BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia. Manggis menyimpan banyak manfaat bagi kesehatan atau bisa disebut sebagai pangan fungsional (functional food). Di beberapa negara, manggis terutama kulitnya sudah bisa dijadikan sebagai obat dan bahan terapi (Permana, 2010).
(A)
(B) (B)
Gambar 2.1. (A) Pohon Manggis; (B) Buah Manggis (Hadriyono, 2011)
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Menurut Hutapea (1994), klasifikasi tanaman manggis adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae Kelas
: Dicotyledoneae 5
Ordo
: Guttiferanales
Family
: Guttiferae
Genus
: Garcinia
Spesies
: Garcinia mangostana L.
2.1.2 Nama Daerah Manggoita (Aceh), Manggista (Batak), Manggih (Minangkabau), Manggus (Lampung), Manggu (Sunda), Kirasa (Makasar), dan Manggis (Bali) (Pitojo dan Puspita, 2008). 2.1.3 Morfologi a. Tanaman Manggis Tanaman manggis merupakan tanaman tahunan, berbentuk pohon dengan bagian bawah lebar dan bagian ujung menyempit, tinggi pohon 6 hingga 20 meter (Pitojo dan Puspita, 2008). Pohon manggis memiliki tinggi kurang lebih 15 meter dengan akar tunggang dan akar berwarna putih kecoklatan. Batang berkayu, berbentuk bulat dan tegak, memiliki percabangan simpodial serta berwarna hijau kotor. Daun manggis berupa daun tunggal, berbentuk lonjong dan memiliki ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 20-25 cm, lebar 6-9 cm, tangkai silindris serta berwarna hijau. Bunga manggis berupa bunga tunggal, berkelamin dua, berada di ketiak daun, tangkai silindris, panjang 1-2 cm, benang sari berwarna kuning, putik berjumlah satu dan berwarna putih serta kuning (Hutapea, 1994). Mahkota bunga terdri dari 4 kelopak daun. Kelopak bunga melengkung kuat, tumpul, berdaging tebal, berwarna hijau kuning dengan tepi merah. Kepala putik berjari-jari 4-8 cm, putik berwarna putih kekuningan 6
(Pitojo dan Puspita, 2008). Buah buni, bulat, diameter 6-8 cm, kulit buah berdinding tebal lebih dari 9 mm, pada waktu muda kulit buah berwarna hijau namun setelah tua berubah menjadi merah tua sampai ungu kehitaman. Daging buah berwarna putih dan mengandung banyak air. Biji bulat dengan diameter 2 cm, dalam 1 buah terdapat 5-7 biji berwarna coklat. Akarnya tunggang berwarna putih kecoklatan (Hutapea, 1994). b. Simplisia Kulit Buah Manggis Berupa potongan padat, agak keras, bentuk seperempat bola atau setengah bola dengan garis tengah 4-6 cm, tebal 3-6 mm, permukaan luar agak kasar, agak mengkilat, warna kecoklatan sampai coklat kehitaman sedangkan permukaan dalam licin, berwarna coklat, dan terdapat sisa sekat yang membagi buah menjadi 4 bagian atau lebih, bekas patahan tidak rata, tidak berbau dengan rasa pahit. Secara mikroskopik yang menjadi fragmen penanda adalah sel batu, parenkim endokarp, parenkim eksokarp, periderm dan parenkim mesokarp (DepKes RI, 2010). 