perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Hak Kekayaan Intelektual
a. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual Hak Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI”, adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), Hak Kekayaan Intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio yang menalar. Hasil kerjanya itu berupa benda immaterial (benda tidak berwujud). Misalnya karya cipta lagu. (O. K Saidin , 2004: 9). Hasil kerja otak itu kemudian dirumuskan sebagai intelektualitas. Orang yang tergabung dalam kelompok ini disebut kaum intelektual. Istilah Intellectual Property Right berasal dari Sistem Hukum Anglo Saxon menjadi diterjemahkan
suatu terminologi hukum di Indonesia yang
ke dalam beberapa istilah, diantaranya adalah Hak
Kekayaan Intelektual (HKI), Hak Atas Kepemilikan Intelektual, Hak Milik Intelektual, Hak Atas Kekayaan Intelektual (Abdulkadir Muhammad, 2001:1). Tujuan utama sistem Hak Kekayaan Intelektual yang lahir di dunia Barat adalah menjamin agar proses kreatif tersebut berlangsung dengan menyediakan perlindungan hukum yang memadai dan menyediakan sanksi terhadap pihak yang menggunakan proses kreatif tersebut tanpa ijin (Tomi Suryo Utomo, 2010: 2). Berdasarkan hal itulah maka orang yang tanpa izin pemegang Hak atas Kekayaan Intelektual ikut mengeksploitasi keuntungan dianggap sebagai melakukan pelanggaran (Adi Sulistyono, 2008: 13). Dalam perkembangan selanjutnya, Hak Kekayaan Intelektual menjadi komoditi ekonomi yang sangat menjanjikan terutama bagi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
sejumlah Negara yang menjadi produsen Hak Kekayaan Intelektual (negara-negara maju). Alasan ini yang mendasari dimasukkannya Hak Kekayaan Intelektual ke dalam sistem perdagangan internasional. Adapun
definisi
yang dirumuskan
oleh para ahli, Hak atas
Kekayaan Intelektual dikaitkan dengan tiga elemen penting berikut ini: 1. Adanya sebuah hak eksklusif yang diberikan oleh hukum; 2. Hak tersebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada kemampuan intelektual; 3. Kemampuan intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi (Tomi Suryo Utomo, 2010: 2).
b. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual. Pengelompokan Hak Atas Kekaaan Intelektual itu lebih lanjut dapat dikategorikan dalam kedua kelompok sebagai berikut (Tomi Suryo Utomo, 2010: 2): 1. Hak Cipta (Copy Rights) Hak Cipta sebenarnya dapat lagi diklasisikasikan ke dalam dua bagian, yaitu: a. Hak Cipta b. Hak yang berkaitan (bersempadan) dengan hak cipta (neghbouring rights). 2. Hak Milik (baca: hak kekayaan) Perindustrian (Industrial Property Rights). Sehingga
hak
atas
kekayaan
diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Patent (Paten) 2. Utility Models (Paten Sederhana) 3. Industrial Design (Desain Industri) 4. Trade Secret (Rahasia Dagang) 5. Trade marks (Merek Dagang) 6. Service Marks (Merek Jasa)
commit to user
intelektual
itu
dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
7. Trade Names or Commercial Names (Nama Dagang atau Nama Komersial) 8. Appelations of Origin (Penamaan Asal) 9. Indications of Origin (Indikasi Asal ) 10. Unfair Competition Protection (Perlindungan Terhadap Persaingan Curang). Berdasarkan kerangka WTO/TRIPs ada dua bidang lagi yang perlu ditambahkan yakni: 1. Perlindungan Varietas Baru Tanaman, dan 2. Integrated Circuits (rangkaian elektronika terpadu).
