BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pantai Pantai (shores) adalah daerah yang berada di tepi perairan (laut atau danau) yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi dan surut terendah. Daerah pantai adalah suatu pesisir beserta perairannya dimana daerah tersebut masih dipengaruhi aktivitas darat atau laut. Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih dipengaruhi oleh pasang surut, angin laut dan perembesan air laut. Garis pantai adalah garis pertemuan antara daerah darat dan air laut, dimana letaknya tidak tetap dan dapat berpindah-pindah sewaktu-waktu sesuai dengan pasang-surut air laut dan erosi-akresi pantai yang terjadi. Terminologi umum pantai menurut Coastal Engineering Research Center (CERC, 1984) dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Terminologi umum pantai (CERC, 1984) Daerah dari laut lepas ke gelombang pecah disebut offshore, kemudian daerah ke arah pantai dibedakan atas tiga yaitu inshore, foreshore
dan backshore.
Breaker zone adalah daerah dimana kondisi gelombang mengalami ketidakstabilan dan kemudian pecah. Surf zone adalah daerah antara bagian dalam dari gelombang pecah dan batas naik-turunnya gelombang di pantai. Pantai yang landai mempunyai surf zone yang lebar. Swash zone adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai (Triatmodjo, 1999). 2.1.1 Bentuk Pantai Penyesuaian bentuk pantai merupakan tanggapan yang dinamis alami pantai terhadap laut. Proses dinamis pantai sangat dipengaruhi oleh littoral transport, yang didefinisikan sebagai gerak sedimen di daerah dekat pantai (nearshore zone) oleh gelombang dan arus. Littoral transport dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu transpor sepanjang pantai (longshore transport) dan transpor tegak lurus pantai (onshore-offshore transport). Material pasir yang ditranspor disebut dengan littoral drift. Transpor tegak lurus pantai terutama ditentukan oleh kemiringan gelombang, ukuran sedimen dan kemiringan pantai. Pada umumnya gelombang dengan kemiringan besar menggerakkan material ke arah laut (abrasi) dan gelombang kecil dengan periode panjang menggerakkan material ke arah darat (akresi).
Gambar 2.2 Proses pembentukan pantai (Triatmodjo, 1999) Bentuk profil pantai sangat dipengaruhi oleh serangan gelombang, sifatsifat sedimen seperti rapat massa dan tahanan terhadap erosi, ukuran dan bentuk partikel, kondisi gelombang dan arus, serta bathimetri pantai. Pantai bisa terbentuk dari material dasar berupa lumpur, pasir, atau kerikil (gravel). Kemiringan dasar pantai tergantung pada bentuk dan ukuran material dasar. Pada pantai kerikil kemiringan pantai bisa mencapai 1:4, pantai pasir mempunyai kemiringan 1:20-1:50 dan untuk pantai berlumpur mempunyai kemiringan sangat kecil mencapai 1: 5000.
Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai dimana terdapat banyak muara sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar ke laut. Selain itu kondisi gelombang di pantai tersebut relatif tenang sehingga tidak mampu membawa sedimen tersebut ke perairan dalam laut lepas. 2.1.2 Sifat-Sifat Sedimen Pantai Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang dibawa oleh sungai dan / atau dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai. Sifat-sifat tersebut adalah ukuran partikel dan distribusi butir sedimen, rapat massa, bentuk, kecepatan endap, tahanan terhadap erosi. 1. Ukuran Partikel Sedimen Sedimen pantai diklasifikasikan berdasarkan ukuran butir menjadi lempung, lumpur, pasir, kerikil, koral (pebble) dan batu (boulder). Ukuran butir median D50 adalah paling banyak digunakan untuk ukuran butir basir. D50 adalah ukuran butir dimana 50% dari berat sampel. 2. Rapat Massa, Berat Jenis dan Rapat Relatif Rapat massa ρ adalah massa tiap satuan volume, sedang berat jenis γ adalah berat tiap satuan volume. Terhadap hubungan antar berat jenis dan rapat massa, yang membentuk γ = ρ g. Rapat massa atau berat jenis sedimen merupakan fungsi dari komposisi mineral. Rapat relatif adalah perbandingan antara rapat massa suatu zat dengan rapat massa air pada 4o. Rapat massa air pada temperatur tersebut adalah 1000 kg/m3 dan rapat relatif pasir adalah sekitar 2,65. 3. Kecepatan Endap Untuk sedimen non kohesif kecepatan endap tergantung pada rapat massa sedimen dan air, viskositas air, dimensi dan bentuk partikel sedimen.
2.1.3 Transpor Sedimen Pantai Transpor sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya. Transpor sedimen dibedakan menjadi 2 macam yaitu : transpor menuju dan meninggalkan pantai (onshore-offshore transport) yang mempunyai arah rata-rata tegak lurus garis pantai, sedangkan transpor sepanjang pantai (longshore transport) mempunyai arah rata-rata sejajar pantai. Sifat-sifat sedimen pantai dapat mempengaruhi laju transpor sedimen di sepanjang pantai. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju sedimen antara lain : a. Karakteristik material sedimen (distribusi dan gradasi butir, kohesifitas faktor bentuk, ukuran, rapat massa dan sebagainya) b. Karakteristik gelombang dan arus (arah dan kecepatan angin, posisi pembangkitan gelombang, pasang surut dan kondisi topografi pantai yang bersangkutan) Transpor sedimen sepanjang pantai, terbagi dalam 2 kondisi : a. Transpor sedimen dasar, yaitu angkutan sedimen dimana bahan sedimen bergerak menggelinding, menggeser atau meloncat di dasar atau dekat sekali di atas dasar. b. Transpor sedimen suspensi, yaitu angkutan sedimen yang terjadi ketika bahana sedimen yang telah terangkat terbawa bersama – sama dengan massa air yang bergerak dan selalu terjaga di atas dasar oleh turbulensi air. Meskipun pada kenyataannya sangat sulit diketahui kapan transport sedimen dasar berakhir dan mulai disebut sebagai transpor sedimen suspensi, namun
pengertian akan adanya mekanisme tersebut perlu diperhatikan untuk memahami sifat – sifat angkutan sedimen di pantai dalam hubungannya dengan permulaan gerak sedimen. Pada umumnya, di daerah pantai transpor sedimen dasar lebih besar dari pada transpor sedimen susupensi. Pada dasarnya terdapat 4 metode dasar dalam memperkirakan transport sedimen sepanjang pantai : a. Mengukur debit sedimen di lokasi yang ditinjau, cara ini adalah cara terbaik untuk memperkirakan transpor sedimen sepanjang pantai. b. Menghitung berdasarkan data yang memperlihatkan perubahan historis topografi daerah pantai yang bersangkutan. Beberapa indikatornya adalah : perubahan garis pantai, pola pendangkalan dan laju pengendapan pada inlet dan endapan di sekitar groin atau jetty. c. Menggunakan kurva / rumus empiris yang menghubungkan komponen sepanjang pantai dari fluks energi gelombang (Wafe Energy Flux) dengan laju angkutan sedimen sejajar pantai, sehingga diperoleh data gelombang lokal. Cara ini digunakan apabila 2 cara di atas tidak dapat diterapkan. d. Metode empiris berdasarkan pada tinggi gelombang pecah rerata tahunan dapat digunakan untuk memperkirakan transpor sedimen sepanjang pantai apabila ketiga metode di atas tidak bisa diterapkan. 2.2
Gelombang Laut Deskripsi tentang sebuah gelombang hingga kini masih belum jelas dan