2.1.4 Kandungan Kimia Kandungan kimia yang terdapat pada kulit buah manggis terdiri dari senyawa golongan alkaloida, flavonoida, glikosida, saponin, tanin, steroid/triterpenoid, xanton, fenol, antosianin, kuinon dan beberapa mineral seperti: natrium, kalium, magnesium, kalsium, besi, zink dan tembaga (Praptiwi dan Poeloengan, 2010; Zhou et al., 2011; Pasaribu dkk., 2012). Kulit buah manggis mengandung senyawa xanton yang sangat tinggi yaitu mencapai 123,97 mg/mL (Yatman, 2012). Menurut Jung et al., (2006) xanton 7
dalam kulit buah manggis memiliki beberapa turunan seperti kudraksanton G, 8deoksigartanin, garcimangoson B, garsinon D, garsinon E, gartanin, 1isomangostin, α-mangostin, γ-mangostin, mangostinon, smeathxanthon A, dan tovofillin A. Selain kandungan xanton di dalam kulit buah manggis juga mengandung vitamin B1 20,66 mg, vitamin B2 1,79 mg, vitamin B6 0,948 mg, dan vitamin C 17,92 mg (Chaverri et al., 2008). 2.1.5 Monografi Xanton Xanton memiliki nama IUPAC 1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2,8-bis(3-metil-2butenil)-9H-xanthen-9-on atau xanton-9-oxo-xanthene memiliki rumus molekul C13H8O2 dengan bobot molekul 410,45 g/mol, dan titik lebur 173°C-176°C. Xanton dapat digolongkan sebagai senyawa polar karena merupakan substansi kimia alami yang termasuk dalam golongan senyawa polifenol dengan bentuk kristal kuning padat (Chairungsrilerd et al., 1996).
Gambar 2.2. Struktur Senyawa Xanton (Chairungsrilerd et al., 1996)
2.1.6 Aktivitas Farmakologi Aktivitas farmakologi senyawa xanton yang terdapat dalam kulit buah manggis sebagai antioksidan, antiinflamasi, antiviral, antibakteri, antifungal dan antialergi (Lim, 2012). Hasil penelitian Mardawati dkk., (2009) menunjukkan bahwa semua fraksi pelarut dari ekstrak kulit manggis memiliki aktivitas 8
antioksidan yang besar dengan nilai Inhibitory Concentration 50% (IC50) kurang dari 50%, dimana ekstrak metanol memiliki nilai IC50 sebesar 8,00 mg/L, ekstrak etanol 9,26 mg/L dan ekstrak etil asetat sebesar 29,48 mg/L. Utami (2014) menyatakan ekstrak etanol 96% kulit buah manggis memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 45,74x10-6 mg/L.
2.2 Maserasi Maserasi merupakan cara penyarian yang paling sederhana. Bahan simplisia yang telah menjadi serbuk direndam dengan bahan pengekstraksi atau cairan penyari. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan diaduk kembali. Dalam proses pengadukan cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara di luar sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986). Menurut Bart (2011) metode maserasi digunakan untuk mengekstraksi jaringan tanaman yang diketahui kandungan senyawanya yang bersifat tidak tahan terhadap pemanasan sehingga kerusakan komponen senyawa dapat dihindari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain (Depkes RI, 1986).