2. Tinjauan tentang Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Merek di Indonesia
Sejak
zaman
Pemerintahan
Hindia
Belanda,
Indonesia
telah
mempunyai undang-undang tentang hak kekayaan intelektual yang sebenarnya merupakan pemberlakuan peraturan perundang-undangan pemerintahan Hindia Belanda yang berlaku di negeri Belanda, diberlakukan di Indonesia sebagai Negara jajahan Belanda berdasarkan prinsip konkordansi. Pada masa itu, bidang hak kekayaan Intelektual mendapat pengakuan baru 3 (tiga) bidang hak kekayaan Intelektual, yaitu bidang Hak Cipta (Auterswet 1912, Undangundang Hak Pengarang 1912, Undang-undang Hak Cipta S. 1912-1600), Merek Dagang dan Industri (Reglement Industriele Eigendom Kolonien 1912) serta paten (Octrooiwet 1910, Undang-undang Paten 1910). Berdasarkan Pasal 131 jo. 136 IS, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat itu bersifat pluralistis sesuai dengan golongan penduduknya, yaitu golongan Eropa dan golongan Bumiputera (Adrian Sutedi, 2009: 1).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Di jaman pendudukan Jepang, peraturan di bidang Hak Kekayaan Intelektual tersebut tetap diberlakukan dan tetap dipertahankan saat Indonesia mencapai kemerdekaan pada tahun 1945, kecuali Undang-Undang Paten (Octrooi Wet) karena bertentangan dengan kedaulatan Republik Indonesia. Di samping itu, Indonesia masih memerlukan teknologi untuk membangun perekonomian. Sebagaimana diketahui, bahwa perlindungan merek di Indonesia, semula diatur dalam Reglement Industriele Eigendom Kolonien 1912, yang kemudian diperbaharui dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (disebut pula Undang-undang Merek 1961). Adapun pertimbangan lahirnya Undang-undang Merek 1961 ini adalah untuk melindungi khalayak ramai dari tiruan barang-barang yang memakai suatu merek yang sudah dikenalnya sebagai merek-merek yang bermutu baik. Selain itu, Undang-Undang merek 1961 juga bermaksud melindungi pemakai pertama dari suatu merek di Indonesia (Rachmadi Usman, 2003: 305-306). Undang-undang ini menganut system first to use system atau sistem Deklaratif yang artinya siapa yang pertama kali memakai suatu “merek” ialah yang berhak mendapatkan perlindungan hukum dari upaya peniruan merek. Pada tahun 1992 terjadi pembaruan hukum merek di Indonesia, dengan diundangkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek berlaku mulai tanggal 11 April 1993, menggantikan UndangUndang Nomor 21 Tahun 1961. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, surat keputusan administratif yang terkait dengan prosedur pendaftaran merek pun dibatasi. Berkaitan
dengan
kepentingan
reformasi Undang-Undang
Merek, Indonesia turut serta meratifikasi Perjanjian Internasional Merek WIPO. Selanjutnya pada tahun 1997, terjadi lagi penyempurnaan terhadap Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 1992 tentang
Merek yaitu dengan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek yang disahkan oleh Presiden pada 7 Mei 1997. Undang- Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
diubah dengan mempertimbangkan pasal-pasal dari Perjanjian Internasional tentang aspek-aspek yang dikaitkan dengan perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual (TRIPs)- GATT yang merupakan bagian dari Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the World Trade Organization) tentang Pengesahan Agreement Establishing The World
Trade
Organization
(Persetujuan
Pembentukan
Organisasi
Perdagangan Dunia). Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek tersebut juga mengubah ketentuan dalam Undang-undang Merek sebelumnya dimana penguna merek pertama di Indonesia berhak untuk mendaftarkan merek tersebut sebagai merek (first to file system). Reformasi hukum bidang Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia ini terutama disebabkan adanya kewajiban internasional Negara Indonesia berkaitan dengan Konvensi Pembentukan WTO (World Trade Organization). Konvensi tersebut mewajibkan seluruh Negara anggotanya untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi tersebut, khususnya Annex 1b Konvensi, yaitu perjanjian TRIPs (Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights). Burkhart Goebel menjelaskan “It is certainly appropriate to describe the TRIPS Agreement as a milestone in
the international development of intellectual property protection at the end of the 20th Century” (Burkhart Goebel, 2003: 964). Pada umumnya diterima perjanjian TRIPs merupakan peletak dasar
Konvensi tersebut telah
memberikan batas waktu bagi Negara-negara anggotanya untuk melakukan penyesuaian pada perlindungan hak kekayaan intelektual internasional pada abad ke-20 mengenai hukum nasionalnya di bidang Hak Kekayaan Intelektual dengan ketentuan-ketentuan dalam TRIPs, yaitu 1 (satu) tahun bagi Negara maju dan 4 (empat) tahun bagi Negara berkembang. Sebagai
salah satu
Negara berkembang maka Indonesia harus menyesuaikan hukum nasionalnya di bidang Hak Kekayaan Intelektual paling lambat pada bulan Januari 2000. Karena itulah Indonesia segera merevisi perundang-undangan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan memastikan bahwa undang-undang tersebut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
dilaksanakan
secara
efektif.
