BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan Di
IndonesiacincauhijauyangbernamalatinCycleabarbataMiers
banyak
ditemui di berbagai tempat, mulai dari pasar tradisional sampaisupermarket.Di beberapadaerah,tanamaninidikenaldengan namacamcao(Jawa),camcauh(Sunda),juju,
kepleng,krotok,tahulu,
tarawalu,telor,terungkemau(Melayu).Bagi masyarakatIndonesia cincau dikonsumsi
sebagai
campuran
minuman
yang
hijau
menyegarkan.Ada
empatjeniscincauyangdikenalmasyarakat,yaitu cincau hijau, cincau hitam dan cincau
minyak
serta
cincau
perdu.
Bentukfisikkeempattanamanini
sangatberbedasatusamalainnya. NamunmasyarakatIndonesiaamatmenggemarijeniscincauhijau,hal karenafisikdauncincauhijautipisdanlemassehinggalebihmudah
ini diremas
untukdijadikan gelatinatauagar-agar. Aromacincauhijau tidak langu. Cincau hijau yang
berbentuk
agar-agar
berasal
dari
daunnyayangdiremas-
remasdandicampurairmatang.Aircampuran ituakanberwarnahijau.Setelahdisaringdandibiarkanmengendap,
akan
menghasilkan lapisan agar-agar berwarna hijau (Heny dan Dian, 2004). 2.1.1 Sistematika tumbuhan Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophytap
7
Universitas Sumatera Utara
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Ranales
Famili
: Menispermae
Genus
: Cyclea
Spesies
:Cyclea barbata L. Miers
(Heyne,1987).
2.1.2 Morfologi tumbuhan Batang
tanaman
ini
bulat,
berdiameter
±
merambatkearahkananpadapohoninangsertatinggi/panjang ± daunnya
seperti
perisai
berwarnahijau,bagianpangkalnyaberlekukdan
1
cm
dan
5-16 m. Bentuk
atau
jantung,
bagiantengah
melebar
sertaujungnya meruncing. Tepidaunberombak dan permukaan bawahnya berbulu halus,sedang
permukaan
atasnyaberbulukasardanjarang.Panjangdaunbervariasi±5-16
cmdan
bertulangdaunmenjari (Heny dan Dian, 2004) Dauncincauhijauyang
dipanenadalahdaunyangtidaktua
dantidakterlalumuda. Pemetikan daunnya harus tersebut,
Bilatanamanini
melihat kondisi tanaman
rimbundansubur,dedaunnyabolehdipanen
banyak,tetapibilatanamanini
nampakkurusdantidaksubur,
makapemetikannyahanyaakanmerusaktanamancincauhijau itu
sendiri. Bunga
cincau hijau berbentuk kecil dan berkelompok.Bungajantanberwarnahijau mudayang panjangnya ± 30-40 mm dan mempunyai kelopak bunga sebanyak 4-5kelopak. Sedangkan bunga betinanya lebihkecildenganpanjang 1,0mmdanmempunyai kelopakbunga sebanyak
8
1-2 kelopak
±0,7-
serta sebuah
Universitas Sumatera Utara
kelopak
yang berbulu. Benangsari mempunyaisatutangkaidengankepalasari
bergeromboldiujungnya.Setiapkepalasarimempunyaiempat
sel
yangakanpecahdengansendirinyajika sudahmasak.Buah tanamancincauhijaukecilkecil,berbentukbulat
dan
agak
berbulu.Setiapbuahmengandung1-2
bijiyangkerasberbentuk bulattelur.Akarcincauhijau dapattumbuhmembesarseperti umbidenganbentuktidakteratur.Dalamkeadaansegar,akar
ini
berdagingdanmengandungbanyakcairan.Padaakaryang sudahkering,warnakulitluarnya
berubah
menjadi
coklatke
abu-
abuan,mempunyaisisir-sisiryang membujur dan terlihatmenonjol (Taryono, 2003). 2.1.3 Kandungan Kimia Tumbuhan Secaraumumkandungandauncincauhijau adalah karbohidrat,
lemak,
protein dan senyawa-senyawa lainnya sepertiPolifenol,Flavonoidsertamineralmineral danvitamin- vitamin,diantaranyaKalsium, Fosfor dan Vitamin A serta Vitamin B (Hatta, 1995) 2.1.4 Kegunaan Kandungan Tumbuhan 2.1.4.1. Polifenol Polifenol merupkan senyawa turunan fenol yang mempunyai aktivitas sebagaiantioksidan.
