BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PENYULUHAN KESEHATAN Penyuluhan kesehatan sebagai bagian atau cabang dari ilmu kesehatan, juga mempunyai dua sisi, yakni sisi ilmu dan seni. Dari sisi seni, yakni praktisi atau aplikasi promosi kesehatan, merupakan penunjang bagi program-program kesehatan lain. Artinya, setiap program kesehatan misalnya pemberantasan penyakit, perbaikan gizi masyarakat, sanitasi lingkungan, kesehatan ibu dan anak, program pelayanan kesehatan, dan sebagainya, perlu ditunjang atau dibantu oleh promosi kesehatan (di Indonesia sering disebut penyuluhan kesehatan) (Notoatmodjo, 2012, hal. 33). 1. Defenisi Promosi Kesehatan Promosi
kesehatan
(Penyuluhan
kesehatan)
adalah
upaya
yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga berperilaku yang kondusif untuk kesehatan (Hikmawati, 2011, hal. 13). Promosi kesehatan (penyuluhan kesehatan) dalam arti pendidikan, secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan atau promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2012, hal. 21).
Universitas Sumatera Utara
Penyuluhan kesehatan juga merupakan suatu kegiatan yang mempunyai masukan (input), proses dan keluaran (output). Kegiatan penyuluhan kesehatan guna mencapai tujuan yakni perubahan sikap, dipengaruhi oleh banyak faktor. Disamping faktor metode, faktor metode atau pesannya, petugas yang melakukannya juga alat-alat bantu/alat peraga atau media yang dipakai. Agar mencapai suatu hasil yang optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama dengan harmonis. Hal ini berarti bahwa untuk masukan (sasaran) tertentu harus menggunakan cara tertentu pula. Materi juga harus disesuaikan dengan sasaran atau media. Untuk sasaran kelompok maka metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Untuk sasaran massa pun harus berbeda dengan sasaran individual dan kelompok (Notoatmodjo, 2012, hal. 51). 2. Tujuan Penyuluhan Kesehatan Tujuannya adalah tersosialisasinya program-program kesehatan, terwujudnya masyarakat yang berbudaya hidup bersih dan sehat, serta terwujudnya gerakan hidup sehat di masyarakat untuk menuju terwujudnya desa, kabupaten/kota sehat, provinsi sehat dan Indonesia sehat (Syafrudin & Frathidina, 2009, hal. 5). 3. Metode dan Media Penyuluhan Kesehatan Metode dan media penyuluhan kesehatan adalah suatu kombinasi antara cara-cara atau metode dan alat-alat bantu atau media yang digunakan dalam setiap penyuluhan kesehatan. Dengan kata lain, metode dan media penyuluhan kesehatan adalah dengan cara dan alat apa yang digunakan oleh pelaku penyuluh kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran atau masyarakat (Notoatmodjo, 2005, hal. 40).
Universitas Sumatera Utara
a. Metode Penyuluhan Kesehatan Metode penyuluhan kesehatan yang paling sering dilakukan oleh tenaga kesehatan dilapangan yaitu: 1). Ceramah Ceramah
adalah
salah
satu
cara
menerangkan
atau
menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada seseorang atau sekelompok pendengar yang disertai diskusi dan tanya jawab, serta dibantu oleh beberapa alat bantu peraga yang diperlukan. 2). Tanya Jawab Wawancara merupakan salah satu metode promosi kesehatan dengan jalan tanya jawab yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang telah ditentukan. 3). Demonstrasi Demonstrasi adalah suatu cara penyajian pengertian atau ide yang dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaiamana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan atau menggunakan suatu prosedur. Penyajian ini disertai penggunaan alat peraga dan tanya jawab (Syafrudin & Fratidhina, 2009, hal. 154). b. Media Promosi Kesehatan Beberapa alat peraga yang biasa digunakan dalam promosi kesehatan adalah:
Universitas Sumatera Utara
1). Papan tulis 2). Over Head Proyektor (OHP) 3). Kertas flipchart dengan standarnya 4). Poster 5). Flash card 6). Flipchart 7). Model 8). Leaflet 9). Kartu konsultasi 10). Booklet 11). Poster-kaset 12). Video-film 13). Film 14). Slide (Syafrudin & Fratidhina, 2009, hal. 161) B. SIKAP (attitude) 1. Defenisi Sikap Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan factor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik). Campbel (1950) mendefenisikan sangat sederhana yakni: “An Individual’s
Universitas Sumatera Utara
attitude is syndrome of response consistency with regard to object”. Jadi Jelas disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrome atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan fikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain (Notoadmodjo, 2010, hal. 29). Newcomb, salah seorang ahli psikolog sosial menyatakan bahwa sikap adalah kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan reaksi terbuka atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku atau tindakan, atau reaksi tertutup. 2. Komponen Pokok Sikap Menurut Allport (1954) dalam Notoadmodjo (2010), sikap itu terdiri dari tiga komponen sikap yakni: a.
Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan, pendapat, atau pemikiran seseorang terhadap objek.
b.
Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
c.
Kecenderungan untuk bertindak, artinya sikap adalah komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah merupakan ancang-ancang
untuk
bertindak
atau
berperilaku
terbuka
(Notoatmodjo, 2010, hal. 30).
Universitas Sumatera Utara
Ketiga Komponen tersebut diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. 3. Tingkatan Sikap berdasarkan Intensitasnya a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan. b. Menanggapi (Responding) Menaggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai (Valuing) Menghargai diartikan sebagai subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. d. Bertanggung Jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah menjadi keyakinannya (Notoatmodjo, 2010, hal. 30). 4. Fungsi Sikap Fungsi sikap Diantaranya, yaitu: a. Utilitarian Function Sikap memungkinkan seseorang untuk memperoleh atau memaksimalkan ganjaran (reward) atau persetujuan dan meminimalkan hukuman. Dengan kata lain, sikap dapat berfungsi sebagai penyesuaian sosial.
Universitas Sumatera Utara
b. Knowledge Function Sikap membantu dalam memahami lingkungan dengan melengkapi ringkasan evaluasi tentang objek dan kelompok objek atau segala sesuatu yang akan dijumpai di dunia ini. c. Value Expressive Function Sikap kadang-kadang mengkomunikasikan nilai dan identitas yang dimiliki seseorang terhadap orang lain. d. Ego Defensive Function Sikap melindungi diri, menutupi kesalahan, agresi dan sebagainya dalam rangka mempertahankan diri. Sikap ini mencerminkan kepribadian individu
yang
bersangkutan
dan
masalah-masalah
yang
belum
mendapatkan penyelesaian secara tuntas Dayakisnih dan Hudaniah, 2009, hal. 91). 5. Cara Pembentukan atau Perubahan Sikap Ada beberapa cara, diantaranya: a. Adopsi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi dan terusmenerus berulang secara bertahap mempengaruhi terbentuknya sikap. b. Diferensiasi
adalah
dimana
dengan
berkembangnya
intelegensi,
bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari sejenisnya. c. Intelegensi terjadi secara bertahap dimulai dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu. d. Trauma terjadi dari pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa seseorang yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.