Ketidakmampuan
kesepakatan TRIPs akan berakibat
pada
Indonesia
mematuhi
pengenaan sanksi-sanksi
perdagangan WTO bagi Indonesia. Sehingga pada Tahun 2001, UndangUndang Merek baru berhasil diundangkan oleh pemerintah yaitu UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
3. Tinjauan Umum Tentang Merek
a. Pengertian Merek Pengertian Merek ada di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yaitu “Merek adalah tanda berupa gambar, nama kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”. Berdasarkan ketentuan diatas, terlihat jelas bahwa fungsi utama merek adalah untuk membedakan barang atau jasa produksi perusahaan lain yang sejenis. Dengan demikian, merek merupakan tanda pengenal asal barang atau jasa yang bersangkutan dengan produsennya. Jadi, di dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ini terdapat 3 (tiga) unsur dari pengertian merek, yaitu: 1. Tanda 2. Adanya daya pembeda 3. Digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
b. Jenis Merek Merek adalah merek yang digunakan pada barang/jasa
yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang barang/jasa sejenis lainnya. Di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 jenis merek dibedakan menjadi dua yaitu: Merek Dagang (Pasal 1 angka (2)) dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Merek Jasa Pasal 1 angka (3)). Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain seseorang atau beberapa orang
secara
menggunakannyauntuk
bersama-sama atau menggunakannya
badan hukum
(Pasal
3
untuk
Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001). Kecuali secara tegas dinyatakan lain.
c. Syarat-Syarat Merek Merek pada dasarnya lebih melindungi aktivitas bisnis daripada merupakan suatu aset suatu perusahaan. Peranan merek menjadi penting dalam era perdagangan global, terutama dalam menjaga persaingan sehat. Suatu merek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Memiliki daya pembeda (distinctiveness)
Abdulkadir Muhammad mengatakan merek harus memiliki daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing), artinya bahwa merek memiliki kekuatan untuk membedakan suatu barang atau jasa suatu perusahaan dari perusahaan lainnya (Abulkadir Muhammad, 2001: 170 ). Agar memiliki daya pembeda merek harus merek harus dapat memerikan penentuan (individualisering) pada barang atau jasa yang bersangkutan.
Menurut Suyud Margono hal yang terpenting
yang harus dimiliki suatu merek yaitu daya pembeda. Tanda yang secara inheren memiliki daya pembeda dan segera memperoleh perlindungan yaitu tanda yang dibentuk dari kata temuan (invented words) yang bagus sekali didaftarkan sebagai merek, mencakup tanda yang bersifat: fanciful (aneh, fantasi khayalan); arbitrary (berubahubah) misalnya Apple untuk produk komputer dan suggestive (memberi kesan) misalnya Coolant untuk produk air mineral yang menyejukkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Merek tidak dapat didaftarkan
jika tidak memiliki daya
pembeda atau daya pembeda yang seharusnya menjadi penentu sangat lemah. Tanda dianggap tidak memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana seperti satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak
jelas. Prinsip-prinsip umum
untuk menentukan daya pembeda dari sebuah
merek yaitu jika
seseorang memperoleh gagasan mengenai merek yang akan digunakan untuk melakukan perdagangan barang atau jasa tertentu yang sifatnya menggambarkan barang/jasa tersebut, hal ini tidak cukup untuk digolongkan
sebagai
merek.