Antioksidan
fenolikbiasanyadigunakanuntuk
mencegahkerusakan akibatreaksioksidasipada makanan,kosmetikdan farmasi serta plastik. Fungsi polifenol sebagai penangkap danpengikat radikal bebas darirusaknya ion-ionlogam.Kelompoktersebutsangat mudahlarut dalamair dan lemaksertadapat
bereaksidengan
vitaminCdanvitaminE.Kelompok-
9
Universitas Sumatera Utara
kelompoksenyawafenolikterdiridariasam-asam
fenolat
flavonoid.Fenolmerupakanzat antioksidasipemutusrantaiyang
antioksidandarigolongan akan
berantaisehinggaakan mengendalikan dan manusiadimanaperoksidasilipid
memotong
perbanyakanreaksi
mengurangi peroksidasi lipid
merupakanreaksi
rantaidenganberbagaiefek
yangberpotensialmerusak
danjugamerupakan
sumberradikalbebas.Efekdariradikalbebas vivosehinggamenimbulkan
dan
adalah
perusakanjaringanin
penyakitkanker,proses
penuaan,peradangan,
aterosklerosisdan lain sebagainya (Raharjo, 2004). 2.1.4.2. Flavanoid Senyawaflavonoidmempunyaiikatangula
yang
disebut
aglikon
yang
berikatan dengan berbagai gula dansangatmudahterhidrolisis ataumudahlepasdari gugus
gulanya.Flavonoidmerupakanantioksidanyang
potensialuntuk
mencegahpembentukanradikalbebas. Senyawatersebut mempunyai
sifat anti
bakteri dananti viral (Raharjo, 2004) 2.1.4.3 Glikosida Glikosida adalah suatu senyawa, bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Glikosida yang gulanya berupa glukosa disebut glukosida. Glikosida dibedakan menjadi α- glikosida dan βglikosida. Pada tanaman, glikosida biasanya terdapat dalam bentuk beta. Pembagian glikosida paling banyak berdasarkan aglikonnya. Umumnya glikosida mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam memerlukan panas hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas (Sirait, dkk.,
10
Universitas Sumatera Utara
2007). 2.1.4.4 Tanin Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Kita menganggap salah satu fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (Robinson, 1995). 2.1.4.5 Steroida/Triterpenoid Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualen. Senyawa tersebut mempunyai struktur siklik yang relatif kompleks, kebanyakan merupakan suatu alkohol, aldehid atau asam karboksilat (Harbone, 1987). Triterpenoid adalah senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik, dapat dibagi atas 4 kelompok senyawa yaitu triterpen sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Sebagian senyawa triterpenoid juga merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat, yang berkhasiat sebagai anti diabetes, gangguan menstruasi, gangguan kulit kerusakan hati dan malaria. Uji kualitatif yang banyak digunakan ialah reaksi LiebermannBurchard yang kebanyakan triterpena dan steroida memberikan warna hijau biru (Harbone, 1987; Robinson, 1995).
