BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip Kerja Bleacher/Pemucat Prinsip kerja yang digunakan pada Bleacher (Pemucat) ini adalah sistem pengadukan (mixer) dengan bantuan panas yang dihasilkan oleh uap dari boiler. Minyak-tepung yang masuk pada Bleacher (Pemucat) kemudian diaduk sambil dipanaskan dengan suspensi uap 100°C-110°C. Berikut adalah proses pengolahan pada stasiun Bleaching-Degumming di PT. Pamina Adolina Belawan. Proses bleaching bertujuan untuk menurunkan warna minyak yang berasal dari stasiun fraksionasi dengan bantuan Bleaching Earth (tepung pemucat) (beaching earth).
Minyak yang sebelumnya mengalami proses degumming
dialirkan ke pengaduk (mixer) minyak-tepung T635 dengan bantuan pompa. Pada T635 ditambahkan Bleaching Earth (tepung pemucat) sebesar 8,5 Kg/ton CPO dan filter aid 0,2 Kg/ton CPO.
Jumlah pemakaian Bleaching Earth (tepung
pemucat) diatur dengan menyetel kecepatan screw conveyor tepung 606. Untuk mencegah penggumpalan Bleaching Earth (tepung pemucat) terlebih dahulu diaduk bersama-sama dengan filter aid di homogenizer 603, baru kemudian dimasukkan ke pengaduk minyak-tepung. Campuran antara minyak dengan Bleaching Earth (tepung pemucat) (bleaching earth) dihomogenkan di T653 dengan bantuan pengadukan suspensi minyak-tepung. Suspensi minyak-tepung ini dialirkan ke Bleacher (Pemucat) dengan bantuan pompa dan diaduk dengan pengadukan sebesar 75 rpm. Proses
Universitas Sumatera Utara
pemucatan di bantu dengan pemanasan oleh uap yang dihasilkan oleh boiler (ketel uap) pada suhu 105-120°C. Pengikatan zat warna ini dilakukan oleh Bleaching Earth (tepung pemucat) yang komposisinya sebagai berikut :
Tabel 2.1 Komposisi Penggunaan Bleaching Earth (tepung pemucat) Nama Larutan
Komposisi
Silikon Oksida (SiO 2 )
59,4 %
Aluminium Oksida (Al 2 O 3 )
17,09 %
Iron (III) Oksida (Fe 2 O 3 )
3,00 %
Titan Oksida (TiO 2 )
0,25 %
Kalsium Oksida (CaO)
1,53 %
Fotasium Oksida (K 2 O)
0,87 %
Sodium Oksida (Na 2 O)
0,58 %
Sulfat (SO 2 )
3,12 %
Loss on Ignation
8,94 %
Sumber : Buku Panduan PT.PAMINA ADOLINA UNIT BELAWAN
Sementara filter aid berguna untuk mempermudah pelepasan Bleaching Earth (tepung pemucat) pada proses pengolahan selanjutnya. Berikut adalah diagram alir proses pada stasiun Bleaching-Degumming :
Universitas Sumatera Utara
Diagram 2.1 Diagram Alir Proses Stasiun Bleaching CRUDE OLEIN (T. 2282A) TEMP : 70°C
HEAT EXCHANGER 621 A/B TEMP : 100°C DRYER 604 TEMP : 100°C VACUM : 640 mmHg
INJEKSI H3PO4 (0,01%)
MIXER 503
NETRALISASI CaCO3 (0,02%)
REAKTOR 505 (DEGUMMING)
BLEACHING EARTH
HOMOGENIZER TENK 635 BLEACHER 622 TEMP : 110°C 70-80 rpm
WATER COOLING TOWER TEMP : 35-40°C
CHILLER 601 TEMP : 90-95°C
SPENT EARTH (LIMBAH)
NIAGARA FILTER 616 G/H DRYER 616 VAKUM : 400 mmHg FILTER TUBE F.616
BLEACHER OLEIN T. 682°C MOIST : 0,25% MAX IMPT : 0,05% MAX RED (1”CELL) : 14-16
Universitas Sumatera Utara
Jenis Bleacher/Pemucat Bleacher terdiri dari dua type yaitu type silindris horizontal dan type silindris vertical. Bleacher yang digunakan dalam pengujian ini adalah jenis bleacher type silindris horizontal. Sfesifikasi Bleacher/pemucat yang digunakan pada PT. PAMINA ADOLINA UNIT BELAWAN adalah : -
Fungsi
: Tempat terjadinya reaksi pemucatan yaitu pengikatan zat warna caroteina.