Dengan
demikian,
merek
menggambarkan jenis, kualitas, kuantitas, maksud, nilai dan
yang asal
geografis tidak dapat didaftarkan sebagai merek”.
Tanda yang sama sekali tidak dapat memiliki kemampuan pembeda meliputi: a. Istilah umum (generic term); Merek yang memakai istilah umum (generic term) merupakan tanda yang
menggambarkan genus dari produknya.
Kata istilah umum merujuk tes pemahaman konsumen atas kata tersebut. Setiap klaim atas generic term untuk memperoleh Hak Eksklusif merek harus ditolak karena akan berpengaruh pada pemberian hak monopoli tidak hanya tanda yang digunakan sebagai merek, tetapi juga produk dan hal ini membuat berdaya pesaing untuk dapat secara efektif memberi nama pada produk yang
diusahakan
untuk
dijualnya.
Jika
suatu
produsen
mengenalkan produk baru dengan ciri khusus yang berbeda dari produk yang telah ada sebelumnya dan menggunakan term umum (generic term) untuk menggambarkan produknya, maka tanda tersebut harus ditolak sebagai merek atas produk tersebut karena tanda tadi digunakan sebagai genus dan hal ini juga bergantung
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
pada pesaing untuk menggunakan terminologi yang sama tanpa ada hak monopoli pada terminologi tersebut dan produknya. Kadang-kadang sebuah merek tidak menggambarkan produk barang atau jasa yang direpresentasikannya menjadi term/ kata umum yang berhubungan dengan produk atau jasa yang bersangkutan. Namun, merek tersebut dapat memperoleh arti yang kemudian membuatnya menjadideskriptif. Misalnya,
gambar
tengkorak di atas dua tulang bersilang, yang diketahui oleh umum diketahui sebagai tanda bahaya. Tanda tersebut bersifat umum dan menjadi milik umum sehingga tidak dapat dijadikan merek. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya (descriptive). b. Deceptive atau menyesatkan; Deceptive artinya merek yang bersifat menyesatkan dalam menggambarkan ciri, kualitas, fungsi, komposisi atau penggunaan dari
produk.
Dengan
penggambaran
yang
salah
tersebut
menyesatkan perspektif konsumen yang mempercayai bahwai produk sesuai dengan penggambarannya, dan juga menjadi hal yang bersifat material bagi konsumen untuk memutuskan dalam membelinya. c. Merek yang menyesatkan secara geografis atau geographically deceptively misdescriptive. Misalnya penggunaan kata made in china yang banyak dilakukan pedagang usaha untuk melariskan produknya (Rahmi Jened Parinduri Nasution, 2013: 210-211). 2. Secara visual dapat ditangkap Pancaindra (Visually Perceptible) Pasal 15 ayat (1) TRIPs menyatakan bahwa 3 (tiga) atau kombinasi dari ada tanda yang dapat membedakan barang-barang atau jasa dari suatu usaha terhadap usaha pihak lain dapat didaftarkan sebagai suatu merek. Negara anggota perjanjian TRIPs ini dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
mensyaratkan bahwa tanda-tanda harus
dapat dilihat (vicible
perceptible).