9
Cairan penyari yang umum digunakan adalah etanol. Etanol memiliki titik didih yang rendah yaitu 78,5°C sehingga mudah untuk diuapkan. Etanol memiliki kelarutan yang tinggi, tidak toksik dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya (Myers and Myers, 2007; Ramadhan dan Haries, 2010; Susanti dkk., 2012). Etanol dengan konsentrasi 20% keatas sulit untuk ditumbuhi kapang dan kuman. Etanol juga dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan, selektif dalam menghasilkan jumlah senyawa aktif yang optimal dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit sebab etanol mudah untuk diuapkan (Depkes RI, 1986)
2.3 Masker Gel Peel-off Masker adalah sediaan kosmetik untuk perawatan kulit wajah. Masker dioleskan pada kulit wajah dalam bentuk lapisan yang relatif tebal dan dihapuskan beberapa waktu kemudian, biasanya 15-30 menit (Shai et al., 2009). Jenis kosmetika ini berfungsi menjaga kesehatan kulit diantaranya membersihkan, menjaga kelembaban, menutrisi kulit, menyembuhkan jerawat dan bekas jerawat, perlindungan dari bahaya UV, antioksidan, memutihkan, mencegah penuaan kulit, mencegah kerutan, mencegah pengenduran dan jerawat pada kulit (Mitsui, 1997; Irawati dan Sulandjari, 2013). Menurut Shai et al., (2009) berdasarkan cara membersihkan dari permukaan kulit masker dapat dibedakan menjadi masker yang dilepaskan dengan dibilas dan masker yang dilepaskan dengan dikelupas (Masker Peel-off). Masker yang terkelupas (Masker Peel-off) merupakan masker yang terbuat dari bahan polimer 10
seperti polivinil alkohol dan bahan seperti lateks dan senyawa karet alam. Masker setelah dioleskan akan mengering pada kulit, mengeras dan membentuk lapisan tipis, fleksibel dan transparan. Masker tidak perlu dibilas hanya dikelupas seperti pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Proses Pengelupasan Masker Peel-off (Shai et al., 2009)
Berdasarkan bentuknya masker yang dilepaskan dengan dikelupas (Masker Peel-off) dibedakan menjadi tiga yakni gel, pasta dan powder (serbuk) (Mitsui, 1997). Masker peel-off dalam bentuk gel atau masker gel peel-off merupakan masker berbentuk gel transparan atau semi transparan yang mampu menyebar dengan baik serta membentuk lapisan pada kulit yang mudah diangkat setelah dikeringkan. Setelah lapisan film tersebut dikelupas maka kulit akan terasa lembab, lembut dan terasa bersih (Mitsui, 1997). Zat aktif pada masker dapat lebih lama berinteraksi dengan kulit wajah. Manfaat masker gel peel-off antara lain dapat mengangkat sel kulit mati agar kulit bersih dan segar, mengembalikan kelembutan kulit, dan dengan pemakaian teratur dapat mengurangi kerutan halus pada kulit wajah (Evrilia dkk., 2014).
11
Masker gel peel-off mengandung alkohol yang menguap dan membentuk lapisan film yang tipis dan transparan pada kulit muka. Setelah kontak selama 15– 30 menit, lapisan tersebut diangkat dari permukaan kulit dengan cara dikelupas (Evrilia dkk., 2014). Masker gel peel-off memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan bentuk sediaan masker lain seperti pasta dan serbuk diantaranya dapat menimbulkan efek dingin akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit serta tidak menyumbat pori-pori kulit, memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut, daya sebar dan daya lekat baik, serta mampu melepaskan zat aktif dengan baik (Lieberman and Banker, 1989; Voigt, 1994).
2.4 Stabilitas Stabilitas merupakan kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk bertahan dalam spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian produk. Sediaan yang stabil adalah masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode waktu penyimpanan dan penggunaan, dengan sifat dan karakteristik sama seperti pada saat dibuat (Kuncari dkk., 2014). Stabilitas pada sediaan gel dilihat dari sifat gel untuk mempertahankan distribusi halus dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Gel mempunyai kekakuan yang disebabkan oleh jaringan yang saling menganyam dari fase terdispersi yang mengurung dan memegang medium pendispersi. Perubahan dalam temperatur dapat menyebabkan gel tertentu 12
mendapatkan kembali bentuk sol dan bentuk cairnya. Beberapa gel menjadi encer setelah pengocokan dan kembali menjadi setengah padat atau padat kembali setelah dibiarkan tidak terganggu untuk beberapa waktu tertentu (Ansel, 1989). Pengujian kestabilan pada sediaan gel dapat berupa pengujian kestabilan secara fisika, kimia dan mikrobiologi. Kestabilan fisik sediaan gel ditetapkan melalui pengamatan kembali terhadap sifat organoleptis, homogenitas, viskositas serta ada tidaknya sineresis yang merupakan pengujian spesifik pada sediaan gel sedangkan kestabilan kimia ditetapkan melalui pengujian pH sediaan (Ida dan Noer, 2012). Penurunan kestabilan dilihat dari menurunnya viskositas dan pH sediaan selama penyimpanan. Izzati (2014) telah melakukan formulasi gel ekstrak kulit buah
manggis.
