1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan sarana transportasi saat ini sangat penting. Pengangkutan mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi bangsa. Pengangkutan dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara untuk mengangkut orang dan/atau barang. Pengangkutan itu merupakan perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, karena perpindahan tempat itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.1 Maka dengan demikian pengangkutan menghasilkan jasa angkutan atau dengan kata lain produksi jasa bagi masyarakat yang membutuhkan. Dengan maksud pengakutan sangat bermanfaat bagi pemindahan atau pengiriman barang- barang. Pemenuhan kepentingan pokok yang menimbulkan plase utility atau menimbulkan nilai dari suatu barang dan time utility atau menimbulkan suatu sebab yang sangat bermanfaat bagi masyarakat karena barang tersebut dapat dikirim atau diangkut dari satu tempat ke tempat yang lainnya, seperti benda atau barang yang sangat dibutuhkan menurut keadaan, waktu, dan kebutuhan masyarakat. Perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain memerlukan sarana yang menunjangnya. Pengangkutan sebagai alat transportasi atau alat angkut adalah sarana 1
Sution Usman Adji, et.al., 1991, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, (selanjutnya disingkat Sution Usman Adji I), hal.1.
1
2
penunjang tersebut dan juga sebagai alat yang memperlancar segala aktivitas manusia. Kebutuhan sarana transportasi tersebut yang menyebabkan timbulnya berbagai macam alat pengangkutan, yang masing-masing mempunyai ciri khas pelayanan, kelemahan serta kelebihan yang berbeda-beda. Termasuk pengangkutan darat yang menggunakan system highway yaitu pengangkutan dengan kendaraan bermotor umum, dimana biasanya pengangkutan bermotor pada umumnya beroperasi dijalan raya yang sudah disediakan sebagai sarana untuk transportasi. Angkutan ini biasanya berupa mobil, sepeda motor dan lain sebagainya. Menurut Muctarudin Siregar, pengangkutan dilakukan karena nilai barang ditempat tujuan lebih tinggi dari pada ditempat asalnya, karena itu pengangkut memberikan nilai terhadap barang yang diangkut.2 Menurut Muhammad Abdul Kadir pengangkutan juga dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pengangkutan reguler dan pengangkutan carter. Dalam pengangkutan reguler, pengangkut bebas menyediakan alat pengangkutannya kepada yang berkepentingan, untuk menyelenggarakan pengangkutan dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu menurut trayek yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam pengangkutan carter, pengangkut hanya menyediakan alat pengangkutannya kepada pihak tertentu saja, untuk menyelenggarakan pengangkutan menurut perjalanan atau menurut waktu.3 2
Muctarudin Siregar, 1981, Beberapa Masalah Ekonomi dan Manajemen Pengangkutan, Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, hal.5-6. 3 Abdulkadir Muhammad, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I), hal.117.
3
Perkembangan pengangkutan sangat berhubungan dengan berkembangnya perekonomian masyarakat. Semakin baik fasilitas dan peralatan pengangkutan yang tersedia menunjukkan semakin baik pula perekonomian masyarakat. Hal ini menunjukkkan bahwa masyarakat menjadi makin bertambah mudah untuk memperoleh sumber penghidupan yang ada.4 Pengangkutan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam mendukung, mendorong, dan menunjang segala aspek kehidupan dan penghidupan, baik dibidang ekonomi, sosial-budaya, politik, maupun pertahanan dan keamanan Negara. Sistem pengangkutan harus ditata dan terus menerus disempurnakan untuk menjamin mobilitas orang maupun barang dalam rangka menjamin kesejahteraan masyarakat.5 Fungsi lain dari Pengangkutan dalam kepentingan perekonomian suatu Negara terutama dalam rangka pendistribusian kekayaan alam yang merata antar suatu tempat dengan tempat lain. Sebab dengan pengangkutan yang baik akan memperlancar terlaksananya pengangkutan barang secara timbal balik antar daerah sesuai kebutuhan daerah yang bersangkutan, sehingga dapat meningkatkan perekonomian dari masing-masing daerah tersebut. Peranan pengangkutan dalam dunia perdagangan bersifat mutlak. Sebab tanpa pengangkutan perusahaan tidak mungkin dapat berjalan. Barang-barang yang dihasilkan produsen dapat sampai ditangan konsumen hanya dengan cara pengangkutan. Ditinjau dari kebutuhan 4
Sri Redjeki Hartono, 1982, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, hal.1. 5 Suwardjoko P. Warpani, 2002, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ITB, Bandung, hal.13.