akurat, oleh karena permukaan laut merupakan suatu bidang yang kompleks dengan pola yang selalu berubah dan tidak stabil (Garrison, 1993). Gelombang merupakan fenomena alam naik dan turunnya air secara periodik dan dapat
dijumpai di semua tempat di seluruh dunia. Gross (1993) mendefenisikan gelombang sebagai gangguan yang terjadi di permukaan air. Sedangkan Sverdrup at al, (1946) mendefenisikan gelombang sebagai sesuatu yang terjadi secara periodik terutama gelombang yang disebabkan oleh adanya peristiwa pasang surut. 2.2.1 Bentuk, Sifat dan Karakteristik Gelombang Laut Massa air permukaan selalu dalam keadaan bergerak, gerakan ini terutama ditimbulkan oleh kekuatan angin yang bertiup melintasi permukaan air dan menghasilkan energi gelombang dan arus. Bentuk gelombang yang dihasilkan cenderung tidak menentu dan tergantung pada beberapa sifat gelombang, periode dan tinggi dimana gelombang tersebut dibentuk, gelombang jenis ini disebut “Sea”. Gelombang yang terbentuk akan bergerak ke luar menjauhi pusat asal gelombang dan merambat ke segala arah, serta melepaskan energinya ke pantai dalam bentuk hempasan gelombang. Rambatan gelombang ini dapat menempuh jarak ribuan kilometer sebelum mencapai suatu pantai, jenis gelombang ini disebut “Swell”. Gelombang mempunyai ukuran yang bervariasi mulai dari riak dengan ketinggian beberapa centimeter sampai pada gelombang badai yang dapat mencapai ketinggian 30 m. Selain oleh angin, gelombang dapat juga ditimbulkan oleh adanya gempa bumi, letusan gunung berapi dan longsor bawah air yang menimbulkan gelombang yang bersifat merusak (Tsunami) serta oleh daya tarik bulan dan bumi yang menghasilkan gelombang tetap yang dikenal sebagai gelombang pasang surut.
Sebuah gelombang terdiri dari beberapa bagian antara lain: a. Puncak gelombang (Crest) adalah titik tertinggi dari sebuah gelombang. b. Lembah gelombang (Trough) adalah titik terendah gelombang, diantara dua puncak gelombang. c. Panjang gelombang (Wave length) adalah jarak mendatar antara dua puncak gelombang atau antara dua lembah gelombang. d. Tinggi gelombang (Wave height) adalah jarak tegak antara puncak dan lembah gelombang. e. Periode gelombang (Wave period) adalah waktu yang diperlukan oleh dua puncak gelombang yang berurutan untuk melalui satu titik. Menurut Nontji (1987) antara panjang dan tinggi gelombang tidak ada satu hubungan yang pasti akan tetapi gelombang mempunyai jarak antar dua puncak gelombang yang makin jauh akan mempunyai kemungkinan mencapai gelombang yang semakin tinggi. Pond and Pickard (1983) mengklasifikasikan gelombang berdasarkan periodenya, seperti yang disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1. Klasifikasi gelombang berdasarkan periode Periode
Panjang Gelombang
Jenis Gelombang
0 – 0,2 Detik
Beberapa centimeter
Riak (Riplles)
0,2 – 0,9 Detik
Mencapai 130 meter
Gelombang angin
0,9 -15 Detik
Beberapa ratus meter
Gelombang besar (Swell)
15 – 30 Detik
Ribuan meter
Long Swell
0,5 menit – 1 jam
Ribuan kilometer
5, 12, 25 jam
Beberapa kilometer
Gelombang dengan periode yang panjang (termasuk Tsunami) Pasang surut
Bhat (1978), Garisson (1993) dan Gross (1993) mengemukakan bahwa ada empat bentuk besaran yang berkaitan dengan gelombang, yakni : a. Amplitudo gelombang (A) adalah jarak antara puncak gelombang dengan permukaan rata-rata air. b. Frekuensi gelombang (f) adalah sejumlah besar gelombang yang melintasi suatu titik dalam suatu waktu tertentu (biasanya didefenisikan dalam satuan detik). c. Kecepatan gelombang (C) adalah jarak yang ditempuh gelombang dalam satu satuan waktu tertentu. d. Kemiringan gelombang (H/L) adalah perbandingan antara tinggi gelombang dengan panjang gelombang. 2.2.2 Faktor-faktor Pembentuk Gelombang dan Jenis-jenis Gelombang Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung dari sumber pembangkitnya. 1. Gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang berhembus di permukaan laut disebut gelombang angin. Angin yang bertiup di atas permukaan laut merupakan pembangkit utama gelombang. Bentuk gelombang yang dihasilkan cenderung tidak menentu dan bergantung pada beberapa sifat gelombang periode dan tinggi dimana gelombang dibentuk. 2. Gelombang pasang surut adalah gelombang yang ditimbulkan akibat gaya tarik benda-benda langit seperti matahari dan bulan. Pasang surut atau pasang naik mempunyai bentuk yang sangat kompleks sebab dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti hubungan pergerakan bulan dengan katulistiwa bumi, pergantian tempat antara bulan dan matahari dalam
kedudukannya terhadap bumi, distribusi air yang tidak merata pada permukaan bumi dan ketidak teraturan konfigurasi kolom samudera. 3. Ada juga gelombang yang diakibatkan kapal yang bergerak, gempa atau letusan gunung berapi di dalam laut dan sebagainya. Diantara macam-macam gelombang di atas, gelombang angin laut dan gelombang pasang surut merupakan salah satu faktor utama dalam perencanaan desain bangunan-bangunan pantai seperti dermaga, groin, jetty, sea wall dan sebagainya. Gelombang yang sering tejadi di tepi pantai umumnya gelombang yang dibangkitkan oleh angin. Secara periodik, gelombang yang terjadi juga disebabkan oleh pasang surut, kemudian ada juga gelombang yang disebabkan oleh adanya aktivitas vulkanis seperti letusan gunung api bawah laut, maupun adanya peristiwa patahan atau pergeseran lempengan samudera (aktivitas tektonik), yang dikenal dengan gelombang tsunami. Pada umumnya bentuk gelombang sangat komplek dan sulit digambarkan secara matematis karena ketidaklinierannya, tiga dimensi dan bentuknya yang random (Triatmodjo, 1999). Ada beberapa teori dengan berbagai tingkat kekomplekannya dan ketelitian untuk menggambarkan fenomena gelombang di alam, diantaranya adalah teori airy, teori Stokes, teori Gerstner, teori Mich, teori knoidal dan teori tunggal. Teori gelombang airy adalah teori gelombang kecil, sedangkan teori yang lain adalah teori gelombang amplitudo terbatas (finite amplitude waves). Dari berbagai teori diatas, teori gelombang Airy adalah teori yang paling sederhana. Teori gelombang Airy sering disebut teori gelombang linier atau teori gelombang amplitudo kecil (Triatmodjo, 1999). Berdasarkan
kedalaman relatifnya, yaitu perbandingan antara kedalaman laut (d) dan panjang gelombang (L). maka gelombang diklasifikasikan menjadi tiga (Triatmodjo, 1999) yaitu: 1. Gelombang di laut dangkal (shallow water) d/L ≤ 1/20 tanh (2πd/L) ≈ (2πd/L) C = �gd L = T �gd 2. Gelombang di laut transisi (transitional water) 1/20 < d/L < ½ 2πd/L < tanh (2πd/L) < 1 C = [gT/2π] tanh (2πd/L) L = [gT2/2π] tanh [gT2/2π] 3. Gelombang di laut dalam (deep water) d/L ≤ 1/2 tanh (2πd/L) ≈ (2πd/L) C = C0 = �gd L = L0 = T �gd Di mana d/L = Kedalaman relative; C = Cepat rambat gelombang (m); L = Panjang gelombang (m); G = Gravitasi 9,81 m/dt2; T = Periode gelombang (dt). Pada umumnya gelombang di laut merupakan superposisi dari beberapa gelombang, baik gelombang berjalan (progresive wave) maupun gelombang tegak atau diam (standing wave). Tetapi dalam keperluan praktis, maka gelombang yang ada di laut tersebut diidealisasikan menjadi gelombang sinusoidal (gelombang yang berbentuk osilasi halus berulang) yang dapat dilihat pada Gambar 2.3.
