang banyak atau disebut logam padat berbutir halus. Bila logam direntangkan melampaui batas elastik dan mengalami deformasi tetap sebagian energi deformasi tertumpuk dalam butir sebagai distorsi kisi dan rangkaian dislokasi. Struktur coran logam yang langsung membeku dari cairan tidak mengadung energi deformasi mekanik. Oleh karena itu, struktur akan stabil dan hampir-hampir tidak mempunyai kecederungan untuk berubah. Pemanasan hingga suhu tinggi hanya akan mengubah bentuk butir secara terbatas, terkecuali pada besi dan baja. Pada logam ini, transformasi struktur padat terjadi jauh dibawah titik cair, dan mempunyai efek memperhalus butir struktur coran. Akan tetapi, umumnya bahan teknik tidak mengalami transformasi seperti itu dan struktur coran akan tetap ada sampai dipecahkan secara mekanik.
Universitas Sumatera Utara
47
2.8.2. Perhitungan Diameter Butir Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur besar butir dari struktur mikro suatu material salah satunya adalah metode Planimetri yang dikembangkan oleh Jeffries. Dimana metode ini cukup sederhana untuk menetukan jumlah butir persatuan luas pada bagian-bidang yang dapat dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E 112. Metode planimetri ini melibatkan jumlah butir yang terdapat dalam suatu area tertentu yang dinotasikan dengan NA. Secara skematis proses perhitungan menggunakan metode ini seperti pada gambar 2.12.
Gambar 2.12 Perhitungan Butiran Menggunakan Metode Planimetri Jumlah butir bagian dalam lingkaran (Ninside) ditambah setengah jumlah butir yang bersingungan (Nintercepted) dengan lingkaran dikalikan oleh pengali Jeffries (f) dapat dituliskan pada persamaan (2.10). 𝑁𝐴 = 𝑓 (𝑁𝑖𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒 +
𝑁𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑡𝑒𝑑 2
) .....................................(2.10)
Dimana pengali Jeffries yang dipergunakan tergantung pada perbesaran yang digunakan pada saat melihat struktur mikro dan dapat ditetukan melalui tabel 2.2. Untuk selanjutnya setelah diperoleh nilai NA maka ukuran butir dapat dihitung dengan rumus persamaan (2.11). d = (3,322 log NA) – 2,95 ................................................(2.11)
Universitas Sumatera Utara
48
Tabel 2.2. Hubungan antara perbesaran mikroskop optik yang digunakan dengan pengali Jeffries Perbesaran (M) Pengali Jefrries( f) untuk menetukan butiran/mm2 1 0.0002 10 0.02 25 0.125 50 0.5 75 1.125 100 2.0 150 4.5 200 8.0 250 12.5 300 18.0 500 50.0 750 112.5 1000 200.0 Sumber: ASTM E 112-96, 2000
Universitas Sumatera Utara