4
manusia, maka sarana pengangkutan sangatlah penting peranannya, hal ini mengingat sifat dan kebutuhan manusia yang selalu berhubungan satu sama lainnya. Pengangkutan darat dengan kendaraan umum diatur dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Lembaran Negara Nomor 49 Tahun 1992 Kendaraan umum adalah Setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya dinyatakan tidak berlaku lagi. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 mulai berlaku pada tanggal 17 september 1992. Selain itu, pengangkutan darat dengan kendaraan umum juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia. Ketentuan pasalpasal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia tersebut bersifat lex Generalis, artinya berlaku umum untuk semua jenis pengangkutan darat dengan kendaraan umum.6 Pengangkutan barang melalui darat oleh pengirim kepada perusahaan Kargo, memiliki sejumlah konsekuensi akibat adanya hubungan tersebut. Antara pengirim dengan pengangkut barang memiliki hubungan timbal balik yaitu hubungan hak dan kewajiban. Di dalam pengangkutan, khususnya pengangkutan barang terjadi suatu perjanjian yang sifatnya konsensual (timbal balik), dengan cara pihak pengangkut
6
Abdulkadir Muhammad, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad II ), hal.9-10.
5
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari dan ke tempat tujuan tertentu, dimana sebagai pihak perantara/pengangkut memiliki tanggung jawab tertentu terhadap barang yang dipercayakan kepadanya oleh pengirim untuk disampaikan kepada penerima sebagai pihak yang tertuju. Dan pengirim barang (pemberi order) membayar biaya atau ongkos angkutan sebagaimana yang disetujui bersama. Dan hal tersebut merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh kedua belah pihak. Pengangkut sebagai pihak dalam perjanjian berhak meminta bukti dokumen barang yang diangkut, karena pengangkut tidak berhak membuka pembungkus (packing) barang yg diangkut untuk mengetahui isi di dalamnya, hal tersebut sesuai dengan pasal 90 ayat 1 dan ayat 6 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), yaitu bahwa pengirim barang dalam hal ini harus memenuhi kewajibannya dengan memberikan keterangan barang yang diangkut dalam dokumen-dokumen, salah satunya adalah weight-measurement list dan packing list. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar tanggung jawab atas muatan barang itu tidak selalu berpindah-pindah tangan, sehingga apabila terjadi kerusakan pada barang muatan tersebut pihak penerima atau pengirim barang dapat mengajukan tuntutan kepada perusahaan pengangkutan. Keberadaan pengangkutan darat ini memegang peranan yang sangat penting hampir dalam semua aspek kehidupan tidak terkecuali dalam hal pelaksanaan pengangkutan barang kargo. Namun demikian, kegiatan pengangkutan barang (kargo) kerapkali menimbulkan kerugian baik bagi penerima maupun pengirim barang.
6
Kerugian tersebut dapat disebabkan karena kelalaian atau kesalahan pengangkut. Kerugian yang ditimbulkan dapat berupa kerusakan barang baik seluruhnya atau sebagian, juga dapat menyebabkan hilangnya barang, serta waktu penyerahan barang yang terlambat sampai ditempat tujuan. Dalam hal kerugian karena kesalahan atau kelalaian pengangkut, maka pihak penerima atau pengirim barang sebagai pihak yang dirugikan berhak untuk menuntut haknya. Dalam hal kerusakan atau kelalaian yang terjadi diluar kesalahan atau kelalaian pengangkut, maka pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab. Pengangkut biasanya bekerjasama dengan perusahaan asuransi dalam menentukan besarnya ganti rugi yang akan dibayarkan kepada pemilik barang, adakalanya penerima barang merasa kurang pas dengan besarnya ganti rugi yang diberikan oleh pengangkut sehingga dia mengajukan klaim ganti rugi yang lebih besar kepada pengangkut. Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana diuraikan diatas, penulis bermaksud mengangkat permasalahan tersebut dalam penulisan skripsi berjudul : “Tanggung Jawab Pengangkut Atas Kerugian yang Diderita Pengirim Barang yang Disebabkan Kelalaian Pengangkut.” (Studi kasus pada PT Bali Semesta Agung).