SWL
Gambar 2.3 Gelombang yang berada pada sistem koordinat x-z (CERC, 1984)
di mana
η = elevasi muka air ; f(x,t) = H/2 cos (kx - ωt). H k L x ω T
= tinggi gelombang. = angka gelombang ; k = 2π/L. = panjang gelombang, yaitu jarak antara 2 puncak gelombang yang berurutan. = koordinat horizontal, diukur dalam arah penyebaran gelombang. = frekuensi gelombang ; ω= 2π/T. = periode gelombang, yaitu interval wktu yang dibutuhkan oleh air untuk kembali pada kududukan yang sama dengan kedudukan sebelumnya. t = waktu. y = koordinat vertikal, diukur dari muka air laut (still water level, SWL). h = kedalaman air. Hubungan panjang gelombang (L), kecepatan (celerity) gelombang (C) dan periode (T) adalah: C=L/T
(2.1)
Perlu diperhatikan, bahwa kecepatan gelombang yang telah disebutkan di atas adalah untuk gelombang yang berjalan di laut dalam. Di perairan dangkal, kedalaman air berpengaruh pada kecepatan gelombang, kecepatan gelombang dapat dinyatakan dalam persamaan : 𝑔𝑔𝑔𝑔
C=�2𝜋𝜋 tanh
2𝜋𝜋ℎ 𝐿𝐿
(2.2)
dimana percepatan gravitasi bumi g = 9,81 m𝑠𝑠 2 , L = Panjang gelombang (m) dan h = Kedalaman air (m), tanh adalah fungsi matematik yang disebut tangen hiperbolik. Jika x kecil, misalnya kurang dari 0,05 maka tanh ≈x x. Jika x lebih besar dari π, maka tanh x ≈ 1. Teori gelombang sederhana diasumsikan sebagai berikut: a. Bentuk gelombang adalah sinusoidal. b. Amplitudo gelombang sangat kecil dibanding dengan panjang gelombang dan kedalaman air. c. Viskositas dan tegangan permukaan diabaikan. d. Gaya koriolis dan vortisitas, yang keduanya bergantung pada rotasi bumi dapat diabaikan. e. Kedalaman air seragam dan dasar air tidak ada benjolan-benjolan. f.
Gelombang tidak didefleksi oleh daratan atau penghalang yang lain.
Di lapangan, prediksi dengan menggunakan model gelombang permukaan yang sederhana cukup mendekati perilaku gelombang yang dibangkitkan oleh angin.
2.2.3 Pergerakan Gelombang Laut Berdasarkan kedalamannya, gelombang yang bergerak mendekati pantai dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu gelombang laut dalam dan gelombang permukaan. Gelombang laut dalam merupakan gelombang yang dibentuk dan dibangun dari bawah ke permukaan. Sedangkan gelombang permukaan merupakan gelombang yang terjadi antara batas dua media seperti batas air dan udara (Ippen, 1996 dan McLellan, 1975 dalam Tarigan, 1987).
Gelombang permukaan terjadi karena adanya pengaruh angin. Peristiwa ini merupakan peristiwa pemindahan energi angin menjadi energi gelombang di permukaan laut dan gelombang ini sendiri akan meneruskan energinya ke molekul air. Gelombang akan menimbulkan riak dipermukaan air dan akhirnya dapat berubah menjadi gelombang yang besar. Gelombang yang bergerak dari zona laut lepas hingga tiba di zona dekat pantai (nearshore beach) akan melewati beberapa zona gelombang yaitu : zona laut dalam (deep water zone), zona refraksi (refraction zone), zona pecah gelombang (surf zone)
dan zona pangadukan
gelombang (swash zone) (Dyer,1978). Uraian rinci dari pernyataan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut : Gelombang mula-mula terbentuk di daerah pembangkit (generated area) selanjutnya gelombang-gelombang tersebut akan bergerak pada zona laut dalam dengan panjang dan periode yang relatif pendek. Setelah masuk ke badan parairan dangkal, gelombang akan mengalami refraksi (pembelokan arah) akibat topografi dasar laut yang menanjak sehingga sebagian kecepatan gelombang menjadi berkurang periodenya semakin lama dan tingginya semakin bertambah, gelombang kemudian akan pecah pada zona surf dengan melepaskan sejumlah energinya dan naik kepantai (swash) dan setelah beberapa waktu kemudian gelombang akan kembali turun (backswash) yang kecepatannya bergantung pada kemiringan pantai atau slope. Pantai dengan slope yang tinggi akan lebih cepat memantulkan gelombang, sedangkan pantai dengan slope yang kecil pemantulan gelombangnya relatif lambat. Kennet (1982) membagi zona gelombang atas tiga bagian, yaitu zona pecah gelombang (breaker zone), zona surf (surf zone) dan zona swash (swash zone).
Pada zona surf, terjadi angkutan sedimen karena arus sepanjang pantai terjadi dengan baik. Pada kedalaman dimana gelombang tidak menyelesaikan orbitalnya, gelombang akan semakin tinggi dan curam dan akibatnya mulai pecah (Kennet, 1982). Sebuah gelombang akan pecah bila perbandingan antara kedalaman perairan dan tinggi gelombang adalah 1,28 (Yuwono, 1986) atau bila perbandingan antara tinggi gelombang dan panjang gelombang melampaui 1 : 7 (Gross, 1993). Saat pecah gelombang akan mengalami perubahan bentuk. Dyer (1978) membedakannya kedalam tiga bentuk empasan (tipe breaker), sementara Galvin (1966) mengklasifikasikan tipe hempasan gelombang yaitu : tipe plunging, spilling, surging dan collapsing a. Plunging, terjadi karena seluruh puncak gelombang melewati kecepatan gelombang, tipe hempasan ini berbentuk cembung kebelakang dan cekung kearah depan. Gelombang ini sering timbul dari hempasan pada periode yang lama dari suatu gelombang yang besar dan biasanya terjadi pada dasar pantai yang hampir lebih miring dibandingkan pada tipe Spilling. Walaupun sangat menarik, namun umumnya gelombang ini tidak terjadi lama dan juga tidak baik untuk berselancar. Bahkan tipe hempasan ini mampu menimbulkan kehancuran yang cukup hebat. b. Spilling, terjadi dimana gelombang sudah pecah sebelum tiba di depan pantai. Gelombang ini lebih sering terjadi, dimana kemiringan dasarnya lebih kecil sekali, oleh karena itu reaksinya lebih lambat, sangat lama dan biasanya digunakan untuk berselancar.