Hasil
menunjukkan
penambahan
konsentrasi
HPMC
mempengaruhi kestabilan fisik dari sediaan gel. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Abdassah dkk., (2009) menunjukkan bahwa terjadi penurunan stabilitas fisik pada sediaan gel pengelupas kulit mati yang mengandung etil vitamin C dalam sistem penghantaran macrobead® setelah disimpan selama 28 hari penyimpanan. Sampling sediaan dilakukan pada hari ke 0, 1, 7, 14, 21 dan 28. Kestabilan fisik sediaan makin menurun ditandai dengan timbulnya endapan mulai pada pengamatan hari ke-14 penyimpanan. Endapan tersebut mungkin disebabkan oleh terjadinya interaksi antara bahan-bahan yang digunakan sehingga mengganggu kestabilan fisik sediaan. Keasaman pH gel selama 28 hari penyimpanan menunjukkan sedikit penurunan dengan meningkatnya konsentrasi etil vitamin C.
13
Hal ini disebabkan oleh pengaruh vitamin C yang bersifat asam. Viskositas gel meningkat dengan bertambahnya konsentrasi etil vitamin C. Septiani dkk., (2011) juga telah melakukan evaluasi stabilitas sediaan masker gel antioksidan dari ekstrak etanol biji melinjo (Gnetum gnemon L.) selama 28 hari penyimpanan dengan mengamati kembali sifat fisika kimia sediaan. Hasil menunjukkan sediaan mengalami penurunan viskositas dan pH, sedangkan untuk pengujian waktu sediaan mengering selama penyimpanan masih berada pada rentang persyaratan yang ditetapkan. Penurunan viskositas terjadi karena semakin lama waktu penyimpanan, maka semakin lama juga sediaan terpengaruh oleh lingkungan, misalnya udara. Kemasan yang kurang kedap dapat menyebabkan sediaan menyerap uap air dari luar, sehingga menambah volume air dalam sediaan. Disamping itu, pH mengalami penurunan karena pengaruh adanya CO2 diudara. CO2 bereaksi dengan fasa air sehingga menjadi asam.
2.5 Evaluasi Sediaan Masker Gel Peel-off Evaluasi sediaan masker gel peel-off meliputi evaluasi fisika dan evaluasi kimia. Evaluasi fisika terdiri dari pengujian organoleptis, pengujian homogenitas, pengujian viskositas, pengujian daya sebar, pengujian daya lekat, pengujian waktu sediaan mengering dan pengujian sineresis. Evaluasi kimia yakni pengujian pH sediaan.
14
2.5.1
Evaluasi Fisika
a. Pengujian organoleptis Pemeriksaan organoleptis meliputi warna dan bau gel yang diamati secara visual yang bertujuan untuk menilai parameter bau dan warna sehingga menghasilkan sediaan yang berpenampilan baik. b. Pengujian homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan untuk menghasilkan sediaan yang homogen tanpa adanya partikel atau serat kasar. Pengujian dilakukan dengan mengoleskan sampel pada gelas objek dan diamati menggunakan mikroskop optik pada perbesaran 10 (Arikumalasari, 2013). Hasil uji harus menunjukkan susunan yang homogen (DepKes RI, 1979). c. Pengujian viskositas Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui besarnya suatu viskositas sediaan. Viskositas sediaan dinyatakan sebagai besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir. Semakin tinggi viskositas suatu cairan maka semakin besar tahanan cairan tersebut untuk mengalir. Pengukuran viskositas suatu cairan dilakukan dengan menggunakan viskometer (Martin dkk., 1993). Viskometer Brookfield DV-E merupakan viskometer yang dapat digunakan untuk mengukur viskositas sistem non newton (Lachman dkk., 2008). Nilai viskositas gel yang baik berada pada rentang 2000-4000 cps karena dengan kekentalan tersebut gel mampu menyebar dengan baik saat diaplikasikan (Yuliani, 2005).