7
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah tanggung jawab pengangkut atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang dalam penyelenggaraan Pengangkutan oleh PT Bali Semesta Agung ? 2. Upaya hukum apakah yang dilakukan oleh pengirim barang terhadap pengangkut atas kerugian yang dideritanya ?
1.3.
Ruang Lingkup Masalah Berdasarkan rumusan masalah yang telah diambil dalam usulan penelitian ini,
maka ruang lingkup masalah yang akan dibahas yaitu meliputi materi-materi yang berkaitan dengan permasalahan yang ada. Agar pembahasan tidak meluas dan menyimpang dari permasalahan yang ada, adapun materi-materi yang akan dibahas sehubungan dengan permasalahan yang diajukan adalah materi tentang upaya hukum yang dilakukan oleh pengirim barang dengan pengangkut barang atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang serta tanggung jawab pengangkut barang atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang dalam penyelenggaraan Pengangkutan oleh PT Bali Semesta Agung.
1.4.
Orisinalitas Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dibuat berdasarkan ide yang timbul
dari pemikiran sendiri yaitu dari hasil membaca beberapa literatur. Bahwa sebelumnya sudah terdapat penelitian yang sejenis di Universitas Udayana yaitu :
8
No. 1.
Skripsi
Judul
Rumusan Masalah
Hamal
Tanggung Jawab
1. Bagaimanakah tanggung
Octovianus
Pengangkut Dalam
jawab pengangkut apabila
Tahun 2008
Pengangkutan Barang
terjadi kehilangan barang,
Universitas
Melalui Darat Di
kerusakan barang dan
Udayana
Denpasar
keterlambatan waktu penyampaian barang tersebut? 2. Bagaimanakah upaya yang dapat ditempuh apabila pengiriman atau penerima barang tidak megambil barangnya tersebut?
2.
Gde Yogi
Tanggung Jawab
1. Bagaimanakah tanggung
Yustyawan
Pengangkut Atas
jawab pengangkut atas
Tahun 2015
Kerugian Yang Diderita
kerugian yang diderita oleh
Universitas
Pengirim Barang Yang
pengirim barang dalam
Udayana
Disebabkan Kelalaian
penyelenggaraan
Pengangkut ( Studi
Pengangkutan oleh PT Bali
Kasus Di PT Bali
Semesta Agung ?
9
Semesta Agung )
2. Upaya hukum Apakah yang dilakukan oleh pengirim barang terhadap pengangkut atas kerugian yang dideritanya ?
3.
Ninda
Tanggung Jawab
Riskawati
Pengangkut Terhadap
Jawab Pengangkut Apabila
Tahun 2012
Kecelakaan Penumpang
Terjadi Kecelakaan
Universitas
Kapal Wisata Bahari
Terhadap Penumpang
Udayana
(Studi Pada PT Bali
Kapal Wisata Bahari ?
Cruises Nusantara Benoa Di Denpasar
1. Bagaimanakah Tanggung
2. Bagaimanakah Cara Penentuan Besarnya Ganti Kerugian Apabila Terjadi Kecelakaan Terhadap Penumpang Kapal Wisata Bahari ?
10
1.5
Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Untuk mengetahui dan memahami tentang hukum pengangkutan khususnya di bidang pengangkutan barang berkaitan dengan kerugian yang diderita oleh pengirim barang barang dalam penyelenggaraan Pengangkutan oleh PT Bali Semesta Agung b. Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui bagaimanakah tanggung jawab pengangkut atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang dalam penyelenggaraan Pengangkutan oleh PT Bali Semesta Agung. 2. Untuk mengetahui upaya hukum apakah yang dilakukan oleh pengirim barang terhadap pengangkut atas kerugian yang dideritanya.
1.6
Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi pelengkap dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan studi hukum keperdataan terkait hukum pengangkutan, khususnya berkaitan dengan pengangkutan barang. b. Manfaat Praktis Pembahasan terhadap permasalahan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan terhadap perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang
11
pengangkutan dan khususnya pemerintah sebagai bahan pertimbangan di dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk memberikan perlindungan hukum yang baik terhadap pengguna jasa angkut di Indonesia, juga bagi pengusaha jasa angkut, serta masyarakat umum mengenai berbagai problema praktis yang dihadapi.