11
Universitas Sumatera Utara
2.2 Simplisia dan Ekstrak 2.2.1 Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (DepKes, 2000). 2.2.2 Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (DepKes, 2000). Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Anief, 1999). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat aktif dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibagi kedalam dua cara yaitu: a. Cara dingin, yaitu: 1. Maserasi, adalah proses pengekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secarap teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi
12
Universitas Sumatera Utara
kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. 2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. b. Cara Panas 1. Refluks adalah ektraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. 2. Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC. 4. Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
13
Universitas Sumatera Utara
5. Dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama≥30 (
o
C) dan temperatur
sampai titik didih air (DepKes, 2000).
2.3 Uraian Usus Halus Bagian saluran cerna tempat berlangsungnya pencernaan dan penyerapan makanan adalah usus halus. Usus halus mulai dari pylorus dan berlingkar-lingkar dalam rongga perut sampai ke usus besar. Garis tengah usus halus kira-kira 2,5 cm dan panjangnya sekitar 6,35 m. Secara anatomi usus halus dibagi dalam tiga bagian, yaitu duodenum (kira-kira 25cm), yeyenum (kira-kira 2,5 cm), dan ileum (kira-kira 3,6 m) (Anwar, 2000). 2.3.1 Histologi Secara histologik, usus halus terdiri atas beberapa lapisan melingkar, berupa lapisan otot (musculus) dan lampisan lender (mukosa). Lapisan yang paling dalam (lapisan mukosa) sangat berperan pada proses penyerapan obat (Aiache, dkk., 1993)
Gambar 2.1 Irisan melintang saluran cerna Lapisan submukosa terdiri atas anyaman jaringan fibrosa yang rapat dan kuat, mengandung pembuluh darah besar, jaringan saraf (pleksus Meissner) dan
14
Universitas Sumatera Utara
kelenjar penghasil alkali. Dua lapis otot polos, yaitu otot sirkular (bentuk spiral yang rapat) berperan dalam mengkontraksi usus dan otot longitudinal (spiral panjang) berperan dalam memendekkan usus. Di dalam lapisan otot ini terdapat jaringan saraf (pleksus Mienterikus). Lapisan serosa merupakan lapisan terluar yang melapisi usus dan juga dinding rongga abdomen dimana usus terletak (Asih, 1996). 2.3.2 Gerakan Usus Agar proses yang terjadi di dalam usus halus berjalan baik dan lancar, dinding usus harus mencampuradukkan bubur makanan yang diterima dari lambung dengan cairan usus, dan memaparkan bubur ini kepada permukaan mukosa usus dan menggerakkan bubur isi usus ke bawah sepanjang usus ke arah kolon (Anwar, 2000). Saraf parasimpatik yang intrinsik membebaskan asetilkolin yang memulai kontraksi usus. Sedangkan saraf-saraf simpatik akan membebaskan noradrenalin yang akan merelaksasi dinding usus. Saraf parasimpatik yang ekstrinsik merupakan cabang-cabang dari saraf vagus. Zat-zat kimia endogen yang dapat menambah gerakan usus adalah gastrin, cholecystokinin, dan angiotensin II. Adrenalin, noradrenalin dan secretin akan merelaksasi dinding usus. Zat-zat kimia yang dibebaskan setempat yang dapat menambah gerakan usus adalah histamin, prostaglandin dan serotonin, namun peran zat-zat kimia ini dalam pengendalian gerakan usus yang normal tidak jelas (Anwar, 2000). 2.4 Uraian Diare Diare adalah suatu kondisi yang menunjukkan frekuensi dan konsistensi buang air besar yang meningkat dibandingkan dengan individu dalam kondisi
15
Universitas Sumatera Utara