15
d. Pengujian daya sebar Uji daya sebar bertujuan untuk mengetahui kecepatan penyebaran sediaan pada kulit serta untuk mengetahui kelunakan dari sediaan gel untuk dioleskan pada kulit (Voigt, 1994). Daya sebar gel yang baik adalah 5-7 cm. Pada rentang daya sebar tersebut masker gel peel-off menunjukkan konsistensi yang sangat nyaman dalam penggunaan (Garg et al., 2002). e. Pengujian daya lekat Pengujian daya lekat dilakukan untuk mengetahui kemampuan masker gel peel-off melekat pada kulit. Sediaan yang baik memiliki daya lekat yang tinggi. Semakin tinggi daya lekat maka masker gel peel-off akan kontak lebih lama pada permukaan kulit (Arikumalasari, 2013). f. Pengujian waktu sediaan mengering Pengujian waktu sediaan mengering dilakukan dengan mengamati waktu yang diperlukan sediaan untuk mengering. Waktu sediaan mengering dihitung dari saat masker gel peel-off dioleskan hingga benar-benar terbentuk lapisan yang kering. Waktu sediaan mengering dikatakan baik apabila sediaan mengering pada rentang waktu 15-30 menit setelah diaplikasikan (Shai et al., 2009). g. Pengujian sineresis Sineresis terjadi karena cairan yang terjerat dalam gel akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Perubahan ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel (Bhasha et al., 2013).
16
Sineresis dapat dihitung dengan persamaan (1) berikut. Sediaan gel dikatakan baik apaila tidak terjadi sineresis.
% Sineresis =
2.5.2
berat cairan ter pisah dari gel x 100% total berat gel sebelum sentrifuga si
…………..(1)
Evaluasi Kimia
Pengujian pH dilakukan untuk mengetahui kesesuaian pH gel dengan pH kulit. pH sediaan topikal yang baik berada pada rentang 4-8 (Aulton, 1988).
2.6 Hidroxy Propyl Methyl Cellulose (HPMC) HPMC merupakan turunan dari metil selulosa berupa serbuk, granul atau berserat, berwarna putih atau putih krem, tidak berbau dan tidak berasa. HPMC memiliki titik lebur pada suhu 190-200°C dan larut dalam air dingin dan membentuk larutan koloid kental. HPMC praktis tidak larut dalam air panas, kloroform, etanol 95%, dan eter, tetapi larut dalam campuran etanol dan diklorometana, campuran metanol dan diklorometana, serta campuran air dan etanol. Larutan HPMC stabil pada pH 3-11 dan dapat disimpan dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan kering (Rowe et al., 2009). HPMC digunakan sebagai gelling agent dalam sediaan gel pada konsentrasi 5-15% (Voigt, 1994). Pada konsentrasi 2-4% HPMC dapat berfungsi sebagai agen peningkat viskositas (Wade and Waller, 1994). Jika diformulasikan sebagai sediaan gel, HPMC akan menghasilkan sediaan yang stabil, jernih, pH netral dan viskositas sediaan besar (Niyogi et al., 2012).
17
HPMC didispersikan dalam air dan didiamkan selama 30-60 menit kemudian disimpan pada suhu rendah akan membentuk gel (Voigt, 1994). Mekanisme pembentukan gel oleh golongan semi sintetik dan turunan selulosa disebabkan adanya interaksi antara polimer-pelarut atau terjadi penggabungan antara molekul primer yang menyebabkan jarak antar partikel menjadi kecil dan terbentuk ikatan silang antar molekul yang jumlahnya makin lama makin banyak. Ikatan silang antar molekul akan mengurangi mobilitas pelarut dan terbentuk massa gel. Ikatan yang terbentuk ini akan memerangkap zat aktif sehingga pada saat penggunaan dapat dilepaskan melalui gel (Suyudi, 2014).