3. Derajat penggunaan (Use) Penggunaan untuk mencapai daya pembeda ini disebut juga membangun secondary meaning. Suatu tanda yang tidak secara prima facie bersifat distinctive, atau merek yang bersifat deskriptif dapat menjadi distinctive melalui penggunaannya melalui makna tambahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudargo Gautama, di mana tandatanda tidak dipandang sebagai membedakan. Dapat didaftarkan supaya suatu merek dapat digantungkan pula kepada kekuatan pembedaan yang diperoleh karena sudah lama dipakai (Sudargo Gautama dan Rizawanto, 2002: 78). 4. Tinjauan Umum Tentang Merek yang Tidak Dapat Didaftar dan Ditolak Pendaftarannya
Tidak semua permohonan pendaftaran merek dikabulkan oleh Direktorat Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut Direktoral Jenderal) karena permohonan pendaftaran merek dapat menghadapi tiga kemungkinan, yaitu (Ahmadi Miru, 2005: 13-20):
a. Merek yang tidak dapat didaftarkan; Secara umum, merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik (Pasal 4 UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001). Pemohon yang beritikad baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apa pun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh atau menyesatkan konsumen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Merek harus didaftar dengan itikad baik. Jika seseorang mencoba mendaftarkan sebuah merek yang disadarinya sebagai merek milik orang lain atau serupa dengan milik orang lain, merek tersebut tidak dapat didaftarkan. Persyaratan
itikad
baik juga berarti bahwa untuk dapat
didaftarkan, sebuah merek harus digunakan atau dimaksudkan
untuk
digunakan untuk digunakan dalam perdagangan barang dan atau jasa (Pasal 61 ayat (2) huruf (a) dan Pasal 4 Undang-undang Merek 2001). Jika sebuah merek di Indonesia oleh seseorang yang tidak bermaksud memakai merek tersebut dan bertujuan untuk menghalangi pihak lain masuk ke pasar lokal, atau menghambat pesaing memperluas jaringan bisnisnya, merek tersebut tidak dapat didaftarkan di Indonesia. Masalah itikad baik tersebut juga akan timbul jika seseorang telah memakai suatu merek dalam periode sebelumnya, tetapi memilih tidak mendaftarkan merek tersebut. Jika seseorang itu dapat membuktikan bahwa ia sudah menggunakan merek, usaha mendaftarkan merek tersebut oleh orang lain dapat dicegah dengan menyebut usaha tadi sebagai ‘itikad tidak baik’. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 mensyaratkan bahwa sebuah merek yang sedang dimohonkan pendaftarannya harus “dipakai dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa” (declaration of use). Jika ditafsirkan bahwa hukum Indonesia hanya mensyaratkan maksud untuk memakai merek tersebut, timbul pertanyaan, apa yang harus ditunjukkan pemohon untuk membuktikan bahwa dia menggunakan maksud tersebut di masa yang akan datang. Meskipun demikian, sudah ditentukan bahwa pendaftaran merek tersebut dan bergantung kepada pihak yang menentang untuk membuktikan bahwa tidak ada maksud untuk memakai merek tersebut. Di samping karena diajukan pemohon yang beritikad tidak baik, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 menyatakan “Merek tidak dapat didaftar apabila merek tesebut mengandung unsur di bawah ini : 1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
2. Tidak memiliki daya pembeda (capable of distingushing); 3. Telah menjadi milik umum (generic term);” b. Merek yang ditolak pendaftarannya Merek yang ditolak pendaftarannya merupakan merek tidak dapat dilindungi . Selain penolakan permohonan di atas, Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 menyatakan “Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut : a. Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis yang tidak sejenis (Pasal 6 ayat (2); b. Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; c. Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-indikasi geografis yang sudah dikenal”. Di samping itu, Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001menyatakan permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila terdapat hal-hal berikut : a. Merek merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak. b. Merek merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem Negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Lembaga nasional di sini termasuk organisasi masyarakat ataupun organisasi sosial politik. c. Merek merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh Negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Jika pendaftaran suatu merek ditolak berdasarkan Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 maka pendaftar dapat meminta banding kepada Komisi Banding Merek.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
5. Administrasi Merek a. Permohonan Pendaftaran Merek 1. Syarat dan Tata Cara Permohonan Permohonan dapat diajukan oleh: seorang atau beberapa orang atau badan hukum dan ditandatangai pemohon atau kuasanya dengan membayar biaya (Pasal 7 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Syarat-syarat permohonan pendaftaran merek pada kantor HKI antara lain: contoh merek yang akan didaftarkan (sebagai contoh specimen dari etiket) bersama detail warna yang akan dipakai dalam merek (Pasal 7). Serta penjelasan mengenai kelas barang dan atau jasa yang dimohokan pendaftarannya (Pasal 8).
2. Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan Pendaftaran Merek Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan persyaratan pendaftaran
merek,
yaitu
persyaratan administratif
sebagaimana telah disebutkan pada bagian pertama tentang syarat dan tata cara permohonan dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 (Pasal 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). 3. Waktu Penerimaan Permohonan Pendaftaran Merek. Dalam hal seluruh administratif sebagaimana dimaksud pada bagian pertama tentang syarat dan tata cara permohonan (lihat Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001) telah dipenuhi, maka terhadap permohonan diberikan tanggal penerimaan yang dikenal dengan filing date, yang dicatat oleh Direktorat Jenderal.
Filling
dimulainya perlindungan
date tersebut merupakan
tanggal
atas merek terdaftar apabila permohonan
pendaftaran merek diterima. 4. Perubahan dan Penarikan Kembali Permohonan Pendaftaran Merek.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Perubahan atas permohonan hanya diperbolehkan terhadap penggantian nama dan/atau alamat pemohon atau kuasanya. Hal ini berarti bahwa perubahan yang terkait dengan substansi merek dapat dimungkinkan, tetapi perubahan tersebut hanya meliputi identitas pemohon pendaftaran merek. b. Pendaftaran Merek 1. Pemeriksaan substansif Selain memeriksa kelangkapan administratif terhadap suatu permohonan pendaftaran merek, dalam waktu paling lama tiga puluh hari terhitung sejak tanggal penerimaan, Direktorat Jenderal juga melakukan
pemerikasaan
substantif
terhadap
permohonan.
Pemeriksaan substantif dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 4, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.
2. Pengumuman Permohonan Jika menurut Direktoral Jenderal, merek tersebut dapat didaftarkan, sebuah
sertifikat akan
dikeluarkan 30 hari setelah
pendaftaran merek itu. Jika tidak ada penolakan, sertifikat akan dikeluarkan dala waktu 30 hari setelah periode pengumuman berakhir. Pengumuman tersebut berlangsung selama tiga bulan, di mana tanggal mulai diumumkannya permohonan dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam Berita Resmi Merek Pengumuman
tersebut memberikan
kesempatan
seluas
mungkin kepada masyarakat untuk menilai apakah merek tersebut memang seharusnya layak didaftar atau sebaliknya merek terseut seharusnya ditolak pendaftarannya atau tidak dapat didaftar sebagai merek. 3. Keberatan dan Sanggahan Selama jangka waktu pengumuman (yaitu selama 3 (tiga) bulan), setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktorat jenderal atas permohonan yang bersangkutan. Keberatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
tersebut dapat diajukan apabila terdapat alasan yang cukup disertai bukti bahwa merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah merek yang berdasarkan Undang-undang Merek tidak dapat didaftar atau harus ditolak (Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Pemohon akan diberitahu mengenai penolakan tersebut (dalam waktu 14 (empat belas) hari semenjak Kantor HaKI menerimanya (pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ) dan mempunyai kesempatan untuk mengajukan sanggahan atas keberatan tersebut sebagai pertimbangan untuk memutusakan
apakah merek
tersebut ditolak atau diterima (Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001).
Bukan hanya pemilik merek terdaftar yang dapat mengajukan keberatan atas suatu permohonan pendaftaran merek. Tetapi siapa pun yang berpendapat bahwa merek yang dimohonkan pendaftarannya tersebut seharusnya ditolak atau tidak dapat didaftarkan sebagai merek. 4. Pemeriksaan Kembali Pemeriksaan kembali bukan merupakan tahapan yang mutlak dilalui dalam proses pendaftaran
merek, karena diadakan atau
tidaknya bergantung pada ada tidaknya keberatan yang diajukan pihak lain (Pasal 26 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). 5. Permohonan Banding Permohonan banding yang
banding yang dimaksud adalah permohonan
khusus berlaku pada masalah pendaftaran merek.