c. Surging, adalah tipe hempasan dimana gelombang pecah tepat di tepi pantai. Tipe hempasan ini sangat mempengaruhi lebarnya zona surf suatu perairan karena jenis gelombang yang pecah tepat di tepi pantai akan mengakibatkan semakin sempitnya zona surf. Gelombangnya lebih lemah saat mencapai pantai dengan dasar yang lebih curam dan kemudian gelombang akan pecah tepat pada tepi pantai (Gross, 1993). d. Collapsing, merupakan gelombang yang pecah setengah dari biasanya. Saat pecah gelombang tersebut tidak naik ke darat, terdapat buih dan terjadi pada pantai yang sangat curam (Galvin, 1968). Apabila memperhatikan gelombang di laut akan mendapat suatu kesan seolah-olah gelombang tersebut bergerak secara horizontal dari suatu tempat ke tempat lain. Tetapi kenyataanya tidaklah demikian karena suatu gelombang akan membentuk gerakan maju melintasi permukaan air. Di sana hanya terjadi gerakan kecil kearah depan dari massa air itu sendiri. Hal ini akan semakin mudah dipahami apabila meletakan sepotong gabus diantara gelombang-gelombang di laut. Potongan gabus akan tampak timbul tenggelam sesuai dengan gerakan berturut-turut, dari puncak dan lembah gelombang yang lebih atau kurang tinggi pada tempat yang sama. Gerakan partikel ini dalam gelombang sama dengan gerakan potongan gabus walaupun dari pengamatan yang lebih teliti menunjukan bahwa ternyata gerakan ini lebih kompleks dari hanya sekedar gerakan naik turun. Gerakan ini adalah gerakan yang membentuk sebuah lingkaran bulat dimana gabus dan partikel-partikel yang lain diangkut ke atas dan membentuk setengah lingkaran dan gerakan ini akan terus berlanjut sampai pada tempat yang tinggi yang
merupakan puncak gelombang. Benda-benda ini kemudian dibawa dan membentuk lingkaran penuh melewati tempat paling bawah yaitu lembah gelombang (Pond and Picard, 1978). Semua fenomena yang di alami gelombang pada hakekatnya berhubungan erat dengan topografi dasar laut (sea bottom topography).
2.2.4 Parameter Gelombang Laut yang Disebabkan Oleh Angin Gelombang angin dibangkitkan oleh angin. Angin yang berhembus di atas pemukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin menimbulkan riak kecil di atas permukaan air. Bila kecepatan angin bertambah, riak tersebut semakin besar dan begitu sebaliknya. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus maka semakin besar gelombang yang terbentuk. Angin yang bertiup di atas permukaan laut merupakan pembangkit utama gelombang. Bentuk gelombang yang dihasilkan cenderung tidak menentu dan bergantung pada beberapa sifat gelombang periode dan tinggi dimana gelombang dibentuk. Gelombang seperti ini disebut Sea. Bentuk gelombang lain yang disebabkan oleh angin adalah gelombang yang bergerak dengan jarak yang sangat jauh sehingga semakin jauh meninggalkan daerah pembangkitnya gelombang ini tidak lagi dipengaruhi oleh angin. Gelombang ini akan lebih teratur dan jarak yang ditempuh selama pergerakannya dapat mencapai ribuan mil. Jenis gelombang ini disebut Swell. Tinggi gelombang rata-rata yang dihasilkan oleh angin merupakan fungsi dari kecepatan angin, waktu dimana angin bertiup dan jarak dimana angin bertiup tanpa rintangan. Umumnya semakin kencang angin bertiup semakin besar gelombang yang terbentuk dan pergerakan gelombang mempunyai kecepatan
yang tinggi sesuai dengan panjang gelombang yang besar. Gelombang yang terbentuk dengan cara ini umumnya mempunyai puncak yang kurang curam jika dibandingkan dengan tipe gelombang yang dibangkitkan dengan angin yang berkecepan kecil atau lemah. Saat angin mulai bertiup, tinggi gelombang, kecepatan, panjang gelombang seluruhnya cenderung berkembang dan meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu peniupan berlangsung (Hutabarat dan Evans, 1984). Jarak tanpa rintangan dimana angin bertiup merupakan fetch yang sangat penting untuk digambarkan dengan membandingkan gelombang yang terbentuk pada kolom air yang relatif lebih kecil seperti danau (di darat) dengan yang terbentuk di lautan bebas, (Pond and Picard, 1978). Gelombang yang terbentuk di danau dengan fetch yang relatif kecil dengan hanya mempunyai beberapa centimeter sedangkan yang terbentuk di laut bebas dimana dengan fetch yang lebih sering mempunyai panjang gelombang sampai ratusan meter. Kompleksnya gelombang-gelombang ini sangat sulit untuk dijelaskan tanpa membuat pengukuran-pengukuran yang lebih akurat dan kurang berguna bagi nelayan atau pelaut. Sebagai gantinya mereka membuat suatu cara yang lebih sederhana untuk mengetahui gelombang yaitu dengan menggunakan suatu daftar skala gelombang yang dikenal dengan Skala Beaufort untuk memberikan keterangan tentang kondisi gelombang yang terjadi di laut dalam hubungannya dengan kecepatan angin yang sementara berhembus (Hutabarat dan Evans, 1984). Bentuk
gelombang
acak
sangat
kompleks
sehingga
diperlukan
penyederhanaan dengan idealisasi. Idealisasi yang sering dipakai adalah
penyederhanaan ke dalam gelombang harmonik (sinusoidal), dimana gelombang ini dapat mewakili gelombang acak tersebut. Gelombang harmonik ini dinamakan dengan gelombang signifikan (significant wave) dengan periodenya disimbolkan dengan Ts dan tingginya dengan Hs. Biasanya tinggi dan periode gelombang signifikan yang digunakan adalah T33 dan H33. Pembangkitan gelombang oleh angin didasarkan pada data angin, panjang fetch efektif dan batimetri. 2.2.4.1 Data angin Data angin digunakan untuk meramalkan gelombang yang tejadi di permukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data tersebut diperoleh dari pengukuran langsung di atas permukaan laut (dengan kapal) atau pengukuran di darat (dekat lokasi peramalan). Kecepatan angin diukur oleh anemometer (satuan knot, 1 knot = 0,5148 m/s). Hasil dari persentase arah tiupan angin yang dominan akan digunakan untuk perencanaan gelombang. Data angin yang di peroleh adalah data angin dari pengukuran di darat, oleh karena itu data ini harus di transfer menjadi data angin laut sehingga dapat digunakan sebagai analisis prediksi gelombang. Rumus yang akan digunakan sebagai berikut (CERC, 1984): UL Uw UA
= 0,86 x (U10) , untuk Z < 10 m = RL . [U10]L = 0,71 . Uw1,23
Dimana : [U10] L = kecepatan angin pada ketinggian 10 m di atas tanah (knot); Uz = kecepatan angin yang di ukur pada elevasi Z m di atas tanah (knot); Z = ketinggian alat ukur di atas tanah (m); Uw = kecepatan angin di laut (m/det); UA = kecepatan seret angin (m/det); RL = hubungan kecepatan angin laut dan angin darat.