Gambar 2.4. Struktur Kimia HPMC (Rowe et al., 2009). Keterangan: R = H, CH3, atau CH3CH(OH)CH2
2.7 Eksipien Dalam Formula Masker Gel Peel-off 2.7.1 Polyvinil Alcohol (PVA) Polyvinil Alcohol (PVA) memiliki rumus kimia (C2H4O)n. PVA berupa serbuk berwarna putih hingga krem dan tidak berbau. PVA larut dalam air tetapi tidak larut dalam pelarut organik. PVA dapat digunakan untuk membentuk lapisan film pada masker wajah gel peel-off pada rentang konsentrasi 10-16% (Lestari 18
dkk., 2013). PVA merupakan senyawa non toksik dan tidak mengiritasi kulit maupun mata pada konsentrasi hingga 10% (Rowe et al., 2009). 2.7.2 Gliserin Gliserin berupa cairan tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan higroskopis dan rasa manis. Gliserin stabil dalam wadah kedap udara, di tempat sejuk dan kering. Gliserin larut dalam air, etanol dan metanol; sedikit larut dalam aseton; praktis tidak larut dalam benzen, kloroform, dan minyak; kelarutan dalam eter 1:500; kelarutan dalam etil asetat 1:11 (Rowe et al., 2009). Pada sediaan topikal dan kosmetik, gliserin digunakan terutama sebagai humektan pada konsentrasi ≤ 30% (Rowe et al., 2009). Penggunaan gliserin lebih nyaman jika dibandingkan dengan propilen glikol maupun sorbitol (Yuliani, 2010). Gliserin digunakan dalam formulasi masker gel peel off sebagai humektan dengan konsentrasi 2-15% (Mitsui, 1997). 2.7.3 Metil paraben Metil paraben berupa kristal tidak berwarna atau bubuk kristal putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau dan mempunyai rasa sedikit terbakar. Metil paraben mudah larut dalam 2 bagian etanol 96%, dalam 3 bagian etanol 95%, dalam 6 bagian etanol 50%, dan dalam 10 bagian eter. Metil paraben larut dalam 60 bagian gliserin, praktis tidak larut dalam minyak mineral, larut dalam 200 bagian minyak kacang, mudah larut dalam 5 bagian propilen glikol, larut dalam 400 bagian air, larut dalam 50 bagian air bersuhu 50°C dan larut dalam 30 bagian air bersuhu 80°C. Larutan metil paraben pada pH 3-6 stabil sekitar 4 tahun pada temperatur ruangan, sedangkan larutan metil paraben pH 8 atau lebih terhidrolisis 19
dengan cepat sekitar 60 hari pada temperatur ruangan. Metil paraben disimpan dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan kering (Rowe et al., 2009). Metil paraben digunakan sebagai bahan pengawet dalam sediaan gel pada konsentrasi 0,075% (Voigt, 1994). 2.7.4 Propil paraben Propil paraben berupa serbuk berwarna putih, kristal, tidak berbau, dan hambar, sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan eter, sukar larut dalam air mendidih (DepKes RI, 1995). Propil paraben mudah larut dalam 3,9 bagian propilen glikol. Larutan cair propil paraben pada pH 3-6 stabil sekitar 4 tahun pada suhu ruangan, sedangkan larutan pada pH diatas 8 akan cepat terhidrolisis sekitar 60 hari pada suhu kamar. Propil paraben disimpan dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan kering (Rowe et al., 2009). Propil paraben digunakan sebagai bahan pengawet dalam sediaan gel pada konsentrasi 0,025% (Voigt, 1994). 2.7.5 Akuades Akuades merupakan pelarut berupa cairan jernih tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Akuades larut dalam etanol dan gliserol. Akuades disimpan dalam wadah tertutup baik (DepKes RI, 1979).
20