Permohonan banding dapat diajukan terhadap penolakan permohonan yang berkaitan dengan alasan dan dasar pertimbangan mengenai halhal yang bersifat substantif sebagaimana telah dijelaskan pada bagian kedua tentang merek yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak pendaftarannya (Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Permohonan banding ini menjadi kewenangan suatu komisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
yang bernama Komisi Banding Merek menolak permohonan banding, pemohon atau kuasanya dapat mengajukan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding kepada Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan tersebut. Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud di atas, hanya dapat diajukan kasasi. Hal ini berarti ada pemotongan satu tahapan proses peradilan yaitu tahap banding
ke Pengadilan
Tinggi, yang
dimaksudkan
untuk
memperpendek proses penyelesaian perkara.
c. Perpanjangan Jangka Waktu Perlindungan Merek Terdaftar Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang (Pasal 28 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1) diajukan secara tertulis oleh pemilik Merek atau Kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi Merek terdaftar tersebut (Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Permohonan perpanjangan merek disetujui apabila: 1. Merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek tersebut; dan 2. barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih diproduksi dan diperdagangkan (Pasal 36 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Selanjutnya, seebagaimana disebutkan dalam Pasal 37 UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001 permohonan perpanjangan perlindungan mereka akan ditolak apabila tidak memenuhi persyaratan perpanjangan merek sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
1. permohonan perpanjangan merek tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. 2. memiliki
persamaan
pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan merek terkenal milik orang lain. 6. Tinjauan Umum Tentang Penghapusan dan Pembatalan Merek a. Penghapusan Pendaftaran Merek Penghapusan merek terjadi apabila merek tidak digunakan tiga tahun berturut-turut kecuali dengan alasan yang
diterima Direktorat
Jenderal atau digunakan tidak sesuai dengan barang/jasa yang didaftarkan (Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Penghapusan pendaftaran Merek dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal atau berdasarkan permohonan pemilik Merek yang bersangkutan. b. Pembatalan Merek Gugatan pembatalan pendaftaran merek dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga oleh pihak yang berkepentingan antara lain jaksa, yayasan/lembaga di bidang konsumen, dan majelis/lembaga keagamaan berdasarkan alasan bahwa pendaftaran merek tersebut seharusnya ditolak atau tidak dapat didaftarkan berdasarkan Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang (Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Pemilik merek yang tidak terdaftar dapat pula mengajukan gugatan pembatalan terhadap merek yang
terdaftar tapi setelah mengajukan
permohonan pendaftaran kepada Direktorat Jenderal Pasal 68 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Gugatan
pembatalan pendaftaran merek hanya dapat diajukan
dalam jangka waktu lima tahun sejak tanggal pendaftaran merek (Pasal 69 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Namun masih terdapat pengecualian atas pembatasan waktu tersebut karena gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas waktu apabila yang bersangkutan bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum (Pasal 69
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Terhadap putusan Pengadian Niaga tentang yang memutuskan gugatan pembatalan hanya dapat diajukan kasasi juga dapat diajukan kasasi. Pelaksanaan pembatalan pendaftaran merek dilakukan dengan mencoret Merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan tersebut oleh Direktorat Jenderal (Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001) dan
mengumumkannya dalam Berita Resmi
Merek setelah
putusan badan peradilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Cara pelaksanaannya sama dengan cara melaksankan penghapusan merek. Pembatalan
pendaftaran
merek diberitahukan secara tertulis kepada
pemohon maupun kuasa dengan disertai alasan pembatalan merek dan penegasan bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi (Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Dengan demikian perlindungan hukum terhadap merek tersebut telah hilang atau terhapus. 7. Penyelesaian Sengketa Merek Penyelesaian sengketa merek langkah yang ditempuh oleh para pihak yang bersangkutan untuk mencari jalan keluar permasalahan merek yang melibatkan
mereka
agar
dapat
diselesaikan.