-
Jumlah
: 1 Unit
-
Kapasitas
: 9,4 ton/jam
-
Bahan
: Stainless stell
-
Type
: Silindris horizontal
-
Pelengkap
: Pengaduk berbentuk dayung, steam dan Vakum, pipa operasi dan pengosongan.
Gambar 2.1 Bleacher/pemucat pada PT. PAMINA ADOLINA UNIT BELAWAN
Universitas Sumatera Utara
Sfesifikasi Bleacher sebagai berikut : - Jumlah
: 1 unit
- Kapasitas
: 50 liter
- Putaran
: 80 rpm
- bahan
: Plat Besi
- Type
: Silindris Horizontal
- Pemanas
: Steam dari ketel uap bertenaga listrik
- Pelengkap
: Pengaduk berbentuk dayung, pipa operasi dan Pengosongan, Uap (steam).Ketel uap
Gambar 2.2 Bleacher/pemucat yang dirancang Pengaduk digunakan untuk mengaduk minyak agar panas yang diberikan merata, pengaduk diputar dengan motor listrik pada kecepatan rata-rata 75 rpm. Dalam menentukan jenis baling -baling yang digunakan dipengaruhi oleh faktorfaktor seperti berat jenis ( γ ) kerapatan jenis fluida ( ρ ), viskositas fluida ( µ ) dan kecepatan putaran (rpm).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa jenis baling-baling yang biasa digunakan dalam proses pencampuran ialah : a. Plat Blade (Baling-baling bilah datar) Biasanya digunakan dengan kecepatan putaran berkisar antara 600-900 rpm, dan diletakkan tidak terlalu dekat dengan kedasar tangki olahan, seperti yang terdapat pada gambar 2.4.a. b. Disk Flak Blade (Baling-baling cakram dengan bilah datar) Digunakan untuk keperluan laboratorium karena pencampurannya merata dengan menggunakan kecepatan putaran yang tinggi, begitu juga dengan kebutuhan daya putarannya, seperti terdapat pada gambar 2.4.b c. Pitchen Vane (Baling-baling Radial) Merupakan jenis adaptasi dari baling-baling jenis cakram.
Jenis ini
menggunakan jenis bilah yang vertikal. Biasanya sangat ekonomis untuk kecepatan tinggi tanpa memerlukan daya yang besar, seperti terdapat pada gambar 2.4.c d. Curved Blade (Baling-baling lengkung) Biasanya disebut dengan back swept, karena jika berputar baling-baling jenis ini akan menekan fluida ke dinding tangki olahan agar proses pencampuran merata. Jenis biasa digunakan untuk mengurangi tegangan geser dari balingbaling, seperti terdapat pada gambar 2.4.d e. Titled Blade (Baling-baling Bilah Datar Miring) Baling-baling jenis ini sama dengan baling-baling bilah datar atau plat blade, tetapi jenis ini didesain agar terpasang miring terhadap tangki olahan, seperti terdapat pada gambar 2.4.e
Universitas Sumatera Utara
f. Shrouded Blade (Baling-baling Bilah Vertikal Horizontal) Baling-baling jenis ini merupakan kombinasi antara bilah datar/vertikal dengan bilah horizontal (seperti terdapat pada baling-baling jenis radial). Biasanya diletakkan hampir dekat kepermukaan fluida untuk menghasilkan pusingan air untuk pencampuran, seperti terdapat pada gambar 2.4.f g. Pitched Blade (Baling-baling Pilin) Memiliki karakteristik radial dan aksial. Biasanya diletakkan hampir ke dasar tangki olahan dengan sudut standart pilinan 45 0 . Jenis ini juga biasa dikenal dengan tipe fan, seperti terdapat pada gambar 2.4.g h. Pitched Curved Blade (Baling-baling Pilin Lengkung) Jenis ini merupakan kombinasi antara baling-baling pilin dengan baling-baling lengkung. Biasanya digunakan untuk aplikasi khusus, karena memerlukan biaya yang besar dan konstruksinya yang rumit, seperti terdapat pada gambar 2.4.h i.