(2.3) (2.4) (2.5)
Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut menjadi semakin besar. Dan apabila angin berhembus terus pada akhirnya akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk (Triatmodjo, 1999). Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi oleh kecepatan angin (U), lama hembusan angin (D), fetch (F) dan arah angin. Pada umumnya pengukuran angin dilakukan di daratan, sedangkan di dalam rumusrumus pembangkitan gelombang, data angin yang digunakan adalah yang ada di atas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi data angin di atas daratan (yang terdekat dengan lokasi studi) ke data angin di atas permukaan laut (Triatmodjo, 1999). Hubungan antara angin di atas laut dan angin di atas daratan terdekat diberikan oleh persamaan berikut: RL = di mana UL Uw RL
𝑈𝑈𝑊𝑊 𝑈𝑈𝐿𝐿
= Kecepatan angin yang diukur di darat (m/dt); = Kecepatan angin di laut (m/dt); = Nilai koreksi hubungan kecepatan angin di darat dan dilaut.
(2.6)
UL
Gambar 2.4 Hubungan kecepatan angin di laut dan di darat (CERC, 1984) Nilai UA dan fetch digunakan untuk menghitung besarnya gelombang dan periode gelombang yang terjadi. Peramalan gelombang yang ditentukan dengan menggunakan Grafik Peramalan Gelombang sebagai berikut:
Gambar 2.5 Grafik peramalan gelombang (CERC, 1984)
2.2.4.2 Fetch Fetch merupakan panjang keseluruhan suatu daerah pembangkit gelombang yang dipengaruhi oleh angin yang berhembus dengan kecepatan dan arah yang konstan. Arah angin masih dianggap konstan apabila perubahannya tidak sampai 150. sedangkan kecepatan angin masih dianggap konstan apabila perubahannya tidak lebih dari 5 knot (2,5 m/dt) (Triatmodjo, 1999). Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh bentuk daratan yang mengelilingi laut. Di daerah pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin (fetch rerata efektif). Berdasarkan kecepatan angin, lama angin berhembus dan panjang fetch dapat dilakukan peramalan tinggi gelombang signifikan dan periode gelombang signifikan dengan menggunakan rumus . Fetch rata-rata efektif diberikan pada persamaan: Feff =
Σ𝑋𝑋 𝑖𝑖 cos 𝛼𝛼 Σ cos 𝛼𝛼
(2.7)
di mana Feff = fetch rata-rata efektif. Xi = panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch. α = deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 6o sampai sudut sebesar 42o pada kedua sisi dari arah angin. Gelombang Signifikan adalah gelombang individu (individual wave) yang dapat mewakili suatu spektrum gelombang (Triatmodjo, 1999:131). Gelombang yang terjadi di alam tidaklah teratur (acak) dan sangat kompleks, dimana masing-
masing gelombang di dalam suatu spectrum (deretan) gelombang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Di dalam kita mempelajari gelombang, kita beranggapan bahwa gelombang itu teratur dan sama karakteristiknya. Asumsi ini hanya untuk memudahkan kita untuk dapat mempelajari karakteristiknya. Maka dari itu gelombang alam harus dianalisis secara statistik (Triatmodjo, 1999). Analisis statistik gelombang diperlukan untuk mendapatkan beberapa karakteristik gelombang (Triatmodjo, 1999), yaitu: 1. Gelombang representatif (gelombang signifikan) 2. Probabilitas kejadian gelombang 3. Gelombang ekstrim 2.2.4.2 Batimetri Batimetri adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontur (contour lines) yang disebut kontur kedalaman (depth contours atau isobath) dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan. Batimetri merupakan unsur serapan yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kedalaman laut. Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Teknik-teknik awal batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi kapal. Survey batimetri dimaksudkan untuk mendapatkan data kedalaman dan konfigurasi/ topografi dasar laut, termasuk lokasi dan luasan obyek-obyek dasar laut.
2.2.5 Persamaan Pengatur Untuk fluida yang tidak mampu berputar (irrotional), tidak mampu mampat (incompressible) dan kecepatan ada, maka harus memenuhi persamaan:
∇ xu=0
(2.8)
di mana ∂
∂
∂
∇ = ∂x i + ∂y j +∂z k Jika 𝑢𝑢� = ∇φ , maka
𝑢𝑢� = ui + vj + wk
(2.9) (2.10)
∇ x∇φ = 0 atau dapat ditulis seperti: ∇2φ=0 Sehingga: ∂2 φ
∂2 φ
∂2 φ
∇ 2 φ = ∂x 2 + ∂y 2 + ∂z 2 = 0
(2.11)
Untuk aliran dua dimesi (2D) dalam bidang x-z persamaan menjadi: ∂2 φ
∂2 φ
∇ 2 φ = ∂x 2 + ∂z 2 = 0
(2.12)
Persamaan (2.11) atau (2.12) disebut dengan persamaan Laplace.