C. Menopause Pada umumnya orang lebih sering menggunakan istilah ‘Menopause’, meskipun istilah tersebut kurang tepat, karena menopause hanya merupakan kejadian sesaat saja, yaitu perdarahan haid yang terakhir. Yang paling tepat digunakan adalah klimakterik, yaitu fase peralihan antara pramenopause dan pascamenopause (Baziad, 2003, hal. 1). Klimakterium, sebutan untuk periode tradisi secara keseluruhan, didefenisikan sebagai fase proses penuaan yang dilewati wanita selama tahap reproduktif ke non reproduktif. Klimakterium diambil dari kata Yunani yang berarti mendaki anak tangga) biasanya terjadi perubahan fisiologis
sistem
reproduksi tujuh sampai sepuluh tahun yang berkulminasi pada periode menstruasi terakhir (Varney, Kriebs, dan Gegor, 2007, hal. 302). Klimakterium dibagi dalam beberapa fase: a. Pramenopause; Fase antara usia 40 tahun dan dimulainya fase klimakterium. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur, dengan perdarahan haid yang memanjang dan jumlah darah haid yang yang relatif banyak, dan kadang-kadang disertai nyeri haid (dismenorea). Perubahan endokrinologik yang terjadi adalah berupa fase folikuler yang memendek, kadar estrogen yang tinggi,
Universitas Sumatera Utara
kadar FSH juga biasanya tinggi, tetapi juga dapat ditemukan kadar FSH yang normal. Akibat kadar FSH yang tinggi ini dapat terjadi perangsangan ovarium yang berlebihan (hiperstimulasi) sehingga kadang-kadang dijumpai kadar estrogen yang sangat tinggi (Baziad, 2003, hal. 2). b. Perimenopause; Fase peralihan antara pramenopause dan pasca menopause. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur. Pada kebanyakan wanita siklus haidnya > 38 hari, dan sisanya < 18 hari. Sebanyak 40% wanita siklus haidnya anovultorik. Meskipun terjadi ovulasi, kadar progesteron tetap rendah (Baziad, 2003, hal. 2). c. Menopause; Berhentinya mens secara permanen. Prefiks men- diambil dari kata Yunani yang mempunyai arti siklus menstruasi; -pause, kata Latin, memiliki arti berhentinya proses. Menopause dipandang secara lebih luas, sebagai suatu periode waktu wanita dalam menemukan dirinya dalam “perubahan” (Varney, dkk, 2007, hal. 301). Diagnosis menopause merupakan diagnosis retrospektif. Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan, dan dijumpai kadar FSH darah >40 mIU/ml dan kadar Estradiol <30 pg/ml, telah mengalami menopause (Baziad, 2003, hal. 3).
Universitas Sumatera Utara
d. Pascamenopause; Fase setelah menopause dengan titik akhir tidak ditetapkan dengan baik (hingga gejala hilang atau hingga akhir kehidupan) (Varney, dkk, 2007, hal. 302 ). Pada wanita pascamenopause masih saja dapat dijumpai jenis steroid seks lain dengan kadar yang normal di dalam darah. Ternyata, ovarium wanita pascamenopause masih memiliki kemampuan untuk menyintesis steroid seks. Sel-sel hilus dan kortek ovarium masih dapat memproduksi androgen, estrogen, dan progesteron dalam jumlah tertentu. Selain itu, jaringan tubuh tertentu, seperti lemak, uterus, hati, otot, kulit, rambut, dan bahkan bagian dari sistem neural sumsum tulang (bone marrow) memiliki kemampuan
mengaromatisasi
androgen
menjadi
estrogen.
Kelenjar adrenal merupakan sumber androgen utama bagi wanita pascamenopause (Baziad, 2003, hal. 4). e. Senium; Pada masa senium telah terjadi keseimbangan hormonal yang baru. Penurunan produksi hormon estrogen dan kenaikan hormon gonadotropin yang terjadi pada masa klimakterium terus berlanjut sampai kira-kira 15 tahun setelah menopause. Pada masa ini tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun psikologis. Yang menyolok pada masa ini adalah kemunduran alat-alat tubuh atau kemampuan fisik (Pinem, 2009).