Macam-macam
sarana
penyelesaian sengketa merek di antaranya : a. Penyelesaian Sengketa Merek Melalui Jalur Litigasi Penyelesaian Sengketa Merek Melalui Jalur Litigasi atau Pengadilan. Penyelesaian sengketa dilakukan para pihak melalui lembaga peradilan. Institusi yang berwenang menyelesaikan merek melalui
lembaga
peradilan.
Institusi
uang
berwenang
menyelesaikan sengketa merek ialah Pengadilan Niaga. Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
1. Gugatan ganti rugi; dan/atau 2. Penghentian
semua
perbuatan
yang
berkaitan
dengan
penggunaan merek tersebut. b. Penyelesaian Sengketa Merek Melalui Arbitrase. Penyelesaian
sengketa merek melalui arbitrase adalah
suatu cara penyelesaian sengketa yang pokok sengketanya merek di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. c. Penyelesaian Sengketa Merek
Melalui
Alternatif
Penyelesaian
Sengketa Penyelesaian sengketa merek melalui alternatif penyelesaian sengketa dilakukan selain melaui Pengadilan Niaga dan Arbitrase. Bentuk dari penyelesaian sengketa merek melalui APS adalah negosiasi, mediasi (Perma Nomer 6 Tahun 2003), minitrial Hak Kekayaan Intelektual dan Somasi Hak Kekayaan Intelektual (Adi Sulistyono, 2004: 93). 8. Upaya Hukum Luar Biasa Gugatan
pelanggaran
merek
Kasasi merupakan upaya hukum
kepada Pengadilan
biasa dalam
merek secara litigasi. Di dalam peyelesaian
Niaga dan
penyelesaian sengketa sengketa hukum melaui
institusi peradilan dikenal upaya luar biasa yaitu Peninjauan Kembali (PK). Tenggang waktu permohonan peninjauan kembali diajukan umumnya 180 hari bergantung terhadap alasan PK yang diajukan. Di dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung menyatakan sebagai berikut : “Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut: a) apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
b) apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan; c) apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut; d) apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya; e) apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain; f) apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
Perlindungan hukum merek dengan sistem konstitutif bagi pendaftar pertama merek dengan itikad baik Merek tidak dapat didaftar
Merek ditolak pendaftarannya
Pendaftaran merek Kopitiam oleh Abdul Alek Soelistyo di Ditjen HKI
Konklusi
Keterangan : Undang-Undang pendaftaran merek
Nomor 15 Tahun yaitu
2001 tentang merek menganut sistem
sistem konstitutif. Perlindungan hukum bagi suatu
merek didasarkan dari adanya permohonan sebagai konsekuensi sistem konstitutif yang dianut Undang-undang tersebut. Siapa yang pertama kali mendaftarkan suatu merek ialah yang memiliki hak eksklusif atas merek yang dimilikinya. Perlindungan
hukum diberikan kepada pendaftar merek pertama kali dengan
itikad baik. Namun, tidak semua permohonan pendaftaran merek dapat diterima.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Suatu permohonan pendaftaran merek tidak dapat diterima apabila didaftarkan dengan itikad tidak baik dan memenuhi alasan bagi Ditjen HKI untuk tidak mengabulkan
pendaftaran dalam Pasal 5 dan Pasal 6 (merek tidak dapat
didaftarkan). Selain itu,
permohonan merek akan ditolak pendaftarannya
berdasarkan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (3). Abdul Alek Soelistyo mendaftarkan untuk pertama kalinya merek Kopitiam pada Ditjen HKI. Padahal “Kopitiam” merupakan generic name dari pergaulan Hokkien yang artinya kedai kopi sehingga seharusnya tidak dapat didaftarkan menurut Pasal 5 UndangUndang Nomor 15 Tahun 2001. Putusan Peninjauan Kembali Nomor: 179 PK/PDT.SUS/2012 oleh Mahkamah Agung menolak permohonan Peninjauan kembali untuk pembatalan merek “Kopitiam”. Sehingga menurut Mahkamah Agung Abdul Alek Soelystio tetap merupakan pemegang sah dan pemilik satusatunya hak atas merek Kopitiam.
commit to user