Arrowhead Blade (Baling-baling Searca) Pada baling-baling jenis ini arah putaran disesuaikan dengan kebutuhan pada waktu pencampuran. Karena jenis ini biasanya diletakkan pada fluida yang mempunyai arah dan arus aliran seperti terdapat pada gambar 2.4.i
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Jenis/Type baling-baling
Universitas Sumatera Utara
Laju Pindahan Panas pada Bleacher/Pemucat Laju pindahan kalor pada tiap dinding bleacher/pemucat adalah dari ruang pengumpulan uap ke minyak( secara konveksi ) dan dari ruang pengumpulan uap ke isolasi dan dari isolasi ke dinding luar bleacher ( secara konduksi ).
Mekanisme Perpindahan Panas Perpindahan panas (heat transfer) ialah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur suatu bahan (material). Sifat dari perpindahan panas itu sendiri ialah, jika suatu benda yang temperaturnya berbeda mengalami kontak termal maka panas akan mengalir dari benda yang temperaturnya lebih tinggi ke benda yang temperaturnya lebih rendah. Perpindahan panas dapat ditransferkan menjadi 3 cara : 1. Perpindahan panas-konduksi (Heat Conducsion) 2. Perpindahan panas-konveksi (Heat Convection) 3. Perpindahan panas-radiasi (Heat Radiation)
Perpindahan-Panas Konduksi Perpindahan panas secara konduksi adalah berpindahnya panas dari molekul bahan temperatur yang lebih tinggi ke molekul bahan yang temperaturnya lebih rendah lewat kontak termal secara langsung atau bersinggungan dengan sumber panas. Persamaan dasar secara konduksi adalah : Q K A ( Thot − Tcold ) ..............................................(Pers.2-1) = t d
Universitas Sumatera Utara
Di mana :
Q = Laju Aliran Panas, [ W/s] k = Konduktivitas Termal, [ W/moC ] A = Luas Penampang, [ m2 ] T = Temperatur, [ oC ] d = Tebal Material, [ m ] t = Waktu laju aliran [ s ]
Dapat dikatakan bahwa energi berpindah secara konduksi berbanding dengan gradien suhu normal : q ∂T ~ A ∂x
Jika dimasukkan konstanta proposionalitas atau tetapan kesebandingan, maka : q = − KA
∂T ...............................................................................(Persm.2-2) ∂x
Dimana q adalah laju perpindahan kalor dan
∂T merupakan gradien suhu ∂x
ke arah perpindahan kalor. Konstanta positif k disebut konduktifitas thermal benda,
sedangkan
tanda
minus
diselipkan
agar
memenuhi
hukum
thermodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih rendah. Pada persamaan (2-1) disebut juga hukum Fourier tentang konduksi kalor, yaitu menurut nama ahli matematika fisika bangsa Perancis, Joseph Fourier yang telah memberi sumbangan yang sangat penting dalam pengolahan analitis masalah perpindahan kalor konduksi.