2.2.6
Persamaan Gelombang Linear
Persamaan gelombang linear atau gelombang amplitudo kecil dapat diturunkan dari persamaan Laplace yang dua dimensi (2D) atau persamaan (2.12) dengan kondisi batas dari persamaan tersebut adalah: 𝜕𝜕 φ
w = 𝜕𝜕𝜕𝜕 = 0
di y = -h 1 𝜕𝜕 φ
η = − 𝑔𝑔
𝜕𝜕𝜕𝜕
�y=0
(2.13)
Persamaan tersebut diselesaikan untuk mendapatkan nilai potensial kecepatan (φ). Berdasarkan nilai φ yang diperoleh tersebut, sifat-sifat gelombang seperti fluktuasi muka air, kecepatan rambat gelombang, kecepatan partikel
dan
sebagainya dapat diturunkan. Penyelesaian persamaan diferensial tersebut memberi hasil berikut ini: 𝐻𝐻𝐻𝐻 𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 ℎ 𝑘𝑘(ℎ+𝑧𝑧)
di mana
φ H g
ω k h z x t
φ = 2ω
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 ℎ 𝑘𝑘ℎ
sin (kx-ωt)
(2.14)
= potensial kecepatan. = tinggi gelombang . = percepatan gravitasi. = frekuensi sudut gelombang. = angka gelombang. = kedalaman laut. = koordinat vertikal. = koordinat horizontal. = waktu. Komponen vertikal kecepatan partikel di permukaan air yaitu w, w = ∂ η/∂t
dan nilai η diberikan pada persamaan (2.13) sehingga: 1 𝜕𝜕 2 φ
1 𝜕𝜕 φ
w = ∂η = (− 𝑔𝑔 𝜕𝜕𝑡𝑡 ) = − 𝑔𝑔 𝜕𝜕𝜕𝜕 2
(2.15)
karena v = ∂φ / ∂t, maka persamaan tersebut dapat ditulis: 𝜕𝜕 φ 𝜕𝜕𝑡𝑡
2
= − 𝑔𝑔1 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕 2φ
(2.16)
Persamaan (2.10) disubsitusikan ke persamaan (2.16), maka akan diperoleh persamaan:
ω2 = gk tanh (kh)
(2.17)
Persamaan (2.13) disebut dengan persamaan dispersi atau hubungan dispersi (dispersion relation) yang memberikan hubungan yang mungkin antara angka gelombang (k), frekuensi gelombang (ω) dan kedalaman air (h). Jika persamaan dispersi (2.17) dibagi dengan k2 diperoleh: ω2 𝑘𝑘 2
Karena ω= 2π /T dan k = 2π / L, maka:
ω 𝑘𝑘
ω 𝑘𝑘
𝑔𝑔
= 𝑘𝑘 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ 𝑘𝑘ℎ
(2.18)
2π / T
= 2π / L =
L
T
=C
Sehingga persamaan (2.18) dapat ditulis menjadi: 𝑔𝑔
C2 = 𝑘𝑘 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ 𝑘𝑘ℎ
(2.19)
Subsitusikan C = L/T dan k = 2π/k ke persamaan (2.19) diperoleh: 𝐿𝐿 2
atau:
𝑔𝑔𝑔𝑔
C2 =�𝑇𝑇 � = 2π 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ L=
𝑔𝑔𝑇𝑇 2 2π
𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ
2πℎ 𝐿𝐿
2πℎ 𝐿𝐿
(2.20)
(2.21)
Gambar 2.6. Kedalaman relatif dan asimtot-asimtot terhadap fungsi hiperbolik (Dean dan Dalrympel, 2000) 2.2.7
Klasifikasi Gelombang
Gelombang
diklasifikasikan
berdasarkan
kedalaman
relatif,
yaitu
perbandingan kedalaman air dibagi panjang gelombang (h/L) dan nilai batas tanh (2πh/L). Tabel 2.2 Klasifikasi Gelombang Berdasarkan Kedalaman Relatif Klasifikasi Gelombang Laut Dalam Transisi Laut Dangkal
h/L
2πh/L
>π ¼-π <¼ Sumber: Yuwono,1982 >½ 1/20 - ½ < 1/20
(2πh/L) 1 tanh (2πh/L) 2πh/L
Pada laut dalam (h/L >>), maka tanh (2πh/L) ≈ 1, sehingga persamaan (2.21) pada laut dalam menjadi:
L=
𝑔𝑔𝑇𝑇 2 2𝜋𝜋
= Lo
(2.22)
dimana Lo adalah panjang gelombang laut dalam, maka kecepatan gelombang laut dalam Co menjadi: Co = Lo / T =
𝑔𝑔𝑔𝑔 2𝜋𝜋
(2.23)
Pada laut dangkal (h/L <<), maka tanh (2πh/L) ≈ 2πh/L, sehingga persamaan (2.22) pada laut dalam menjadi: L= atau
𝑔𝑔𝑇𝑇 2 2πℎ 2π
𝐿𝐿
=
𝑔𝑔𝑇𝑇 2 ℎ
L2/T2 = gh
𝐿𝐿
(2.24)
(2.25)
karena C = L/T maka persamaan (2.25) dapat ditulis:
atau:
C = �𝑔𝑔ℎ
(2.26)
L = CT =�𝑔𝑔ℎ T
(2.27)
2.2.8 Transformasi Gelombang Dalam proses menuju tepian pantai, gelombang mengalami beberapa proses perubahan tinggi gelombang. Diantaranya proses pendangkalan (wave shoaling), proses refraksi (refraction), proses difraksi (difraction), atau proses pantulan (reflection) sebelum gelombang itu pecah (wave breaking) (Widi, 1997). Proses pendangkalan adalah proses berkurangnya ketinggian gelombang akibat adanya perubahan kedalaman. Hal ini juga berakibat kepada berkurangnya kecepatan gelombang sehingga puncak gelombang yang ada si air dangkal bergerak lebih lambat dibandingkan dengan puncak gelombang yang berada di perairan dalam. Proses refraksi adalah proses berubahnya arah gerak puncak gelombang yang
mengikuti bentuk kontur kedalalaman laut. Shoaling dan refraksi sama-sama disebabkan oleh pendangkalan kedalaman. Sedangkan difraksi adalah proses pembelokan arah gelombang akibat terhalang oleh pemecah gelombang, sehingga gelombang masuk ke dearah dibelakang penghalang tersebut. Transformasi gelombang dapat dilihat lebih jelas pada penjalaran gelombang pada laut dangkal. 2.2.8.1 Pendangkalan (shoaling) Hubungan antara tinggi gelombang dan kedalaman perairan dapat diturunkan dengan menganggap fluks energi adalah tetap di setiap titik. J E0 = J E1
(2.28)
Eo n0 C0 = E1 n1 C1 1 8
1
ρgHo2noCo = 8 ρgH12 n1C1 𝐻𝐻1
𝐻𝐻𝑜𝑜
𝑛𝑛 𝐶𝐶
= �𝑛𝑛 𝑜𝑜 𝐶𝐶𝑜𝑜
(2.29)
1 1
H/Ho = Ks, dimana Ks= Koefisien Shoaling, maka: 𝐻𝐻
𝑛𝑛 𝑜𝑜 𝐶𝐶𝑜𝑜
Ks = 𝐻𝐻 = � 𝑜𝑜
n = 0,5 �1 +
(2.30)
𝑛𝑛𝑛𝑛
2𝑘𝑘ℎ
�
𝐻𝐻𝑜𝑜 sinh (2𝑘𝑘ℎ)
no = 0,5
(2.31)
Jika k adalah angka gelombang atau k=2ω/L dan nilai persamaan n dimasukkan, koefisien shoaling (Ks) dapat ditulis dalam persamaan: Ks =�
1
2𝑘𝑘ℎ � sinh 2 𝑘𝑘ℎ
tanh 𝑘𝑘ℎ �1+
(2.32)
Persamaan (2.32) menunjukkan bahwa koefisien shoaling adalah murni fungsi kh atau h/L. Dimana kondisi untuk perairan yang dangkal (C=�𝑔𝑔ℎ) dan n=1, Persamaan Ks menjadi:
Ks =�
𝐶𝐶
2�𝑔𝑔ℎ
𝐿𝐿
1/4
0 = �8𝑛𝑛ℎ �
4
𝐿𝐿
= 0.4464 � ℎ0
(2.33)
2.2.8.2 Refraksi Gelombang Refraksi terjadi bila penjalaran gelombang dari perairan yang lebih dalam ke lebih dangkal tidak tegak lurus garis kontur. Selain adanya perubahan kedalaman air, peristiwa refraksi gelombang juga diakibatkan oleh adanya perbedaan kecepatan gelombang yang biasanya disertai juga dengan perubahan panjang gelombang yang mengecil. Gambar 2.7 menunjukkan pola refraksi yang terjadi pada sebuah pulau kecil di lautan di mana pola refraksi tersebut digambarkan oleh garis puncak gelombang (wave crest) dan sinar gelombang (wave ray).