Universitas Sumatera Utara
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Menopause Saat masuknya seseorang dalam fase menopause sangat berbeda-beda. Wanita di Eropa tidak sama usia menopausenya dengan wanita di Asia. Faktor genetik kemungkinan berperan terhadap usia menopause. Baik usia pertama haid (menars), melahirkan pada usia muda, maupun berat badan tidak terbukti mempercepat datangnya menopause. Wanita kembar dizigot atau wanita dengan siklus haid memendek memasuki menopause lebih awal jika dibandingkan dengan wanita yang memiliki siklus haid normal. Memasuki usia menopause dijumpai juga pada wanita nulipara, wanita dengan diabetes melitus, perokok berat, kurang gizi, wanita vegetarian, wanita dengan sosioekonomi rendah, dan pada wanita yang hidup pada ketinggian >4000 m. Wanita nulipara dan wanita yang banyak mengkonsumsi daging, atau minum alkohol akan mengalami menopause lebih lambat ( Baziad, 2003, hal. 5). E. Tanda dan Gejala Menopause Selain periode menstruasi yang menjadi tidak teratur, gejala yang lazim terjadi antara lain: nyeri pada sendi, rasa terbakar/kepanasan (hot flashes), kesulitan berkonsentrasi atau mengingat sesuatu, perubahan hasrat seks, banyak berkeringat, sakit kepala, sering kencing, bangun lebih pagi dari biasa, vagina mengering, perubahan suasana hati (mood), susah tidur, keringat malam, dan gejala-gejala yang biasa dialami sebelum menstruasi (PMS-premenstrual syndrome) (Hutapea, 2005, hal. 74). Perubahan lain yang sulit ditentukan namun sama pentingnya adalah perubahan psikologis. Perubahan ini mungkin merupakan akibat tidak langsung dari gangguan fisik, tetapi mungkin juga disebabkan secara langsung oleh tingkat hormon yang berubah. Semua gejala ini akan mengganggu kehidupan sosial dan
Universitas Sumatera Utara
usaha saling menopang sehingga merupakan masalah yang makin lama makin berat (Purwoastuti, 2008, hal. 29). Pada wanita pascamenopause dijumpai pula kelainan pada kulit berupa kulit menipis, keriput, gatal-gatal, kuku rapuh berwarna kuning, mulut kering, dan lidah seperti terbakar. Keluhan lain adalah mata kering dan kesulitan menggunakan kontak lensa, rambut menipis, dan sering ditemukan tumbuhnya rambut di sekitar bibir, hidung, dan telinga. Keluhan urogenital dapat berupa nyeri senggama, vagina kering, keputihan, perdarahan pascasanggama, infeksi saluran kemih berulang, gatal pada vagina/vulva, iritasi, prolapsus uteri/vagina, dan dapat pula terjadi gangguan metabolisme berupa meningkatnya kadar kolesterol. (Baziad, 2003, hal. 8). F. Medikalisasi Gejala Menopause 1. Terapi Nonhormon a. Obat antihipertensi, obat penenang, sudah luas penggunaannya pada perempuan dengan masalah klimakterium (Pinem, 2009, hal. 398). b. Banyak juga wanita yang memilih pendekatan alternatif, atau komplementer, seperti homeopati, herbal, obat Cina (ini juga punya dampak samping). Oleh karena itu sebaiknya selalu menanyakan kepada ahli yang berpengalaman untuk menentukan terapi, dosis dan skedul terapi apapun yang dipilih (Hutapea, 2005, hal. 77). c. Sebagian perempuan mendapatkan manfaat relaksasi, berolah raga atau konseling dengan tenaga kesehatan (Dokter,Bidan/Perawat) mungkin membantu mengatasi gejala-gejala (Pinem, 2009, hal. 398).