pencernaan yang normal. Frekuensi dan konsistensi berbeda-beda pada tiap individu. Sebagai contoh, beberapa individu defekasi tiga kali sehari, sedangkan yang lainnya hanya dua atau tiga kali seminggu (Wells, dkk, 2006). Secara normal makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna menjadi bubur (chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim. Setelah terjadi resorpsi, sisa chymus tersebut yang terdiri dari 90% air dan sisa-sisa makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada di colon mencerna lagi sisasisa (serat-serat) tersebut, sehingga sebagian besar dari sisa-sisa tersebut dapat diserap pula selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga direabsorpsi kembali sehingga akhirnya isi usus menjadi lebih padat. Tetapi kadang terjadi peristaltik usus yang meningkat sehingga pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penyebab utamanya adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air dan atau terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal, proses reabsorpsi dan sekresi dari air dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel epitel mukosa. Proses ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enkefalin, sekresi diatur oleh prostaglandin dan neurohormon V.I.P. (Vasoactive Intestinal Peptide). Biasanya reabsorpsi melebihi sekresi, tetapi karena suatu sebab sekresi menjadi lebih besar daripada reabsorpsi, oleh karena itulah diare terjadi (Tan dan Rahardja, 2002). 2.4.1. Klasifikasi diare Berdasarkan penyebabnya diare dapat dibedakan menjadi berikut: 1. Diare karena infeksi, meliputi :
16
Universitas Sumatera Utara
a. Diare akibat virus, misalnya influenza perut dan travelers diarrhea yang disebabkan antara lain oleh rotavirus dan adenovirus. b. Diare akibat bakteri (invasif), dapat disebabkan oleh Salmonella, Shigella, Campylobacter, dan jenis Coli tertentu. c. Diare parasiter, dapat disebabkan oleh Entamooeba Hystolitica, Giardia Lambia, Cryptosporidium dan Cyclospora yang terutama terjadi didaerah tropis. d. Diare akibat enterotoksin, penyebabnya adalah kuman-kuman yang membentuk enterotoksin, yang terpenting adalah E.Coli dan Vibrio Cholerae dan yang jarang adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter dan Entamoeba Hystolitica (Tjay dan Rahardja, 2002). 2. Klasifikasi berdasarkan organ yang terkena infeksi: a. Diare infeksi enternal atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus, parasit). b. Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis, media, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin, dan lainnya). 3. Klasifikasi diare berdasarkan lamanya diare: a. Diare akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak, dan bisa berlangsung terus selama beberapa hari. Diare ini disebabkan oleh karena infeksi usus sehingga dapat terjadi pada setiap umur dan bila menyerang umumnya disebut gastroenteritis infantile. b. Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari dua minggu, sedangkan diare yang sifatnya menahun diantara diare akut dan diare kronik disebut diare sub akut (Suharyono, 1991).
17
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Obat-obat diare Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan diare dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu: 1. Kemoterapeutik, untuk terapi kausal yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotik, sulfonamid, kinolon dan furazolidon. 2. Obstipansia, yang dibagi menjadi: a. zat-zat penekan peristaltik, candu dan alkaloidanya, derivat petidin (difenoksilat dan loperamid), dan antikolinergik (atropine dan ekstrak belladonna). b. adstringen, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan tanalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium. c. adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat menyerap zat-zat beracun yang dihasilkan oleh bakteri. Yang termasuk juga dalam golongan ini, antara lain adalah pektin, garam-garam bismuth dan aluminium. 3. Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali menyebabkan nyeri perut pada diare (Tjay dan Rahardja, 2002). Obat antimotilitas (penekan peristaltik) secara luas digunakan sebagai terapi simtomatis pada diare akut ringan sampai sedang. Opioid seperti morfin. difenoksilat dan kodein menstimulasi aktivitas reseptor μ pada neuron mienterikus dan menyebabkan hiperpolarisasi dengan meningkatkan konduktasi kaliumnya. Hal tersebut menghambat pelepasan asetilkolin dari pleksus mienterikus dan menurunkan motilitas usus. Loperamid adalah opioid yang paling tepat untuk efek lokal pada usus karena tidak menembus ke dalam sawar otak. Oleh karena itu