Garis Gelombang
Puncak gelombang
Kontur kedalaman
Gambar 2.7 Peristiwa refraksi gelombang (Triatmodjo, 1999) Pada kontur ideal (garis kontur sejajar dengan garis pantai), berdasarkan gambar 2.8 berlaku Hukum Snellius.
di mana
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝛼𝛼 1 𝑐𝑐1
=
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝛼𝛼 2 𝑐𝑐2
(2.34)
α1 = sudut datang antara garis puncak gelombang dengan kontur dasar dimana gelombang melintas. α2 = sudut datang yang sama diukur saat garis puncak gelombang melintasi kontur dasar. C1 = kecepatan gelombang pada kedalaman di kontur awal. C2 = kecepatan gelombang pada kedalaman di kontur berikutnya.
Gambar 2.8 Garis refraksi yang melewati garis kontur sejajar pantai (Sorensen. 1978) Penentuan tinggi gelombang di suatu lokasi perairan dangkal menggunakan rumus: H = Ho Ks Kr 𝐵𝐵
H Ho Ks Kr B1
𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐
Kr = �𝐵𝐵1 = �𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐 1 2
di mana
(2.35)
2
(2.36)
= tinggi gelombang di perairan lokal. = tinggi gelombang pada laut dalam. = koefisien pendangkalan (shoaling coefficient). = koefisien refraksi (refraction coefficient). = jarak ortogonal antara dua lintasan gelombang sebelum gelombang melintasi kontur dasar.
B2
= jarak ortogonal antara dua lintasan gelombang sesudah gelombang melintasi kontur dasar.
Tetapi secara umum , kontur lepas pantai tidak teratur dan bervariasi sepanjang pantai dan perubahan garis kontur kedalaman atau batimetri berlangsung secara kontinu, tetapi untuk mempermudah perhitungan refraksi, batimetri dapat di‘diskret’kan atau dibuat tidak kontinu, yaitu dapat dilihat pada gambar 2.9
Gambar 2.9 Batimetri kontinu dan ‘diskret’ Koefisien refraksi juga dapat dicari dengan menggunakan diagram refraksi, ada dua metode yang dapat digunakan yaitu: 1. Metode ortogonal gelombang. Metode orthogonal dikemukakan oleh Arthur (1952). Teori ini berdasarkan snell’s law (Gambar 2.7). 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎1
di mana
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑎𝑎2
𝐶𝐶1
𝐿𝐿1
= 𝐶𝐶2 = 𝐿𝐿2
α1 dan α2 = sudut antara garis kedalaman dengan puncak gelombang C1 dan C2 = kecepatan jalar gelombang pada tempat yang ditinjau L1 dan L2 = panjang gelombang b1 dan b2 = jarak antara wave ray
(2.37)
Bila Persamaan (2.37) diterapkan pada suatu pantai dengan kedalaman garis paralel maka: 𝐿𝐿0
𝐿𝐿
sin 𝑎𝑎 0 𝑏𝑏0
𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑎𝑎 0 𝑏𝑏
= sin 1𝑎𝑎 = 𝑋𝑋 𝑏𝑏
1
= 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶1𝑎𝑎
1
𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑎𝑎
𝐾𝐾𝐾𝐾 = �𝑏𝑏0 = �𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑎𝑎 0 1
1
(2.38)
Perlu dicatat bahwa koefisien refraksi Kr pada dasarnya berawal dari konsep energi konservasi yang dapat dinyatakan sebagai berikut:
di mana
𝐻𝐻1 = 𝐻𝐻0 . 𝐾𝐾𝑟𝑟 . 𝐾𝐾𝑠𝑠
(2.39)
H0 dan H1 = tinggi gelombang awal dan tinggi gelombang pada lokasi tertentu Kr = koefisien refraksi Ks = koefisien shoaling Penggambaran refraksi metode orthogonal dapat dipermudah dengan cara grafis yaitu menggunakan template refraksi (SPM, 1984). 2. Metode Diagram Metode diagram yang dimaksud di sini adalah menggunakan diagram perubahan arah dan tinggi gelombang dan koefisien refraksi-shoaling (Dean dan Dalrymple, 1992) yang dapat digunakan untuk menghitung arah gelombang, koefisien refraksi dan shoaling. Namun demikian metode ini digunakan untuk kontur kedalaman yang lurus dan parallel (Dean dan Dalrymple, 1992). Input untuk metode ini adalah kedalaman awal ho, sudut gelombang αo dan periode T. Dari ketiga input tersebut dapat dihitung sudut pergi gelombang α, koefisien refraksi dan koefisien shoaling. Koefisien shoaling dan koefisien refraksi digunakan untuk menghitung tinggi gelombang.
3. Metode Grafis Panjang Gelombang Metode grafis panjang gelombang menggunakan perhitungan panjang gelombang untuk setiap kontur kedalaman yang ditinjau. Panjang gelombang yang dihitung di setiap titik pada kontur kedalaman dengan interval tertentu membentuk pola puncak gelombang (wave crest) dan sinar gelombang (wave ray) yang akan menampilkan suatu pola refraksi gelombang. Metode panjang gelombang ini menggunakan persamaan hubungan dispersi gelombang untuk mencari nilai bilangan gelombang (wave number). Nilai bilangan gelombang (k) akan digunakan untuk mencari nilai kecepatan (C). Selanjutnya nilai C digunakan untuk memperoleh nilai panjang gelombang L yang akan digambar di kertas grafik (Kamphuis, 2002). 2.2.8.3 Difraksi Gelombang Apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau, maka gelombang tersebut akan membelok di sekitar ujung rintangan dan masuk di daerah terlindung di belakangnya, seperti terlihat pada Gambar 2.9. Fenomena ini dikenal dengan difraksi gelombang. Garis puncak gelombang di belakang rintangan membelok dan mempunyai bentuk busur lingkaran dengan pusatnya pada ujung rintangan. Dianggap bahwa kedalaman air adalah konstan. Apabila tidak maka selain difraksi juga terjadi refraksi gelombang. Biasanya tinggi gelombang berkurang di sepanjang puncak gelombang menuju daerah terlindung.