1.7
Landasan Teori Mengenai pengangkutan darat, diatur dalam buku I, Bab V Bagian 3, dalam
Pasal 91 sampai dengan Pasal 98 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Dalam pasal-pasal tersebut diatur sekaligus tentang pengangkutan barang di darat maupun di air. Di samping Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga mengatur tentang pengangkutan darat. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur “Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan”. Menurut Pasal 466 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), “pengangkut dalam pengertian bab ini ialah orang yang mengikatkan diri, baik dengan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan satu perjanjian lain, untuk menyelenggarakan pengangkutan barang seluruhnya atau sebagian melalui laut”. Menurut pendapat Purwosutjipto “pengangkut pada umumnya adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang
12
dan/atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan dengan selamat”. Purwosutjipto juga mengartikan keadaan tidak selamat dalam 2 (dua) arti, yaitu barang tidak ada, lenyap atau musnah, dan barangnya ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya. 7 Purwosutjipto dalam bukunya juga mengatakan, dengan telah terjadinya perjanjian pengangkutan antara pengangkut dengan pengirim barang, maka lahirlah hak dan kewajiban para pihak, yang mana kewajiban pengangkut menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pengirim adalah membayar uang atau ongkos angkutan.8 Dalam pengangkutan, baik itu pengangkutan barang maupun pengangkutan penumpang terdiri atas beberapa pihak yang saling berhubungan, dan disatukan dalam sebuah perjanjian pelayanan jasa. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam pengangkutan barang, yaitu: 1. pengirim barang 2. pengangkut 3. penerima Barang Penyelenggaraan proses pengangkutan tersebut juga tidak terlepas dari hambatan-hambatan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pengirim ataupun penerima barang. Kerugian tersebut dapat disebabkan karena kelalaian atau kesalahan pengangkut. Kerugian yang ditimbulkan dapat berupa kerusakan barang baik 7
H.M.N. Purwosutjipto, 1986, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, cet. III, Djambtan, Jakarta, (selanjutnya disingkat H.M.N Purwosutjipto I), hal.2. 8 Ibid.
13
seluruhnya atau sebagian, juga dapat menyebabkan hilangnya barang, serta waktu penyerahan barang yang terlambat sampai ditempat tujuan. Ketentuan mengenai tanggung jawab dalam pengangkutan dapat kita jumpai di dalam Pasal 91 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang mengatur “Para pengangkut dan juragan kapal harus bertanggung jawab atas semua kerusakan yang terjadi pada barang-barang dagangan atau barang-barang yang telah diterima untuk diangkut, kecuali hal itu disebabkan oleh cacat barang itu sendiri atau, oleh keadaan di luar kekuasaan mereka atau oleh kesalahan atau kelalaian pengirim atau ekspeditur sendiri”. Dalam Pasal 468 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) juga mengatur tentang tanggung jawab pengangkut yang mengatur “perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahan. Pengangkut harus mengganti seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang digunakannya dalam pengangkutan itu”. Selain diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), pengangkutan barang khususnya pengangkutan barang di darat diatur dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada Bab
14
XIV Bagian ketiga tentang kewajiban dan Tanggung Jawab Pengemudi, Pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan pada Pasal 234 yang mengatur : (1) pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi. (2) setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan Pengemudi. (3) adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi; disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/atau disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan. Besarnya ganti kerugian adalah sebesar kerugian yang secara nyata diderita oleh penumpang, pengirim barang, atau pihak ketiga, kerugian secara nyata ini adalah ketentuan undang-undang yang tidak boleh disimpangi oleh pengangkut melalui ketentuan perjanjian yang menguntungkannya karena ketentuan ini bersifat memaksa (dwingend recht).9 Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut: 1. kesalahan (liability based on fault); 9
Abdulkadir Muhammad II, op.cit. hal.178.
15
2. praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability); 3. praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of nonliability); 4. tanggung jawab mutlak (strict liability); 5. Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability).10 Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah diatur tentang penyelesaian sengketa yang diatur dalam pasal 45 sampai 58. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur bahwa penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui Pengadilan dan dapat juga di luar Pengadilan. Pasal 47 Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur : “penyelesaian sengketa konsumen di luar Pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen”. Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase
Dan
Alternatif
Penyelesaian
Sengketa
menyatakan,
“Alternatif
Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar Pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”.
10
Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindingan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat Celina Tri Siwi Kristiyanti I), hal.92.
16
Adapun teori yang digunakan dalam penulisan usulan penelitian ini
adalah teori hukum, yang terdiri dari : Teori Tanggung Jawab Hukum dan Teori Perlindungan Hukum.