Universitas Sumatera Utara
2. Terapi Sulih Hormon (TSH) a. Terapi yang logis pada menopause adalah sulih estrogen, karena gejala menopause disebabkan oleh defisiensi estrogen. Terapi estrogen dapat diberikan melalui rute oral, transdermis seperti koyo dan jeli subkutan: implant, vagina: krim, pesarium, tablet dan cincin, sublingual atau intranasal (Pinem, 2009, hal. 398). Pada wanita yang telah diangkat rahimnya cukup diberi estrogen saja secara kontinyu tanpa istirahat, tidak perlu di kombinasikan dengan progesteron (Baziad, 2003, hal. 142). b. Gestagen saja sangat jarang digunakan sebagai TSH karena pada umumnya gestagen diberikan bersamaan dengan progesteron. Namun kadang-kadang terpaksa juga diberikan gestagen saja, terutama bagi wanita-wanita yang memiliki kontraindikasi pemberian estrogen atau bagi wanita yang tidak tahan terhadap estrogen. Pemberian Gestagen dosis tinggi, misalnya progesteron alamiah (MPA 20-40 mg), dapat mengurangi keluhan tersebut (Baziad, 2003, hal. 143). c. Kombinasi estrogen-progesteron secara sekunsial adalah pemberian estrogen secara kontinyu dan gestagen secara sekunsial. Misalnya estrogen saja diberikan pada hari pertama sampai hari ke-28, sedangkan gestagen diberikan dari hari ke-16 sampai hari ke-28 (bersamaan dengan sisa estrogen (Baziad, 2003, hal. 144). Pemakaian sulih
hormon
estrogen
tanpa
imbangan
secara
substansial
meningkatkan resiko kanker endometrium. Penambahan progesteron ke dalam regimen estrogen mengurangi resiko kanker endometrium (Pinem, 2009, hal. 398).
Universitas Sumatera Utara
d. Wanita pascamenopause umumnya tidak menyukai perdarahan lucut sehingga pemberian estrogen-progesteron secara kontinyu merupakan pilihan yang tepat. Tujuan pemberian ini adalah agar terjadi amenorea. Pada bulan-bulan pertama pemberian secara kontinyu ini sering timbul perdarahan bercak, dan kemudian akan hilang dengan sendirinya. Perdarahan bercak ini dapat diatasi dengan meningkatkan dosis gestagen. Bila setelah 9 bulan pengobatan atau setelah peningkatan dosis, masih saja terjadi perdarahan, perlu segera dicari penyebab terjadinya perdarahan (kelainan organik) (Baziad, 2003, hal. 144-145). G. Menjaga Kebugaran Sesudah Menopause Menjaga kebugaran setelah menopause berarti membuat perubahan dalam jalan atau gaya hidup Anda. Beberapa perubahan itu adalah sebagai berikut: 1. Tidak merokok. Apabila menggunakan beberapa tembakau, hentikan! Tidak pernah ada kata “terlambat” untuk berhenti merokok (Purwoastuti, 2008, hal. 34). 2. Olahraga pada orang dewasa bersifat memelihara tulang bukan meningkatkan massa tulang. Jalan cepat, mendaki dan menuruni tangga, menari dan senam dewasa sesuai untuk individu lansia. Kedua, latihan memperbaiki gaya berjalan, keseimbangan, koordinasi, waktu reaksi, dan kekuatan otot meskipun pada individu yang sangat tua dan lemah. Studi epidemiologik secara konsisten menunjukkan bahwa aktifitas fisik masa lalu dan saat ini melindungi terhadap fraktur pinggul 50 persen. Aktivitas fisik yang teratur, terutama jika dimulai sejak dini merupakan
Universitas Sumatera Utara
tindakan pencegahan yang murah, aman, dan mudah tersedia (Varney, dkk, 2007, hal. 320). 3. Beberapa pendapat yang disampaikan tentang makanan bagi wanita yang mengalami menopause, satu dengan yang lain tidak sama. Disatu pihak, para ahli menganjurkan untuk minum vitamin dengan dosis yang tinggi. Banyak para ahli gizi yang mengatakan bahwa minum vitamin sebagai sarapan kedua berarti menciptakan satu diet yang tidak seimbang yang sangat berbeda dengan harapan semula. Banyak wanita yang mengambil alternatif lain, yaitu mendapatkan vitamin tertentu dari makanan. Banyak juga wanita yang mengalami penambahan berat badan pada masa menopause. Keadaan ini disebabkan oleh pola makan yang salah ataupun karena kurang berolah raga (Purwoastuti, 2008, hal.38-39).
Universitas Sumatera Utara