Gambar 2.10 Difraksi gelombang di belakang rintangan (Triatmodjo, 1999) Pada rintangan (pemecah gelombang) tunggal, tinggi gelombang di suatu tempat di daerah terlindung tergantung pada jarak titik tersebut terhadap ujung rintangan r, sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut dengan ujung rintangan β
dan sudut antara arah penjalaran gelombang dan
rintangan θ . Perbandingan antara tinggi gelombang di titik yang terletak di daerah terlindung dan tinggi gelombang datang disebut koefisien difraksi K’. HA = K’ Hp
(2.40)
K’ = f (θ ,β ,r / L)
(2.41)
2.2.8.4 Refleksi Gelombang Gelombang datang yang mengenai / membentur suatu rintangan akan dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang penting di dalam perencanaan bangunan pantai, terutama pada bangunan pelabuhan. Refleksi gelombang di dalam pelabuhan akan menyebabkan ketidaktenangan di dalam perairan. Untuk mendapatkan ketenangan di dalam perairan, maka bangunanbangunan yang ada di pelabuhan / pantai harus dapat menyerap / menghancurkan
energi gelombang. Suatu bangunan yang mempunyai sisi miring dan terbuat dari tumpukan batu akan bisa menyerap energi gelombang lebih banyak dibanding dengan bangunan tegak dan masif. Pada bangunan vertikal, halus dan dinding tidak permeable, gelombang akan dipantulkan seluruhnya. Besar kemampuan suatu bangunan memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang refleksi Hr dan tinggi gelombang datang Hi : 𝐻𝐻𝐻𝐻
X = 𝐻𝐻𝐻𝐻
(2.42)
Koefisien refleksi bangunan diestimasi berdasarkan tes model. Koefisien refleksi berbagai tipe bangunan disajikan dalam Tabel 2.4. berikut ini : Tabel 2.3. Koefisien refleksi Tipe bangunan Dinding vertikal dengan puncak diatas air Dinding vertikal dengan puncak terendam Tumpukan batu sisi miring Tumpukan balok beton Bangunan vertikal dengan peredam energi (diberi lubang) Sumber: Triatmodjo, 1999
X 0,7 – 1,0 0,5 – 0,7 0,3 – 0,6 0,3 – 0,5 0,05 – 0,2
Dinding vertikal dan tak permeable memantulkan sebagian besar gelombang. Pada bangunan seperti itu koefisien refleksi adalah X=1 dan tinggi gelombang yang dipantulkan sama dengan tinggi gelombang datang. Gelombang di depan dinding vertikal merupakan superposisi dari kedua gelombang dengan periode, tinggi dan angka gelombang yang sama tetapi berlawanan arah. Apabila refleksi adalah sempurna X=1 maka : η = Hi cos kx cos σ t
(2.43)
2.2.5.5 Gelombang Pecah Dari rumus transformasi gelombang H = Kr Ks Ho pada kedalaman kecil (d ≈ 0) akan diperoleh tinggi gelombang yang sangat tinggi. Hal ini tidak mungkin terjadi karena kenyataannya di tepi pantai dengan kedalaman ≈ 0, dtinggi gelombang H ≈ 0. Fenomena ini disebabkan karena gelombang yang bergerak ke pantai, pada kedalaman tertentu akan mengalami proses pecah gelombang (breaking wave). Kedalaman dimana gelombang pecah terjadi diberi notasi db dan tinggi gelombang pecah diberi notasi Hb. Tinggi gelombang pecah dapat dihitung dengan rumus berikut ini. 𝐻𝐻𝑏𝑏
𝐻𝐻′ 0
=
1
𝐻𝐻 ′ 0 1/3 ) 𝐿𝐿 0
3,3(
(2.44)
Kedalaman air dimana gelombang pecah diberikan oleh rumus berikut : 𝑑𝑑 𝑏𝑏
𝐻𝐻𝑏𝑏
=
1
𝑎𝑎 𝐻𝐻 𝑏𝑏 ) 𝑔𝑔𝑇𝑇 2
𝑏𝑏−(
(2.45)
Dimana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan oleh persamaan berikut : a = 43,75 (1 – e-19 m) 1,56
b = (1+𝑒𝑒 −19 ,5𝑚𝑚 )
(2.46) (2.47)
di mana Hb : tinggi gelombang pecah H’o : tinggi gelombang laut dalam ekivalen Lo : panjang gelombang di laut dalam db : kedalaman air pada saat gelombang pecah m : kemiringan dasar laut g : percepatan gravitasi T : periode gelombang Dengan mengambil berbagai harga db maka dapat menentukan harga Hb dengan cara coba-coba. Harga db dan Hb digambarkan dalam grafik. Perpotongan antara grafik H = Ks xKr xHo dan grafik Hb merupakan lokasi gelombang pecah.
2.2.9
Energi Gelombang
Daerah pantai termasuk daerah dan lingkungan yang berada didekat pantainya sangat ditentukan dan didominasi oleh faktor-faktor gelombang. Gelombang yang terjadi dilaut dalam pada umumnya tidak berpengaruh pada dasar laut dan sedimen yang terdapat didalamnya. Sebaliknya gelombang yang terdapat di dekat pantai terutama di daerah pecahan ombak ( surf zone ) memiliki energi yang besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi pantai seperti menyeret sedimen (sedimen berukuran pasir dan kerikil) yang berada di dasar laut diangkut dan ditumpahkan dalam bentuk gosong pasir (sand bard) Dahury,1996). Energi total gelombang adalah jumlah dari energi kinetik Ek dan energi potensial gelombang Ep. Energi kinetik adalah energi yang disebabkan oleh kecepatan partikel air karena adanya gerak gelombang. Sedangkan energi potensial adalah energi yang dihasilkan oleh perpindahan muka air karena adanya gelombang. Untuk teori gelombang Airy, jika energi potensial ditetapkan relatif
terhadap muka air diam dan semua gelombang menjalar dalam arah yang sama, maka energi potensial gelombang sama besarnya dengan energi kinetiknya (Triatmodjo, 1999) yaitu: 𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑔𝑔𝐻𝐻 2
Ep = Ek =
(2.48)
16
jika energi kinetik dan potensial sama , maka energi total (E) adalah ET = Ep + Ek =
𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑔𝑔𝐻𝐻 2 8
(2.49)
Energi gelombang adalah berubah dari satu titik ke titik lain sepanjang satu gelombang dan energi rerata satuan luas adalah: 𝐸𝐸
E= 𝐿𝐿 =
𝜌𝜌𝜌𝜌 𝐻𝐻 2 8
(2.50)
2.2.10 Tenaga Gelombang Menurut Triatmodjo (1999) tenaga gelombang adalah energi gelombang tiap satu satuan waktu yang menjalar dalam arah penjalaran gelombang. Tenaga dapat ditulis sebagai hasil kali dari gaya yang bekerja pada bidang vertikal yang tegak lurus penjalaran gelombang dengan kecepatan partikel melintasi bidang tersebut. Persamaan tenaga gelombang adalah: 𝑃𝑃 =
𝜌𝜌𝜌𝜌 𝐻𝐻 2 𝐿𝐿 16𝑇𝑇
2𝑘𝑘ℎ
(1 + sinh 2𝑘𝑘ℎ )
(2.51)
2.2.11 Fluks Energi Menurut Mera (2014) mengatakan bahwa gelombang amplitudo kecil tidak membawa massa air ketika gelombang ini mejalar di perairan karena lintasan partikel air itu tertutup, melainkan membawa energi. Dean dan Dalrymple (1991) memberi contoh, jika sebuah batu
dijatuhkan ke permukaan air, maka akan
terbentuk gelombang. Energi kinetik dari batu berpindah menjadi energi gelombang. Gelombang ini merambat dan mungkin pecah di tepi. Hal ini menjelaskan bahwa perpindahan energi itu jauh dari tempat pembangkit gelombang. Tingkat atau laju perpindahan energi ini disebut daya gelombang (wave power) atau fluks energi (energy flux).
Fluks energi gelombang
dirumuskan sebagai berikut: J = E Cn
(2.52)
di mana E = energi total gelombang. C = kecepatan gelombang. n = asimtot. nC adalah kecepatan energi yang ditransmisikan, kecepatan ini disebut kecepatan grup (group celerity) Cg dan dapat ditulis: Cg = nC
(2.53)
atau: n=
𝐶𝐶𝑔𝑔 𝐶𝐶
1
2𝑘𝑘ℎ
= 2 �1 + 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 ℎ 2𝑘𝑘ℎ �
(2.54)
Faktor n mempunyai nilai asimtot pada laut dalam dan laut dangkal sebesar ½ dan 1.