1.7.1 Teori tanggung jawab hukum,
Secara terminology tanggung jawab hukum berasal dari kata tanggung
dan hukum. “Tanggung jawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatu
(kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). Sedangkan hukum berarti peraturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas”.11
Apabila dirumuskan, maka teori tanggung jawab hukum berarti teori
yang mengkaji dan menganalisis tentang kesediaan dari subyek hukum
menanggung segala akibat dari perbuatannya baik karena kesengajaan maupun
karena kealpaan. Merujuk pada uraian diatas, “Hans Kelsen mengemukakan sebuah teori yang ia sebut dengan teori tradisional, dimana dalam teori ini tanggung jawab dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
a. tanggung jawab yang didasarkan kesalahan; dan
11
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal.1006 dan 359.
17
b. tanggung jawab mutlak”.12
Tanggung jawab yang didasarkan pada kesalahan baik karena
kesengajaan maupun kealpaan merupakan suatu tanggung jawab yang
dibebankan kepada subyek hukum atau pelaku yang melakukan perbuatan yang
dinilai melanggar hukum. Sedangkan tanggung jawab mutlak, bahwa
perbuatannya menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu hubungan eksternal antara perbuatannya dengan akibatnya. Tiadanya keadaan jiwa si pelaku dengan akibat perbuatannya. 13
Dikaitkan dengan tanggung jawab pengangkut terhadap pengirim barang,
bahwa pengangkut merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap
pengirim barang baik karena kesengajaan maupun kealpaan. Dalam hal ini
tanggung jawab pengangkut dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 pasal 234 ayat (1).
1.7.2 Teori perlindungan hukum
Awal mula dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari
teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid plato), dan Zero (pendiri aliran stoic). Menurut Satjipto
Raharjo, Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan ini diberikan 12
H.Salim HS, Erlis septiana Nurbani, 2014, Penerapan teori hukum pada penelitian disertasi dan tesis (buku kedua), cet.I, RajaGrafindo persada, Jakarta, hal.211. 13 Ibid, hal.212.
18
kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.14
Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi
rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif. 15 Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya
sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang reprensif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan.
Bilamana dikaitkan dengan perlindungan hukum terhadap pengirim
barang guna mendapatkan jaminan untuk memperoleh hak-haknya serta berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Dalam hal ini dirumuskan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka1. 1.8
Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris
14
Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.54. Phillipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bima Ilmu, Surabaya, hal.2. 15
19
yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum yang kemudian dikaitkan dengan kenyataan di lapangan.
b. Jenis Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan fakta (The Fact Approach) dan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach). Pendekatan fakta (The Fact Approach) memusatkan perhatian pada suatu kenyataan. Sedangkan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach) yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. 16 c. Sifat Penelitian Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau gejala sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk menjelaskan tanggung jawab pengangkut barang dalam hal terjadi kerugian terhadap pengirim barang serta upaya penyelesaian yang dapat ditempuh pengirim barang atas kerugiannya. d. Data dan Sumber Data Dalam penulisan skripsi ini data yang digunakan bersumber dari 2 sumber, yaitu : 16
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, hal.97.
20
1. Sumber Data Primer Sumber data primer dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh penulis dari lapangan. Dalam hal ini, data primer yang bersumber dari lapangan yang diperoleh dari wawancara dari pemilik PT Bali Semesta Agung. 2. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, hasil-hasil penelitian, artikel-artikel serta buku-buku literatur hukum yang terkait dengan masalah. e. Teknik Penentuan Sampel Penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling. Dalam teknik ini tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel yang harus diambil. Bentuk teknik non probability sampling yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu dilakukan dengan tujuan tertentu yang didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kreteria penelitian. f. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam karya ilmiah ini dilakukan dengan cara : 1. Teknik Studi Dokumen
21
Merupakan data yang dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan pustaka
seperti
dokumen-dokumen
hukum
maupun
peraturan
perundang-undangan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diangkat. 2. Wawancara Wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan bertanya secara langsung kepada informan atau pihak yang berkompeten dalam suatu permasalahan.17 Penelitian ini dilakukan berdasarkan wawancara dengan pemilik PT Bali Semesta Agung. g. Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis yang kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara lisan atau tertulis dan juga perilakunya yang nyata, diteliti, dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.18
17
Sugiarto et. al., 2001, Tekhnik Sampling, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.17. Soerjono Soekanto, 1982, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo, Jakarta, hal.12. 18