18
Universitas Sumatera Utara
loperamid tidak dapat menyebabkan ketergantungan. Antibiotik, berguna hanya pada infeksi spesifik tertentu, misalnya pada penyakit kolera dan disentri basiler yang dapat diterapi dengan tetrasiklin. Kuinolon adalah obat yang lebih baru yang tampaknya efektif melawan patogen diare yang paling penting (Neal, 2006). 2.5 Loperamid Hidrokloridum Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang dua sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali (Tjay dan Rahardja, 2002). Loperamid tidak diserap dengan baik melalui pemberian oral dan penetrasinya ke dalam otak tidak baik, sifat-sifat ini menunjang selektifitas kerjanya. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 4 jam sesudah minum obat. Masa laten yang lama ini disebabkan oleh penghambatan motilitas saluran cerna dan karena obat mengalami sirkulasi enterohepatik (Sardjonodkk., 2004). Loperamid memperlambat motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinalis usus. Obat ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Waktu paruh 7-14 jam (Marcellus, 2001). Kurang dari 2% dieliminasi renal tanpa diubah, 30% dieliminasi fekal tanpa diubah dan sisanya dieliminasi setelah mengalami metabolisme dalam hati sebagai glukoroid ke dalam empedu (Bircher dan Lotterer, 1993). 2.6 Minyak Jarak
19
Universitas Sumatera Utara
Oleum ricini atau castor oil atau minyak jarak berasar dari biji Ricinus communis suatu trigliserida risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus halus minyak jarak dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam risinoleat. Asam risinoleat inilah yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar. Minyak jarak juga bersifat emolien. Sebagai pencahar obat ini tidak banyak digunakan lagi karena banyak obat yang lebih aman. Minyak jarak menyebabkan kolik, dehidrasi yang disertai gangguan elektrolit. Obat ini merupakan bahan induksi diare pada penelitian diare secara eksperimental pada hewan percobaan (Teke, et al., 2007). Menurut Katzung (2001), asam risinoleat hasil hidrolisis castor oil, merupakan iritan lokal yang dapat meningkatkan motilitas usus. Mula kerjanya cepat dan berlangsung terus sampai senyawa ini diekskresi melalui kolon. Dosis oleum ricini adalah 2 sampai 3 sendok makan (15 sampai 30 ml), diberikan sewaktu perut kosong. Efeknya timbul 1 sampai 6 jam setelah pemberian, berupa pengeluaran buang air besar berbentuk encer (Anwar, 2000).
2.7 Metode-metode Pengujian Antidiare Ada 3 metode yang biasa digunakan untuk pengujian antidiare, yaitu (Vogel, 2002) : 1. Metode margens (pengamatan lintas norit) Sampel dan norit diberikan pada hewan uji yang telah dibuat diare. Kemudian dalam rentang waktu tertentu hewan dikorbankan, diukur panjang usus keseluruhan. Hitung persentase lintasan norit dengan cara membandingkan panjang lintasan norit dengan panjang usus. Jika persentase yang didapat lebih
20
Universitas Sumatera Utara
kecil dari kontrol bahwa dapat disimpulkan bahwa sampel uji memiliki efek antidiare. 2. Metode pola defekasi Pada metode ini diamati frekuensi buang air besar, konsistensi feses, massa feses dan waktu terjadinya diare. Semuanya diamati dalam jangka waktu tertentu. Jika frekuensi buang air besar lebih kecil, konsistensi feses lebih padat, massa feses lebih banyak dan waktu diare lebih lama dibandingkan kontrol, maka dapat disimpulkan bahwa yang diuji memiliki efek sebaga anti diare. 3. Secara in vitro Metode ini digunakan untuk melihat apakah sampel uji dapat membunuh mikroorganisme penyebab diare. Bisa dilakukan dengan metode cakram atau tabung. Sampel uji dioleskan pada media yang sudah ditanami mikroba. Jika terlihat adanya hambatan mikroba uji, maka disimpulkan bahwa sampel uji memiliki efek antidiare dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba penyebab diare.
21
Universitas Sumatera Utara