Universitas Sumatera Utara
Perpindahan-Panas Konveksi Perpindahan panas secara konveksi ialah berpindahnya panas melalui sirkulasi fluida cair ataupun gas. Dari sirkulasi tersebut akan mengakibatkan perubahan massa jenis dari fluida cair maupun gas selama gradien waktu. Persaman laju aliran konveksi adalah: q k = h k A ( T W + T~).......................................(Persm.2-3) Di mana :
qk
= Laju aliran panas konveksi [W/s]
hk
= Koefisien perpindahan panas
A
= Luas perpindahan panas [m2]
Tw
= Temperatur dinding [oC]
T~
= Temperatur sekeliling [oC]
Sudah umum diketahui bahwa plat logam panas akan menjadi dingin lebih cepat bila ditaruh didepan kipas angin dibandingkan dengan bilamana ditempatkan diudara tenang. Proses ini dinamakan Perpindahan-kalor secara konveksi. Perhatikan plat panas seperti pada gambar 2.5. Suhu plat ialah Tw, dan suhu fluida T~. Kecepatan aliran adalah seperti tergambar, yaitu nol pada muka plat sebagai akibat aksi kental (viscous action). Di sini laju perpindahan kalor dihubungkan dengan beda suhu menyeluruh antara dinding dan fluida, dan luas permukaan A. Besaran h disebut koefisien perpindahan-kalor konveksi (convection heat-transfer coefficient), dan persamaan (2.3) itulah rumus dasarnya. Dapat dilakukan perhitungan analisis atas h untuk beberapa sistem.
Universitas Sumatera Utara
Aliran
Arus bebas
T~ u~ q u
Tw Dinding
Gambar 2.4 Perpindahan kalor konveksi dari suatu plat
Untuk situasi yang rumit h harus ditentukan dengan percobaan. Koefisien perpindahan kalor kadang-kadang disebut konduktans film (film conductance) karena hubungannya dengan proses konduksi pada lapisan fluida diam yang tipis pada muka dinding. Jika suatu plat panas dibiarkan berada diudara sekitar tanpa ada sumber gesekan dari luar, maka udara itu akan bergerak sebagai akibat terjadinya gradien densitas didekat plat itu. Peristiwa ini dinamakan Konveksi alamiah untuk membedakannya dengan konveksi paksa yang terjadi apabila udara itu dehembuskan diatas plat itu dengan kipas.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Nilai kira-kira koefesien perpindahan kalor konveksi h Modus
W/m2.ºC
Btu/h.ft2. ºF
Konveksi bebas,ΔT = 30 ºC Plat vertikal, tinggi 0,3 m(1 ft) di udara
4,5
0,79
Silinder harizontal, diameter 5 cm di udara.
6,5
1,14
Silinder harizontal, diameter 2 cm dalam air
890
157
Aliran udara 2 m/s diatas plat bujur sangkar 0,2 m
12
2,1
Aliran udara 35 m/s diatas plat bujur sangkar 0,75 m
75
13,2
Udara 2 atm mengalir didalam tabung D= 2,5 cm,
65
11,4
Air 0,5 kg/s mengalir di dalam tabung 2,5 cm
3500
616
Aliran udara melintas silinder diameter 5cm,
180
32
Dalam kolam atau bejana
2500-35000
440-6200
Mengalir dalam pipa Pembuangan uap air, 1 atm
5000-100000
880-17600
Muka vertikal
4000-11300
700-2000
Di luar tabung harizontal
9500-25000
1700-4400
Konveksi paksa
kecepatan 10 m/s
kecepatan50m/s Air mendidih
Sumber : Buku perpindahan Kalor J.P HOLMAN edisi ke-II
Universitas Sumatera Utara
Bidang Silinder Perhatikan suatu silinder panjang dengan jari-jari dalam r i , jari-jari luar r O , dan panjang L, seperti pada gambar 2.4. Silinder mengalami beda suhu T i - T o . Untuk silinder yang panjangnya sangat besar dibandingkan dengan diameternya, dapat diandaikan bahwa aliran kalor berlangsung menurut arah radial, sehingga koordinat ruang yang diperlukan untuk menentukan sistem ini adalah r . Hukum Fourier digunakan lagi dengan menyisipkan rumus luas yang sesuai. Luas bidang aliran kalor dalam sistem silinder adalah
Ar = 2πrL Sehingga hukum Fourier menjadi : q r = −kAr
dT dr
q
q r
dr
ri
L
To
Ti
ro Rth =
ln(ro / ri ) 2πkL
Gambar 2.5 Aliran kalor satu-dimensi melalui silinder bolong dan analogi listriknya
Universitas Sumatera Utara
Atau q r = −2πkrL
dT ..........................................................................(Persm.2-4) dr
Dengan kondisi batas T= T i pada r = r i T = T o pada r = r o Penyelesaian persamaan 2.4 adalah :
q=
2πkL(Ti − To ) .......................................................................(Persm.2-5) ln(ro / ri )
Dimana: q = laju perpindahan kalor (W) k = konduktifitas thermal benda (W/m.ºC) L = panjang benda (m) ( Ti − To ) = beda temperatur di dalam silinder dengan luar silinder (ºC) r o = jari-jari luar silinder (m) r i = jari-jari dalam silinder (m) Konsep tahanan thermal dapat juga digunakan untuk dinding lapis rangkap berbentuk silinder, seperti halnya dengan dinding datar. Untuk sistem tiga lapis seperti pada gambar 2.5 penyelesaiannya adalah :
q=
2πL(T1 − T4 ) .......................(Persm.2-6) ln(r2 / r1 ) / k A + ln(r3 / r2 ) / k B + ln(r4 / r3 ) / k C
Sistem berbentuk bola dapat ditangani sebagai suatu dimensi apabila
suhu
berfungsi sebagai jari-jari saja aliran kalornya menjadi : q=
4πk (Ti − To ) .........................................................................(Persm.2-7) 1 / ri − 1 / ro
Universitas Sumatera Utara
q
T1
r1
r2 q
T2 r3
RA
T3 T1
A B
r4
C
T4
ln(r 2 / r1) 2πk A L
RC
RB T2
ln(r 3 / r 2) 2πk B L
T3
T4
ln(r 4 / r 3) 2πk C L
Gambar 2.6 Aliran kalor satu-dimensi melalui penampang silinder dan analogi listriknya
Konduktivitas Termal Persamaan 2.1 merupakan persamaan dasar tentang konduktivitas termal. Berdasarkan rumus itu maka dapatlah dilaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk menentukan nilai kondiktivitas termal berbagai bahan. Untuk meramalkan konduktivitas termal zatcair dan zat padat ada teori-teori yang digunakan dalam berbagai situasi tertentu. Mekanisme konduktivitas termal pada gas cukup sederhana. Energi kinetik molekul ditunjukan oleh suhunya, jadi pada bagian bersuhu tinggi molekul-molekul mempunyai kecepatan yang lebih tinggi dari pada yang berada dibagian yang bersuhu rendah, molekul-molekul ini selalu berada dalam gerakan acak saling bertumbukan satu sama lain dinama terjadi pertukaran energi dan momentum. Jika suatu molekul bergerak dari daerah yang bersuhu tinggi kedaerah yang bersuhu rendah, maka molekul itu akan mengangkut energi kebagian sistem suhu yang lebih rendah.
Universitas Sumatera Utara
Nilai konduktivitas termal beberapa bahan diberikan pada tabel 2.2 dibawah ini.
Tabel 2.3 Konduktivitas Termal
Bahan Logam Perak (murni) Tembaga (murni) Alumunium (murni) Nikel (murni) Besi (murni) Baja karbon Timbal (murni) Baja krom nikel (18% Cr, 8%Ni) Bukan logam Kuarsa Magnesit Marmar Batu pasir Kaca jendela Kayu mapel Serbuk gergaji Wol Wol kaca Gabus Zat cair Air raksa Air Amonia Minyak lumas SAE 50 Freon 12, CCl 2 F 2 Gas Hidrogen Helium Udara Uap air Karbon dioksida
Konduktivitas termal W/m.ºC Btu/h.ft. ºF 410 385 202 93 73 43 35 16,3
237 223 117 54 42 25 20,3 9,4
41,6 4,15 2,08-2,94 1,83 0,78 0,17 0,59 0,052 0,038 0,043
24 2,4 1,2-1,7 1,06 0,45 0,096 0,034 0,029 0,022 0,025
8,21 0,556 0,540 0,147 0,073
4,47 0,327 0,312 0,085 0,042
0,175 0,141 0,024 0,0206 0,0146
0,101 0,081 0,0139 0,0119 0,00844
Sumber : Buku perpindahan Kalor J.P HOLMAN edisi ke-II
Universitas Sumatera Utara